Judul: MAKALAH KOMPOS BARU
Penulis: Alvie Fauziah
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sampah merupakan sisa-sisa aktivitas makhluk hidup yang indentik dengan bahan buangan yang tidak memiliki nilai, kotor, kumuh, dan bau. Sampah organik seperti dedaunan yang berasal dari taman, jerami, rerumputan, dan sisa-sisa sayur, buah, yang berasal dari aktivitas rumah tangga dan pasar (sampah domestik) memang sering menimbulkan berbagai masalah. Baik itu masalah keindahan dan kenyamanan maupun masalah kesehatan manusia, baik dalam lingkup individu, keluarga, maupun masyarakat.Masalah-masalah seperti timbulnya bau tak sedap maupun berbagai penyakit tentu membawa kerugian bagi manusia maupun lingkungan disekitarnya, baik meteri maupun psikis. Melihat fakta tersebut, tentu perlu adanya suatu tindakan guna meminimalkan dampak negatif yang timbul dan berupaya meningkatkan semaksimalmungkin dampak positifnya.Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan sampah organik domestik adalah mengolah sampah tersebut menjadi kompos secara konvensional dengan penambahan organik agen (serbuk gergaji) dan bakteri yang berfungsi mendegradasi sampah-sampah organik dan manambah unsur hara dalam kompos sehingga menghasilkan produk yang bernilai lebih, baik dari segi nilai ekonomi yaitu memiliki suplemen bagi tanaman.
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik. Kompos sendiri dapat dibat dari sampah organik seperti dedaunan yang berasal dari taman, jerami, rerumputan, dan sisasisa sayur, buah, yang berasal dari aktivitas rumah tangga dan pasar (sampah domestik)Kompos yang kami buat yaitu dari sampah-sampah pasar baik sampah kering maupun sampah basah dimana semua bahan memiliki kandungan unsur hara tinggi bagi tanaman, khususnya unsur makro N, P, dan K. Kompos yang berasal dari bahan organik tersebut dapat membantu memperbaiki sifat fisika, kimia, maupun biologi tanah sehingga kesuburan tanah tetap terjaga serta ketersediaan haranya pun terjamin. Apalagi kompos dapat dibuat sendiri dari bahan-bahan yang mudah ditemukan, sehingga tidak memerlukan biaya banyak dalam pembuatannya.Dalam melakukan teknik pengomposan, ada berbagai hal yang perlu diperhatikan agar proses pengomposan berjalan dengan cepat sehingga masa panen relatif singkat dan cepat. Hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah proses pencacahan yang sebisa mungkin halus sehingga mudah di dekomposisi, kelembaban dan aerasi yang mendukung kerja mikroorganisme, maupun kadar karbon dan nitrogen yang ideal.
Tujuan
Tujuan pembuatan kegiatan ini adalah melakukan kegiatan komposting atau membuat kompos secara konvensional dari sampah organik domestik sehingga mampu menciptakan inovasi baru yang dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat maupun pemerintah.
Manfaat
Manfaat dari kegiatan ini, yaitu :Mengurangi permasalahan lingkungan akibat sampah organik yang dihasilkan terutama dari aktivitas manusia;
Berkurangnya jumlah limbah berupa sampah organik domestik sehingga tercipta kenyamanan dan kebersihan di lingkungan pribadi, keluarga, maupun masyarakat;
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan kompos;
Menghasilkan suatu produk (kompos) yang memiliki nilai tambah bagi masyarakat maupun pemerintah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Kompos
Kompos adalah hasil pembusukan dari bahan-bahan organik yang membusuk dan hancur yang menumpuk dan menghasilkan tanah yang baru yang mengandung unsur hara yang tinggi yang baik untuk pertumbuhan tanaman, dimana unsur-unsur tersebut adalah unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman.Kompos berasal dari daun, kotoran / tinja hewan, dan bahan-bahan alam yang lain seperti pembusukan hewan-hewan kecil.
Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Potensi pengembangan kompos cukup besar mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara.
Pembuatan kompos dapat dilakukan oleh masyarakat awam, yang tidak punya pengetahuan tentang ilmu pertanian tetapi mereka bisa belajar dari pengalaman sendiri dan orang lain untuk membuat kompos, sehingga kompos adalah pupuk tanaman yang sangat mudah dicari, karena terbuat dari bahan-bahan organik dan sampah organik rumah tangga, dan bahan-bahan pembuat kompos sangat mudah dicari, dan mudah cara membuatnya.
Proses Pengomposan
Memahami dengan baik proses pengomposan sangat penting untuk dapat membuat kompos dengan kualitas baik. Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas (50-70)̊ C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekmposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan.Gambar :
Gambar 1. Proses Umum Pengomposan Limbah Padat Organik
(dimodifikasi dari Rynk,1992)
Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, dimana mikroba menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidakdiinginkan selama proses pengomposan karena akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses aerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S.
Gambar 2. Perubahan suhu dan jumlah mikroba selama proses pengomposan
Tabel 1. Organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
Kelompok Mikroorganisme Organisme Jumlah/g kompos
Mikroflora Bakteri 108- 109
Aktinomicetes 105-108
Kapang 104-105
Mikrofauna Protozoa 104-105
Makroflora Jamur tingkat tinggi Makrofauna Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll Proses pengomposan tergantung pada:
Karakteristik bahan yang dikomposkan
Aktivator pengomposan yang dipergunakan
Metode pengomposan yang dilakukan
Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbedabeda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain :
Keseimbangan Nutrien (Rasio C/N)
Parameter nutrien yang paling penting dalam proses pembuatan kompos adalah unsur karbon dan nitrogen. Dalam proses pengurai terjadi reaksi antara karbon dan oksigen sehingga menimbulkan panas (CO2). Nitrogen akan ditangkap oleh mikroorganisme sebagai sumber makanan. Apabila mikroorganisme tersebut mati, maka nitrogen akan tetap tinggal dalam kompos sebagai sumber nutrisi bagi makanan. Besarnya perbandingan antara unsur karbon dengan nitrogen tergantung pada jenis sampah sebagai bahan baku. Perbandingan C dan N yang ideal dalam proses pengomposan yang optimum berkisar antara 20 : 1 sampai dengan 40: 1, dengan rasio terbaik adalah 30 : 1.
Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) ideal dalam proses pembuatan kompos secara aerobik berkisar pada pH netral (6 – 8,5), sesuai dengan pH yang dibutuhkan tanaman. Pada proses awal, sejumlah mikroorganisme akan mengubah sampah organik menjadi asam-asam organik, sehingga derajat keasaman akan selalu menurun. Pada proses selanjutnya derajat keasaman akan meningkat secara bertahap yaitu pada masa pematangan, karena beberapa jenis mikroorganisme memakan asam-asam organik yang terbentuk tersebut. Derajat keasaman dapat menjadi faktor penghambat dalam proses pembuatan kompos, yaitu dapat terjadi apabila :pH terlalu tinggi (di atas 8) , unsur N akan menguap menjadi NH3. NH3 yang terbentuk akan sangat mengganggu proses karena bau yang menyengat. Senyawa ini dalam kadar yang berlebihan dapat memusnahkan mikroorganisme.
pH terlalu rendah (di bawah 6), kondisi menjadi asam dan dapat menyebabkan kematian jasad renik.
Temperatur
Proses biokimia dalam proses pengomposan menghasilkan panas yang sangat penting bagi mengoptimumkan laju penguraian dan dalam menghasilkan produk yang secara mikroorganisme aman digunakan. Pola perubahan temperatur dalam tumpukan sampah bervariasi sesuai dengan tipe dan jenis mikroorganisme. Pada awal pengomposan, temperatur mesofilik, yaitu antara (25 – 45) ̊ C akan terjadi dan segera diikuti oleh temperatur termofilik antara (50 – 65) ̊ C. Temperatur termofilik dapat berfungsi untuk :Mematikan bakteri/bibit penyakit baik patogen maupun bibit vektor penyakit seperti lalat;
Mematikan bibit gulma. Kondisi termofilik, kemudian berangsur-angsur akan menurun mendekati tingkat ambien.
Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Ronggarongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplly oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Ukuran Partikel Sampah
Ukuran partikel sampah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kompos harus sekecil mungkin untuk mencapai efisiensi aerasi dan supaya lebih mudah dicerna atau diuraikan oleh mikroorganisme. Semakin kecil partikel, semakin luas permukaan yang dicerna sehingga pengurai dapat berlangsung dengan cepat.Kelembaban Udara
Kandungan kelembaban udara optimum sangat diperlukan dalam proses pengomposan. Kisaran kelembaban yang ideal adalah (40 – 60) % dengan nilai yang paling baik adalah 50 %. Kelembaban yang optimum harus terus dijaga untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang maksimal sehingga proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat. Apabila kondisi tumpukan terlalu lembab, tentu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme karena molekul air akan mengisi rongga udara sehingga terjadi kondisi anaerobik yang akan menimbulkan bau. Bila tumpukan terlalu kering (kelembaban kurang dari 40%), dapat mengakibatkan berkurangnya populasi mikroorganisme pengurai karena terbatasnya habitat yang ada.Homogenitas Campuran Sampah
Komponen sampah organik sebagai bahan baku pembuatan kompos perlu dicampur menjadi homogen atau seragam jenisnya, sehingga diperoleh pemerataan oksigen dan kelembaban. Oleh karena itu kecepatan pengurai di setiap tumpukan akan berlangsung secara seragam.
Lama Pengomposan
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposakan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.
Kandungan Hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Tabel 2. Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan (Ryak, 1992)
Kondisi Kondisi yang bisa diterima Ideal
Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1
Kelembaban 40-65 % 45-62 %
Konsentrasi O2 tersedia >5% >10%
Ukuran partikel 1 inchi Bervariasi
Bulk Density 1000 lbs/cu yd 1000 lbs/cu yd
pH 5,5-9,0 6,5-8,0
Suhu 43-66 o C 54-60 o C
Bahan-bahan Pembuatan Kompos
Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan,limbah-limbah pertaniah, limbah limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll.
Menurut Djuarnani Nan, dkk. (2005) pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya : limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar atau kota, kertas, kotoran atau limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll.
Berdasarkan komponen yang dikandungnya
Bahan organik lunak
Bahan organik dikatakan lunak jika bahan tersebut sebagian besar terdiri dari air. Bahan yang termasuk dalam kategori ini adalah buah-buahan, sayur-sayuran, limbah kebun termasuk potongan rumput dan dedaunan, serta limbah dapur.Bahan organik keras
Bahan organik keras memiliki kadar air relative rendah dibandingkan dengan jumlah total berat bahan tersebut. Contoh bahan organik keras adalah dedaunan segar, bunga, dan hasil pemotongan pagar hidup.
Bahan selulosa
Bahan selulosa merupakan bahan yang struktur selulornya sebagian besar terdiri dari selulosa dan lignin dengan kadar air yang relative rendah. Bahan ini akan didekomposisikan dengan sangat lambat, bahkan tidak sama sekali. Contohnya adalah sisipan kayu, jerami padi, daun kering, kulit pohon, dan kertas.Limbah protein
Limbah protein merupakan limbah yang mengandung banyak protein, seperti kotoran hewan, limbah dari pemotongan hewan, dan limbah makanan. Limbah yang mengandung banyak protein ini merupakan bahan pembuat kompos yang sangat bagus karena kandungan nutrisinya baik untuk pertumbuhan tanaman.Limbah manusia
Limbah manusia dan hewan yang dimaksud adalah kotoran (feses). Kotoran ini sangat disenangi mikroorganisme.Berdasarkan asal bahannya
Limbah Pertanian
Limbah dan residu tanaman, contohnya jerami padi, sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung..Semuabagian vegetative tanaman, contohnya batang pisang, serabut kelapa, dan dedaunan.
Limbah dan residu ternak, contohnya kotoran, limbah cair, dan limbah pakan.
Limbah Industri
Limbah padat, contohnya kayu, kertas, serbuk gergaji, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan, dan limbah dari pemotongan hewan.
Limbah cair, contohnya alkohol, limbah dari pengolahan kertas, dan limbah dari pengolahan minyak kelapa.
Limbah Rumah Tangga
Sampah, contohnya tinja, urin, sampah rumah tangga, sampah kota, dan limbah dapur.
Garbage diartikan sebagai limbah yang berasal dari tumbuhan hasil pemeliharaan dan budidaya. Dapur rumah tangga, pusat perbelanjaan pasar, dan restoran atau tempat yang menjual masakan olahan.
Rabbish mengandung berbagai limbah padat yang mudah terbakar yang berasal dari rumah, pusat perbelanjaan dan kantor.
Sebaiknya dalam pembuatan pupuk kompos perbandingan penggunaan Sampah Coklat : Sampah Hijau yaitu (2:1). Karena apabila hanya menggunakan sampah coklat saja maka akan dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk proses pengomposannya.
Bahan yang sebaiknyadihindari untuk pembuatan pupuk kompos adalah :Daging ,ikan, kulit udang, tulang, susu, keju, lemak/minyak, karena dapat mengundang serangga seperti lalat sehingga proses pengomposan akan menimbulkan belatung.
Feses anjing, feses kucing ini dapat membawa penyakit.
Tanaman gulma / yang berhama karena hama akan masih terkandung dalam kompos.
Penggunaan effective microorganisms 4 (EM4) Dalam pengomposan
Effective Microorganisms 4 (EM4) merupakan kultur campuran dalam medium cair berwarna coklat kekuningan, berbau asam dan terdiri dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi kesuburan tanah. Adapun jenis mikroorganisme yang berada dalam EM 4 antara lain : Lactobacillus sp., Khamir, Actinomycetes, Streptomyces. Selain memfermentasi bahan organik dalam tanah atau sampah, EM 4 juga merangsang perkembangan mikroorgan isme lainnya yang menguntungkan bagi kesuburan tanah dan bermanfaat bagi tanaman, misalnya bakteri pengikat nitrogen, pelarut fosfat dan mikro - organisme yang bersifat antagonis terhadap penyakit tanaman. EM4 dapat digunakan untuk pengomposan, karena mampu mempercepat proses dekomposisi sampah organik (Sugihmoro,1994). Setiap bahan organik akan terfermentasi oleh EM 4 pada suhu 40 - 50oC. Pada proses fermentasi akan dilepaskan hasil berupa gula, alkohol, vitamin, asam laktat, asam amino , dan senyawa organic lainnya serta melarutkan unsur hara yang bersifat stabil dan tidak mudah bereaksi sehingga mudah diserap oleh tanaman. Proses fermentasi sampah organik tidak melepaskan panas dan gas yang berbau busuk, sehingga secara naluriah serangga dan hama tidak tertarik untuk berkembang biak di sana. Hasil proses fermentasi tersebut disebut bokashi.
Karakteristik Kompos yang Matang
Untuk mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji di laboratorium atau pun pengamatan sederhana di lapang. Berikut ini disampaikan beberapa cara sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos :
Dicium/dibaui
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum, meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos masih belum matang.
Kekerasan Bahan
Kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika dihancurkan. Bentuk kompos mungkin masih menyerupai bahan asalnya, tetapi ketika diremas-remas akan mudah hancur.
Warna kompos
Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang. Selama proses pengomposan pada permukaan kompos seringkali juga terlihat miselium jamur yang berwarna putih.
Penyusutan
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.
Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50oC, berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif dan kompos belum cukup matang.
Tes perkecambahan
Contoh kompos letakkan di dalam bak kecil atau beberapa pot kecil. Letakkan beberapa benih (3 – 4 benih). Jumlah benih harus sama. Pada saat yang bersamaan kecambahkan juga beberapa benih di atas kapas basah yang diletakkan di dalam baki dan ditutup dengan kaca/plastik bening. Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke2 atau ke3 hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang tumbuh di dalam kompos dan di atas kapas basah. Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan oleh banyaknya benih yang berkecambah.
Bioassay/Uji Biologi
Kematangan kompos diuji dengan menggunakan tanaman. Pilih tanaman yang responsif dengan kualitas kompos dan mudah diperoleh, seperti: bayam, tomat, atau tanaman kacangkacangan. Tanah yang digunakan untuk pengujian adalah tanah marjinal/tanah miskin. Campurkan kompos dan tanah dengan perbandingan 30% kompos : 70% tanah. Masukkan campuran tanah kompos ke dalam beberapa polybag. Tanam bibit tanaman ke dalam polybag. Sebagai pembanding gunakan tanah saja (blangko) dan tanah subur. Bioassay dilakukan tanpa pemupukan. Kompos yang bagus ditandai dengan pertumbuhan tanaman uji yang lebih baik daripada perlakuan tanah saja (blanko).
Uji Laboratorium Kompos
Salah satu kriteria kematangan kompos adalah rasio C/N. Analisa ini hanya bisa dilakukan di laboratorium. Kompos yang telah cukup matang memiliki rasio C/N< 20. Apabila rasio C/N lebih tinggi, maka kompos belum cukup matang dan perlu waktu dekomposisi yang lebih lama lagi.
Kualitas Kimia Kompos
BAB III
METODE PERCOBAAN
Waktu dan Tempat
Pembuatan Kompos
Tempat:Di belakang Lab. Terapan Fisika Kampus AKA Bogor
Waktu:Selama Praktikum TPLI (1x Seminggu)
Pengukuran pH
Tempat: Lab. terapan II AKA Bogor
Waktu:14 April 2014 ; 21 April 2014dan 29 April 2014
Alat dan Bahan
Alat
Alat yang dibutuhkan, yaitu :
Komposter
Sarung tangan
Masker
Alat untuk analisis fisik (Termometer, pH meter)
Alat ukur ketinggian
Sekop
Ember
Ayakan
Parang
Penggilingan
Spidol
Bahan
Bahan yang dibutuhkan, yaitu :
Sampah hijau dan sampah coklat dengan perbandingan (1 : 2) sebanyak 1,5 kg sampah hijau dan 3 kg sampah coklat
Aktivator, yakni bakteri promi
Air secukupnya
Serbuk kayu (gergaji)
Cara Kerja
Pembuatan Kompos
Langkah pembuatan kompos sebagai berikut :
Sampah hijau dan sampah coklat dikumpulkan dengan perbandingan (1 : 2) sebanyak 1,5 kg sampah hijau dan 3 kg sampah coklat
Sampah hijau yang berupa sampah kebun dan sampah coklat yang berupa daun-daun kering dipotong-potong hingga ukuran kecil
Terpal disiapkan, sebagai alas untuk pengandukan sampah coklat dan sampah hijau
Kemudian sampah diaduk hingga tercampur secara merata.
Serbuk gergaji yang telah ditimbang, ditambahkan ke dalam campuran sampah kemudian diaduk kembali untuk dihomogenkan.
Mikroba pendegradasi ditambahkan ke dalam campuran tersebut lalu didiaduk secara merata.
Setelah semua bahan tercampur merata, dimasukan ke dalam komposter.
Ketinggian campuran untuk kompos ditandai pada pipa yang berada dalam komposter sebagai ketinggian awal.
Komposter ditutup rapat, agar terjadi proses pembusukan yang sempurna.
Pengecekan dilakukan setiap seminggu selama 4 minggu.
Parameter yang diuji setiap minggu adalah pH, suhu dan ketinggian sampah.
Kompos dipanen setelah 4 minggu.
Kompos dikeluarkan dari komposter dan dijemur dibawah sinar matahari.
Kompos yang telah kering diayak atau disaring untuk mendapatkan kompos yang berukuran kecil.
Kompos dikemas dalam wadah plastik untuk disimpan.
Kompos siap digunakan.
Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Ditimbang sebanyak 5 gram kompos di erlenmeyer
Ditambahkan aquadest sampai volumenya 100 ml, hingga kompos tersebut terendam semua
Lalu dikocok dengan shaker selama 15 menit dengan 120 rpm
Kompos yang telah dishaker disaring ke dalam tiga erlemeyer yang berbeda
pH kompos diukur dengan alat pH meter
Pengukuran Ketinggian Kompos
Langkah pengukuran ketinggian kompos sebagai berikut :
Tutup composer dibuka untuk mengukur ketinggian kompos.
Diukur ketinggian kompos dengan mengukur ketinggian pada pipa yang telah diberi tanda untuk ketiggian kompos awal.
Pengukuran ketinggian dilakukan di tiga titik
Setelah ketingian kompos diukur, composer ditutup kembali
Pengukuran Suhu kompos
Langkah pengukuran suhu kompos sebagai berikut :
Pengukuran temperatur pada kompos dapat diketahui dengan meletakkan termometer ke dalam komposter
Temperatur diukur pada tiga sisi kompos dalam komposter
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Hasil Pengamatan
No Tanggal Pengukuran
pH Suhu ( ̊ C) Ketinggian (cm)
1. 14 April 2014 7,60 31 50,95
7,61 30 50,85
7,49 29 50,85
2. 21 April 2014 8,05 31,7 47,23
8,05 31,7 47,23
8,03 31,7 47,23
3. 29 April 2014 7,60 32,5 42,10
7,66 31,0 44,50
7,63 31,0 41,40
Pembahasan
Kompos adalah hasil penguraian parsial campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifikal oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan tertentu (hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik).Sedangkan proses pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi pembuatan bahan campuran yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Pada prinsipnya semua bahan yang berasal dari mahluk hidup atau bahan organik dapat buat menjadi pupuk kompos. Contohnya adalah seresah, daun-daunan, pangkasan rumput, ranting, dan sisa kayu dapat dikomposkan. Kotoran ternak, binatang, bahkan kotoran manusia bisa dikomposkan. Kompos dari kotoran ternak lebih dikenal dengan istilah pupuk kandang. Sisa makanan dan bangkai binatang bisa juga menjadi kompos. Ada bahan yang mudah dikomposkan, ada bahan yang agak mudah, dan ada yang sulit dikomposkan. Sebagian besar bahan organik mudah dikomposkan. Namun pada praktikum ini bahan yang digunakan yaitu daun-daun kering sebagai sampah coklat, sampah sayur sebagai sampah hijau, serbuk gergaji, EM-4 berupa mikroorganisme chromik dan air.
Pembuatan kompos dipercepat dengan menambahkan aktivator atau inokulum atau biang kompos. Aktivator ini adalah jasad renik (mikroba) yang bekerja mempercepat pelapukan bahan organik menjadi kompos. Bahan organik yang lunak dan ukurannya cukup kecil dapat dikomposkan tanpa harus dilakukan pencacahan. Tetapi bahan organik yang besar dan keras, sebaiknya dicacah terlebih dahulu. Aktivator kompos harus dicampur merata ke seluruh bahan organik agar proses pengomposan berlangsung lebih baik dan cepat.
Untuk melindungi kompos dari lingkungan luar yang buruk, kompos perlu ditutup. Penutupan ini bertujuan untuk melindungi bahan/jasad renik dari air hujan, cahaya matahari, penguapan, dan perubahan suhu. Dan pada praktikum ini menggunakan alat atau wadah dalam pembuatan kompos yaitu komposter.
Dalam praktikum yang dilakukan, yaitu pembuatan kompos dari sampah pasar melalui metode komposter diperoleh beberapa perubahan kondisi. Hal-hal yang harus diperhatikan selama proses pengomposan diantaranya adalah temperatur, pH, ketinggian, ukuran partikel dan kelembaban udara.
Temperatur berdasarkan literatur, pola perubahan temperature dalam tumpukan sampah bervariasi sesuai dengan tipe dan jenis mikroorganisme. Pada awal pengomposan, temperaturmesofilik, yaitu antara (25–45)oC akan terjadi dan segera diikuti oleh temperature termofilik antara(50 – 65) o C. Dalam praktikum, suhu maksimal yang kompos kami buat menghasilkan suhu 32,5oC dan minimum 29,0oC. Dimana suhu-suhu ini cocok untuk aktivitas mikroorganisme mesofilik. Suhu tinggi disebabkan dari proses penguraian yang menghasilkan panas, sedangkan suhu yang menurun dapat disebabkan oleh penurunan aktivitas penguraian sampah ataupun akibat kondisi lingkunganya itu hujan.
Derajat keasaman (pH) ideal dalam proses pembuatan kompos secara anaerob berkisar pada pH netral (6 – 8,5), sesuai dengan pH yang dibutuhkan tanaman. pH selama proses pembuatan kompos harus dijaga agar tidak dalam suasana asam, karena pH asam dapat mematikan jasad renik yang berfungsi mengurai kompos. Selama proses penguraian, akan dihasilkan asam asam organik yang akan menurunkan pH. Terbukti dari hasil pengamatan pH selama 3 minggu cenderung naik turun. Jika terdapat pH kompos bersifat asam perlu ditambahkan air agar pH naik kembali, namun hal itu tidak dilakukan karena penurunan pH tidak sampai ke pH asam. Pada minggu kedua, pH kompos sedikit naik. Hal ini dapat disebabkan dihasilkannya gas NH3 pada proses penguraian sehingga pH naik. pH kompos pada akhir pengukuran adalah 7,63 tidak masuk ke dalam rentang SNI yaitu sebesar (6,80 – 7,49). Namun hasil pengukuran terakhir tidak dapat dijadikan sebagai acuan karena pengukuran dilakukan tidak bertepatan dengan pemanenan kompos, karena pemanenan kompos dilakukan 1 minggu setelah pengukuran terakhir.
Ketinggian sampah selama proses pengomposan cenderung menurun, dan penurunannya bersifat fluktuatif, artinya tidak ada korelasit antara perubahan volume dengan lamanya waktu, karena penurunan tinggi /volume diakibatkan proses pembusukkan dari sampah sehingga yang berpengaruh adalah kecepatan pembusukkan. Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara (20 – 40) %. Namun pada minggu ke-3 terjadi penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang. Hal ini disebabkan tidak sempurnanya porses degradasi oleh mikroorganisme.
Jumlah kompos yang dihasilkan setelah panen tergolong banyak , artinya proses penguraian berlangsung tidak efisien. Hal ini dapat disebabkan oleh ukuran partikel sampah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kompos tidak sekecil mungkin sehingga tidak mencapai efisiensi aerasi sehingga menyebabkan sampah sulit dicerna atau diuraikan oleh mikroorganisme. Semakin kecil partikel, semakin luas permukaan yang dicerna sehingga pengurai dapat berlangsung dengan cepat.
Kadar air sangat berpengaruh terhadap kelembaban kompos yang dibuat. Kelembaban optimum untuk proses pengomposan anaerobikberkisar 50–60% setelah bahan dicampur. Namun kadar air yang terkandung dalam kompos yang telah dipanen kurang memenuhi kelembaban optimum tersebut karena masih terlihat kering. Kelembababan yang kurang optimum dapat mempengaruhi proses dekomposis bahan baku, karena berhubungan dengan aktivitas organisme. Oleh karena itu, kelembaban yang optimum harus terus dijaga untuk memperoleh jumlah mikroorganisme yang maksimal sehingga proses pengomposan dapat berjalan dengan cepat.
Kompos yang telah dipanen fisiknya tidak memenuhi kriteria kompos siap panen. Karena warna kompos dari awal pengomposan dominan coklat karena komposisi sampah cokelat lebih banyak. Dan tekstur kompos pun masih berbentuk dedaunan belum terdegradasi sempurna. Adapun sampah dari awal terlihat dominan cokelat disebabkan dedaunan yang digunakan adalah dedaunan yang kering sehingga sulit mengurai.
Pada minggu ke-4, kompos yang dibuat belum siap panen. Hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan mengaduk atau menghomogenkan campuran sampah pada setiap pengamatanya karena komponen sampah organik sebagai bahan baku pembuatan kompos, sehingga diperoleh pemerataan oksigen dan kelembaban. Oleh karena itu kecepatan pengurai di setiap tumpukan akan berlangsung secara seragam. Selain itu kurangnya penambahan air yang cukup sehingga dapat mempengaruhi hasil panen pengomposan, karena jika kekurangan air dapat menyebabkan kerja aktivasi mikroorganisme di dalamnya semakin lama, bahkan mikroorganisme tersebut mati dan mengakibatkan kompos gagal panen.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kompos adalah hasil penguraian parsial campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artificial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan tertentu (hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik). Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Dari praktikum pembuatan kompos yang dilakukan diperoleh hasil akhir yaitu kompos yang diperoleh dengan volume yang tetap dari proses awal dilakukannya pengomposan atau gagal panen. hal ini dikarenakan terjadinya proses pembusukan yangkurang sempurna dalam penyusutan bahan. Ciri kompos yang sudah matang adalah bentuknya sudah berubah menjadi lebih lunak, warnanya coklat kehitaman, tidak berbau menyengat, dan mudah dihancurkan. Pupuk-pupuk organik (kompos) yang kaya akan humus ini menggantikan peran dari pupuk-pupuk sintesis dalam menjaga kualitas tanah. Waktu yang diperlukan untuk memperoleh hasil kompos yang optimal yaitu membutuhkan waktu yang relatif lama dibanding pupuk kimia, namun pupuk ini tidak berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Sehingga tanaman yang dihasilkan termasuk tanaman organik yang bebas dari paparan bahan kimia.Saran
Agar proses pengomposan dapat berlangsung berhasil perlu perlakuan tambahan. Pembuatan kompos dipercepat dengan menambahkan aktivator atau inokulum atau biang kompos. Aktivator ini adalah jasad renik (mikroba) yang bekerja mempercepat pelapukan bahan organik menjadi kompos. Bahan organik yang lunak dan ukurannya cukup kecil dapat dikomposkan tanpa harus dilakukan pencacahan. Tetapi bahan organik yang besar dan keras, sebaiknya dicacah menjadi lebih kecil lagi. Aktivator kompos harus dicampur merata ke seluruh bahan organik agar proses pengomposan berlangsung lebih baik dan cepat. Bahan yang akan dibuat kompos juga harus cukup mengandung air. Bahan juga harus cukup mengandung udara. Seperti halnya air, udara dibutuhkan untuk kehidupan jasad renik aktivator kompos.
Terimakasih telah membaca MAKALAH KOMPOS BARU. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat
0 komentar: