Judul: Sosiologi Akuntansi
Penulis: Danes Prasiddha
SOSIOLOGI AKUNTANSI
ARTIKEL
Prespektif Sosiologi Dalam Akuntansi: Titik Temu Antara Teori Legitimasi Dan Corporate Social Responsibility Dengan Teori Kontrak Sosial (Hobbes, Locke, Dan Rosseau)
1622054203835
DISUSUN OLEH:
Ginalistya Prasiddhanesthi156020301111014
PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
PRESPEKTIF SOSIOLOGI DALAM AKUNTANSI: TITIK TEMU ANTARA TEORI LEGITIMASI DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DENGAN TEORI KONTRAK SOSIAL (HOBBES, LOCKE, DAN ROSSEAU)
Ginalistya Prasiddhanesthi
Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
Email: ginalistya@gmail.comAbstrak
Artikel ini akan melakukan pembahasan mengenai teori legitimasi, teori kontrak sosial dan Corporate Social Responsibility. Tujuannya adalah untuk menemukan adanya relevansi diantara ketiganya sehingga pada akhirnya dapat dikatakan bahwa ilmu sosiologi juga dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena yg terjadi dalam ilmu akuntansi. Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa antara teori legitimasi dan teori kontrak sosial memiliki kesamaan dimana kedua teori tersebut membahas mengenai adanya kontrak perjanjian yang terjadi di masyarakat yang tujuannya adalah untuk menciptakan kesepakatan bersama melalui syarat-syarat yg dibuat. Namun teori legitimasi lebih memfokuskan pada hal yang terkait dengan hubungan aktivitas perusahaan dengan masyarakat di lingkungan tempat perushaan tersebut beroperasi, sedangkan teori kontrak sosial mnjelaskan kontrak sosial secara lebih umum di dalam masyarakat. Corporate Social Responsibility sebagai suatu program perusahaan dilakukan akibat adanya kontrak yang terjadi antara masyarakat dengan perushaan yang tujuannya adalah untuk mendapatkan pengakuan atas keberadaan perusahaan. Dengan kata lain Corporate Social Responsibility merupakan manifestasi dari syarat dari kontrak sosial untuk menciptakan kesepakatan bersama.
Kata Kunci: Corporate Social Responsibility (CSR), legitimasi, kontrak sosial, sosiologi, akuntansi, sosiologi akuntansi.
Abstract
This article will conduct a discussion of the theory of legitimacy, the social contract theory and Corporate Social Responsibility. The goal is to find their relevance among the three so that in the end it can be said that sociology can also be used to explain the phenomenon that occurred in the science of accounting. Based on the discussion, it can be concluded that the theory of legitimacy and social contract theory has similarities with both the theory discussed the existence of contractual agreements that occurs in people whose goal is to create a joint agreement with the terms of freehand. But the theory of legitimacy is more focused on matters related to the company's community relations activities in the environment in which it operates Integration, while the social contract theory of social contract mnjelaskan more generally in society. Corporate Social Responsibility as a company program carried out due to the contract between villagers and Integration whose aim is to obtain recognition of the existence of the company. In other words Corporate Social Responsibility is a manifestation of the terms of the social contract to create a mutual agreement.
Keywords: Corporate Social Responsibility (CSR), the legitimacy, social contract, sociology, accounting, accounting sociology
PENDAHULUAN
Perusahaan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat dan lingkungan dan merupakan pusat perhatian bagi perusahaan itu sendiri. Perusahaan dituntut tidak hanya bertujuan untuk memaksimalkan laba tetapi juga harus mampu memberikan kontribusi positif dan manfaat kepada masyarakat dan lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan Corporate Social Responsibility. Corporate Social Responsibility merupakan konsep untuk mengungkapkan kegiatan atau aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan tidak hanya bertanggung jawab atas kondisi keuangan yang bersifat financial saja, namun juga bertanggung jawab pada keberlanjutan yang secara eksplisit telah menghubungkan antara tujuan dan tanggung jawab, baik kepada shareholder (pemilik perusahaan) ataupun stakeholder (publik) (Hadi, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi, peningkatan kualitas hidup bagi karyawan beserta keluarganya, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas.
Teori legitimasi juga menjelaskan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial dilakukan perusahaan guna mendapatkan legitimasi dari masyarakat dimana perusahaan itu berada dan memaksimalkan keuangannya secara berkelanjutan, sehingga diharapkan akan meningkatkan reputasi dan citra perusahaan. Dukungan masyarakat kepada perusahaan mempengaruhi keberadaan perusahaan.
Jika dihubungkan dengan teori kontrak sosial, merupakan teori yang keduanya menjelaskan mengenai adanya perjanjian yang melibatkan masyarakat atau orang banyak. Sedangkan Corporate Social Responsibility merupakan hasil dari perjanjian yang melibatkan masyarakat dan orang di lingkungan sekitar yang merupakan bukti bahwa perusahaan peduli terhadap lingkungan tempat perusahaan itu beroperasi. Artikel ini bertujuan untuk mencari relevansi antara ilmu akuntansi dan sosiologi melalui teori kontrak sosial dan teori legitimasi yang keduanya membahas mengenai perjanjian yang melibatkan masyarakat atau orang banyak sehingga terbentuk program Corporate Social Responsibility.
KERANGKA DAN DISKUSI TEORITIKAL
Teori Legitimasi
Aktivitas sosial merupakan serangkaian aktivitas yang penting bagi kelangsungan perusahaan karena dipengaruhi oleh lingkungan. Seperti yang dijelaskan oleh Reverte (2009) bahwa aktivitas sosial perusahaan perlu diungkapkan agar dapat diterima oleh masyarakat sehingga menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Aktivitas sosial seperti ekonomi, sosial dan lingkungan yang mempunyai manfaat bagi masyarakat. Ketika aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan telah terwujud, maka masyarakat akan merasakan manfaatnya dan hal ini akan menjamin keberlangsungan perusahaan. Aktivitas sosial dilakukan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan di sisi lain juga meningkatkan citra perusahaan.
Perusahaan membutuhkan sebuah pengakuan dari masyarakat agar kinerja perusahaan dapat diterima oleh masyarakat dan dapat membangun citra perusahaan. Ghozali dan Chariri (2007) menjelaskan bahwa kinerja berbasis lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungan cenderung digunakan oleh perusahaan guna melegitimasi aktivitas perusahaan di mata masyarakat. Hal ini menunjukkan praktik-praktik yang dilakukan oleh perusahaan dalam hal sosial dan lingkungan merupakan hal yang sering dilakukan oleh banyak perusahaan. Teori yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan aktivitas sosial adalah teori legitimasi. Teori ini telah memberikan sumbangsih yang nyata tentang pengakuan sebuah perusahaan dimata masyarakat. Oleh karena itu perusahaan harus melakukan aktivitas sosial semaksimal mungkin agar dapat diakui dan diterima oleh masyarakat.
Perusahaan juga perlu memperhatikan apa yang menjadi harapan masyarakat dan mampu menyatukan nilai-nilai perusahaan dengan norma-norma sosial yang berlaku di tempat perusahaan tersebut dengan menggunakan teori legitimasi sebagai landasan bagi perusahaan. Seperti yang dijelaskan oleh Nor Hadi (2010: 87) bahwa legitimasi masyarakat adalah faktor strategis bagi perusahaan untuk mengembangkan perusahaan ke depan. Sehingga hal ini dapat dijadikan alat untuk mengkonstruksi strategi perusahaan, khususnya berkaitan dengan upaya memposisikan diri di tengah lingkungan masyarakat yang semakin maju. Dengan adanya legitimasi, perusahaan akan mendapatkan manfaat atau sumber daya yang berpotensi bagi perusahaan untuk dapat going concern. Dalam hal ini, perusahaan membutuhkan dukungan dari masyarakat agar perusahaan dapat diterima di dalam lingkungan masyarakat tersebut. Oleh karena itu, aktivitas sosial dan cara yang dilakukan perusahaan juga harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh masyarakat. Aturan yang telah ditetapkan oleh masyarakat juga akan berubah seiring berjalannya waktu yaitu dengan perubahan kondisi dan lingkungan masyarakat itu sendiri. Sehingga perusahaan harus bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat.
Teori legitimasi digunakan untuk meyakinkan bahw aktivitas dan kinerja perusahaan dapat diterima masyarakat. Gray et al (1996) berpendapat bahwa dasar pemikiran teori legitimasi adalah jika masyarakat menyadari bahwa perusahaan beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan akan terus berlanjut keberadaannya. Pada hal ini, perusahaan menganggap jika masyarakat dapat menerima keberadaan perusahaan, maka hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dengan meningkatnya nilai perusahaan, maka dapat meningkatkan laba perusahaan. Sehingga hal tersebut dapat mendorong investor untuk berinvestasi di perusahaan. Jadi hubungan antara masyarakat dengan perusahaan sebenarnya merupakan sebuah hubungan yang saling timbal balik, yang artinya legitimasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan perusahaan dari masyarakat. Oleh karena itu, perusahaan harus selalu menyesuaikan diri dengan norma-norma atau aturan yang berlaku yang berada di dalam masyarakat sehingga perusahaan dapat terus dianggap di mata masyarakat dan dapat terus bertahan hidup.
Corporate Social Responsibility
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan suatu bentuk aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan ekonomi perusahaan dan juga kualitas hidup masyarakat sekitar. Untung (2008) mengungkapkan bahwa Corporate Social Responsibility merupakan komitmen perusahaan dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan berbagai aspek seperti aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan serta memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan. Corporate Social Responsibility merupakan operasi perusahaan yang tidak hanya untuk meningkatkan ekonomi perusahaan saja, namun juga menyangkut beberapa aspek yaitu untuk pembangunan sosial ekonomi dan hal ini dilakukan secara berkelanjutan guna pembentukan citra positif perusahaan.
Reputasi dan citra perusahaan merupakan suatu hal yang penting untuk perusahaan karena berkaitan dengan keberlanjutan hidup perusahaan. Seperti yang dijelaskan oleh Bruhn dan Hansen (2012) bahwa reputasi perusahaan adalah aset tak berwujud yang penting bagi perusahaan untuk keberlanjutan hidup perusahaan sehingga perusahaan harus mengelolanya dengan baik. Pada saat ini, perusahaan tidak boleh hanya memikirkan reputasi secara finansial saja, namun juga harus ditunjang dengan reputasi sosial karena reputasi sosial berkaitan langsung dengan masyarakat. Karena masyarakat merupakan konsumen dan masyarakat letaknya di lingkungan perusahaan, sehingga perlu adanya reputasi yang baik. Membangun kepercayaan dimata masyarakat tidaklah mudah, oleh karena itu dengan menggunakan Corporate Social Responsibility perusahaan dapat membangun reputasi dimata masyarakat dengan baik. Reputasi sosial dibangun melalui kinerja dan performas perusahaan dalam melaksanakan Corporate Social Responsibility itu sendiri sehingga perusahaan akan mencapai keberlanjutan.
Aktivitas Corporate Social Responsibility memiliki banyak manfaat dan tujuan yaitu untuk meningkatkan ekonomi perusahaan dan lain sebagainya. Hal ini dijelaskan oleh Cheng dan Yulius (2011) bahwa Corporate Social Responsibility memberikan manfaat seperti meningkatkan citra dan daya tarik perusahaan di mata investor serta dapat menunjukkan brand positioning, dan dapat meningkatkan penjualan serta market share. Terlihat bahwa manfaat Corporate Social Responsibility bukan hanya terlihat di perusahaan saja, bahwa masyarakat juga mendapatkan manfaatnya bahwa tujuan Corporate Social Responsibility adalah untuk pemberdayaan masyarakat. Jika dilihat dari sudut pandang manfaat perusahaan dapat dilihat bahwa semakin banyaknya persaingan pasar yang kompetitif, Corporate Social Responsibility bisa memberikan citra perusahaan yang baik dimata investor dan publik yang pada akhirnya akan menciptakan customer loyalty.
Corporate Social Responsibility merupakan komitmen bagi para pebisnis. Corporate Social Responsibility tidak terlalu fokus pada hasil yang akan dicapai, melainkan pada proses untuk mencapai hasil yang dicapai (Suharto, 2008). Dengan adanya kenyataan yang seperti ini, maka perusahaan harus melakukan aktivitas Corporate Social Responsibility yang harus dilandasi oleh kesadaran perusahaan terhadap jarak yang semakin jauh antara kemakmuran dan kemiskinan. Jadi Corporate Social Responsibility merupakan suatu komitmen dan bentuk kepedulian sosial sebuah perusahaan untuk melayani kepentingan perusahaan itu sendiri maupun kepentingan masyarakat eksternal dalam hal sosial, ekonomi, dan lingkungan karena tanggung jawab perusahaan tidak hanya kepada pemegang saham tetapi juga kepada stakeholder.
Hubungan Corporate Social Responsibility dan Teori Legitimasi
Legitimasi memberikan manfaat untuk mendukung keberlangsungan dan keberlanjutan hidup suatu perusahaan. O'Donovan (2000) berpendapat bahwa perusahaan dapat memberikan masyarakat sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Intinya adalah perusahaan akan terus berlanjut dan diaukui keberadaannya jika masyarakat telah menyadari bahwa perusahaan atau organisasi beroperasi untuk masyarakat itu sendiri. Perusahaan dianjurkan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima masyarakat dan laporan keuangan tahunan digunakan oleh perusahaan untuk rasa tanggung jawab mereka. Oleh karena itu, perusahaan mengutamakan kepentingan masyarakat karena adanya rasa tanggung jawab tersebut.
Teori legitimasi merupakan teori yang melandasi Corporate Social Responsibility. Perusahaan cenderung menggunakan kinerja berbasis lingkungan dan pengungkapan informasi lingkungan untuk melegitimasi aktivasi perusahaan di mata masyarakat karena pengaruh masyarakat luas dapat menentukan alokasi sumber keuangan dan sumber ekonomi lainnya (Gray et al, 1995). Perusahaan melakukan Corporate Social Responsibility dengan tujuan untuk menyatukan atau menyelaraskan diri dengan norma di masyarakat. Perusahaan diharapkan akan mendapatkan legitimasi dari masyarakat dengan adanya pengungkapan Corporate Social Responsibility yang baik, sehingga hal ini dapat meningkatkan kinerja dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan perusahaan. Corporate Social Responsibility dalam perspektif teori legitimasi merupakan hal yang saling melengkapi dan dapat menghadapi kendala yang dihadapi oleh perusahaan.
Perusahaan melakukan pengungkapan Corporate Social Responsibility pada dasarnya adalah untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Tanggung jawab sosial (social responsibility) perusahaan memiliki manfaat untuk meningkatkan reputasi perusahaan, menjaga citra (image), dan strategi perusahaan (Wibisono, 2013). Stakeholder melihat bahwa perusahaan melakukan legitimasi dapat dilakukan dengan meningkatkan tanggung jawab sosial perusahaan (social responsibility). Dengan meningkatkan tanggung jawab sosial perusahaan, maka akan meningkatkan profit dan kinerja finansial, serta mempertinggi reputasi perusahaan.
Teori Kontrak Sosial
Di dalam kontrak pasti selalu ada perjanjian secara bersama-sama yang telah disepakati. Seperti yang dijelaskan oleh Thomas Hobbes dan John Locke bahwa manusia mewujudkan negara sebagai satu perjanjian secara bersama dimana masing-masing individu setuju kepadanya. Berarti bahwa, kontrak sosial berarti individu atau seseorang yang setuju untuk menyerahkan haknya dengan syarat-syarat tertentu antara dua orang atau lebih. Sosial itu sendiri adalah hal yang selalu berkaitan dengan masyarakat dan orang banyak. Oleh karena itu, kontrak sosial merupakan bentuk perjanjian yang sudah disepakati secara bersama yang berkaitan atau melibatkan masyarakat.
Teori kontrak sosial telah dicetuskan dan dikembangkan oleh beberapa para ahli. Teori kontrak sosial dicetuskan oleh Thomas Hobbes (1588-1679) yang merupakan hasil dari pemikiran Plato dan dikembangkan oleh John Locke (1632-1704). Kewajiban dan kepatuhan masyarakat kepada pemerintahan berlangsung selama pemerintah masih dipercaya dan dapat tidak dipercaya jika pemerintah gagal terhadap masyarakat (Nyamaka, 2011). Terlihat bahwa kontrak sosial didasarkan pasa kepercayaan antara kedua pihak atau lebih. Jika hubungan kepercayaan hilang, maka pemerintah tidak bisa memaksakan keinginannya. Jadi antara pemerintahan dengan masyarakat tidak hanya mempunyai hubungan kontrak tetapi juga mempunyai hubungan saling percaya guna membangun kontrak sosial itu sendiri.
Hobbes menganggap manusia adalah makhluk yang saling memangsa, sehingga dianggap bahwa manusia merupakan serigala dengan manusia yang lainnya. Konsep Hobbes dikatakan bahwa manusia saling memangsa sehingga diperlukan adanya lembaga negara yang akan mengatur kehidupan masyarakat itu, dan terdapat lembaga yang menjamin hak-hak alami manusia itu dihargai. Sedangkan Rousseau mengatakan bahwa manusia pada dasarnya baik. Konsep ini berkata bahwa negara dibentuk agar ada kekuatan guna memaksa yang bersifat legal untuk mempergunakan kekerasan jika terdapat pelanggaran terhadap hak-hak alami manusia itu.
Jika dilihat dari sisi hukum, Hobbes melihat hukum sebagai dasar bagi keamanan individu. Hukum merupakan alat yang penting untuk terciptanya masyarakat yang aman dan damai. Menurut Hobbes, manusia sejak zaman purbakala dikuasai oleh dorongan dalam dirinya untuk memperjuangkan kepentingannya sendiri. Pengertian adil atau tidak adil itu tidak ada, yang ada hanya dorongan dari dalam diri manusia yang sangat kuat. Dalam keadaan yang sedemikian rupa, akan memperlihatkan keinginan yang sungguh-sungguh egois. Demi mengejar kepentingan diri, manusia akan terlibat masalah jika tidak ada hukum yang ditegakkan oleh penguasa yang kuat. Manusia-manusia satu sama lain akan saling menyalahkan jika tidak ada dasar hukum yang kuat, sehingga hukum merupakan pilihan manusia secara sadar untuk mengamankan hidup masing-masing terhadap serangan orang lain. Menurut Hobbes negara dibentuk karena adanya kekuasaan mutlak yang tidak boleh pecah dan terbelah. Jika kekuasaan dalam suatu negara terbelah atau terpecah, maka akan menimbulkan adanya anarki, perang sipil atau perang agama dalam negara itu sendiri. Jika tidak ada satu kekuatan yang mampu mengontrol, maka negara akan bertindak semena-mena.
Jika dilihat dari sisi psikologi manusia maka Hobbes memiliki sebuah pemikiran. Pemikiran Hobbes yang sangat terkenal dalam karyanya Leviathan yang berisi tentang psikologi manusia. Menurut Hobbes, negara terbentuk harus didasarkan atas teori watak manusia. Hobbes menyatakan bahwa perasaan harus mencakup gerakan dan yang nyata dan riil hanya tubuh dan gerakannya. Menurut Hobbes, manusia secara alamiah bergerak menuju obyek tertentu dan menjauh dari obyek lain yaitu yang pertama adalah obyek keinginan dan yang kedua adalah obyek yang tidak diinginkan. Obyek yang diinginkan ialah baik, sedangkan obyek yang tidak diinginkan ialah tidak baik. Hobbes berfikiran bahwa kemampuan manusia relatif sama untuk mencapai tujuan mereka. Hobbes menganggap bahwa manusia pada dasarnya mementingkan diri sendiri dan haus akan kekuasaan. Hal ini merupakan hasil upaya manusia yang ingin selalu menambah kebutuhannya karena dengan terpenuhi semua kebutuhannya maka manusia akan bahagia. Manusia memiliki keinginan bahwa menjamin keinginan itu untuk masa depan selamanya, bukan hanya untuk dinikmati sekali saja.
Tokoh yang mencetuskan kontrak sosial selain Hobbes adalah Rosseau. Rosseau merupakan pemikir yang menggunakan istilah Kontrak Sosial, sedangkan para pemikir lain tidak secara nyata dan tegas menggunakan istilah ini. Thomas Hobbes dan John Locke menggunakan istilah compact atau covenant. Pemikirannya terkait manusia, kekuasaan dan negara membuat Rosseau sebagai bapak humanisme pertama di Eropa. Rosseau memiliki dua konsep penting yang berhubungan dengan esensi manusia yaitu Original Sin dan Savage Man. Original Sin menurut Rosseau berkaitan dengan hakikat manusia. Rosseau berfikiran bahwa pada dasarnya manusia diciptakan di awal penciptaan yaitu di surga atau The Garden Of Eden yang kemudian manusia terusir dari Taman Eden karena kesombongan atau ketamakan. Ketamakan ini yang menurut Rosseau adalah Original Sin. Pemikiran inilah yang membuat Rosseau lebih maju daripada pemikiran lain. Rosseau menganggap manusia mengenal peradaban yaitu peradaban pertama adalah keluarga yang membuat original sin muncul, sehingga ketamakan manusia menjadi terusir dari surga. Rosseau menganggap bahwa saat manusia turun ke Bumi, maka ia dalam kondisi bebas dengan kehidupan yang sederhana dan yang disebutnya sebagai the savage man. Manusia lalu membentuk peradaban dengan tujuan untuk membantu kehidupannya karena kebutuhan hidup manusia yang semakin kompleks, namun seiring berkembangnya inovasi peradaban, maka manusia menjadi tergantung oleh peradaban. Maksudnya yaitu manusia dilihat dari simbolisasi peradaban itu sendiri, bukan dikenal karena esensi diri sebagai manusia. Pada akhirnya manusia merasakan keraguan dalam menjalani kehidupan dan terperangkap oleh peradaban itu sendiri. Kedua gagasan menurut Rosseau ini digunakan ia untuk mengkritik situasi kemunduran manusia. Pandangan Rosseau menarik karena kemunduran kebebasan manusia justru adalah kemajuan peradaban itu sendiri. Konsep Original Sin ditunjukkan Rosseau kepada kelompok borjuis di Eropa yang telah menjadikan ekonomi sebagai sistem yang berfokus kepada keuntungan, bukan sebagai sistem yang membantu manusia memenuhi kebutuhan fisik. Pemikiran politik Rosseau kemudian dipengaruhi oleh pandangan Rosseau ini yang berpandangan bahwa politik yang memanusiakan manusia ialah politik yang berpihak pada kepentingan bersama. Rosseau menganggap suatu negara memiliki kekuasaan yang baik ialah yang dapat mengutamakan kepentingan bersama dan mengurangi kepentingan partikular. Hal ini terlihat pada pandangan Rosseau mengenai negara yang dipimpin oleh para magistrates, yaitu individu yang mengutamakan kebaikan dan kepentingan bersama daripada kepentingan yang bersifat partikular. Rosseau melihat negara sebagai sistem yang mengabdi kepada manusia dan sebagai sistem pelayanan kepada masyarakat, sehingga negara tidak memiliki kedaulatannya sendiri secara langsung. Negara dikatakan baik apabila negara mampu berinteraksi dengan individu bebas secara langsung dan mengabdi pada kepentingan umum bukan mengabdi kepada kepentingan yang partikular. Negara perlu menjalin interaksi bebas dengan rakyatnya agar negara dapat berjalan dengan baik.
Pandangan Rosseau melihat rakyat saling bertemu untuk kebaikan secara umum dan mendapatkan hasil yaitu hukum yang berlaku di suatu negara. Rosseau mengasumsikan bahwa kepentingan partikular merupakan bentuk kesombongan, sehingga setiap kepentingan partikular harus dijauhkan dalam pembuatan hukum. Dengan adanya hal ini menimbulkan diskriminasi atas nama humanisme dalam perspektif Rosseau, yang berarti manusia diakui kebebasannya secara penuh selama dirinya bertujuan untuk kepentingan bersama dan mengurangi kepentingan partikular. Pemikiran Rosseau sejalan dengan pemikiran John Locke tentang hak milik yang bersifat partikular dan kepentingan partikular merupakan bagian dari kebebasan manusia. Sebenarnya pemikiran Rosseau dapat dipahami bahwa kepentingan bersama meliputi semua individu dan semua orang. Dengan adanya kepentingan partikular maka memiliki potensi adanya pengabaian terhadap kebebasan individu itu sendiri karena seperti pemikiran Thomas Hobbes yang menyatakan bahwa manusia senantiasa berorientasi kepada kepentingan sendiri untuk mempertahankan kebutuhan dasar manusia. Masyarakat disini harus selalu membela kepentingan bersama.
PEMBAHASAN
Teori kontrak sosial yang dijelaskan oleh Hobbes, Locke dan Rosseau pada intinya menjelaskan tentang adanya kontrak yang melibatkan orang banyak atau masyarakat, dimana tujuannya adalah untuk menghasilkan kesepakatan bersama melalui syarat-syarat yang diajukan. Berdasarkan penjelasan tersebut, terlihat bahwa penjelasan dari kontrak sosial juga dialami oleh suatu entitas bisnis dalam mendapatkan pengakuan dari masyarakat atas aktivitasnya melalui pelaksanaan Corporate Social Responsibility sebagai syarat agar perusahaan dapat diakui oleh masyarakat. Kejadian yang dialami oleh perusahaan tersebut juga dijelaskan dalam ilmu akuntansi dalam teori legitimasi. Dengan demikian muncul pertanyaan yang harus dijawab apakah terjadi hubungan antara teori kontrak sosial dengan teori legitimasi? Jika ada dimana letak hubungan itu? Untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut maka harus dilakukan penelusuran lebih lanjut atas penjelasan singkat atas teori legitimasi, Corporate Social Responsibility, dan kontrak sosial. Hingga pada akhirnya dapat ditemukan bahwa terjadi persinggungan diantara ketiganya.
Perusahaan yang melakukan aktivitas sosial bertujuan untuk kelangsungan perusahaan karena adanya faktor lingkungan. Aktivitas sosial perusahaan diperlukan agar perusahaan dapat diterima dan diakui oleh masyarakat di tempat lingkungan perusahaan tersebut beroperasi, sehingga menjamin kelangsungan hidup perusahaan. Aktivitas sosial dapat dilakukan meliputi kegitan di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan yang mempunyai manfaat bagi masyarakat. Ketika aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan telah terwujud, maka masyarakat akan merasakan manfaatnya dan hal ini akan menjamin keberlangsungan perusahaan. Teori dalam ilmu akuntansi yang menjelaskan mengenai perilaku perusahaan dalam melakukan aktivitas sosial adalah teori legitimasi.
Gray et al (1996) berpendapat bahwa dasar pemikiran teori legitimasi adalah jika masyarakat menyadari bahwa perusahaan beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan akan terus berlanjut keberadaannya. Dengan kata lain perusahaan dapat diterima dan diakui oleh masyarakat di lingkungan tempat suatu perusahaan beroperasi jika perusahaan dapat melakukan tindakan yang sesuai dengan nilai yang dimiliki oleh masyarakat sekitar perusahaan. Maka dalam hal ini terjadi hubungan timbal balik antara masyarakat dengan perusahaan yang menjadi makna dari legitimasi itu sendiri. Oleh karena itu, perusahaan harus selalu menyesuaikan diri dengan norma-norma atau aturan yang berlaku dalam masyarakat sehingga perusahaan dapat terus diakui di mata masyarakat dan dapat terus berkembang.
Dalam kontrak pasti selalu ada perjanjian secara bersama-sama yang telah disepakati. Seperti yang dijelaskan oleh Thomas Hobbes dan John Locke bahwa manusia mewujudkan negara sebagai satu perjanjian secara bersama dimana masing-masing individu setuju kepadanya. Berarti bahwa, kontrak sosial berarti individu atau seseorang yang setuju untuk menyerahkan haknya dengan syarat-syarat tertentu antara dua orang atau lebih. Sosial itu sendiri adalah hal yang selalu berkaitan dengan masyarakat dan orang banyak. Oleh karena itu, kontrak sosial merupakan bentuk perjanjian yang sudah disepakati secara bersama yang berkaitan atau melibatkan masyarakat.
Konsep kontrak yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat yang dijelaskan dalam teori legitimasi ternyata sesuai dengan pandangan yang dimiliki oleh Thomas Hobbes, Jhon Locke, dan Rosseau. Pandangan ketiga tokoh tersebut dalam ilmu sosiologi dikenal dengan teori kontrak sosial. Teori kontrak sosial dari Thomas Hobbes dari pemikiran Plato yang dikembangkan oleh John Locke yang menjelaskan mengenai kontrak sosial berdasarkan atas rasa kepercayaan antara kedua pihak atau lebih. Konsep dari Hobbes menjelaskan bahwa diperlukannya suatu lembaga yang dapat mengatur kehidupan masyarakat untuk terjaminnya hak-hak alami dari manusia karena pada dasarnya manusia memiliki sifat untuk saling memangsa sesamanya. Rousseau berpandangan lain mengenai manusia yang pada dasarnya memiliki sifat yang baik. Rousseau menjelaskan bahwa negara dibentuk agar ada kekuatan untuk memaksa yang bersifat legal agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak alami manusia itu. Ketiga pemikiran dari Tommas Hobbes, John Locke, dan Rosseau tersebut sesuai dengan tujuan dari dilakukannya aktivitas sosial oleh perusahaan yang bertujuan agar tidak terjadi chaos antara perusahaan dengan masyarakat, sehingga aktivitas sosial dilakukan sebagai salah satu bentuk kontrak sosial perusahaan dengan masyarakat yang dapat melindungi hak-hak alami dari masyarakat.
Aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan melalui kegiatan Corporate Social Responsibility didasarkan dengan keinginan pihak perusahaan untuk dapat memperoleh rasa aman dalam melakukan aktivitas operasi, maka dari itu perusahaan dan masyarakat mengadakan kontrak tertulis yang pada akhirnya terjadi suatu keharusan untuk mengungkapkan mengenai kegiatan aktivitas sosial yang dijelaskan dalam teori legitimasi. Kontrak yang tertulis dalam teori legitimasi ini tujuannya adalah untuk membuat suatu landasan hukum atas aktivitas operasi perusahaan. Hobbes melihat hukum sebagai dasar bagi keamanan individu. Hukum merupakan alat yang penting untuk terciptanya masyarakat yang aman dan damai. Menurut Hobbes, manusia sejak zaman purbakala dikuasai oleh dorongan dalam dirinya untuk memperjuangkan kepentingannya sendiri. Pengertian adil atau tidak adil itu tidak ada, yang ada hanya dorongan dari dalam diri manusia yang sangat kuat. Sehingga hukum merupakan pilihan manusia secara sadar untuk mengamankan hidup masing-masing terhadap serangan orang lain. Dengan adanya hukum tertulis yang tertuang dalam kontrak antara perusahaan dengan masyrakat, maka perusahaan akan merasa aman dalam melakukan aktivitas operasinya begitu juga masayarakat akan merasa aman dengan aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dengan adanya aktivitas sosial berupa CSR yang dilakukan perusahaan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan. Dengan kata lain tidak akan ada pihak yang saling dirugikan.
Aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan dapat didasarkan pada adnya sifat psikologi manusia mengenai konsep objek yang diinginkan dan objek yang tidak diinginkan. Menurut Hobbes, manusia secara alamiah bergerak menuju obyek tertentu dan menjauh dari obyek lain yaitu yang pertama adalah obyek keinginan dan yang kedua adalah obyek yang tidak diinginkan. Obyek yang diinginkan ialah baik, sedangkan obyek yang tidak diinginkan ialah tidak baik. Maka dari aktivitas sosial yang dilakukan perusahaan berupa Corporate Social Responsibility bertujuan untuk perusahaan menjadi objek yang diinginkan oleh masyarakat. Dengan melakukan CSR perusahaan akan dipandang sebagai objek yang baik bagi masyarakat dan akan diterima oleh masyarakat. Jika suatu perusahaan telah dianggap sebagai suatu objek yang baik di dalam lingkungan tempat beroperasi maka perusahaan tersebut akan mudah untuk menjalankan aktivitas operasinya yang pada akhirnya tujuan perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan pun akan tercapai.
Aktivitas sosial perusahaan seperti Corporate Social Responsibility dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan untuk memberikan kesan bahwa perusahaan tidak memiliki sifat ketamakan untuk mengeksploitasi lingkungan untuk memperoleh laba dihadapan masyarakat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Rosseau dalam konsep Original Sin yang berkaitan dengan hakikat manusia. Rosseau berfikiran bahwa pada dasarnya manusia diciptakan di awal penciptaan yaitu di surga atau The Garden Of Eden yang kemudian manusia terusir dari Taman Eden karena kesombongan atau ketamakan. Ketamakan ini yang menurut Rosseau adalah Original Sin. Perusahaan yang dianggap tamak oleh masyarakat pada akhirnya akan menjadi objek yang tidak diinginkan oleh masyarakat, karena dianggap hanya akan merugikan baik masyarakat ataupun lingkungan dari aktivitas operasi yang dilakukan. Maka dari itu Coroporate Social Responsibility dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan menunjukkan rasa tanggungjawab perusahaan atas dampak yang dihasilkan dari aktivitas operasinya. Dengan demikian perusahaan akan ikut dalam upaya untuk memperbaiki dampak negatif yang dihasilkan dari aktivitasnya terhadap lingkungan. Sehingga perusahaan tidak akan diusir oleh masyarakat karena dianggap melakukan tindakan yang merugikan dan tidak bertanggungjawab.
Aktivitas sosial seperti Corporate Social Responsibility juga dilakukan perusahaan untuk memberikan image baik yang menyatakan bahwa perusahaan juga memerlukan masyarakat di dalam operasinya, selain itu CSR juga memberikan kesan bahwa perusahaan memiliki keinginan untuk membaur dengan masyarakat dengan turut sertanya dalam upaya perbaikan lingkungan. Sehingga dalam pemikiran Rosseau perusahaan tidak dianggap sebagai entitas yang memiliki sifat sombong dan pantas untuk diusir oleh masyarakat lingkungan sekitar. Selain itu aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan dilakukan demi kepentingan bersama. Hal ini menandakan bahwa perusahaan tidak hanya mementingkan kepentingan perusahaan sendiri untuk dapat memperoleh laba yang maksimal atas operasinya, namun perusahaan juga memikirkan mengenai kepentingan bersama yaitu kepentingan masyarakat dan lingkungan. Seperti yang dipikirkan oleh Rosseau bahwa kepentingan bersama meliputi semua individu dan semua orang. Dengan adanya kepentingan bersama maka akan terjadi pengabaian terhadap kepentingan diri sendiri karena seperti pemikiran Thomas Hobbes yang menyatakan bahwa manusia senantiasa berorientasi kepada kepentingan sendiri untuk mempertahankan kebutuhan dasar manusia. Masyarakat disini harus selalu membela kepentingan bersama. Dengan kata lain perusahaan dan masyarakat akan salin bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama dalam membangun lingkungan.
Legitimasi memberikan manfaat untuk mendukung keberlangsungan dan keberlanjutan hidup suatu perusahaan. O'Donovan (2000) berpendapat bahwa perusahaan dapat memberikan masyarakat sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Intinya adalah perusahaan akan terus berlanjut dan diaukui keberadaannya jika masyarakat telah menyadari bahwa perusahaan atau organisasi beroperasi untuk masyarakat itu sendiri. Perusahaan dianjurkan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima masyarakat dan laporan keuangan tahunan digunakan oleh perusahaan untuk rasa tanggung jawab mereka. Oleh karena itu, perusahaan mengutamakan kepentingan masyarakat karena adanya rasa tanggung jawab tersebut.
Dengan demikian aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan secara garis besar bertujuan untuk dapat memberikan image baik terhadap masyarakat mengenai suatu perusahaan. Perusahaan yang telah dianggap memiliki image yang baik di masyarakat pada akhirnya akan menjadi suatu objek yang diinginkan oleh masyarakat, sehingga masyarakat mau untuk menerima keberadaan dari perusahaan tersebut. Keinginan untuk menerima keberadaan suatu perusahaan tersebut dikarenakan adanya anggapan dari masyarakat bahwa perusahaan tidak memiliki sifat sombong dan tamak. Perusahaan melakukan aktivitasnya tidak hanya semata-mata untuk dapat memperoleh laba namun juga untuk dapat membangun lingkungan demi kepentingan bersama. Dengan demikian perusahaan akan merasa aman dalam menjalankan operasinya karena tidak adanya protes dari masyarakat atas dampak yang dimunculkan, selain itu masyarakat juga akan merasa aman karena tidak merasa dirugikan dengan aktivitas perusahaan yang negatif dan tidak bertanggungjawab. Jadi antara masyarakat dan perusahaan saling memperoleh keuntungan dan kenyamanan dengan adanya aktivitas sosial yang dilakukan perusahaan berupa Corporate Social Responsibility.
KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan pada bagian sebelumnya mengenai teori legitimasi, corporate social responsibility, dan teori kontrak sosial dari Thomas Hobbes, John Locke, dan Rosseau, maka penulis pada akhirnya dapat menyimpulkan mengenai beberapa hal yaitu:
Aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) dilakukan sebagai bentuk munculnya kontrak sosial yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan.
Aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) dilakukan dengan tujuan untuk memberikan image yang positif atas perusahaan pada masyarakat agar dapat memberikan pengakuan atas keberadaan aktivitas perusahaan, sehingga dapat memberikan rasa nyaman dan aman dalam menjalankan aktivitas operasi.
Aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan pada dasarnya juga dipengaruhi oleh adanya pemikiran-pemikiran mengenai sifat dasar manusia dan masyarakat yang dijelaskan oleh Thomas Hobbes, John Locke, dan Rosseau.
Terjadi relevansi antara teori legitimasi dalam ilmu akuntansi dengan teori kontrak sosial terkait dengan dasar-dasar anggapan dan pemikiran dari Thomas Hobbes, John Locke, dan Rosseau.
Secara umum dan secara khusus telah terjadi keterkaitan ilmu antara ilmu akuntansi dengan ilmu sosiologi, dimana perbedaan diantara keduanya hanya dibedakan dengan lingkup yang lebih sempit ketika ilmu akuntansi memfokuskan untuk membahas mengenai fenomena secara khusus yang terjadi di masyarakat terkait kegiatan bisnis sedangkan ilmu sosiologi membahas mengenai masyarakat dalam segala aspek dan lebih fundamental.
DAFTAR PUSTAKA
Bruhn, S., dan Hansen. 2012. Corporate social responsibility: a case study of Starbuck's CSR communication through its corporate website. Bachelor. Marketing and Management Communication. Tersedia di: <http://pure.au.dk/portal/files/45282206/BA_Thesis.pdf> (Diakses 15.04.2016).
Cheng, Megawati dan Yulius Logi Christiawan. 2011. Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Abnormal Return. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 13(3), Mei 2011, h: 24-36.
Ghozali, Imam dan Chariri, Anis. 2007.Teori Akuntansi, Edisi Ketiga, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
Gray, Owen, D & Adam, 1996. Accounting and Accountability, Journal Hemel Hempstead : Prentics Hall.
Gray, Rob, Reza Kouhy dan Simon Lavers. 1995. "Corporate Social and Environmental Reporting: A Review of The Literature and A Longitudinal Study of UK Disclosure." Accounting, Auditing, and Accountability Journal, Vol. 8, No. 2, h. 47-77.
Hadi, N. 2011. Corporate Social Responsibility. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Nor Hadi. (2011). Corporate Social Responsibility. Yogyakarta: Graha Ilmu
O'Donovan. 2002. Environmental Disclosure in the Annual Report: Extending the Applicability and Predictive Power of Legitimacy Theory. Accounting, Auditing and Accountability Journal, Vol. 15, No. 3, pp. 344-371.
Reverte, C. 2009. Determinants of Corporate Social Responsibility Disclosure Ratings by Spanish Listed Firms. Journal of Business Ethics, 88, pp: 351-366.
Suharto, Edi. 2008. "Corporate Social Responsibility: What is and Benefits for Corporate". Tersedia di: (www.google.com)
Untung, H.B. 2008. Corporate Social Responsibility. Jakarta: Sinar Grafika.
Download Sosiologi Akuntansi.docx
0 komentar: