Oktober 27, 2016

MAKALAH JUMLAH UANG BEREDAR

Judul: MAKALAH JUMLAH UANG BEREDAR
Penulis: Lalu Irjan


MAKALAH
Di susun untuk memenuhi tugas ekonomi moneter
Dosen pengampu wahyu
center1397000

Di susun oleh kelompok 2 :
Nama Anggota :
Lalu IrjanNPM :
Bustom Addy PratamaNPM :
Dannu sisworoNPM :
Andi LoloNPM :
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SAMAWA (UNSA) SUMBAWA BESAR
TAHUN AJARAN 2015 /2016

KATA PENGANTAR
Terima kasih,mungkin hanya sepatah kata ini yang saya katakan kepada tuhan yang maha esa karena berkat dan rahmat-Nya jualah sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan tugas makalah ini. yaitu tentang Jumlah Uang Beredar .
Pada Kesempatan ini, ijinkan saya selaku penulis mengucapkan rasa terimakasih saya kepada teman-teman saya yang telah membantu saya dalam menyelesaikan makalah ini, baik dari proses penyusunan, pengetikan, sampai akhirnya makalah ini bisa selesai.
Akhirnya saya selaku penulis sangat mengharapkan masukan berupa saran, ataupun kritikan yang bersifat membangaun, yang pada intinya sangat berguna untuk menyempurnakan penulisan makalah selanjutnya, dan semoga makalah ini dapat menjadi sumber pengetahuan baru bagi pembacanya
Sumbawa, 29 Mei 2015
Penyusun

BABI
PENDAHULUN
Latar Belakang
Jumlah uang beredar teramat penting karena peranannya sebagai alat transaksi penggerak perekonomian. Besar kecilnya jumlah uang beredar akan mempengaruhi daya beli riil masyarakat dan juga tersedianya komoditi kebutuhan masyarakat (Setyawan, 2005:11). Jumlah uang beredar yang ada di tangan masyarakat harus berkembang secara wajar. Hal ini tentunya akan memberikan pengaruh positif terhadap perekonomian, namun perkembangan yang terlalu meningkat tajam akan dapat memicu inflasi yang tentunya memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan perekonomian suatu negara.
Oleh karena itu, jumlah uang beredar harus dapat dikendalikan sesuai dengan kapasitas perekonomian suatu negara, yaitu diupayakan agar jumlah uang yang beredar tidak terlalu ban yak, dan juga tidak terlalu sedikit. Pengendalian jumlah uang beredar perlu dilakukan oleh Bank Sentral sebagai otoritas moneter dengan kebijakan-kebijakannya dalam mengendalikan jumlah uang beredar. Pada kenyatannya peredaran jumlah uang dipengaruhi oleh aktivitas pasar, dimana Bank Sentral, Lembaga Keuangan dan masyarakat saling berinteraksi dalam menetapkanjumlah uang yang beredar. Oleh karena itu Bank Indonesia sebagai Bank Sentral di Indonesia membutuhkan informasi tentang perkembangan dan perilaku jumlah uang beredar di masyarakat. Dilihat dari pertumbuhan Jumlah Uang Beredar (JUB) MI dari tahun 2003 ke tahun 2004 sebesar 13,08 persen. Peningkatan Ml disumbang oleh peningkatan uang kartal dan uang giral. Peningkatan ini sejalan dengan meningkatnya pendapatan nasional tahun 2004 yaitu sebesar Rp 2.295.826 milyar. Pada tahun ini Bank Indonesia menetapkan kebijak:an moneter yang longgar (cautious easing).
Dengan kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia ini pertumbuhan uang beredar mengalami perkembangan yang positif, meskipun sedikit melampaui perkiraan. Sementara itu, turunnya suku bunga acuan mendorong suku bunga deposito ikut turun menjadi 7,07 persen dimana pada tahun sebelumnya suku bunga deposito sebesar 10,39 persen. Sejalan dengan kebijak:an moneter yang longgar, pengendalian di sisi likuiditas adalah dengan menyerap kelebihan likuiditas perbankan yang belum dapat dimanfaatkan oleh sektor riil maka salah satu penyerapan likuiditas ini dilakukan melalui penetapan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah bank umum yang sebesar 5-8 persen secara proporsional terhadap jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang dimiliki oleh masing-masing bank (berlaku efektif sejak tanggal 1 Juli 2004). Kemudian pada tahun 2005 jumlah uang beredar Ml mengalami peningkatan sebesar 9,29 persen atau Rp 271.140 milyar dengan diikuti peningkatan pendapatan nasional menjadi sebesar Rp 2.774.281 milyar. Namun peningkatan Ml ini tidak diikuti dengan pertumbuhan Ml yang baik bahkan M1 menga1ami penurunan dari tahun sebe1umnya menjadi sebesar 10,5 persen. Penurunan ini terutama didorong o1eh lebih rendahnya realisasi defisit fiskal, kebijakan pembayaran subsidi langsung dalam valuta asing kepada Pertamina.
Tahun 2005 ini tingginya ekses likuiditas perbankan dan tingginya inflasi yang mencapai 17,1 persen, membuat BI mengambil langkah pengetatan melalui kenaikan BI rate yang diikuti dengan meningkatnya tingkat suku bunga deposito untukjangka waktu 12 bulan pada bank umum menjadi 10,95 persen. Kebijakan mengambil langkah pengetatan melalui kenaikan. BI Rate ini diperkuat dengan kenaikan GWM. Kebijakan menaikkan GWM ditetapkan pada September 2005 dilakukan secara proporsional atas dasar pencapaian Loan to Deposit Ratio (LDR) bank secara individual 5 sampai 8 persen. Pertumbuhan jumlah uang beredar M1 kembali naik pada tahun 2006 sebesar 21,86 persen menjadi sebesar Rp 347.013 milyar peningkatan ini diikuti dengan peningkatan pendapatan nasional yaitu sebesar Rp 3.339.217 milyar. Lonjakan peningkatan jumlah uang beredar ini dikarenakan tingginya permintaan uang kartal seiring dengan faktor musiman seperti libur sekolah, bulan puasa, serta Natal dan Tahun Baru yang hampir berdekatan waktu pelaksanaannya. Peningkatan pertumbuhan M1 tidak diikuti dengan meningkatnya inflasi justru inflasi pada tahun ini mengalami penurunan menjadi 6,6 persen. Pada tahun ini Bank Indone~ia cenderung menempuh kebijakan moneter ketat (tight biased) dengan mempertahankan BI Rate pada level 12,75 persen yang selanjutnya sejak Mei 2006 menurunkannya secara terukur dan hati-hati (cautious easing) menjadi 9, 75 persen. Namun penurunan BI Rate ini tidak sejalan dengan tingkat suku bunga deposito yang naik menjadi 11,63 persen, sementara itu GWM yang ditetapkan secara proporsional atas dasar pencapaian Loan to Deposit Ratio (LDR) bank secara individual sampai 8 persen. Kemudian pada tahun 2007 dimana pada tahun ini peningkatan jumlah uang beredar naik sebesar 22,90 persen yaitu sebesar Rp 450.056 milyar. Pertumbuhan likuiditas perekonomian tersebut dapat dikategorikan tinggi apabila dibandingkan dengan kondisi dalam 5 tahun terakhir.
Peningkatan jumlah uang beredar M1 diikuti dengan pendapatan masyarakat sebesar Rp 3.950.893 milyar. Peningkatan pertumbuhan M1 ini terutama disumbang oleh cukup tingginya pertumbuhan uang kartal di masyarakat selaras dengan berlanjutnya ekspansi perekonomian di sektor riil. Dengan tingginya pertumbuhan Ml pada tahun ini tidak diikuti dengan tingkat inflasi yang naik maupun tul'U1l, bahkan menunjukkan tingkat inflasi tahun 2007 ini tetap bertahan pada level 6,6 persen.
Disarnping itu penurunan BI Rate mempengaruhi koinponen likuiditas perekonomian. BI rate direspons kuat oleh tingkat suku bunga deposito. Kuatnya respons tersebut mencerminkan kondisi ekses likuiditas dan sejalan dengan perkembangan suku bunga penjaminan deposito rupiah. Suku bunga deposito rata-rata untuk keseluruhan tenor menurun lebih besar daripada menurunnya BI Rate pada periode ini menjadi sebesar 8,24 persen. Pada tahun 2008 jumlah uang beredar M1 menjadi Rp 456.787 milyar atau meningkat hanya I ,4 7 persen lebih kecil dibandingkan dari tahun sebelumnya. Meningkatnya jumlah uang beredar Ml diikuti pendapatan nasional yang meningkat menjadi Rp 4.954.028 milyar. Namun pertumbuhan jumlah uang beredar menurun yang lebih tajam dari tahun 2005 dimana pada tahun 2008 ini pertumbuhan jumlah uang beredar hanya berkisar 1,47 persen. Hal ini disebabkan perekonomian Indonesia mulai mendapat tekanan berat pada triwulan IV -2008 akibat terjadinya krisis global yang awalnya dialami oleh Amerika Serikat pada pertengahan 2007. Akibat tekanan krisis global ini tercermin pada perlambatan ekonomi secara signifikan terutama karena anjloknya kinerja ekspor. Disamping itu pertumbuhan permintaan M1 pada akhir tahun 2008 terkoreksi akibat tingginya inflasi yaitu sebesar 11,06 persen. Pemerintah bersama Bank Indonesia menempuh berbagai kebijakan untuk melonggarkan tekanan likuiditas dan memelihara stabilitas sistem keuangan. Dalam hal ini Bank Indonesia merespon dengan menurunkan kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) bank umum me~adi 7,5 persen. Adapun tujuan kebijakan moneter ini diambil untuk memberi perbankan kelebihan likuiditas. Pada masa pemulihan dari krisis, tahun 2009 jumlah uang beredar mengalami peningkatan sebesar 11,45 persen atau Rp 515.824 milyar dengan pendapatan nasional meningkat menjadi Rp 5.613.442 milyar.
Peningkatan jumlah uang beredar ini dimungkinkan terjadi sebagai konsekuensi dari upaya pengelolaan likuiditas oleh Bank Indonesia serta asumsi masih cukup stabilnya angka pengganda uang dari likuiditas perekonomian da1am arti sempit (M1). Namun begitupun pertumbuhan M1 mengalami perlambatan yang merefleksikan besarnya dampak penurunan aktivitas perekonomian dibandingkan dengan pengaruh penurunan suku bunga deposito sebesar 9,55 persen dan GWM yang sebesar 5,03 persen. Disamping itu inflasi yang cendenmg menunm pada level 5,00 persen mengindikasikan mulai pulihnya kondisi makroekonomi di Indonesia. Dari penjelasan mengenai perkembangan jumlah uang beredar Ml diatas didapat beberapa indikator makroekonomi yang mempengaruhi jumlah uang beredar.
Tabel 1.1 menggambarkan kondisi perkembangan jumlah uang beredar dan beberapa indikator makroekonomi Indonesia tahun 2003-2009. Tabel l.l Perkembangan Jumlab Uang Beredar dan Beberapa Indikator Makroekonomi di Indonesia tabun 2003-2009
Tahun JUB 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sumber : BI dan BPS
Dalam perkembangan jurnlah uang beredar Ml yaitu uang kartal ditambah uang giral di Indonesia tahun 2003 sebesar Rp 213.784 miliar kemudian terns meningkat sampai tahun 2009 sebesar Rp 515.824 miliar. Namun peningkatan jumlah uang beredar pada peri ode ini sangatlah fluktuatif. Fluktuasi peningkatan jumlah uang beredar terjadi setiap tahun, walaupun jumlah uang beredar meningkat setiap tahun. Dari uraian perkembangan jumlah uang beredar diketahui bahwa pertumbuhan Ml mengalami fluktuasi. Fluktuasi ini terutama dapat dilihat pada tahun 2005, 2006 dan tahun 2008. Dimana fluktuasi menurun terjadi pada tahun 2005 dan pada tahun 2008 fluktuasi menurun yang lebih tajam dari tahun 2005. Sedangkan pada tahun 2006 terlihat fluktuasi yang meningkat tajam dari tahun sebelumnya. Gambar 1.1 menggambarkan graftk pergerakan fluktuasi jumlah uang beredar Ml pada periode 2003-2009.  
Gam bar 1.1 Grafik Pergerakan Fluktuasi Jumlab Uang Beredar Ml Periode 2003-2009
Berbagai kasus dan permasalahan jumlah uang beredar ini telah mendorong berbagai penelitian untuk mengetahui bagaimana variable makroekonomi mempengaruhi jumlah uang beredar dalam perekonomian suatu negara. Aji (2007: 15) melakukan penelitian di Indonesia dengan menggunakan uji Granger Causality untu menguji hubungan antara tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar (Ml). Penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah uang beredar disebabkan oleh tingkat suku bunga. Disamping itu dalam penelitian ini diambil juga kesimpulan bahwa jumlah uang beredar dipengaruhi jumlah uang beredar tahun sebelumnya. Selain itu ekspektasi masyarakat terhadap perubahan harga barang dan tingkat bur.ga mempengaruhi jumlah uang beredar. Berdasarkan penelitian Restiyanto (2008:90) yang dalam penelitiannya membandingkan jalur jumlah uang beredar dengan jalur kredit (Jalur Kuantitas) dalam efektifitas mekanisme transmisi di Indonesia sebelum dan sesudah krisis rnoneter. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada pengaruh suku bunga SBI, dan Inflasi terhadap Jumlah Uang Beredar (Ml) dan ada kenaikan PDB (Y) dan kenaikan Ml satu periode sebelumnya mempengaruhi kenaikan Ml di Indonesia. Terjadi penurunan jumlah uang beredar tiap periode apabila variable PDB, suku bunga SBI, inflasi dan Jumlah uang beredar satu periode sebelumnya tetap. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rangkuti (2008:64) dengan judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Uang Kartal di Indonesia dengan menggunakan model OLS dengan variabel independen PDB, inflasi, nilai tukar, dan tingkat suku bunga. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendapatan, inflasi dan nilai tukar mempunyai pengaruh positif dan signiftkan terhadap permintaan uang kartal sedangkan variabel tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap permintaan uang kartal. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini masalah yang akan dikaji adalah fluktuasi (volatilitas) jumlah uang beredar di Indonesia kaitannya dengan perubahan variabel makroekonomi, sehingga dapat diketahui seberapa besar pengaruh variabel makroekonomi terhadap pergerakan jumlah uang beredar di Indonesia. Dalam penelitian ini digunakan model ARCH/ GARCH untuk melihat fenomena volatilitas jumlah uang beredar dan faktorfaktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka penulis mengangkat topik dalam penelitian dengan judul Analisis Volatilitas Jumlah Uang Beredar di Indonesia.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah:
Bagaimanakah pengaruh PDB, suku bunga BI, lnflasi dan Giro Wajib
Minimum terhadap volatilitas jumlah uang beredar (Ml) di Indonesia ?
Seberapa besar fluktuasi atau volatilitas jumlah uang beredar Ml (uang kartal) akibat PDB, suku bunga, Inflasi dan giro wajib minimum.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
Mengetahui pengaruh PDB, suku bunga, inflasi dan giro wajib minimum terhadap volatilitas jumlah uang beredar di Indonesia.
Menganalisis volatilitas jumlah uang beredar (uang kartal) akibat PDB, suku bunga, inflasi dan giro wajib minimum.
Manfaat Penelitian Dengan penelitian yang dilakukan ini mampu memberikan manfaat yang antara lain adalah :
Menambah khasanah ilmu penegetahuan khususnya mengenai pengaruh pendapatan, suku bunga, inflasi dan giro wajib minimum tukar tehadap jumlah uang beredar di Indonesia.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DANLANDASAN TEORI
Definisi dan Fungsi Uang
Uang merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari denyut kehidupan ekonomi masyarakat. Stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi suatu Negara ditentukan oleh sejauh mana peranan uang dalam perekonomian oleh masyarakat dan otoritas moneter. Definisi uang bisa dibagi dalam dua pengertian, yaitu definisi uang menurut hukum (law) dan definisi uang menurut fungsi. Definisi uang menurut hukum yaitu sesuatu yang ditetapkan oleh undang-undang sebagai uang dan sah untuk alat transaksi perdagangan. Sedangkan definisi uang menurut fungsi, yaitu sesuatu yang secara umum dapat diterima dalam transaksi perdagangan serta untuk pembayaran hutang-piutang.1 Uang dikenal mempunyai empat fungsi, dua diantaranya merupakan fungsi yang sangat mendasar sedangkan dua lainnya adalah fungsi tambahan. Dua fungsi dasar tersebut adalah peranan uang sebagai :
Alat tukar (means of exchange).
Peranan uang sebagai alat ukar mensyaratkan bahwa uang tersebut harus diterima oleh masyarakat sebagai alat pembayaran. Artinya, si penjual barang mau menerima uang sebagai pembayaran untuk barangnya karena ia percaya bahwa uang tersebut juga diterima oleh orang lain (masyarakat umum) sebagai alat pembayaran apabila ia nanti memerlukan untuk membeli suatu barang.
Alat penyimpan nilai/daya beli (store of value).
Terkait dengan sifat manusia sebagai pengumpul kekayaan. Pemegangan uang merupakan salah satu cara untuk menyimpan kekayaan. Kekayaan tersebut bisa dipegang dalam bentuk-bentuk lain, seperti tanah, kerbau, berlian, emas, saham, mobil dan sebagainya. Syarat utama untuk ini adalah bahwa uang harus bisa menyimpan daya beli atau nilai.
Satuan hitung (unit of account).
Sebagai satuan hitung, uang juga mempermudah tukar-menukar. Dua barang yang secara fisik sangat berbeda, seperti misalnya kereta api dan apel, bisa menjadi seragam apabila masing-masing dinyatakan dalam bentuk uang.
Ukuran untuk pembayaran masa depan (standard for deferred payments).
Sebagai ukuran bagi pembayaran masa depan, uang terkait dengan transaksi pinjam-meminjam atau transaksi kredit, artinya barang sekarang dibayar nanti atau uang sekarang dibayar dengan uang nanti. Dalam hubungan ini, uang merupakan salah satu cara menghitung pembayaran masa depan tersebut.
Definisi Jumlah Uang Beredar
Di dalam membahas mengenai uang yang terdapat dalam perekonomian sangat penting untuk membedakan diantara mata uang dalam peredaran dan uang beredar. Mata uang dalam peredaran adalah seluruh jumlah uang yang telah dikeluarkan dan diedarkan oleh Bank Sentral. Mata uang tersebut terdiri dari dua jenis yaitu uang logam dan uang kertas. Dengan demikian mata uang dalam peredaran sama dengan uang kartal. Sedangkan uang beredar adalah semua jenis uang yang ada di dalam perekonomian yaitu jumlah dari mata uang dalam peredaran ditambah dengan uang giral dalam bank-bank umum. Uang beredar atau money supply dibedakan menjadi dua pengertian yaitu dalam arti sempit dan arti luas.
Uang Beredar Dalam Arti Sempit (M1)
Uang beredar dalam arti sempit (M1) didefinisikan sebagai uang kartal ditambah dengan uang giral (currency plus demand deposits).
M1 = C + DD
Dimana:
M1 = Jumlah uang beredar dalam arti sempit
C = Currency (uang cartal)
DD = Demand Deposits (uang giral)
Uang giral (DD) di sini hanya mencakup saldo rekening koran/ giro milik masyarakat umum yang disimpan di bank. Sedangkan saldo rekening koran milik bank pada bank lain atau bank sentral (Bank Indonesia) ataupun saldo rekening koran milik pemerintah pada bank atau bank sentral tidak dimasukan dalam definisi DD. Satu hal lagi yang penting untuk dicatat mengenai DD ini adalah bahwa yang dimaksud disini adalah saldo atau uang milik masyarakat yang masih ada di bank dan belum digunakan pemiliknya untuk membayar/ berbelanja. Pengertian jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) bahwa uang beredar adalah daya beli yang langsung bisa digunakan untuk pembayaran, bias diperluas dan mencakup alat-alat pembayaran yang "mendekati" uang, misalnya deposito berjangka (time deposits) dan simpanan tabungan (saving deposits) pada bank-bank. Uang yang disimpan dalam bentuk deposito berjangka dan tabungan ini sebenarnya adalah juga adalah daya beli potensial bagi pemiliknya, meskipun tidak semudah uang tunai atau cek untuk menggunakannya.
Uang Beredar Dalam Arti Luas (M2).
Berdasarkan sistem moneter Indonesia, uang beredar M2 sering disebut juga dengan likuiditas perekonomian. M2 diartikan sebagai M1 plus deposito berjangka dan saldo tabungan milik masyarakat pada bank-bank, karena perkembangan M2 ini juga bisa mempengaruhi perkembangan harga, produksi dan keadaan ekonomi pada umumnya.
M2 = M1 + TD + SD
Dimana:
TD = time deposits (deposito berjangka)
SD = savings deposits (saldo tabungan)
Definisi M2 yang berlaku umum untuk semua negara tidak ada, karena halhal khas masing-masing negara perlu dipertimbangkan. Di Indonesia, M2 besarnya mencakup semua deposito berjangka dan saldo tabungan dalam rupiah pada bankbank dengan tidak tergantung besar kecilnya simpanan tetapi tidak mencakup deposito berjangka dan saldo tabungan dalam mata uang asing.
Uang Beredar Dalam Arti Lebih Luas (M3).
Definisi uang beredar dalam arti lebih luas adalah M3, yang mencakup semua deposito berjangka (TD) dan saldo tabungan (SD), besar kecil, rupiah atau mata uang asing milik penduduk pada bank oleh lembaga keuangan non bank. Seluruh TD dan SD ini disebut uang kuasi atau quasi money.
M3 = M2 + QM
Dimana :
QM = quasi money
Di negara yang menganut sistem devisa bebas (artinya setiap orang boleh memiliki dan memperjualbelikan devisa secara bebas), seperti Indonesia, memang sedikit sekali perbedaan antara TD dan SD dalam rupiah dan TD dan SD dalam dollar. Setiap kali membutuhkan rupiah dollar bisa langsung menjualnya ke bank, atau sebaliknya. Dalam hal ini perbedaan antara M2 dan M3 menjadi tidak jelas. TD dan SD dollar milik bukan penduduk tidak termasuk dalam definisi uang kuasi
Teori-Teori Uang Beredar
Teori Kuantitas mengenai Uang (Quantity Teory of Money)
Teori ini sebenarnya adalah teori mengenai permintaan sekaligus penawaran akan uang, beserta interaksi antara keduanya. Fokus dari teori tersebut adalah hubungan antara penawaran uang (jumlah uang beredar) dengan nilai uang (tingkat harga). Hubungan antara kedua variabel tersebut dijabarkan lewat konsepsi (teori) mereka mengenai permintaan akan uang. Perubahan jumlah uang beredar atau penawaran uang berinteraksi dengan permintaan akan uang dan selanjutnya menentukan nilai uang
Teori Cambridge (Marshall-Pigou)
Teori Cambridge, berpokok pada fungsi uang sebagai alat tukar umum (mean of exchange). Karena itu, teori-teori Klasik melihat kebutuhan uang (permintaan akan uang) dari masyarakat sebagai kebutuhan akan alat likuid untuk tujuan transaksi. Teori Cambridge mengatakan bahwa kegunaan dari pemegangan kekayaan dalam bentuk uang adalah karena uang (berbeda dengan bentuk kekayaan lain) mempunyai sifat likuid sehingga dengan mudah bisa ditukarkan dengan barang lain. Uang dipegang atau diminta oleh seseorang karena sangat mempermudah
transaksi atau kegiatan-kegiatan ekonomi lain dari orang tersebut (sering disebut sebagai faktor "convenience'). Teori Cambridge lebih menekankan faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung rugi) yang menghubungkan antara permintaan akan uang seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannnya. Teoritisi Cambridge
mengatakan bahwa permintaan selain dipengaruhi oleh volume transaksi dan faktor-faktor kelembagaan, juga dipengaruhi oleh tingkat bunga, besar kekayaan warga masyarakat, dan ramalan/harapan (expectations) dari para warga masyarakat mengenai masa mendatang. Faktor-faktor lain ini mempengaruhi permintaan akan uang seseorang, dan demikian juga mempengaruhi permintaan akan uang dari masyarakat secara keseluruhan
Teori Keynes
Teori uang Keynes adalah teori yang bersumber pada teori Cambridge, tetapi Keynes memang mengemukakan sesuatu yang betul-betul berbeda dengan teori moneter tradisi Klasik. Pada hakekatnya perbedaan ini terletak pada penekanan oleh Keynes pada fungsi uang yang lain, yaitu sebagai store of value dan bukan hanya sebagai means of exchange. Teori ini kemudian terkenal dengan nama teori Liquidity Preference (Boediono, 1994:27). Menurut Keynes, ada tiga tujuan masyarakat memegang uang, yaitu:
Tujuan transaksi
Keynes tetap menerima pendapat golongan Cambridge, bahwa orang memegang uang guna memenuhi dan melancarkan transaksi-transaksi yang dilakukan, dan permintaan akan uang dari masyarakat untuk tujuan ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional dan tingkat bunga. Semakin besar tingkat pendapatan nasional smakin besar volume transaksi dan semakin besar pula kebutuhan uang untuk memnuhi tujuan transaksi. Demikian pula Keynes berpendapat bahwa permintaan akan uang untuk tujuan transaksi inipun tidak merupakan sutu proporsi yang konstan, tetapi dipengaruhi pula oleh tinggi rendahnya tingkat bunga.
Tujuan berjaga-jaga
Keynes juga membedakan permintaan akan uang untuk tujuan melakukan pembayaran pembayaran yang tidak reguler atau yang diluar rencana transaksi normal, misalnya untuk pembayaran keadaan-keadaan darurat seperti kecelakaan, sakit, dan pembayaran yang tak terduga lain. Permintaan uang seperti ini disebut dengan permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga (precautionary motive). Menurut Keynes permintaan akan uang untuk tujuan berjaga-jaga ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama dengan factor yang mempengaruhi permintaan akan uang utuk transaksi, yaitu terutama dipengaruhi oleh tingkat penghasilan dan tingkat bunga.
Tujuan spekulasi
Motif dari pemegangan uang untuk tujuan spekulasi adalah terutama bertujuan untuk memperoleh "keuntungan" yang bisa diperoleh dari seandainya si pemegang uang tersebut meramal apa yang akan terjadi dengan betul.
BAB III
PEMBAHASAN
Pengertian Tingkat Suku Bunga dan Nilai Tukar
Pengertian Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan loanable funds. Loanable funds yaitu dana yang tersedia untuk dipinjamkan atau yang sering disebut sebagai dana investasi. Tingkat suku bunga merupakan salah satu indikator dalam menentukan apakah seseorang akan melakukan investasi atau menabung. Suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan untuk membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan.
Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran. Tingkat bunga merupakan suatu variabel penting yang mempengaruhi masyarakat dalam memilih bentuk kekayaan yang ingin dimilikinya, apakah dalam bentuk uang, financial assets, atau benda-benda riil seperti tanah, rumah, mesin, barang dagangan, dan lain sebagainya. Mana yang memberikan tingkat bunga lebih tinggi akan lebih diminati. Suku bunga dibedakan menjadi dua, suku bunga nominal dan suku bunga riil. Tingkat bunga nominal sebenarnya adalah penjumlahan dari unsur-unsur tingkat bunga, yaitu tingkat bunga "murni" (pure interest rate), premi risiko (risk premium), biaya transaksi (transaction cost) dan premi untuk inflasi yang diharapkan. Tingkat bunga inilah yang harus dibayar debitur kepada kreditur di samping pengembalian pinjaman pokoknya pada saat jatuh tempo. Sedangkan suku bunga riil adalah tingkat bunga nominal minus laju inflasi yang terjadi selama periode yang sama.
Suku bunga nominal adalah suku bunga yang biasa dilaporkan, dan ini pula yang biasa ditawarkan oleh kalangan perbankan atas simpanan para nasabahnya. Sedangkan suku rill adalah suku bunga yang sudah memperhitungkan perubahan nilai atau daya beli uang dari waktu ke waktu.
Pengertian Nilai Tukar
Perdagangan yang dilakukan antara dua negara tidaklah semudah yang dilakukan dalam satu negara, karena mesti memakai dua mata uang yang berbeda misalnya antara negara Indonesia dan Amerika Serikat. Pengimpor Amerika harus membeli rupiah untuk membeli barang-barang dari Indonesia. Sebaliknya pengimpor Indonesia harus membeli Dollar Amerika untuk menyelesaikan pembayaran terhadap barang yang dibelinya di Amerika. Besarnya jumlah mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh satu unit valuta asing disebut dengan kurs mata uang asing. Beberapa faktor penting yang mempunyai pengaruh atas perubahan kurs pertukaran menurut Sadono Sukirno adalah :
Perubahan dalam cita rasa masyarakat.
Bila penduduk suatu negara lebih menyukai barang-barang dari Negara lain maka nilai mata uang asing tersebut akan semakin naik.
Perubahan harga dari barang-barang ekspor.
Semakin tinggi harga barang yang akan diekspor, semakin turun nilai mata uang pengekspor tersebut.
Kenaikan harga-harga umum (inflasi).
Semakin tinggi tingkat inflasi negara pengeskpor semakin turun nilai mata uang negara tersebut.
Perubahan dalam tingkat bunga dan tingkat pengembalian investasi.
Semakin tinggi tingkat bunga investasi di negara tersebut semakin tinggi nilai mata uang negara tersebut.
Perkembangan ekonomi.
Semakin banyak nilai ekspor suatu negara semakin kuat nilai mata uang negara tersebut. Ada dua jenis nilai tukar, yaitu nilai tukar nominal (nominal exchange rate) dan nilai tukar rill (real exchange rate). Nilai tukar nominal adalah suatu nilai di mana seseorang dapat memperdagangkan mata uang dari suatu Negara dengan mata uang negara lain. Jika suatu mata uang mengalami apresiasi, dikatakan bahwa mata uang itu menguat, karena dapat membeli lebih banyak mata uang asing. Demikian pula ketika suatu mata uang mengalami depresiasi, dikatakan bahwa mata uang tersebut melemah. Sedangkan nilai tukar rill adalah suatu nilai di mana seseorang dapat memperdagangkan barang dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain. Di Indonesia ada tiga sistem yang digunakan dalam kebijakan nilai tukar rupiah sejak tahun 1971 hingga sekarang. Antara tahun 1971 hingga 1978 dianut sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dimana nilai rupiah secara langsung dikaitkan dengan dollar Amerika Serikat nilai tukar diubah menjadi mengambang terkendali (managed floating exchange rate) dimana nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan USD, namun terhadap sekeranjang valuta partner dagang utama. Maksud dari sistem nilai tukar tersebut adalah bahwa meskipun diarahkan ke sistem nilai tukar mengambang namun tetap menitikberatkan unsur pengendalian. Kemudian terjadi perubahan mendasar dalam kebijakan mengambang terkendali terjadi pada tanggal 14 Agustus 1997, dimana jika sebelumnya Bank Indonesia menggunakan band sebagai guidance atas pergerakan nilai tukar, maka sejak saat itu tidak ada lagi band sebagai acuan nilai tukar. Namun demikian cukup sulit menjawab apakah nilai tukar rupiah sepenuhnya dilepas ke pasar (free floating) atau masih akan dilakukan intervensi oleh Bank Indonesia. Dengan mengamati segala dampak dari sistem free floating serta dikaitkan dengan kondisi atau struktur perekonomian Indonesia selama ini nampaknya purely free floating sulit untuk dilakukan. Kemungkinannya adalah Bank Indonesia akan tetap mempertahankan managed floating dengan melakukan intervensi secara berkala, selektif dan pada timing yang tepat.
Teori Suku Bunga dan Nilai Tukar
Teori Suku Bunga
Menurut kaum Klasik tingkat bunga merupakan hasil interaksi antara tabungan (S) dan investasi (I). Teori Klasik menyatakan bahwa tabungan adalah fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menabung. Artinya, pada tingkat bunga yang lebih tinggi, masyarakat akan lebih terdorong untuk mengorbankan/mengurangi pengeluaran unuk konsumsi guna menambah tabungan. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil. Sebaliknya, makin rendah tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga makin besar.
Menurut Keynes, tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter. Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang (ditentukan dalam pasar uang). Uang akan mempengaruhi tingkat ekonomi (GNP), sepanjang uang ini akan mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi dan demikian akan mempengaruhi GNP. Teori Keynes khususnya menekankan adanya hubungan langsung antara kesediaan orang membayar harga uang tersebut (tingkat bunga) dengan unsur permintaan akan uang unuk tujuan spekulasi: permintaan besar apabila tingkat bunga rendah, dan permintaan kecil apabila tingkat bunga tinggi. Untuk berspekulasi di pasar surat berharga seperti yang digambarkan oleh teori Keynes orang perlu memegang uang tunai, dan karena kegiatan spekulasi tersebut bias menghasilkan keuntungan, maka orang bersedia membayar harga tertentu untuk memegang uang tunai untuk tujuan tersebut. Kemungkinan keuntungan tersebut timbul karena adanya ketidakpastian mengenai perkembangan tingkat bunga atau harga obligasi di masa depan. Hanya dalam suasana ketidakpastian, orang bias berspekulasi
Teori Nilai Tukar
Untuk menjelaskan fluktuasi nilai kurs dalam jangka panjang dapat dijelaskan dengan kerangka teori paritas daya beli. Teori paritas daya beli pertama kali dikemukakan oleh Gustav Cassell (1992). Teori paritas daya beli didasarkan pada prinsip yang disebut hukum satu harga (the law of one price). Teori ini menyatakan bahwa satu unit dari setiap mata uang seharusnya mampu membeli barang-barang di semua negara dalam jumlah yang sama. Teori paritas daya beli mengandung dua pengertian, yaitu pengertian absolut dan pengertian relatif. Secara absolut teori paritas daya beli merumuskan bahwa kurs antara dua mata uang merupakan rasio dari tingkat harga umum dari dua negara yang bersangkutan. Sedangkan menurut teori paritas daya beli versi relatif menyatakan bahwa fluktuasi kurs dalam jangka waktu tertentu akan bersifat proporsional atau sebanding besarannya terhadap perubahan tingkat harga yang berlaku di kedua negara selama periode yang sama.
Beberapa hal yang perlu ditekankan dari teori paritas daya beli adalah pertama masalah dasar dari paritas daya beli, yakni proporsionalitas tingkat harga dan nilai tukar hanya terjadi jika penyebab goncangan yang mengubah tingkat harga dari nilai tukar merupakan suatu goncangan moneter. Kedua, teori paritas daya beli tersebut tidak bekerja seketika, tetapi memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga dapat dikatakan bahwa teori tersebut menunjukkan hubungan keseimbangan jangka panjang antara nilai tukar dengan tingkat harga.
Hubungan Suku Bunga dengan M2
Tingginya tingkat suku bunga menyebabkan orang lebih cenderung mengendapkan uangnya di bank. Hal ini akan menyebabkan jumlah uang beredar di masyarakat menurun. Sebaliknya apabila tingkat suku bunga rendah orang cenderung tidak mau menabung di bank, melainkan menginvestasikannya ke bentuk investasi lain. Hal ini tentunya dapat menaikkan jumlah uang beredar di masyarakat. Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa fluktuasi tingkat suku bunga dapat mempengaruhi jumlah uang beredar di masyarakat.
Hubungan Nilai Tukar dengan M2
Nilai tukar akan memperlancar kegiatan ekonomi antar negara. Karena fungsinya sangat vital dalam perdagangan antar negara maka perubahan nilai tukar akan berpengaruh langsung pada stabilitas harga barang-barang hasil impor. Kenaikan nilai tukar disebut depresiasi atas mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih mahal, ini berarti nilai relatif mata uang dalam negeri merosot turun. Sedangkan turunnya nilai tukar disebut apresiasi mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih murah, hal ini berarti nilai relatif mata uang dalam negeri meningkat. Depresiasi mata uang rupiah terhadap dollar Amerika mengakibatkan para pemegang dollar AS menjual dollarnya dan membeli rupiah lalu ditabung dalam bentuk tabungan rupiah, yang menyebabkan jumlah uang beredar M2 mengalami peningkatan.


Download MAKALAH JUMLAH UANG BEREDAR.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca MAKALAH JUMLAH UANG BEREDAR. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

banner
Previous Post
Next Post

Akademikita adalah sebuah web arsip file atau dokumen tentang infografi, presentasi, dan lain-lain. Semua pengunjung bisa mengirimkan filenya untuk arsip melalui form yang telah disediakan.

0 komentar: