Judul: Aksiologi Nilai Kegunaan Ilmu
Penulis: Rizky Winarko
BAB VI "AKSIOLOGI: NILAI KEGUNAAN ILMU"
KELOMPOK 5
ACHMAD ZAENUDIN 5215136246
ERSA NUGRAHA5215134341
GIFARI SAHLAN RASIS5215134357
ICHSANI NURUL5215134343
MALVINSYAH ARINATA5215134374
MUHAMMAD SYARIF5215131542
RAKHMI RUSDIANI5215136247
RIKA adriana5215131505
rIZKY PRAMESWARI5215134325
FILSAFAT ILMU
KATA PENGANTARAssalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas izin‐Nya penyusunan makalah mata kuliah "Filsafat Ilmu" ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya dan tepat pada waktunya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Orang Tua, Dosen Pengampu dan saudara-saudara yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun material.
Penulis menyadari bahwa dalam membuat makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, baik dari segi isi maupun dari segi penulisan yang kurang tepat yang disebabkan oleh terbatasnya pengetahuan penulis. Penulis berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua dalam meningkatkan ilmu pengetahuan.
Tidak lupa kritik dan saran pada karya tulis makalah ini sangat kami harapkan untuk dijadikan bahan pembelajaran dan perbaikan kedepannya. Atas perhatian, bantuan, dan kerja sama Anda sekalian, kami mengucapkan terima kasih.
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.Jakarta, September 2013
Penulis
DAFTAR ISI TOC \o "1-3" \h \z \u KATA PENGANTAR PAGEREF _Toc369696682 \h 1DAFTAR ISI PAGEREF _Toc369696683 \h 2A.PENDAHULUAN PAGEREF _Toc369696684 \h 31.Latar Belakang PAGEREF _Toc369696685 \h 3B.PEMBAHASAN PAGEREF _Toc369696686 \h 51.Ilmu dan Moral PAGEREF _Toc369696687 \h 52.Tanggung Jawab Sosial Ilmuan PAGEREF _Toc369696688 \h 63.Nuklir Dan Pilihan Moral PAGEREF _Toc369696689 \h 94.Revolusi Genetika PAGEREF _Toc369696690 \h 10C.KESIMPULAN PAGEREF _Toc369696691 \h 12DAFTAR PUSTAKA PAGEREF _Toc369696692 \h 13
PENDAHULUANLatar BelakangIlmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang dari waktu ke waktu membawa manusia kepada zaman yang lebih modern dan juga membuat manusia menjadi lebih mudah dalam berbagai hal. Namun pada setiap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan selalu timbul masalah baru yang berkaitan dengan pemanfaatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
Seperti yang telah kita ketahui dalam sejarah kemanusiaan telah banyak dampak negatif dari penggunaan teknologi, contoh yang terburuk yang mungkin diketahui banyak orang adalah penggunaan ilmu fisika nuklir untuk senjata pembunuh masal dalam Perang Dunia II.Pada dasarnya ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk memudahkan manusia dan bukan untuk membuat kesengsaraan. Semoga dengan pembahasan ini kita sebagai manusia yang berakal dan memiliki hati nurani menjadi lebih bijak dalam penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi.Identifikasi MasalahSesuai dengan judul makalah yaitu "Aksiologi : Nilai Kegunaan Ilmu" maka dalam makalah ini kita akan membahas mengenai hakikat nilai penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Berkaiatan dengan judul tersebut maka masalah yang dapat diidentifikasi yaitu: Ilmu dan Moral, Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan, Nuklir dan Pilihan Moral, dan Revolusi Genetika.
Pembatasan MasalahUntuk memperjelas lingkup permasalahan, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain : keterkaitan antara ilmu dan moral, tanggung jawab seorang ilmuwan secara moral terhadap masyarakat, pemanfaatan nuklir yang bermoral, dan masalah moral dalam revolusi genetika.
Perumusan MasalahMengacu pada latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, masalah-masalah yang akan dibahas adalah : Bagaimana tanggung jawab moral ilmuwan kepada masyarakat? Dan bagaimana menggunakan nuklir dan revolusi genetika yang bermoral?
PEMBAHASANIlmu dan MoralSejak saat pertumbuhannya, ilmu sudah terkait dengan masalah moral. Ketika Copernicus (1473-1543) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa " bumi yang berputar mengelilingi matahari " dan bukan sebaliknya seperti yang dinyatakan dalam ajaran agama maka timbulah interaksi antara ilmu dan moral ( yang bersumber pada ajaran agama) yang berkonotasi metafisik. Secara metafisik ilmu ingin mempelajari alam sebagaimana adanya (netralitas ilmu), sedangkan di pihak lain terdapat keinginan agar ilmu mendasarkan kepada pernyataan-pernyataan (nilai-nilai) yang terdapat dalam ajaran-ajaran di luar bidang keilmuan (nilai moral), seperti agama. Dari interaksi ilmu dan moral tersebut timbullah konflik yang bersumber pada penafsiran metafisik yang berkulminasi pada pengadilan inkuisi Galileo pada tahun 1633. Galileo oleh pengadilan agama dipaksa untuk mencabut pernyataan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari (Sumantri, 1996).
Ketika ilmu dapat mengembangkan dirinya, yakni dari pengembangan konsepsional yang bersifat kontemplatif disusul penerapan –penerapan konsep ilmiah ke masalah-masalah praktis (bersifat manipulatif) atau dengan perkataan lain dari konsep ilmiah yang bersifat abstrak menjelma dalam bentuk kongkrit yang berupa teknologi, konflik antar ilmu dan moral berlanjut.
Dalam tahap manipulasi masalah moral muncul kembali. Kalau dalam kontemplasi masalah moral berkaitan dengan metafisika keilmuan maka dalam tahap manipulasi masalah moral berkaitan dengan cara penggunaan pengetahuan ilmiah. Atau secara filsafati dapat dikatakan bahwa dalam tahap pengembangan konsep terdapat masalah moral yang ditinjau dari segi ontologis keilmuan, sedangkan dalam tahap penerapan konsep terdapat masalah moral yang ditinjau dari segi aksiologi keilmuan(kegunaan ilmu).
Tidak dapat dipungkiri peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu dan teknologi. Berkat kemajuan dalam bidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih cepat dan lebih mudah disamping penciptaan berbagai kemudahan dalam bidang-bidang seperti kesehatan, pengangkutan, pemukiman, pendidikan dan komunikasi. Namun dalam kenyataannnya apakah ilmu selalu merupakan berkah, dan bukan musibah yang membawa manusia dalam malapetaka dan kesengsaraan.
Sejak dalam tahap-tahap pertumbuhannya ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan perang. Ilmu bukan saja digunakan untuk menguasai alam melainkan juga untuk memerangi sesama manusia. Berbagai macam senjata pembunuh berhasil dikembangkan dan berbagai teknik penyiksaan diciptakan.
Dewasa ini ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan hidup itu sendiri. " Bukan lagi Goethe yang menciptakan Faust, " meminjamkan perkataan ahli ilmu jiwa terkenal Carl GustavJung, " melainkan Faust yang menciptakan Goethe." (Jujun.S.Sumantri,1996)
Menghadapi kenyataan seperti ini, ilmuwan abad 20 tidak boleh tinggal diam, si pemilik ilmu ini harus mempunyai sikap. Ilmuwan harus mampu menilai antara yang baik dan yang buruk, yang pada hakikatnya mengharuskan seorang ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat. Tanpa suatu landasan moral yang kuat seorang ilmuwan akan lebih merupakan seorang tokoh seperti Frankenstein yang menciptakan momok kemanusiaan yang merupakan kutuk.
Tanggung Jawab Sosial IlmuanIlmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan di kaji secara terbuka oleh masyarakat.Sekiranya hasil karya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan maka dida di terima sebagai bagian bagian dari kumpulan ilmu pengetahuan dan di gunakan oleh masyarkat tertentu.atau dengan perkataan lain, pencipta ilmu bersifat individual namun komunikasi dan pengguanaan ilmu bersifat social. Peranan individu inilah yang menonjol dalam kemajuan ilmu dimana penemuan seorang seperti newton atau Edison dapat mengubah wajah peradaban. Kreativitas individu yang didukung oleh system komunikasi social yang besifat terbuka menjadi proses pengembangan yang bejalan sangat efektif.
Jelasnya kiranya bahwa seseorang ilmuan mempunyai tanggung jawab social yang terpikul di bahunya. Bukan saja karena dia adalah warga masyarakat yan kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya selaku ilmuan tidak berhenti pada penelahan dan keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan sapai dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Secara historis fungsi social dari kaum ilmuan telah lama di kenal dan diakui. Raja Charles II dari inggris mendirikan The Royal Society yang bertindak selaku penawaran bagi fanatisme di masyarakat itu. Para ilmuan pada waktu itu bersuara mengenai toleransi beragama dan pembakaran tukang-tukang sihir. Akhir-akhir ini dikenal nama seperti Andre Sakharov yang bukan saja mewakili sikap pribadinya namun pada hakikatnya mencerminkan sikap kelembagaan profesi keilmuan dan menanggapi masalah-masalah sosilal.Untuk membahas ruang lingkup yang menjadi tanggung jawab seorang ilmuan maka hal ini dapat dikembalikan kepada hakikat ilmu itu sendiri. Sikap social seseorang ilmu adalah kosisten denganproses penelahan keilmuan yang dilakukan. Sering dikatakan orang bahwa ilmuan itu terbatas dari system nilai. Dalam hal ini maka masalah apakah ilmu itu terikat atau bebas dari ilmu nilai-nilai tertentu, semua itu tergantung kepada langkah-langkah keilmuan yang bersangkutan dan bukan kepada proses keilmuan secara keseluruhan.
Semua penelahan ilmiah dimulai dengan menentukan masalah dengan demikian jaga halnya dengan proses pengembilan keputusan dalam hidup bermasyarakat. Apakah mungkin suatu masalah di selesaikan sekiranya masyarakat itu sendiri tidak sadar akan kepentingannya masalah tersebut? Beberapa masalah sedemikian esoteric dan rumit sehingga masyarakat tidak dapat meletakan dalam proporsi yng sebenarnya. Katakanlah upamanya mengenai keselamatan sistem pembangkit tenaga listrik yang mempergunakan tenaga nuklir. Sukar bagi masyarakat awam untuk menyadari seberapa jauh tindakan pengamanan telah dilakukan? Apakah lokasi telah tepat di tinjau dari tempat pemukiman yang padat? Bahaya apakah yang mungkin menimpa? Tindakan penyelamatan apakah yang harus dilakukan? Perlu masyarakat mengetahui tindakan-indakan penyelamatan ini.
Pada masalah sperti diatas maka peranan ilmuwan menjadi sesuatu yang imperative. Dialah yang mempunyai latar belakang pengatahuan yang cukup untuk dapat menepatkan masalah tersebut pada proporsiyang sebenarnya. Oleh sebab itu dia mempunyai kewajiban social untuk menyampaikan hal itu kepada masyarakat bersikap ekstrem. Pada satu pihak mereka bisu karena ketidak tahuan mereka, sedangkan dipihak lai mereka bersikap radikal dan irasional. Sikap terakhir ini umpamanya di cerminkan dengan keinginan untuk menghancurkan system pembangkit tenaga listrik tersebut apapun juga alas an eksistensinya. Tanggung jawab social seseorang ilmuwan dalam hal ini adalah memberikan perspektif yang bear: untung dan ruginya, baik dan buruknya ; sehingga penyelesaian yang objektif dapat di mungkinkan.
Mungkin pula terjadi masyarakat telah merasakan adanya masalah tertentu yang perlu di pecahkan namun karena satu dan lain hal masalah itu belum muncul ke permukaan dan mendapatkan dukungan. Dalam hal seperti ini maka seorang ilmuan harus tampil ke depan dan berusaha mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah tersebut. Seorang ilmuwan tepanggil dalam tanggung jawab social mengenai hal ini argumentative berdasarkan pengetahuan yang dia miliki.
Pada bidang lain mungkin terjadi bahwa masalh itu baru akan timbul yang di sebabkan proses yang sekarang sedang berjalan. Ilmuan berdasarkan pengetahuannya memiliki kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi. Umpamanya saja apakah yang akan terjadi dengan keilmuan sekarang. Apakah system pendidikan kita memungkinkan Negara kita mengejar keterbelakangan di bidsang ilmu dan teknologidi lakukan.
Kemampuan analisis seorang ilmuan mungkin pula menemukan alternatif dari objek permasalahan yang sedang menjadi pusat perhatian. Bertrand Rusellel umpamanya mengemukakan sebagai contoh berapa unga yang dipakai untuk persenjataan dapat di pergunakan untuk meningkatkan dan mendistribusikan bahan makanan serta mengurangi ledakan penduduk. Kemampuan analisis seorang ilmuan dapat di pergunakan untuk mengubah kegiatan nonproduktif menjadi kegiatan deduktif yang bermanfaat bagi masyarakat banyak.
Singkatnya dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuan harus dapat mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka sadari.
Pikiran manusia bukan saja dapat di pergunakan untuk menemukan dan mempertahankan kebenaran naamun sekaligus dapat di pergunakan untuk menemukan dan mempertahankan hal-hal yang tidak bener. Seorang manusia biasanya bedahli untuk menutupi-menutupi kesalahannya baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain. Dalih yang bebahaya adalah rasionalisasi yang di susun secaara sistematis dan menyakinkan.
Bagaimana sikap seorang ilmuwan menghadapi cara berpikir yang keliru ini? Seorang ilmuan pada hakikatnya adalah manusia yang biasa berpikir dengan teratur dan teliti. Bukan saja jalan pikirannya mengalir melalui pola-pola yang teratur namun juga segenap materi yang menjadi bahan pemikiran nya di kaji dengan teliti. Kelebihan seorang ilmuaan dalam berpikir secara teratur dan inilah yang menyebabkan dia mempunyai tanggung jawab social. Dia mesti berbicara kepada masyarakat sekiranya dia mengetahui bahwa berpikir mereka itu keliru, dia mesti menjelaskan dimana mereka keliru, apa yang membikin mereka keliru dan yang penting lagi, harga apa yang harus dibayar untuk kekeliruan itu.
Proses menemukan kebenaran secara ilmiah mempunyai implikasi etis bagi seorang ilmuan. Karakteristik proses tersebut merupakan kategori moral yang melandasi sikap etis seorang ilmuan. Dibidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuan bukan lagi memberikan informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil didepanbagaimana bersikap objektif,terbuka,menerima kritik,menerima pendapat orang lain,kukuh dalam pendirian yang dianggapnya benar, dan kalo perlu berani mengakui kesalahan.
Salah satu sendi masyarakat modern adalah ilmu dan teknologi. Kaum ilmuan tidak boleh licik dan menganggap ilmu dan teknologi itu alpha dan omega dari segala-galanya; masih terdapat banyak lagi sendi-sendi yang menyangga peradaban manusia yang baik.
Nuklir Dan Pilihan MoralSeorang ilmuan secara moral tidak akam membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun yang mempergunakan itu adalah bangsanya sendiri. Seorang ilmuan tidak boleh berpangku tangan, dia harus memilih sikap, berpihak pada kemanusiaan. Pilihan moral memang terkadang getir sebab tidak bersifat hitam di atas putih. Seperti halnya yang terjadi pada Albert Einstein diperintahkan untuk membuat bom atom oleh pemerintah negaranya.
Seorang ilmuan tidak boleh menyembunyikan hasil penemuannya, apapun juga bentuknya dari masyarakat luas serta apapun juga konsekuensi yang akan terjadi dari penemuannya itu. Seorang ilmuan tidak boleh memutar balikkan temuannya jika hipotesis yang dijunjung tinggi tersusun atas kerangkan pemikiran yang terpengaruh preferensi moral ternyata hancur berantakan karena bertentangan dengan fakta-fakta pengujian.
Kenetralan seorang ilmuwan dalam hal ini disebabkan anggapannya bahwa ilmu pengetahuan merupakan rangkaian penemuan yang mengarah kepada penemuan selanjutnya . kemajuan ilmu pengetahuan tidak melalui loncatan-loncatan yang tidak berurutan melainkan melalui proses kmulatif secara teratur.
Dalam aspek-aspek lainnya seperti itu dipergunakan mau tidak mau seorang ilmuwan terikat secara moral dalam artian mempunyai preferensi dan memilih pihak. Dalam menentukan masalah apa yang akan ditelaahnya maka seorang ilmuwan secara sadar atau tidak sadar sudah menentukan pilihan moral.hal ini menyebabkan penemuan mengarah sampai penyusunan hipotesis. Dan apa pun hasilnya ilmuwan tidak boleh menyembunyikan sesuatu .bagaimana pun hasilnya tidak boleh disembunyikan .
Pengetahuan bisa bersifat berkah ataupun kutukan tergantung bagaimana manusia memenfaatkan pengetahuan tersebut. .seorang ilmuwan harus selalu merupakan minat utama dari semua ikhtiar teknis.
Revolusi GenetikaIlmu dalam perspektif sejarah kemanusiaan memiliki puncak kecemerlangan masing-masing, namun kecemerlangan tersebut sekaligus membawa kutukan dan malapetaka. Contohnya kimia sebagai kegiatan pseudo-ilmiah dengan tujuan mencari obat mujarab untuk hidup abadi dan rumus campuran untuk mendapat emas menghadirkan bom kuman pada Perang Dunia I, sedangkan fisika dengan teori fisika nuklirnya menghasilkan bom atom pada Perang Dunia II. Lalu kutukan apa yang mungkin disebabkan oleh revolusi genetika?
Revolusi genetika merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuan manusia sebab sebelumnya ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai objek penelitian. Hal ini bukan berarti sebelumnya tidak pernah ada penelitian ilmiah yang berkaitan dengan jasad atau organ manusia, namun penelitian yang ada bermaksud untuk mengembangkan IPTEK dan tidak membidik manusia sebagai objek langsung. Contohnya jika kita meneliti jantung maka hal itu dimaksudkan untuk mengembangkan IPTEK dan member kemudahan dalam menghadapi gangguan-ganguan jantung. Namun yang terjadi manusia tidak lagi meneliti organ-organ manusia untuk menciptakan teknologi yang memudahkan manusia melainkan untuk mengubah manusia itu sendiri. Apakah perubahan-perubahan itu sendiri secara moral dapat dibenarkan?
Jawabannya harus dikembalikan kepada kepada hakikat ilmu itu sendiri. Ilmu berfungsi sebagai pengetahuan yang membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Tujuan hidup ini berkaitan dengan hakikat kemanusiaan itu sendiri , bersifat otonom dan terlepas dari kajian dan pengaruh ilmiah. Jadi kesimpulannya jangan jamah kemusiaan itu sendiri.
Analisis subtantif dari pemikiran tersebut membawa kita pada masalah seperti, seandainya kita ingin membuat manusia yang IQ-nya 160 apakah ilmu dapat memberikan jaminan bahwa dia akan berbahagia? Dalam hal ini ilmu tidak bisa memberikan jawaban yang bersifat apriori (sebelumnya) sebab kesimpulan ilmiah baru bisa ditarik setelah proses pembuktian yang bersifat aposteriori (sesudahnya). Kita harus mencobanya dulu baru kita tahu jawabannya , mungkin demikian jawaban para ahli genetika. Dan hal ini baru berhubungan dengan salah satu aspek dari hakiakat kemanusiaan, padahal hakikat kemanusiaan itu sangat kompleks, yang satu dengan yang lain tidak terjalin dalam hubungan rasional yg dapat dianalisis secara kuantitatif yang melibatkan psikis, emosional dan kepribadian manusia.
Bila diingat secara moral mungkin saja orang tidak sependapat bahwa kemuliaan manusia tidak ada hubungannya dengan IQ 160. Kemuliaan manusia bagi sebagian orang bukan terletak pada atribut fisik melainkan amal perbuatannya. Demikian juga mungkin saja atribut- atribut fisik itu memiliki makna (religius) tertentu dalam perspektif kehidupan yang bersifat teleologis. Bahkan jika ilmu bisa menjawab segudang pertanyaan mengenai kausalita fisik, ilmu tidak berhak menjamah kemanusiaan yg bersifat transendental.
Pembahasan diatas berdasarkan asumsi bahwa penemuan riset genetika akan digunakan dengan itikad baik untuk keluhuran manusia. Lalu bagaimana jika penemuan itu jatuh kepada pihak yang tidak bertanggung jawab dan menggunakannya untuk kepentingan sendiri yang bersifat destruktif? Melihat pemasalahan genetika dari sudut ini makin meyakinkan kita bahwa akan lebih banyak keburukan dibandingkan dengan kebaikannya jika hakikat kemanusiaan mulai dijamah.kesimpulan dari seluruh pembahasan kita yaitu dengan menyatakan sikap menolak untuk menjadikan manusia sebagai objek penelitian genetika. Secara moral kita lakukan evaluasi etis terhadap suatu objek yang tercakup dalam objek formal (ontologis) ilmu.
KESIMPULANSebenarnya sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan masalah-masalah moral namun dalam perspektif yang berbeda. Ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan. Tanpa landasan moral maka ilmuwan mudah sekali tergelincir dalam melakukan prostitusi intelektual. Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberikan perspektif yang benar: untung dan ruginya, baik dan buruknya; sehingga penyelesaian objektif dapat dimungkinkan. Singkatnya dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan harus dapat mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya mereka sadari. Di bidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuwan bukan lagi memberikan informasi namun member contoh. Ilmu seharusnya mengabdi kepada kemanusiaan dengan menyumbangkan penemuan-penemuan yang didapatkan lewat kegiatan ilmiah. Kenetralan dalam proses penemuan kebenaran mengharuskan ilmuwan untuk dalam menghadapi bagaimana pengetahuan yang itu digunakan. Ilmu berfungsi sebagai pengetahuan yang membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Ilmu tidak berhak menjamah daerah kemanusiaan yang bersifat transendental. Menghadapi nuklir yang merupakan kenyataan moral kita hanya mampu memberikan penilaian yang bersifat aksiologis teantang bagaimana menggunakan tenaga nuklir untuk keluhuran martabat manusia. Menghadapi revolusi genetika ada baiknya kita tidak menjamah manusia dan kemanusiaan untuk menjadi objek revolusi genetika.
DAFTAR PUSTAKASuriasumantri, Jujun S. (ed.). Filsafat Ilmu. Cetakan kedua puluh, Jakarta:Pustaka Sinar Harapan,2007.
Ellul, Jaques. The Technological Society. New York: Alfred knopf, 1964.
Jung, Carl Gustav. "Psychology and Literature", The Creative Process. Ed.Brewster Ghiselin, 208-23. New York: The Humanities Press,1958.
Burt, E. A., "The Value Presuppositions of Science", The New Scientist, ed. Paul C. Obler dan Herman A. Estrin, 258-79. New York: Doubleday, 1962.
Russel, Bertrand. The Scientific Outlook. New York: W.W. Norton, 1962.
Denzin, Norman K. The Values of Social Science. New York: Aldine, 1970.
Barber, Bernard. Science and the Social Order. New York: The Free Press, 1952.
Terimakasih telah membaca Aksiologi Nilai Kegunaan Ilmu. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat
0 komentar: