Judul: Resume Kebudayaan dan Norma Etnik Madura
Penulis: Oktavinta Warits
MAKALAH SOSIO ANTROPOLOGI KESEHATAN
KEBUDAYAAN DAN NORMA
ETNIK MADURA
Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
DWI RETNO AYUNITA25010114120078
IRVA RAHMI YULIASARI25010114120084
ICA MAYSARA BIMANIAR25010114120102
ADE KURNIASARI25010114120105
OKTAVINTA WARITS PUTRI P.25010114120120
DWI LUTFI NUGRAHENI25010114120126
FEBY ANSARI MAYANG S.25010114120127
SITI SYOFIATUL R25010114120131
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
Kebudayaan dan Norma pada Etnik Madura (Desa Jragoan, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur)
Jrangoan adalah salah satu desa di Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Jawa Timur. Desa Jrangoan terletak di sebelah timur Kota Sampang. Kontur tanah dan topografi Desa Jrangoan adalah perbukitan. Kebudayaan dan norma yang berlaku pada masyarakat ini umumnya ada karena sudah turun-temurun dan menjadi kebiasaan pada masyarakat tersebut. Berikut kebiasaan-kebiasaan masyarakat Etnik Madura di Desa Jrangoan yang telah membudaya, sekaligus analisisnya.
Sanitasi Lingkungan
Kondisi tanah yang perbukitan, menjadikan masyarakat mempunyai kebiasaan membuang sampah di tebing. Perilaku ini dilakukan dengan dalih karena membuang sampah di tebing lebih mudah daripada membakarnya. Pola hidup tidak sehat ini tentu dapat menimbulkan dampak buruk bagi tanah di tebing, seperti pencemaran tanah. Dan jika kebiasaan tersebut masih berlanjut, maka tidak mungkin jika di kaki tebing akan terjadi penumpukan sampah, baik karena tertumpuk sendiri atau terbawa air hujan.
Pemukiman
Bentuk rumah yang berjejer dan hanya memiliki satu jendela sebagai ventilasi, menjadikan rumah menjadi lembab dan gelap. Meskipun sudah mempertimbangkan dengan meletakkan dapur serta kamar mandi di luar rumah, namun kondisi rumah yang demikian dapat dikatakan kurang memenuhi standar kesehatan. Hendaknya terdapat ventilasi dan pencahayaan yang cukup, sehingga dapat meminimalisir mikroorganisme patogen berkembang di rumah tersebut.
Pengetahuan tentang Kesehatan
Kentalnya kepercayaan pada masyarakat ini, menjadikan mereka masih percaya penuh bahwa penyakit ada yang karena medis dan gaib. Namun, konsep sederhana dari penyakit yang mereka kenal beberapa sudah sesuai dengan yang sebenarnya, seperti malaria karena gigitan nyamuk, diabetes melitus (kencing manis) karena banyak makan minum manis, hipertensi/kardiovaskular (darah tinggi) karena banyak makan yang terlalu asin dan berlemak. Dengan anggapan penyakit karena medis dan gaib, maka cara penyembuhannya adalah dengan ke dukun, minum jamu, atau dengan membeli obat bebas di pasaran. Tidak banyak dari mereka yang memeriksakan penyakit yang mereka anggap ringan, karena takut dengan kondisi sebenarnya. Kebiasaan ini menjadi kurang baik, karena mereka tidak tahu pasti sebenarnya sakit apa dan obat apa yang harus dikonsumsi untuk penyembuhan.
Pengetahuan tentang Makanan
Sedikitnya macam sayuran di wilayah ini membuat masyarakat jarang mengonsumsi sayur, tentu hal ini dapat menjadikan asupan gizi dan mineral pada tubuh mereka kurang kompleks. Pengolahan sayuran yang dicuci setelah dipotong juga sudah membudaya di masyarakat ini. Padahal seperti yang sudah kita ketahui bahwa mencuci sayur dengan cara yang demikian dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kandungan gizi yang ada di dalamnya.
Kehidupan Remaja
Mayoritas masyarakat Desa Jrangoan yang muslim, maka sebagian besar dari remajanya (usia 10 tahun) berada di pesantren. Banyak kebiasaan para santriwan dan santriwati ini yang tidak mencerminkan pola hidup bersih dan sehat, yakni
Dalam mencuci pakaian, para santriwati mencelupkan cucian berbusa ke dalam bak mandi. Bagi mereka, ini perilaku yang menguntungkan karena baju mereka menjadi bersih. Namun dari sisi kesehatan, perilaku ini merugikan karena hal ini menyebabkan air mengandung sabun. Apabila digunakan untuk membersihkan organ genital maka akan menyebabkan terjadinya keputihan.
Pola makan para santri kurang baik karena kurangnya asupan sayuran. Mereka hampir tidak pernah mengonsumsi sayuran karena tidak suka sayur. Hal ini dapat terjadi kerena mereka tidak dibiasakan makan sayuran sedari kecil. Mungkin bagi mereka hal ini mendatangkan keuntungan karena pengeluaran untuk makan menjadi lebih sedikit. Namun dari sisi kesehatan ini menjadi kendala karena remaja masih dalam masa pertumbuhan dan tentu membutuhkan asupan gizi dan energi yang cukup untuk aktivitas mereka.
Banyak santriwati yang mengalami keputihan. Penyakit tersebut dapat terjadi karena kondisi pesantren yang kurang bersih dan kurangnya kesadaran serta pengetahuan santriwati mengenai keputihan sekaligus cara menanganinya. Dari sisi kesehatan ini merupaka kendala, apabila keputihan lambat untuk ditangani dapat menjadi sangat fatal karena tidak hanya bisa mengakibatkan kemandulan dan hamil di luar kandungan, keputihan pun bisa menjadi gejala awal kanker leher rahim.
Kehidupan Pra Menikah
Perjodohan antar sepupu banyak terjadi di masyarakat ini. Meski dalam agama mereka diperbolehkan, namun secara kesehatan apabila terjadi perkawinan antara saudara dekat maka lebih besar kemungkinan untuk menghasilkan keturunan cacat. Pernikahan pun banyak terjadi pada wanita usia 15-19 tahun. Pernikahan dini yang dilakukan bukan tidak mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada wanita utamanya, karena organ-organ tubuh mereka khususnya reproduksi belum sepenuhnya sempurna.
Pasca Menikah (Rumah Tangga)
Pasangan yang Belum Dikarunia Anak
Bagi pasangan yang belum dikaruniai anak setelah menikah lama, mereka lebih percaya datang ke dukun untuk meminta jamu atau ramuan penyubur dan lain sebagainya. Mereka enggan ke dokter spesialis dengan dalih takut dan keberatan jika mereka mengetahui bahwa mereka mempunyai gangguan. Tentunya hal ini bertentangan jika dipadankan dengan prinsip dalam kesehatan. Hendaknya pasangan tersebut memeriksakan diri ke tenaga kesehatan ahli sehingga mereka mendapat solusi atas masalah yang ada.
Ibu Hamil
Berikut beberapa permasalahan yang ada :
Ibu hamil tetap bekerja seperti biasa hingga usia kandungannya mendekati persalinan. Hal ini tentu kurang baik bagi kondisi fisik dan janin ibu hamil. Ibu hamil memang dianjurkan untuk tetap beraktivitas, tapi bukan untuk beraktivitas berat seperti bercocok tanam di ladang atau sawah demi memenuhi kebutuhan keluarga.
Ibu hamil sering pergi ke dukun pijat. Pemijatan yang dilakukan dengan mengurut perut sangat tidak dianjurkan oleh medis, meski untuk membenarkan posisi bayi supaya tidak sungsang. Mengurut perut sangat berbahaya bagi ibu hamil karena amat berisiko bagi janin. Janin dapat mengalami stres sehingga bisa mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya. Apabila ada perlekatan plasenta, mengurut perut dapat menyebabkan perdarahan dan keguguran.
Ibu hamil di etnik ini diberi batasan dalam makan seperti tidak boleh mengonsumsi makanan seperti daging kambing, nanas, makanan pedas. Meski mereka melarang pengonsumsian makanan karena kepercayaan dari pendahulunya, namun jika dikaitkan dengan kesehatan masih rasional. Karena pengonsumsian makanan seperti berkolesterol tinggi yang tidak pada porsinya dapat membahayakan ibu maupun janin.
Pra Persalinan
Pada masa menjelang persalinan, perilaku positif yang dilakukan adalah meminum air kelapa muda karena berdasarkan pola pikir mereka, air kelapa akan melicinkan jalan lahir bayi. Menurut sudut pandang kesehatan, air kelapa muda memang mengandung elektrolit yang baik untuk kesehatan ibu.
Persalinan
Dalam persalinan anak pertama, ibu dari si hamil akan menentukan anaknya akan melahirkan dimana. Namun, kesadaran masyarakat untuk melahirkan dengan bantuan bidan sudah ada walaupun masih ada masyarakat yang ingin untuk melahirkan di rumah karena anggapan mereka bahwa rumah yang digunakan untuk melahirkan akan membawa rezeki banyak. Padahal dengan melahirkan di rumah, maka fasilitas untuk melahirkan tidak selengkap jika di polindes.
Pasca Persalinan
Inisiasi Menyusui Dini (IMD) yang dilakukan dengan bantuan bidan tidak sampai tuntas. Ketika bayi berada di dada ibu dan setelah bebrapa saat belum menemukan puting, bidan langsung menggendong bayi. Hal ini tentu sedikit merugikan karena alangkah lebih baiknya jika IMD dilakukan dengan sempurna.
Memberikan madu dan kelapa muda setelah 2-3 jam dilahirkan. Menurut keyakinan masyarakat setempat, madu dan air kelapa muda bermanfaat untuk melicinkan pencernaan bayi sehingga dapat menerima makanan apa pun yang diberikan kepadanya. Pendapat ini jelas bertentangan dengan keputusan WHO yang mengharuskan pemberian ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan karena pencernaan bayi belum mampu menerima makanan lain selain ASI. Oleh karena itu, perilaku ini akan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan bayi.
Masa Nifas
Pada masa nifas, masyarakat Jrangoan khususnya dan masyarakat Madura pada umumnya percaya bahwa darah nifas seharusnya dibuang dan tidak dihalang-halangi. Oleh karena itu, sebagian ibu tidak menggunakan pembalut pada hari pertama pasca melahirkan. Sehingga, kebersihan vagina tidak terjamin karena langsung berhubungan dengan udara luar dan hanya beralas kain sarung. Ceceran darah di atas lantai juga dapat mengundang bakteri ke dalam rumah sehingga kebiasaan ini dapat disimpulkan sebagai suatu hal yang menyebabkan menurunnya derajat kesehatan ibu dan anak.
Budaya meminum jamu pasca melahirkan dan menggunakan parem (param) merupakan suatu tindakan yang positif karena jamu mengandung bahan herbal yang dapat memulihkan kondisi fisik ibu, sedangkan param yang mengandung kencur, sereh, klabet, dan jahe dapat melemaskan otot-otot setelah melahirkan. Begitu pula dengan penggunaan gurita yang bertujuan mengembalikan bentuk perut ibu seperti semula. Gurita yang dipakai tidak terlalu erat, tetapi sesuai dengan kenyamanan.
Untuk mengatur jarak kelahiran biasanya masyarakat di desa ini melakukan cara ber-KB alami, yaitu coitus interuptus (suami mengelu-arkan sperma di luar vagina istri) dan sebagian dengan menggunakan pil dan suntikan. Walaupun masih ada ibu tidak mengikuti KB dengan alasan meyakini bahwa banyak anak banyak rezeki, tetapi sebagian sudah mulai menyadari pentingnya KB untuk mengatur jarak kelahiran. Namun, KB tetap bertujuan untuk mengatur jarak kelahiran, bukan membatasi kelahiran sehingga anak yang dimiliki tetap banyak.
Berikut data penggunaan KB di Kabupaten Sampang pada tahun 2012 yang diambil dari "Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2012, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2013 Provinsi Jawa Timur"
JUMLAH PUS
153.733 MKJP JUMLAH
IUD MOP MOW IMPLAN KB AKTIF 1.069 180 754 7.550 9.553
KB BARU 180 12 68 1.349 1.609
NON MKJP JUMLAH
SUNTIK PIL KONDOM OBAT VAGINA KB AKTIF 102.453 37.139 2.436 0 142.028
KB BARU 10.002 3.037 242 0 13/301
JUMLAH TOTAL PESERTA KB AKTIF 151.581
JUMLAH TOTAL PESERTA KB BARU 14.910
PRESENTASE PESERTA KB AKTIF DIBANDING JUMLAH PUS 98,6%
Ibu Menyusui
Pantangan yang sangat dipatuhi oleh masyarakat Desa Jrangoan ketika dalam masa menyusui adalah menghindari konsumsi ikan karena menyebabkan ASI berbau amis. Padahal ikan mengandung protein yang sangat dibutuhkan oleh ibu dan bayinya. Lagi pula tidak ada suatu bukti bahwa ASI akan menjadi amis jika ibu mengonsumsi ikan.
Ramuan yang dipercaya dapat memperlancar keluarnya ASI adalah pejje yang terdiri atas campuran asam jawa dan abu sisa pembakaran yang diseduh dengan air panas lalu disaring. Masyarakat sekitar percaya dan sudah membuktikan bahwa ramuan ini berkhasiat untuk memperlancar ASI. Namun, apabila dikaji ulang, asam jawa adalah tanaman yang mengandung vitamin C yang sangat baik untuk daya tahan tubuh dan antioksidan. Akan tetapi, abu sisa tungku pembakaran seharusnya tidak dikonsumsi. Bisa saja abu tersebut mengandung banyak bakteri yang dapat mengganggu kesehatan seseorang jika dikonsumsi.
Untuk melindungi bayinya dari ASI yang akan diminumkan adalah dengan membuang ASI yang pertama kali keluar karena dianggap kotor. Padahal ASI yang dibuang tersebut merupakan kolostrum yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi karena termasuk dalam kategori antibodi alami. Oleh karena itu, hal ini perlu dijelaskan kepada masyarakat agar menjadi suatu dorongan menuju peningkatan kesehatan ibu dan anak yang lebih baik.
Neonatus dan Bayi
Pemijatan oleh dukun hingga usia 7 hari, dapat memberikan relaksasi kepada bayi yang ketika dilahirkan mendapat tekanan dari mulut rahim ibu. Jadi, pijat bayi pada masa awal hidup di dunia merupakan suatu hal yang positif.
Mencelupkan batu yang telah didoakan ke bak mandi bayi dengan keyakinan dapat mencegah bayi kehilangan berat badannya. Karena batu ini tidak mengotori air yang akan digunakan untuk memandikan bayi, serta dapat dijadikan suatu keoptimisan bahwa bayi akan bertambah berat badannya, maka tindakan ini bukanlah suatu hal yang dapat berujung pada kesakitan bayi. Begitu pula pada tindakan memberikan gelang yang terdapat tulisan Arab sebagai bentuk pencegahan bayi supaya tidak kurus.
Perlindungan dari gangguan setan dengan meletakkan sesajen dan meminta tamu yang datang untuk tidak langsung menemui bayi karena dikhawatirkan masih dibuntuti oleh setan. Segala bentuk tindakan yang menjauhkan bayi dari bahaya termasuk dalam tindakan yang menguntungkan bagi bayi. Perlindungan tidak berhenti sampai di situ saja, tetapi berlanjut dengan diadakannya upacara selametan bayi saat berusia 7 dan 40 hari.
Di masyarakat Madura, terdapat acara sunat klitoris bagi bayi perempuan menggunakan silet. Namun, perlu diperhatian silet yang digunakan untuk memotong/menyunat serta cara yang dilakukan oleh dukun apakah steril atau tidak. Kemudian, pelarangan sunat perempuan sudah diterbitkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2014 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/MENKES/ PER/XII/2010 tentang Sunat Perempuan, yang pada Pasal 2 dinyatakan
"Memberi mandat kepada Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara'k untuk menerbitkan pedoman penyelenggaraan sunat perempuan yang menjamin keselamatan dan kesehatan perempuan yang disunat serta tidak melakukan mutilasi alat kelamin perempuan (female genital mutilation)."
Anak dan Balita
Pada anak dan balita, masyarakat Desa Jrangoan biasa menitipkan balita atau anaknya kepada kerabat dekat ketika mereka harus merantau ke luar Madura. Akan tetapi, jika ditelaah lebih lanjut, anak membutuhkan kasih sayang dan pengasuhan orang tua karena orang tualah yang paling memahami anak. Apabila anak diasuh oleh kerabat, maka perhatian kerabat tersebut tidak sekuat perhatian orang tua. Mereka hanya mengasuh tanpa terlalu memedulikan keadaan anak, baik dalam hal kesehatan, makanan, atau pun perasaan. Selain itu, anak yang sudah diasuh oleh kerabat mulai dari kecil, jelas sekali tidak akan memperoleh ASI yang cukup. Hal ini pun mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat. Alasan mereka melakukan ini karena menginginkan banyak anak. Keyakinan bahwa banyak anak banyak rezekilah yang mendasari perilaku ini. Namun, dekatnya jarak kelahiran anak, maka akan ada yang dikorbankan dalam pemberian ASI. Anak yang seharusnya masih memperoleh ASI akan terhambat karena ibu sudah hamil lagi. Dekatnya jarak kelahiran ini juga mempengaruhi kesehatan ibu terkait dengan risiko tinggi ketika melahirkan sehingga ini menjadi dampak negatif.
Organisasi dan Kemasyarakatan
Satu atap rumah terdiri dari 3-4 keluarga (10 orang atau lebih), hal ini tentu menjadikan ruang gerak anggota keluarga jadi terbatas.
Pembagian kerja di keluarga, mereka mempunyai kebiasaan memisahkan sektor publik dan sektor domestik berdasarkan gender. Laki-laki sebagai kepala keluarga bekerja di sektor publik mencari nafkah. Wanita bekerja di sektor domestik seperti menjadi ibu rumah tangga, namun seiring berjalannya waktu banyak wanita yang bekerja membantu suaminya mencari nafkah untuk kebutuhan sehari-hari.
Pola kerja sama warga Desa Jrangoan berkembang dari kedekatan yang terjalin di langgar (tempat sholat kecil), pengajian yang dilaksanakan setiap Kamis malam dan kegiatan informal lainnya. Pola interaksi tersebut membangun pola kerja sama yang sementara, hal ini disebabkan setiap pelaksananaan kegiatan-kegiatan informal mereka bertemu dengan orang-orang yang berbeda-beda. Mobilitas sosial maupun vertikal tidak terlihat secara nyata, mobilitas yang terjadi dalam kehidupan masyarakat terbatas pada mobilitas horizontal dalam hal pekerjaan. Mereka umumnya bekerja menjadi pedagang di luar Pulau Madura.
Keagamaan, Politik, Norma dan Aturan
Mayoritas penduduk Desa Jrangoan beragama Islam, maka dari itu tindakan yang mereka lakukan, dekat dengan keislaman. Maka antara beberapa topik tersebut masih berkaitan satu sama lain.
Selalu mengadakan peringatan tiap hari besar keagamaan (Maulid Nabi, Idul Adha, Idul Fitri).
Pantangan dan tabu yang berkembang dalam kehidupan warga Desa Jrangoan adalah aturan-aturan yang berdasarkan hukum Islam. Menurut salah satu kiai, sejauh ini tidak pernah ada perbuatan-perbuatan maksiat yang mengancam kehidupan warga. Apabila terdapat perbuatan yang melanggar hukum agama terjadi di sekitar desa, maka mereka akan kualat dan dengan sendirinya akan meninggalkan Desa Jrangoan.
Stratifikasi sosial masyarakat Jrangoan terdiri atas dua lapisan, yaitu kelompok kiai dan masyarakat umum. Sehingga setiap aspek kehidupan warga selalu menyertakan restu dari kiai. Bentuk hormat masyarakat kepada kiai adalah masyarakat umum tidak menelepon kiai dan keluarganya. Jika ada suatu kepentingan dengan keluarga kiai, sebaiknya langsung menemui beliau di lingkungan pesantren. Ketika berjalan di lingkungan pesantren (halaman tempat tinggal kiai) sebaiknya tidak mengenakan alas kaki karena dianggap sebagai tempat suci. Warga juga menganggap bekerja di lingkungan kiai sebagai suatu pengabdian dan kebanggaan.
Konflik antarwarga beretnik Madura umumnya berupa konflik laten yang tidak tumbuh secara frontal dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, konflik ini menyeret seluruh anggota keluarga dari masing-masing pihak walaupun tidak secara terang-terangan dan hanya membicarakan lawan di belakang mereka. Pada masyarakat etnik Madura, carok (bertarung) salah satu cara menyelesaikan konflik, terutama yang berhubungan dengan harta, harga diri, dan wanita (istri). Akan tetapi, carok tidak pernah terjadi di wilayah Desa Jrangoan dikarenakan figur kiai dalam kehidupan warga sudah menjadi mediator dalam penyelesaian konflik di Desa Jrangoan.
SIMPULAN
Masyarakat etnik Madura adalah masyarakat yang masih menjaga kental kebudayaan yang diwariskan pendahulu atau nenek moyang mereka. Meskipun masyarakat Madura dikenal sebagai orang yang mengandalkan fisik dalam menyelesaikan masalah dan mudah tersinggung, namun mereka terbuka kepada orang luar yang akan melakukan sosialisasi seperti mengenai kesehatan dan tidak menutup kemungkinan untuk mengikuti program yang diadakan pemerintah jika sosialisasi tersebut dilakukan dengan baik. Hal itu terbukti bahwa mereka mulai menganggap dan percaya bahwa pengobatan ataupun persalinan di polindes membuat mereka lebih nyaman dan tenang. Di masyarakat Madura pun sudah banyak warganya yang mengikuti program KB. Namun masalah utama dalam melakukan sosialisasi mengenai kesehatan yakni sebagian besar dari mereka tidak dapat berbahsa Indonesia, sehingga membutuhkan keahlian dan cara khusus untuk memberikan penyuluhan kepada mereka untuk hidup lebih sehat lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Widyasari, Ratna et.al. 2012. Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012 Etnik Madura Desa Jrangoan, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Provinsi Jawa Timur. Surabaya : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
Terimakasih telah membaca Resume Kebudayaan dan Norma Etnik Madura. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat
0 komentar: