Judul: wakaf
Penulis: Gadis Ayu Wardani
BAB I
PENDAHULUAN
Latar BelakangPeradilan agama adalah kekuasaan negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shodaqah diantara orang-orang Islam untuk menegakan hukum dan keadilan.
Pengadilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman dan yang terakhir telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, merupakan lembaga peradilan khusus yang ditunjuk kepada umat islam dengan lingkup kewenangan yang khusus pula, baik perkaranya ataupun para pencari keadilanya (justiciabel).
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang menyadari betapa pentingnya permasalahan tentang tanah, kemudianberupaya untuk membuat aturan tentang hukum agaria nasional yang berdasar atas hukum adat tentang tanah, yang sederhana dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.
Sengketa tanah merupakan persoalan yang bersifat klasik dan selalu terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu sengketa yang berhubungan dengan tanah senantiasa berlangsung secara terus-menerus karena setiap orang memiliki kepentingan yang berhubungan dengan tanah. Salah satu sengketa tanah yang sering terjadi didalam masyarakat adalah sengketa mengenai tanah wakaf.
Kata wakaf berasal dari kata "Waqafa" dengan makna berhenti atau diam ditempat atau tetap berdiri atau penahanan. Sedangkan Wakaf menurut bahasa Arab berarti "al-habsu", yang berasal dari kata kerja habasa- yahbisuhabsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan, kemudian kata ini berkembang menjadi "habbasa" dan berarti mewakafkan harta karena Allah.Sedangkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 (UUW), menyatakan:
"Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan sebagian benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejehateraan umum menurut syariah".
Dalam Buku ke III Bab I Pasal 215 angka (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah:
"Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakanya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainya sesuai dengan ajaran Islam"
Benda wakaf disini adalah benda yang diwakafkan oleh wakif yang memiliki daya tahan lama dan manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah. Menurut Pasal 215 angka 1 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam. Dan benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh wakif secara sempurna.
Agar tidak menyimpang dari pokok permasalahan, maka peneliti memfokuskan penelitian pada benda tidak bergerak yaitu mengenai tanah yang didalamnya dilekati oleh hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Syarat-syarat mengenai benda yang di wakafkan yang berupa benda tidak bergerak yaitu tanah maka yang akan diwakafkan itu harus merupakan tanah hak milik atau tanah milik yang bebas dari segala pembebanan, sitaan dan perkara. Perbuatan mewakafkan adalah perbuatan yang suci, mulia dan terpuji sesuai dengan ajaran agama Islam.
Berhubungan dengan itu, maka tanah yang hendak diwakafkan itu merupakan tanah milik yang bersih dan tidak ada cacatnya dari sudut kepemilikan. Untuk melaksanakan perwakafan tanah, wakif harus dulu mengucapakan ikrar wakaf yaitu di depan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Tanah Wakaf (PPAIW). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1978 tentang Perwakafan Tanah Milik, maka Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) ditunjuk sebagai PPAIW, sedangkan untuk administrasi perwakafan diselenggarakan oleh KUA Kecamatan.Jika suatu kecamatan tidak ada KUA, maka Kantor Wilayah Departemen Agama menunjuk Kepala KUA terdekat sebagai PPAIW di kecamatan tersebut.
Menurut ketentuan Pasal 40 UUW yaitu mengenai Perubahan Status Harta Benda Wakaf, dijelaskan bahwa benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang untuk dijadikan jaminan, disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar, atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainya. Menurut ketentuan pasal tersebut maka seorang nadzir atau pihak yang menerima benda wakaf dari wakif tersebut harus dapat menjaga tanah wakaf.
Apabila dalam perwakafan seorang nadzir telah melanggar perjanjian yang telah dibuat dengan wakif sehingga menimbulkan suatu sengketa maka penyelesainya yang harus dilakukan oleh pihak yang merasa dirugikan atau seorang wakif diselesaikan dengan cara musyawarah.
Upaya terakhir bila dengan jalan musyawarah tidak berhasil maka melalui sidang di Pengadilan Agama. Hal ini di atur dalam Pasal 62 UUW yaitu sebagai berikut :
Penyelesian sengketa perwakafan dapat di tempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
Apabila cara penyelesianya sengketa sebagaimana di maksud pada ayat (1) tidak berhasil,sengketa dapat di selesaikan melalui mediasi, arbitrase atau pengadilan.
Pengadilan yang berwenang menyelesaikan sengketa perwakafan adalah Pengadilan Agama sebagaimana dalam Pasal 49 Undang-Undang No.3 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UUW yaitu:
"Pengadilan Agama bertugas dan berwenang yaitu memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang ; Perkawinan, Waris, Wasiat,Hibah,Wakaf,Zakat, Infaq, Shadaqah; dan Ekonomi Syari'ah."
Pasal 50 Undang-Undang No.3 Tahun 2006: Ketentuan tersebut memberi wewenang kepada Pengadilan Agama untuk sekaligus memutuskan sengketa milik atau keperdataan lainya yang terkait dengan obyek sengketa antara orang-orang yang beragam Islam.
Sehubungan dengan latar belakang masalah tersebut pada dasarnya dalam pengurusan tanah wakaf masih ada masalah yang dihadapi oleh ahli waris dari pewakif terhadap Nadzhir yang ingin memiliki tanah berupa wakaf. Hal ini terjadi di Desa Randusari Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal yang ternyata tanah wakaf tersebut belum didaftarkan Nadzhir ke Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, dan hanya memakai sistem kepercaayaan kepada nadzhir, yang kemudian tanah wakaf tersebut disengketakan atau diminta kembali oleh ahli warisnya. Oleh sebab itu, pendaftaran atau ikrar tanah wakaf di Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dirasa sangat penting bagi masyarakat di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal terutama di Desa Randusari karena dengan didaftarkannya tanah wakaf ke PPAIW dapat menghindarkan sengketa tanah wakaf di kemudian hari terutama bagi ahli waris pewakif jika ingin memiliki tanah wakaf tersebut.
Permasalahan hukum utama dalam konteks ini ialah dilaksanakannya ketentuan tentang pendaftaran tanah wakaf dan kurangnya pengetahuan oleh wakif dan nadzhir dalam pendaftaran tanah wakaf. Atas dasar legal issue (permasalahan hukum) diatas, maka perlu diteliti tentang bagaimana kinerja atau peran PPAIW dalam mencegah dan menyelesaikan jika terjadi sengketa tanah wakaf di tengah masyarakat.
Perumusan MasalahBerdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu dirumuskan apa yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Perumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah:
Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya sengketa tanah wakaf di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal ?
Bagaimana proses penyelesaian sengketa tanah wakaf di desa Randusari Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal ?
Bagaimana peran PPAIW dalam mencegah dan menyelesaikan terjadiya sengketa tanah wakafdi Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal?
Tujuan PenelitianTujuan penulis mengadakan penelitian ini beberapa tujuan yang dibagi dalam tujuan umum dan tujuan khusus. Penjabaran dari tujuan tersebut adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui sebab terjadinya sengketa tanah wakaf di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal.
Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengeketa tanah wakaf.
Untuk mengetahui peran Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dalam mencegah dan menyelesaikan terjadinya sengketa tanah wakaf di Kecamatan Rowosari.
Manfaat PenelitianPerumusan dari manfaat penelitian yang akan diperoleh dari penelitian ini. Beberapa manfaat yang akan diperoleh dari penyusunan skripsi ini adalah:
Manfaat TeoritisDapat menyelesaikan kasus yang berhubungan dengan sengketa wakaf menurut hukum wakaf.
Menambah pengetahuan tentang Hukum wakaf di Indonesia.
Manfaat PraktisDapat lebih mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis sekaligus untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu hukum, khususnya tentang wakaf.
Sebagai bahan pertimbangan dalam upaya pemecahan masalah pendaftaran dan pencegahan sengketa tanah wakaf.
Sistematika Penulisan HukumUntuk membahas penulisan hukum ini peneliti akan membahas dan menguraikan masalah yang dibagi dalam lima bab. Adapun maksud pembagian penulisan hukum ini ke dalam bab-bab adalah untuk menjelaskan dan menguraikan setiap masalah dengan baik.
BAB I Pendahuluan, yang terdiri dari alasan pemilihan judul yang menguraikan latar belakang dilakukannya penelitian tentang Peranan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dalam Pencegahan dan Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal, yang kemudian dilanjutkan dengan perumusan masalah yang bertujuan supaya penelitian ini tidak terjadi penyimpangan pengumpulan datadan kekaburan dalam pembahasan hasil penelitian. Pokok-pokok permasalahan yang akan diteliti adalah tentang faktor-yang menyebabkan terjadinya sengketa tanah wakaf dan bagaimana peran PPAIW dalam pencegahan dan penyelesaian sengketa Tanah Wakaf. Setelah perumusan masalah akan dijelaskan tentang tujuan penelitian dan manfaat penelitian, dan yang terakhir adalah sistematika penulisan skripsi ini bertujuan supaya penulisan hukum ini lebih terarah dan sistematis.
BAB II Tinjauan Pustaka, pada bab ini pembahasan yang dilakukan meliputi kaian teoritis mengenai hak milik meliputi: pengertian tanah wakaf meliputi pengertian dalam al-quran, hadist dan berdasarkan Undang-undang, pengertian syarat dan rukun wakaf, penertian macam-macam wakaf, pengetian tujuan wakaf, dan tata cara pendaftaran wakaf.
BAB III Metode Penelitian, bab ini berisikan mengenai metode penelitian dengan jelas dan terperinci. Metode penelitian dalam bab ini menjelaskan tentang metode pendekatan penelitian, spesifikasi penelitian, jenis dan metode pengumpulan data dan metode analisis data.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam bab ini akan diuraikan secara jelas dan lengkap mengenai hasil penelitian yang dilakukan serta akan disajikan data-data yang diperoleh pada saat pelaksanaan penelitian yang dilakukan melalui studi pustaka sesuai dengan pokok-pokok permasalahan yaitu : gambaran umum dari kecematan Rowosari Kaabupaten Kendal, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sengketa, mekanisme penyelesaian dan peran PPAIW dalam pencegahan agar tidak ada sengketa Tanah Wakaf.
BAB V Penutup, bab ini merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan keseluruhan hasil penelitian dan saran dari penulis yang bertujan untuk memberi masukan tentang pengetahuan pendaftaran tanah wakaf agar tidak terjadi suatu sengketa dan tugas dan wewenang Pajabat Pembuat Akta Irar Wakaf dalam melakukan sosialisasi terhadap masyarakat di Kecamatan Rowosari maupun instansi Pemerintah di seluruh Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Mengenai PerwakafanPengertian wakafMenurut bahasa, kata "waqaf" berasal dari bahasa Arab yang disalin ke dalam bahasa Indonesia menjadi wakaf, merupakan bentuk masdar atau kata jadian dari kata kerja "waqafa".Kata kerja atau fi'il "waqafa"ada kalanya memerlukan objek (lazim). Kata "waqaf" adalah sinonim atau identik dengan kata-kata "habs". Dengan demikian, kata "waqaf" dapat berarti berhenti dan menghentikan, dapat pula berarti menahan (habs). Wakaf berasal dari kata kerja waqafa (fi'il madhi) yaqifu (fi'il mudhari) waqfan (isim masdar) yang berarti berdiri atau berhenti.
Definisi wakaf secara etimologis atau lughat dengan substansi "menahan" artinya menahan harta dan memanfaatkan hasilnya di jalan Allah, atau ada juga yang memahami dengan substansi "menghentikan" yakni menghentikan pengambilan keuntungan olehsi wakifdan diberikan untuk jalan kebaikan sesuai tujuanwakaf. Di samping itu, kata menghentikan dapat pula dipahami dengan menghentikan segala aktifitas tindakan hukum yang pada mulanya diperbolehkan terhadap harta benda wakaf tersebut seperti menjual, mewariskan, menghibahkan, namun setelah dijadikan harta wakaf maka segala bentuk tindakan hukum tersebut terhenti dari si wakifdan hanya ditunjukkan untuk kepentingan agama semata.
Wakaf secara istilah syarak adalah menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya dan digunakan untuk kebaikan.Selain itu para ulama juga memberikan pengertian yang berbeda-beda mengenai wakaf. Adapun pendapat ulama dalam memberi rumusan, yaitu:
Umar Ibnu al-Khattab dalam fikihnya menyebutkan, wakaf adalah menahan asal harta dan menjalankan hasilnya;
Imam Taqiyuddin Abi Bakar lebih menekankan tujuannya, yaitu menahan atau menghentikan harta yang dapat diambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah;
Al-Kazimy al-Qazwiny mendefinisikan, hakikat wakaf adalah menahan sesuatu benda dan menjalankan manfaatnyadengan menggunakan kata"aku mewakafkan"atau"aku menahan".
Berbagai rumusan tentang definisi yang ditemukan dalam beberapa literatur lain seperti dikutip olehAhmad Rofiq, bersumberdari definisi Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Imam Muhammad Maula Muhammad Ali serta Naziruddin Rachman
Menurut jumhur ulama yang dimaksud dengan wakaf ialah memisahkan harta dari kepemilikan seseorang dengan menyedekahkan manfaatnya serta memindahkan kepemilikannya kepada Allah SWT.Adapun pengertian wakaf menurut Pasal 1 Ayat (1) PP No.28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik adalah:
"Perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya untuk selama-lamanyauntuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam".
Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 215 Ayat (1), dimaksudkan dengan wakaf ialah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.Dari beberapa pengertian wakaf di atas, dapat dipahami bahwa wakaf adalah:
Harta benda milik seorang atau kelompokorang,
Harta benda tersebut bersifat kekal zatnya, tidak habis apabila dipakai,
Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemiliknya,
Harta yang dilepas kepemilikannya tersebut, tidak bisa dihibahkan, diwariskan, atau diperjual belikan, dan
Manfaat dari harta tersebut untuk kepentingan umum sesuai dengan ajaran Islam.
Peraturan PemerintahNo. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, terdapat beberapa istilah dan pengertian yang dikemukakan sebagai pedoman awal bagi seseorang yang akan memahami keseluruhan isi PP tersebut. Istilah dan pengertian tersebut meliputi wakaf, wakif, nadzir, ikrar, benda wakaf, saksi, akta ikrar wakaf, dan akta pengganti ikrar wakaf. Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa wakaf merupakan salah satu ibadah kebendaan yang menahan harta sebagian benda miliknya yang dapat diambil pemanfaatanya tanpa musnah seketika dan melembagakanya sesuai dengan ajaran Islam untuk mendapatkan keridaan Allah SWT.
Dasar Hukum WakafAl-Quran
Di dalam Al-Quran memang tidak terdapat ayat yang secara rinci tentang wakaf. Meskipun demikian, bukan berarti tidak ada sama sekali ayat-ayat yang dapat dipahami dan mengacu pada hal tersebut. Ayat-ayat atau dalil yang mengacu pada wakaf, antara lain firman Allah Surat Ali Imran ayat 92 dan Surat Al-Baqarah ayat 267sebagai berikut:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Artinya:"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya." (Q.S. Ali Imran: 92)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Artinya:"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (Q.S. Al-Baqarah:267)
Dalam Al-Qur'an perintah wakaf tidak dijelaskan secara eksplesit, karena wakaf adalah salah satu bentuk kebijakan melalui harta benda, maka para ulama memahami bahwa ayat-ayat Al-Qur'an memerintahkan berbuat kebajikan dengan pemanfaatan harta benda, tercakup di dalam pengertian wakaf.
Ayat-ayat tersebut menunjukan tentang perintah untuk menginfakkan harta yang kita miliki dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT agar mendapatkan pahala dan kebaikan. Infaq sendiri dalam Islam berupa zakat, shadaqah, hibah dan wakaf.
Al-Hadist
Sumber hukum selanjutnya yaitu dari hadist Nabi, di antara hadist yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadist yang menceritakan tentang kisah Umar bin Khattab ketika memperoleh tanah di Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya. Hadist tentang hal ini secara lengkap adalah;
أَنْ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ أَصَابَ أَرْضًا بِخَيْبَرَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ فَمَا تَأْمُرُ بِهِ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ وَيُطْعِمَ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ (رواه البخاري 2532 ومسلم 3085)
Artinya: "Bahwa 'Umar bin Khattab menghadapi masalah tanah di Khaibar lalu menghadap kepada Nabi Saw mempertanyakan hal itu katanya: "Ya Rasulullah aku mendapatkan tanah di Khaibar tidak ada harta lain yang lebih berharga dari tanah itu, maka apa yang harus aku kerjakan? Beliau bersabda: "Jika kalian suka tahanlah tanahnya lalu sedekahkan hasilnya"
Kemudian 'Umar menyedekahkan hasilnya, tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, tidak diwariskan, tetapi hasilnya disedekahkan kepada para fakir miskin, kerabat dekat, budak, Sabilillah, Ibnu Sabil dan tamu. Tidak mengapalah orang yang mengelolanya untuk makan mengambil hasil dari tanah itu secara baik-baik, memberi makan tanpa ingin memilikinya"(HR Bukhari no.2532 dan Muslim no.3085).
Hadis ini diamalkan oleh ahli ilmu dari para sahabat Nabi SAW dan orang-orang selain mereka, apa yang dilakukan oleh Umar tersebut merupakan peristiwa perwakafan pertama dalam riwayat Islam.
Selain dasar dari Al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakatmenerima wakaf sebagai satu amal jariah yang diisyaratkan dalam Islam. Tidak ada orang yang menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi amalan yang senatiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum Muslimin sejak masa awal Islam hingga sekarang.
Perundang-Undangan
Di Indonesia sampai sekarang berbagai perangkat peraturan yang masih berlaku dan mengatur maslah perwakafan tanah milik. Seperti dimuat dalam buku himpunan peraturan perundang-undang perwakafan tanah diterbitkan oleh Departemen Agama RI, maka dapat dilakukan inventarisasi sebagai berikut:
UUNo.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-PokokAgraria. Pasal 49 ayat (1) memberi isyarat bahwa "Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur oleh Pemerintah".
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, yang secara khusus mengatur berbagai aspek urusan wakaf.
Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, yang berbentuk rincian penjabaran.
Peraturan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1978 Tanggal 23 Januari 1978, yang isinya bahwa memerintahkan kepada jajaran Instansi dibawahnya untuk membantu kelancaran pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, Tentang Pewakafan Tanah Milik.
Peraturan Menteri Agama dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1990 dan Nomor 24 Tahun 1990 yang isinya berbentuk Intruksi kepada Kepala Kantor wilayah Departemen Agama Propinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota dan Badan Pertanahan Kabupaten/Kota untuk mengadakan koordinasi sebaik-baiknya dalam penyelesaian sertifikat tanah wakaf.
Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Peraturan-peraturan di atas adalah ketentuan yang mengatur mengenai pelaksanaan wakaf. Ketentuan wakaf di Indonesia tidak hanya diatur secara agama, baik dalam Al-quran dan Al-hadist saja melainkan diatur dengan menggunakan hukum positif juga.
Syarat dan Rukun WakafSyarat Wakaf
Syarat adalah prosedur yang harus dilakukan sebelum terjadinya suatu hal atau kegiatan untuk menjamin berlangsungnya kegiatan tersebut. Sama halnya dengan pelaksanaan wakaf, syarat wakaf harus dipenuhi terlebih dahulu. Wakaf dinyatakan sah apabila telah syaratnya. Pelaksanaan wakaf di Indonesia, memiliki beberapa persyaratan. Syarat wakaf adalah:
Wakaf itu mesti berkekalan dan terus-menerus artinya tidak boleh dibatasidengan sesuatu jangka waktu.
Wakaf itu mesti dilakukan secara tunai, karena berwakaf berarti memindahkan hak milik pada waktu terjadi wakaf itu.
Hendaklah wakaf itu disebutkan dengan terang kepada siapa diwakafkan.
Obyek wakaf menurut hukum Islam adalah semua harta yang menjadi milik si wakif secara keseluruhan. Harta itu tidak dibatasi jenisnya apakah benda bergerak atau tidak bergerak. Dapat berupa tanah atau harta lainya yang bukan tanah. Asalkan kepimilikan secara mutlak adalah milik wakif.
Pelaksanaan hukum islam mengharuskan seseorang yang berwakaf tidak rumit dalam melakukanya atau prosedur yang harus dilaluli hanya sederhana, yaitu si wakif melakukan akad wakaf kepada nadzhir dengan disaksikan minimal oleh dua orang saksi yang adil, akad wakaf hanya bisa dilakukan dengan lisan.
Apabila wakaf telah dilakukan dengan benar memenuhi rukun dan syarat wakaf, maka wakaf menjadi sah. Akibat hukumnya benda wakaf akan beralih fungsinya untuk kepentingan Allah SWT atau untuk ibadah. Tidak dibatasi jenis hartanya, sehingga apapun harta yang dimiliki oleh wakif secara kesuruhan dapat diwakafkan.
Rukun Wakaf
Berbeda dengan syarat, rukun adalah ketentuan yang mengatur jalannya suatu hal, dalam pembahasan ini adalah wakaf. Wakaf dilaksanakan teratur dan berurutan seusai dengan rukun perwakafan itu sendiri. Sesuai dengan fiqh islam, maka dalam perspektif Kompilasi Hukum Islam untuk adanya wakaf harus dipenuhi 4 (empat) rukun atau unsur dari wakaf tanah milik tersebut, yaitu:
Ada orang yang berwakaf (wakif).
Peraturan pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dalam ketentuan pasal 3 ayat (1) dinyatakan, bahwa yang dapat menjadi wakif adalah orang yang memberikan harta miliknya untuk wakaf, perbuatan wakaf pada hakikatnya adalah tindakan tabarru' (mendermakan harta benda), oleh sebab itu ada beberapa syarat bagi seorang wakif dalam melakukan tindakan Artinya, telah dewasa, sehat akalnya, tidak terhalang oleh hukum untuk melakukan hukum, atas kehendak sendiri, tanpa paksaan dari orang lain, memperhatikan peraturan perundang-undangan.
Ada sesuatu harta yang diwakafkan (mauquf).
Syarat-syarat harta benda yang diwakafkan yang harus dipenuhi adalah sebagi berikut:
Harta wakaf diisyaratkan harta yang mempunyai nilai dan dapatdimanfaatkan untuk jangka panjang, tidak sekali pakai. Hal inikarena watak wakaf yang lebih mementingkan manfaat bendatersebut.
Benda wakaf dapat berupa milik kelompok atau badan hukum (almasya')
Hak milik wakif yang jelas batas-batas kepemilikannya. Selain itu benda wakaf merupakan benda milik yang bebas segala pembebanan ikatan, sitaan dan sengketa.
Benda wakaf itu dapat dimiliki dan dipndahkan kepemilikannya.
Benda wakaf dapat dialihkan hanya jika jelas-jelas untuk maslahat yang lebih besar.
Benda wakaf tidak dapat diperjualbelikan, dihibahkan atau diwariskan.
Syarat-syarat benda wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam harus merupakan benda milik yang bebas segala pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa Pasal 217 ayat (3). Dalam Pasal 215 ayat (4) dikemukakan "benda wakaf adalah segala benda baik bergerak atau tidak bergerak yang memiliki daya tahan yang tidak haya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam. Syarat lainnya adalah benda yang diwakafkan harus jelas wujudnya dan pasti batas-batasnya, syarat ini dimaksudkan untuk menghindari perselisihan dan permasalahan yang mungkin terjadi di kemudian hari setelah harta tersebut diwakafkan, sedangkan orang yang menerima wakaf (maukuf alaih) berlaku beberapa ketentuan, yaitu: Orang yang ahli memiliki, seperti syarat bagi orang yang berwakaf (wakif). Artinya ia berakal (tidak gila), baligh, tidak mubazir (boros). Hendaklah diterangkan dengan jelas kepada siapa suatu benda diwakafkan. Orang tersbut harus ada pada waktu terjadi wakaf. Karena itu tidak sah mewakafkan suatu benda untuk anak yang belum lahir. Dan tidak sah kalau seorang berkata misalnya: "Saya wakafkan rumah ini", karena tidak terang kepada siapa diwakafkannya. Sedangkan Imam Malik berpendapat sah saja.
Ada tempat kemana diwakafkan harta itu (al mauquf alaihi)
Seorang wakif seharusnya menentukan tujuan untuk mewakafkan harta benda miliknya. Apakah hartanya wakafkan itu untuk menolong keluarganya sendiri, untuk fakir miskin, ibn sabil dan lain-lain, atau diwakafkanya untuk kepentingan umum. Yang jelas, syarat dari tujuan wakaf adalah untuk kebaikan, mencari keridhaan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Sighatatau ikrar/pernyataan wakaf
Lafaz atau sigat ialah pernyataan penyerahan wakaf dari tangan wakif kepada orang atau Simaukufalaihi (tempat berwakaf) yang dilahirkan Ikrar atau pernyataan wakaf untuk mewakafkan tanah benda miliknya (ps. 215 (3) KHI jo. Ps. 1 (3) PP. No. 28/ 1977).
Dalam Pasal 218 Kompilasi Hukum Islam pernyataan wakaf harus dinyatakan dengan tegas oleh wakif kepada nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) baik secara tulisan maupun secara lisan, menggunakan "aku mewakafkan" atau "aku menahan" kalimat semakna lainnya. Dengan pernyataan wakif itu, maka gugurlah hak wakif. Selanjutnya, benda itu menjadi milik mutlak Allah yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum yang menjadi tujuan wakaf. Oleh karena itu, benda yang telah di ikrarkan wakafnya, tidak bisa dihibahkan, diperjual belikan, maupun diwariskan.
Ikrar wakaf adalah tindakan hukum yang bersifat deklaratif (sepihak), untuk itu tidak diperlukan adanya kabul (penerimaan) dari orang yang menikmati manfaat wakaf tersebut. Namun demikian, demi tertib hukum, dan administrasi, guna menghindari penyalah gunaan benda wakaf pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang secara organik mengatur perwakafan.
Penerima Wakaf / Nadziratau pengelola wakaf
Pada umumnya di dalam kitab-kitab fikih tidak mencantumkan nadzirwakaf sebagai salah satu rukun wakaf. Ini dapat dimengerti, karena wakaf adalah ibadah tabarru, namun demikian memperhatikan tujuan wakaf yang ingin melestarikan manfaat dari benda wakaf, maka kehadiran nadzir sangat diperlukan.
Syarat dan rukun wakaf tersebut merupakan hal yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang ingin mewakafkan (wakif) ke nadzir untuk keperluan atau kepentingan manusia secara umum, dengan adanya syarat tersebut maka seorang wakif dapat mengetahui apa yang dipersiapkan dan dilaksanakan disaat melakukan ibadah wakaf tersebut.
Perbedaaan dalam syarat dan rukun wakaf yaitu syarat sebelum dilaksanakannya prosesi perwakafan, sedangkan rukun wakaf pada saat menjalankan prosesi perwakafan. Dalam UUW, rukun dan syarat wakaf memang tidak dirinci sebagaimana dalam fiqih sekalipun demikian tidak berarti karena itu Undang-Undang tersebut kurang memperhatikan keabsahan pelaksanaan wakaf dari aspek syariat. Sebab dalam Undang-Undang tersebut ditegaskan bahwa: "Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syariah". Dengan demikian Undang-Undang tetap memberikan kewenangan terhadap syariat Islam untuk menilai keabsahan pelaksanaan wakaf, termasuk dalam hal syarat dan rukun wakaf tersebut.
Macam-macam WakafMacam-macam wakaf dibagi menjadi dua yaitu wakaf keluarga / wakaf ahli yang disebut juga wakaf khusus serta wakaf umum yang disebut juga wakaf Kairi.
Wakaf keluarga / wakaf ahli
Wakaf yang khusus diperuntukan bagi orang-orang tertentu seorang atau lebih baik ia keluarga wakif maupun orang lain. Dibeberapa Negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim apabila tanah berupa tanah pertanian, maksud semula dari pelaksanaan wakaf sama dengan wakaf umum yaitu demi kemaslhatan orang lain kemudian terjadi penyalahgunaan. Penyalahgunaan yang dimaksud antara lain:
Mewujudkan harta wakaf sebgai alat-alat untuk menghindari pemecahan harta kekayaan pada ahli waris yang berhak menerimanya
Wakaf keluarga tersebut dijadikan sebagai alat untuk mengeluarkan ketentuan kreditor terhadap hutang-hutang oleh seseorang sebelum mewakafkan tanahnya. Karena banyak penyalahgunaan dan tujuan wakaf ini, maka dikemudian hari wakaf keluarga ini dibatasi dan bahkandihapuskan (di Mesir pada tahun 1952).
Wakaf umum / Wakaf khairi
Wakaf yang diperuntukan bagi kepentingan / kemaslahatan umum. Wakaf ini jelas sifatnya sebagai lembaga keagamaan / lembaga sosial dalam bentuk masjid, madrasah, pesantren, asrama, rumah sakit, rumah yatim piatu dan sebagainya. Wakaf inilah yang paling sesuai dengan ajaran Islam dan dengan contoh wakaf yang telah dilaksanakan oleh para kaum salfin / golongan para sahabat ulama, wakaf ini dianjurkan untuk dilaksanakan karena manfaat yang sangat besar bagi kepentingan umum dan bagi kepentingan wakif karena pahala dari wakaf yang terus mengalir sekalipun wakif telah meninggal.
Jadi dalam Islam macam wakaf yang sangat dianjurkan adalah wakaf umum atau wakaf khairi, karenawakaf ini merupakan salah satu cara yang baik untuk pemanfaatan harta dijalan Allah SWT. Dengan demikian, benda wakaf tersebut benar-benar terasa manfaatnya untuk kepentingan kemanusiaan (umum), tidak hanya untuk keluarga atau kerabat yang terbatas.
Tujuan WakafPelaksanaan atau kegiatan perwakafan mempunyai beberapa tujuan. Dalam melaksanakan wakaf, tujuan dari wakafharuslah jelas misalnya:
Untuk kepentingan umum seperti sekolah, masjid, rumah sakit, dan sebagainya.
Untuk menolong fakir miskin, orang-orang yang terlantar.
Untuk kepentingan anggota keluarga sendiri
Perlu dikemukakan bahwasanya tujuan dari wakaf adalah untuk mendapatkan keridhoan Allah SWT. Dalam rangka beribadah kepadaNya. Wakaf sebagaimana halnya dengan zakat termasuk kedalam ibadah amaliyah berbentuk sodaqoh jariyah yaitu amalan yang pahalanya teus mengalir bagi pelakunya, sehubungan dengan sifat wakaf yang demikian maka wakaf harus memiliki tujuan tidak bertentangan dengan kaidah ajaran agama Islam.
Tujuan wakaf tersebut memanfaatkan benda wakaf sesuai dengan fungsinya, dapat dipelihara atau dirawat sebagaimana mestinya dan mewujudkan suatu potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan diatas dan untuk kesejahteraan umum.
Tata cara Pendaftaran Tanah WakafPemerintah Nomor 28 tahun 1977 Tentang Pendaftaran Wakaf Tanah tetap mengikuti prosedur dan aturan yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan cara pendaftaran tanah wakaf ke Badan Pertanahan Nasional melalui PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf) kecamatan setempat. Tata cara pendaftaran mereka berdasarkan pada:
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 pada bab III bagian pertama "Tatacara perwakafan tanah milik" Pasal 9.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1977 Tentang "Tata cara Pendaftaran Tanah Mengenai Perwakafan Tanah Milik"Pasal 1:
"Tanah yang diwakafkan harus merupakan tanah hak milik atau tanah milikyang baik seluruhnya maupun sebagian harus bebas dari beban ikatan, jaminan, sitaan,dan sengketa, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah."
Pihak yang mewakafkan tanahnya datang menghadap Pejabat Pembuat Akta IkrarWakaf (PPAIW) untuk melaksanakan ikrar wakafIsi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama. Pelaksanaan ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf dianggap sah apabila disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Dokumen yang harus dibawa dan diserahkan oleh wakif kepada Peabat Pembuat Akta IKrar Wakaf (PPAIW) pada saat melaksanakn ikrar adalah:
Sertipikat Hak Milik atau Tanda Pemilikan Tanah.
Surat Keterangan dari Lurah atau Kepala Desa yang diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut suatu sengketa
Surat Keterangan Pendaftaran Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendahtaran Tanah
Izin dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kota setempat.
Persyaratan pendaftaran tanah wakaf:Persyaratan Obyeknya:
Jenis hak yang dapat diwakafkan:
Hak Milik (terdaftar / belum)
Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakaidiatas Tanah Negara
Hak Guna Bangunan, Hak Pakai diatas Hak Pengelolaan Lahan, Hak Milik (waib ijin tertulis dari pemegang Hak pengelolaan Lahan atau Hak Milik)
Hak Milik Sarusun tanah NEGARA
Tanah Wajib Dimiliki atau dikuasai wakif secara sah, bebas dari sitaan, perkara, sengketa, dan tidak diaminkan.
Prosedur atau tatacara pendaftaran wakaf haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, agar tidak menimbulkan kekacauan yang dapat terjadi nanti dikemudian hari. Dengan adanya keteraturan dalam pendaftaran wakaf maka dapat memudahkan akses dalam perwakafan itu sendiri
Tinjauan Umum Mengenai Peranan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW)Pengertian PerananPeranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan yaitu seorang yang melaksankan hak-hak dan kewajibnya. Artinya, apabila seseorang melaksanakan kewajibanya sesuai dengan kedudukanya, maka dia telah menjalankan peranan. Suatu peranan paling tidak mencakup tiga hal berikut:
Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.
Peranan merupakan suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
Peranan juga dapat dikatakan perilaku individu yang penting bagi struktur sosial.
Peranan yang melekat pada diri seseorang dibedakan dengan posisi dalam pergaulan masyarakat. Posisi seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang menunjukan tempat individu dalam masyarakat. Peranan lebih menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses, jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan. Begitu pula dengan peranan PPAIW.
Peranan yang dijalankan oleh PPAIW menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri, dan sebagai suatu proses, jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan sebagai pejabat pembuat akta ikrar wakaf.
Pengertian PPAIWPejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf atau disingkat PPAIW menurut ketentuan umum Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia untuk membuat Akta Ikrar Wakaf. Yang dimaksud dengan pejabat disini adalah orang yang diberikan tugas dan kewenanganya yang sah menurut hukum untuk membuat AIW. Sedangkan AIW adalah bukti pernyataankehendak Wakif untuk mewakafkan harta benda miliknya guna dikelola Nadzir (pengelola wakaf) sesuai dengan peruntukan harta benda wakaf yang dituangkan dalam bentuk "akta".
Akta Ikrar Wakaf (AIW) termasuk dalam kategori akta otentik karena dibuat oleh pejabat yang berwenang yang ditunjuk oleh Menteri Agama, baik dari unsur Kepala KUA maupun Notaris yang telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf yaitu:
PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah adalah KUA atau pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf.
PPAIW harta benda bergerak selain uang adalah Kepala KUA atau pejabat lain yang ditunjuk Menteri.
PPAIW harta benda wakaf bergerak berupa uang adalah Pejabat Lembaga Keuangan Syari'ah paling rendah setingkat Kepala Seksi LKS yang ditunjuk Menteri.
Persyaratan Notaris sebagaiPPAIW ditetapkan oleh Menteri.
Penjelasan Pasal tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud "Pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf dalam Pasal ini adalah pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi. Sedangkan yang dimaksud itu adalah pejabat yang menyelenggarakan wakaf atau Notaris yang ditunjuk oleh Menteri.
Dengan demikian, yang dapat menjadi PPAIW adalah seseorang yang diberikan tugas dan kewenanganya yang sah menurut hukum untuk membuat AIW juga telah diberikan penggolongan urusan menurut jenis benda wakaf yang dapat ditanganinya, dan ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi dalam urusannya, dalam hal ini adalah Menteri Agama Republik Indonesia.
Tugas PPAIWPejabat Pembuat Akta Ikra Wakaf bertugas meneliti kehendak si wakif yang akan mewakafkan, meneliti dan mengesahkan nadzir atau anggota nadzir yang baru sebagai nadzir, meneliti saksi ikrar wakaf, menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf, membuat Akta Ikrar Wakaf, menyampaikan Akta Ikrar Wakaf, menyelenggarakan Daftar Akta Ikrar Wakaf, menyampaikan dan memelihara Akta dan Daftarnya, mengurus pendaftaran perwakafan. Dari penjabaran tidak langsung yang disebutkan dalam peraturan perundang-undangan wakaf di atas, maka tugas PPAIW dapat dijabarkan sebagai berikut:
Sebelum pelaksanaan ikrar wakaf dari calon wakif, PPAIW harus dapat memastikan terbentuknya Majlis Ikrar Wakaf yang terdiri dari Wakif, Nadzir, mauquf alaih, dua orang saksi, dan PPAIW itu sendiri.
Meneliti kelengkapan persyaratan administrasi perwakafan dan keadaan fisik benda wakaf.
Menyaksikan pelaksanaan ikrar Wakaf (pernyataan kehendak Wakif) di hadapan Majlis Ikrar Wakaf.
Mengesahkan AIW yang telah ditandatangani oleh Wakif, Nadzir, 2 (dua) orang saksi, dan/atau Mauquf alaih.
Membuat berita acara serah terima harta benda wakaf dari Wakif kepada Nadzir beserta penjelasan tentang keadaan serta rincian harta benda wakaf yang ditandatangani oleh Wakif dan Nadzir.
Mengesahkan Nadzir,baik perseorangan, badan hukum, maupun organisasi.
Menyampaikan salinan AIW kepada : Wakif, Nadzir,Mauquf alaih, Kantor pertahanan kabupaten/kota dalam hal benda wakaf berupa tanah dan instansi bewenang lainnya dalam hal benda wakaf berupa benda tidak bergerak selain tanah atau benda bergerak selain uang.
Membuat Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf (APAIW) berdasarkan permohonan masyarakat atau saksi yang mengetahui keberadaan benda wakaf, atau pihak yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
Atas nama Nazhir, PPAIW wajib menyampaikan APAIW beserta dokumen pelengkap lainnya kepada kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat dalam rangka pendaftaran wakaf tanah yang bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penandatanganan APAIW.
Penyerahan kelengkapan adminstrasi pelaksanaan wakaf kepada Badan Pertanahan Kabupaten/Kota dan instansi terkait bertujuan untuk mengurus diterbitkannya sertifikat wakaf atas benda dimaksud yang menjadi otoritas Badan Pertanahan Kabupaten/Kota dan/atau instansi terkait.
PPAIW atas nama Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) wajib mendaftar Nadzir di lingkup wilayah tugasnya.
Memproses penggantian Nadzir lama yang berhenti karena kedudukannya yang disebabkan meninggal dunia, berhalangan tetap, mengundurkan diri, atau diberhentikan oleh BWI.
Menginvestasi data tanah wakaf, baik yang sudah bersertifikat maupun masih dalam proses.
Ikut membantu penyelesaian bila terjadi masalah yang berkaitan dengan pensertifikatan tanah wakaf.
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) bertugas menjalankan seluruh ketentuan mengenai tugasnya yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelaksanaan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik seperti yang telah dijabarkan di atas.
Tugas PPAIW Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal, secara garis besar telah terlaksana, namun dalam penyelesaian sengketa wakaf ini, peranan PPAIW adalah Ikut membantu penyelesaian bila terjadi masalah yang berkaitan dengan pensertifikatan tanah wakaf. Dalam hal ini PPAIW di Kecamatan Rowosari menjadi fasilitator dan mediator antara ahli waris dan nadzir dalam upaya penyelesaian sengketa wakaf dengan cara musyawarah mufakat. Agar tidak terjadi kembali sengketa tanah wakaf, setelah berakhirnya penyelesaian sengketa baik melalui pengadilan maupun melalui musyawarah mufakat, baiknya PPAIW menghimbau nadzir agar sesegera mungkin mencatatkan tanah wakaf tersebut kepada PPAIW agar tanah tersebut sah dan dapatmemperolah AIW, kemudian dapat diterbitkan sertifikat wakaf atas benda yang menjadi otoritas Badan Pertanahan Kabupaten/Kota dan/atau instansi terkait.
Kewenangan PPAIWKemudian dalam terminologi hukum, wewenang seorang pejabat seperti PPAIW, melekat pada peran dan tugasnya sebagai manifestasi dalam menjalankan dan mengoptimalkan fungsinya. Sebagaimana tugas PPAIW, Peraturan perundang-undangan wakaf juga tidak secara rinci menyebut tentang wewenangnya secara langsung. Namun, wewenangnya dapat digali dari beberapa klausul yang menyangkut peraturan tentang PPAIW. Beberapa wewenang PPAIW dapat dijabarkan sebagai berikut:
Memeriksa keabsahan administrasi sebagai persyaratan dilaksanankan Ikrar Wakaf dan penerbitan Akta Ikrar Wakaf, meliputi kepemilikan harta benda yang akan diwakafkan, identitas calon Wakif, Nadzir, dan saksi-saksi, serta hal-hal lain yang diangggap perlu.
Menolak pelaksanaan ikrar wakaf yang akan dilaksanakan oleh Wakif jika persyaratan administrasi dan ketentuan hukumnya belum terpenuhi sebagaimana peraturan perundangan yang berlaku, seperti harta benda yang akan diwakafkan masih menjadi sengketa.
Memberikan masukan atau etensi kepada calon Wakif, Nadzir, dan calon saksi-saksi pada saat pelaksanaan Ikrar Wakaf dalam rangka untuk memenuhi persyaratan dan perbaikan wakaf, baik menyangkut rencana pengelolaan maupun peruntukannya (Mauquf alaih) agar lebih memberi manfaat untuk kebajikan umum.
PPAIW (sebagai Kepala) berhak mengusulkan penggantian Nadzir, baik atas inisiatif sendiri atau usul Wakif atau ahli warisnya apabila Nadzir dalam jangka waktu 1 tahun sejak AIW dibuat tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.
Memediasi jika terjadi konflik antara Nadzir dengan anggota Nadzir lainnya, antara Nadzir dengan Wakif, antara Nadzir dengan masyarakat atau pihak-pihak lain terkait.
Wewenang dari Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa tanah wakaf di Desa Randusari Kecamatan Rowosari Kabupaten kendal yaitu PPAIW memediasi jika terjadi konflik antara Nadzir dengan anggota Nadzir lainnya, antara Nadzir dengan Wakif, antara Nadzir dengan masyarakat atau pihak-pihak lain terkait.
Pihak yang terkait dalam kasus penyelesaian sengketa tanah wakaf ini adalah ahli waris dari wakif yang posisinya berada pada warga atau masyarakat di Desa Randusari Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal. Warga ini adalah ahli waris dari pewakif yang mana pewakif ini telah terlebih dahulu meninggal. Atas inisiatifnya berusaha mengklaim kembali tanah yang telah diwakafkan untuk menjadi miliknya. Karena penyelesaian sengketa wakaf ini menggunakan musyawarah mufakat yang melibatkan perangkat desa, yaitu Kepala Desa Randusari, maka keterlibatan PPAIW adalah sebagai mediator dan fasilitator musyawarah sesuai dengan salah satu kewenangan PPAIW tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada penulisan hukum diperlukan suatu penelitian, yang manadengan penelitian tersebut diharapkan akan memperolah data-data yang akurat sebagai pemecahan permasalahan atau jawaban atas pertanyaan tertentu.Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah yang ada kaitannya dengananalisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis berarti berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka.
Metode PendekatanPada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu pendekatan yang dimaksud untuk menjelaskan masalah yang diteliti dengan hasil penelitian yang diperoleh dalam kaitannya dengan peraturan hukum dan melihat kehidupan dan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat atau dalam kenyataan. Dalam penelitian ini yang penulis cari adalah faktor yang menjadikan penyebab sengketa tanah wakaf, mekanisme pencegahan dan penyelesaian, dan juga peran Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dalam mencegah dan menyelesaikan terjadinya sengketa tanah wakaf di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal.
Spesifikasi PenelitianPada penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif, yaitu untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia keadaan atau gejala lainnya. Metode deskriptif ini di maksudkan untuk memperoleh gambaran yang baik, jelas dan dapat memberikan data seteliti mungkin tentang obyek yang diteliti. Dalam hal ini untuk mendeskripsikan peranan PPAIW dalam menyelesaikan sengketa wakaf.
Metode Penentuan SampelPada penelitian ini, digunakan teknik sampling yang bersifat purposivesampling atau sampling bertujuan. Purposive sampling merupakanpengambilan sampel yang bersifat acak, di mana sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sedangkan pertimbangan yang diambil itu berdasarkan tujuan penelitian.
Menurut Lexy J. Moleong, maksud dari purposive sampling adalah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya (construction). Dengan demikian tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya dikembangkan ke dalam generalisasi, dengan demikian purposive sampling bermaksud untuk menggali informasi sedalam mungkin dari para responden yang telah dipilih untuk mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Responden dalam penelitian ini adalah ketua PPAIW atau KUA Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal, maka dalam penelitian ini digunakan metode purposive sampling dengan alasan obyek penelitian yang lebih kecil mempunyai kemungkinan untuk mengumpulkan data yang lebih terperinci dan lebih tepat, sehingga dapat memperoleh kedalaman data.
Metode Pengumpulan DataData yang diperlukan dalam peneltian ini diperoleh melalui studi kepustakaan, disebut data sekunder. Dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan, difokuskan pada pokok-pokok permasalahan yang ada sehingga dalam penelitian ini tidak terjadi penyimpangan dalam pembahasan.
Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang terdapat pada buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar dan sumber lain yang terkait dengan permasalahan yang diambil.
Melalui studi kepustakaan ini dimaksudkan untuk mencari teori-teori, konsepsi-konsepsi, pendapat para ahli hukum maupun disiplin ilmu yang lain sebagai landasan analitis terhadap pokok permasalahan yang akan dibahas. Studi kepustakaan juga diarahkan untuk menganalisis peraturan-peraturan hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Adapun studi kepustakaan yang dimaksud dapat berupa data sekunder di bidang hukum dan bidang ilmu lainnya dengan dilihat dari sudut kekuatan mengikatnya.
Data Primer
Data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari objek yang diteliti. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain wawancara, yakni melalui kontak atau hubungan pribadi antara pengumpul data (pewawancara) dengan sumber data (responden). Responden tersebut adalah pihak-pihak yang terkait atau mengetahui masalah Peranan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) Dalam Pencegahan dan Penyelesaian Tanah Wakaf di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan data primer. Data sekunder terdiri dari:
Bahan-bahan hukum primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas, terdiri dari Peraturan Perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan. Meliputi:
Undang-Undang Pokok Agraria, UU No. 5 Tahun 1960
Undang-UndangNomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Kompilasi Hukum Islam Inpres No. 1 Tahun 1991
Bahan-bahan hukum sekunder
Bahan-bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan yang erat hubunganya dengan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan memahami bahan hukum primer meliputi:
Buku-buku yang membahas tentang hukum agraria, hukum pertanahan. Masalahtentang hukum perwakafan.
Buku-buku yang membahas mengenai penyelesaian dan pencegahan sengketa tanah wakaf.
Hasil karya ilmiah para sarjana tentang hukum agraria dan perwakafan tanah di Indonesia.
Bahan Hukum Terier
Bahan hukum tersier yaitu yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan hukum sekunder yaitu:
Kamus Hukum
Artikel-artikeldan tulisan atau pendapat hukum dari sarjana yang dimuat di media internet.
Metode Analisis DataMetode yang digunakan adalah menganalisis dan mengolah data-data yang terkumpul adalah analisis kualitatif. Maksud dari penggunaan metode tersebut adalah memberi gambaran terhadap permasalahan yang ada berdasarkan pada pendekatan yuridis empiris.
Sebagai cara untuk menguraikan dari hasil penelitian yang telah terkumpul, akan dipergunakan metode analis kualitatif. Kualitatif yang dimaksudkan data yang diperoleh dijabarkan dalam uraian yang tersusun secara sistematis dengan cara deduktif-induktif.
Suatu analisa kualitatif pada hakikatnya menekankan pada metode deduktif sebagai pegangan utama dan metode induktif sebagai tata kerja penunjang analisis kualitatif terutama menggunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai dasar penelitianya.
Data-data yang telah dianalisa secara kualitatif yang dalam hal ini, hubungan antara teori yang didapat dari studi kepustakaan akan dianalisa dan dikaji kemudian disistematiskan menjadi analisa yang disusun dalam bentuk penulisan hukum.
Pada metode-metode ini data-data yang diperoleh yaitu, data sekunder, akan diinvetarisasi dan disitematiskan dalam uraian yang bersifat deskriptif analisis. Setelah dilakukan proses inventarisasi dan penyusunan data secara sistematis maka langkah selanjutnya ialah ialah menganalisa data-data tersebut.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Letak Geografis dan Administratif Kecamatan Rowosari Kabupaten KendalKecamatan Rowosari merupakan Kecamatan yang terletak pada Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah yang memiliki luas wilayahnya 32.61 km², dan memiliki 16 Desa yaitu: Tambaksari, Tanungsari, Parakan, Wonotenggang, Randusari, Karangsari, Tanjunganom, Sendangdawuhan, Pojoksari, Kebonsari, Bulak Gebanganom, Rowosari, Jatipurwo, Gempolsewu, Sendang sikucing. Batas geografis wilayah Kecamatan Rowosari adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara: Laut Jawa
Sebelah Selatan: Kecamatan Weleri
Sebelah Barat: Kabupaten Batang, Kecamatan Gringsing
Sebelah Timur: Kecamatan Kangkung
Masyarakat kecamatan Rowosari aspek sosiologisnya masih kental dengan budaya komunal, yaitu tenggang rasa, gotong-royong, dan mengedepankan kepentingan umum atas kepentingan pribadi, masih memegang teguh prinsip musyawarah mufakat dan prinsip kekeluargaan dalam setiap penyelesaian permasalahan yang timbul. Suasana religius yang masih kental juga mempengaruhi cara penyelesaian permasalahan yang cenderung halus. Permasalahan yang salah satunya dijumpai di tengah-tengah masyarakat kecamatan Rowosari adalah permasalahan perwakafan.
Sebagai penganut Islam yang taat, sudah banyak warga kecamatan Rowosari yang menggunakan harta bendanya untuk kemaslahatan masyarakat dan juga kepentingan agama. Salah satunya adalah dengan cara perwakafan. Perwakafan telah lama digunakan oleh warga kecamatan Rowosari untuk kepentingan keagamaan. Namun minimnya kesadaran hukum warga Rowosari kerap menimbulkan sengketa dengan mempermasalahkan hak kepemilikan atas benda wakaf yang mayoritas adalah tanah.
Prosedur perwakafan yang diabaikan menimbulkan polemik denganmenyeret pihak-pihak ahli waris yang umumnya tidak mengetahui perihal perwakafan karena tidak adanya akta atau dokumen karena tidak ada prosesi ikrar mengenai benda wakaf. Hal tersebut menjadi salah satu faktor yang dapat menimbulkan sengketa-sengketa perwakafan yang semestinya dapat dihindari.
Analisis Terhadap Faktor Faktor yang Menyebabkan Teradinya Sengketa Wakaf di Kecamatan Rowosari Kabupaten KendalMenurut Peraturan Pemerintahan Nomor 28 Tahun 1997 Tentang Perwakafan Tanah Milik, di dalam Peraturan tersebut masih menganut prinsip Al-Qur'an dan Sunah Rosul. Sebelum dikeluarkan Peraturan Pemerintah tersebut, keadaan tanah wakaf belum atau tidak diketahui jumlahnya, bentuknya, penggunaanya, dan pengelolaanya disebabkan tidak ada ketentuan administrasi yang mengatur. Tujuan utama peraturan ini adalah menjadikan tanah wakaf sebagai lembaga keagamaan yang dapat digunakan sarana dalam pengembangan kehidupan keagamaan, khususnya bagi umat yang beragama Islam.
Wakaf sangat dibutuhkan sebagai sarana dakwah dan pendidikan Islam, baik untuk ibadah mahdhoh, yaitu yang berhubungan ibadah-ibadah khusus (masid, mushola, dan lain-lain), untuk ibadah 'ammah yang berhubungan dengan masyarakat. Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UUW, mengatur perwakafan yang telah menjadi sebuah kekuatan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya umat muslim di Indonesia dalam mensejahterakan masyarakat melalui wakaf.
Adapun Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sengketa tanah wakaf di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal.
Kurangnya atau terbatasnya Pengetahuan masyarakat terhadap wakaf.
Masyarakat di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal belum banyak mengenal eksistensi wakaf, secara funsional, wakaf itu dapat menjadi solusi bagi umat manusia dalam memberikan pelayanan dan fasilitas ruang publik yang semakin sempit, dengan begitu pemahaman wakaf perlu disosialisasikan agar wakaf tidak dipandang remeh dan hanya bersifat ibadah keagamaan saja, sehingga akan tahu betapa besarnya manfaat perwakafan yang sebenarnya, bukan malah keributan dan sengketa yang dialami karena belum tahunya masyarakat mengenai perwakafan itu sendiri.
Banyak orang yang berpikir lebih mengutamakan keuntungan pribadi, daripada orang lain atau agama.
Wakaf merupakan alat untuk mensejahterakan umat dengan pedoman Al Qur'an dan Hadits, pengetahuan orang untuk berfikir dan memikirkan nasib sesamanya, khususnya mereka yang kurang mampu dan berfikir untuk kepentingan bersama, menjadikan wakaf dapat mengubah cara berfikir seseorang untuk berbuat sosial dan beramal, melihat kondisi perekenomian di Indonesia pada saat ini tentunya sangat membantu demi terwujudnya negara yang sejahtera.
Tidak hanya itu, perlunya kesadaran masyarakat sangat dibutuhkan dan dalam hal ini semua aparat dan pejabat pemerintah baik swasta maupun milik negara, dapat memberikan motivasi tentang kesadaran berwakaf. Lifestyle yang secara etimologi adalah gaya hidup. Sedangkan dari sudut terminologi, lifestyle ialah perilaku yang dijalani seseorang dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam menggunakan harta dan mengalokasikan waktunya. Lifestyle atau gaya hidup seseorang berhubungan erat dengan konsep dan pandangan hidup yang dianut. Oleh karena itu, lifestyle ini lazimnya merupakan perwujudan dari pandangan hidup (way of life) seseorang. Bagi seorang Muslim, lifestyle-nya tentu disandarkan pada keyakinan agama, yaitu Islam. Dalam Islam, sebagaimana dikemukakan di atas, ada ajaran ibadah yang diyakini sangat bermanfaat untuk menjalin hubungan dengan Allah SWT dan sekaligus merajut hubungan dengan sesama manusia. Hubungan itu dalam bentuk ibadah yang disebut dengan ibadah wakaf. Wakaf sangat ideal dijadikan sebagai gaya hidup seorang Muslim. Sebab, wakaf dapat menambah harta (kuantitas dan kualitas) dan pahala kepada orang yang mengamalkannya. Sedangkan secara psikologi, berwakaf memberikan pengaruh positif kepada orang yang berwakaf. Sebab apabila wakaf dijadikan sebagai lifestyle, ia akan mendorong lahirnya etos kerja.
Kurangnya kepedulian dari pemerintah terhadap masyarakat, ulama dan PPAIW.
Secara sistem dan pelembagaan wakaf sudah cukup baik, hanya saja komunikasi yang terjadi antara pemerintah dan ulama dinilai kurang maksimal, tetapi tidak menutup kemungkinan pemerintah juga turut berperan serta dalam pensertifikasian wakaf sendiri, sehingga tidak ada kisruh sengketa tanah wakaf oleh masyarakat dikemudian hari.
Sistem administrasi yang kurang baik dalam mengelola obyek wakaf.
Sampai saat ini pengelolaan dan manajemen wakaf di Indonesia masih kurang maksimal. Sebagai akibatnya cukup banyak harta wakaf terlantar dalam pengelolaannya, bahkan ada harta wakaf yang hilang. Salah satu penyebabnya adalah umat Islam pada umumnya hanya mewakafkan tanah dan bangunan sekolah, dalam hal ini wakif kurang memikirkan biaya operasional sekolah, dan nazhirnya kurang profesional. Oleh karena itu, kajian mengenai manajemen pengelolaan wakaf sangat penting. Kurang berperannya wakaf dalam memberdayakan ekonomi umat di Indonesia karena wakaf tidak dikelola secara produktif. Untuk mengatasi masalah ini, wakaf harus dikelola secara produktif dengan menggunakan manajemen modern. Untuk mengelola wakaf secara produktif, ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebelumnya. Selain memahami konsepsi fikih wakaf dan peraturan perundang-undangan, nazhir harus profesional dalam mengembangkan harta yang dikelolanya, apalagi jika harta wakaf tersebut berupa uang. Di samping itu, untuk mengembangkan wakaf secara nasional, diperlukan badan khusus yang menkoordinasi dan melakukan pembinaan nazhir PPAIW selaku pihak yang membuat akta ikrar wakaf perlu untuk meng administrasi semua proses, laporan dan kegiatan khususnya dalam perwakafan, hal ini untuk mengantisipasi agar tidak terjadi persengketaan wakaf di kemudian hari. Kepala KUA yang juga Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf menjadi ujung tombak keberhasilan program wakaf produktif. Hal ini memang telah diatur dalam UUW bahwa Pejabat Pembuat Ikrar Wakaf yang akan berperan penting dalam program pemberdayaan wakaf sehingga menjadi semakin produktif.
Selama ini yang banyak terjadi di Indonesia, wakaf diberdayakan hanya untuk pemakaman, masjid, pesantren dan madrasah, padahal lebih dari itu, fakta yang terjadi adalah Negara Dubai, dimana bandara, stasiun, rumah sakit dan tempat umum lainya merupakan pemberdayaan dari wakaf.
Tidak adanya perhatian dari pemerintah setempat dalam memberikan solusi/penyuluhan terhadap sengketa wakaf yang terjadi di masyarakat.
Selama ini, umat Islam di Indonesia khususnya masyarakat di pedalaman masih banyak yang beranggapan bahwa aset wakaf itu hanya boleh digunakan untuk tujuan ibadah saja. Misalnya, pembangunan masjid, komplek kuburan, panti asuhan, dan pendidikan. Padahal, nilai ibadah itu tidak harus berwujud langsung seperti itu. Bisa saja, di atas lahan wakaf dibangun pusat perbelanjaan, yang keuntungannya nanti dialokasikan untuk beasiswa anak-anak yang tidak mampu, layanan kesehatan gratis, atau riset ilmu pengetahuan. Ini juga bagian dari ibadah. Selain itu, pemahaman ihwal benda wakaf juga masih sempit. Harta yang bisa diwakafkan masih dipahami sebatas benda tak bergerak, seperti tanah. Padahal wakaf juga bisa berupa benda bergerak, antara lain uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, dan hak sewa. Ini sebagaimana tercermin dalam Pasal 16, UU No. 41 Tahun 2004.
Pemberdayaan wakaf untuk masyarakat masih jauh dari yang diharapkan, artinya sampai saat ini, wakaf di Indonesia pemanfaatannya hanya untuk kepentingan peribadatan dan masih adanya perdebatan bagi umat Islam. Pada umumnya kita harus melihat di negara-negara Timur Tengah dalam bidang wakaf merupakan yang terdepan di dunia Islam.
Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya sengketa wakaf khususnya di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal sebenarnya dapat diminimalisir atau sama sekali ditiadakan, dengan maksimalnya kinerja dari para PPAIW yang bertugas di Kecamatan Rowosari sendiri.
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yang bertugas di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal, yang sejatinya sudah mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sengketa wakaf di wilayahnya seharusnya juga telah mempunyai langkah yang memungkinkan warga masyarakat terutama para nadzhir untuk bekerja sama dalam membangun atau memfasilitasi penyuluhan untuk mengantisipasi munculnya kemungkinan terjadinya sengketa wakaf itu sendiri.
Proses Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf Oleh Perangkat Desa di Kecamatan Rowosari Kabupaten KendalDalam undang-undang No. 41 tahun 2004 pada esensinya tidak jauh berbeda dengan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1997, hanya saja pada undang-undang tersebut memberikan alternatif penyeiesaian sengketa melalui musyawarah, mediasi, arbitrase, dan jalan terakhir melalui pengadilan, dan pada dasarnya jalan utama dalam menyelesaikan sengketa wakaf adalah dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat, seperti yang terdapat dalam Pasal 62 Undang-undang No 41 Tahun 2004 yaitu sebagai berikut:
Penyelesian sengketa perwakafan dapat di tempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
Apabila cara penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat(1) tidak berhasil maka dapat diselesaikan melalui mediasi, abritase atau pengadilan.
Salah satu permasalahan sengketa yang terjadi di Desa Randusari Kecamatan Rowosari, melibatkan nadzir dengan ahli warisyang menuntut kembali hak kepemilikan atas benda wakaf dalam hal ini kepemilikan atas tanah yang telah lama diwakafkan kepada para nadzir. Dalam kasus sengketa perwakafan di Desa Randusari Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal kendala utama dalam penyelesaian sengketa perwakafan oleh nadzir adalah tidak adanya bukti pencatatan atau pendaftaran atau pembuatan ikrar wakaf bahwa wakif telah mewakafkan benda wakaf, yaitu sebidang tanah kepada nadzir pada waktu diwakafkannya benda wakaf. Karena wakaf pada dasarnya dilakukan secara agamis atas dasar saling percaya, sehingga tidak memiliki dasar hukum dan bukti kepemilikan.
Penyelesaian sengketa wakaf di Desa Randusari Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal telah sesuai dengan ketentuan hukum perwakafan yaitu menurut UUW Pasal 62 ayat (1):
"Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat"
Sebagaimana cara musyawarah mufakat ini dilakukan oleh yang bersangkutan yaitu bu Rini selaku ahli waris dengan nadzhir di wilayah Desa Randusari Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal.
Kasus sengketa perwakafan di Desa Randusari tersebut melibatkan pihak-pihak yang bersengketa antara lain nadzir yaitu takmir atau pengurus kegiatan keagamaan desa Randusari dengan ahli waris dari pewakif yaitu Ibu Rini. Kasus ini didasari oleh ketidaksadaran hukum mengenai prosesi ikrar atau pencatatan wakaf dari wakif pada masa itu. Karena warga desa Randusari masih memegang teguh prinsip komunalisme yang kental sesama warga desa. Proses ikrar atau pencatatan wakaf tidak dilakukan karena dilandasi dengan prinsip saling percaya satu sama lain. Namun hal ini menjadi polemik karena pada saat pewakif wafat, keluarga ataupun ahli waris dari pewakif tidak mengetahui perihal ini. Hal ini menimbulkan tidak adanya kepastian hukum mengenai kepemilikan suatu benda, sekalipun benda itu adalah benda wakaf, yang akhirnya berujung pada sengketa kepemilikan atas benda wakaf.
Sengketa perwakafan ini kemudian diselesaikan menggunakan cara musyawarah untuk mufakat dihadapan para perangkat Desa sebagai mediator atau fasilitator. Para pihak yang bersengketa dihadirkan pada musyawarah desa untuk menyelesaikan sengketa tersebut dengan menghadirkan PPAIW Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal sebagai saksi dalam proses penyelesaian sengketa. PPAIW selain bersaksi juga memberikan himbauan dan saran oleh nadzir untuk segera mencatatkan atau mengikrarkan benda wakaf tersebut.
Proses penyelesaian sengketa demikian sempat berlangsung cukup lama namun akhirnya keputusan musyawarah adalah kepemilikan dan status benda wakaf yang menjadi sengketa tetap menjadi benda wakaf dan digunakan untuk kepentingan kemaslahatan dan keagamaan yang dipercayakan dan diurus oleh nadzir.
Berdasarkan pada Pasal 62 ayat (1) UUW yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Dalam musyawarah mufakat untuk penyelesaian kasus sengketa tanah wakaf di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal ini melibatkan aparat desa, yaitu Kepala Desa Randusari untuk penyelesaian sengketa ini.
Pihak PPAIW dalam kasus ini hanya berperan sebagai pendamping, atau mediator sekaligus fasilitator guna menyelesaikan sengketa antara ahli waris yaitu Ibu Rini dengan nadzhir, yang kemudian atas kesepakatan dan keinginan bersama dari warga Desa Randusari, agar objek sengketa tersebut yaitu sebidang tanah, tetap berfungsi sebagaimana mestinya pada saat tanah tersebut diwakafkan, yakni untuk kepentingan keagamaan dan kemaslahatan bersama.
Analisis Peranan PPAIW Dalam Pencegahan Terjadinya Sengketa Wakaf di Kecamatan Rowosari Kabupaten KendalPeranan Perjabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dalam hal pencegahan sengketa tanah wakaf, berdasarkan UUW memang tidak ditemukan adanya peraturan yang secara khusus mengatur peranan PPAIW dalam mencegah sengketa tanah wakaf, hanya saja memang dalam penyelesaiannya diperlukan adanya musyawarah, tetapi hal tersebut juga tidak mengatur sejauh mana peranan PPAIW dalam proses musyawarah.
Namun fakta empiris menyajikan adanya peranan PPAIW dalam pencegahan terjadinya sengketa wakaf adalah sebagai berikut:
a. Sebagai ujung tombak pelayanan perwakafan yang terjadi di tengah masyarakat. Posisi PPAIW menjadi sangat penting karena memiliki peran utama terjadi tidaknya perbuatan hukum wakaf berdasarkan peraturan perundang-undangan. Meskipun secara fikih, wakaf dapat dilakukan, PPAIW menjadi salah satu organ penting pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, dalam pengadministrasian perwakafan nasional.
b. Sebagai pihak yang memiliki data riil perwakafan di tingkat kecamatan dalam rangka pengamanan harta benda wakaf. Data perwakafan menyangkut administrasi yang terdiri dari jumlah harta benda wakaf, potensi yang dimiliki, sertifikasi harta benda wakaf, dan proses administrasi wakaf lainnya.
c.Menjadi fasilitator atau setidaknya pendamping jika suatu kali terdapat persengketaan perwakafan, baik menyangkut unsur hukum maupun konflik internal Nazhir yang terjadi di lingkup atau wilayah kerjanya.
Menurut UUW disebut bahwa PPAIW adalah pihak yang memiliki peran yang sangat signifikan dalam pengelolaan, pemberdayaan, dan pengembangan wakaf secara nasional, karena PPAIW adalah kunci dari seluruh jabaran administratif perwakafan nasional. Jika dicermati, banyak kasus-kasus perwakafan di Indonesia, seperti penyelewengan, persengketaan, penghilangan, dan pelepasan harta benda wakaf bermula dari masalah tertib administrasi hukum. Betapa banyak, harta benda wakaf (khususnya berupa tanah) yang hilang atau lepas karena belum adanya Akta Ikrar Wakaf (AIW) dan sertifikat wakaf.
Praktik wakaf di Indonesia, sebelum lahirnya UUW banyak terjadi berdasarkan tradisi (kepercayaan) lisan tanpa bukti tertulis. Masyarakat yang ingin berwakaf, lebih mempercayakan kepada para tokoh agama, seperti ulama, kyai, ajengan, tengku, dan sejenisnya. Mereka dianggap lebih dapat dipercaya karena memiliki otoritas keagamaan. Praktik wakaf saat itu lebih dikarenakan faktor kepercayaan agama tanpa mempertimbangkan aspek kemampuan penerima amanah wakaf (Nazhir) dalam menjaga keutuhan dan mengelola secara berkesinambungan untuk kemanfaatan harta benda wakaf.
Akibat dari fenomena tersebut, praktik wakaf di masyarakat Kecamatan Rowosari kurang memperhatikan unsur pengamanan administratif dari sisi hukum positif. Di lapangan banyak ditemukan harta benda wakaf yang tidak memiliki AIW, apalagi sertifikat harta benda wakaf. Sehingga banyak ditemukan harta benda wakaf yang berpindah kepemilikan karena minimnya, atau bahkan tidak adanya bukti-bukti tertulis akan adanya perbuatan wakaf, seperti diwariskan, dijualbelikan, atau diserobot oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, peran PPAIW dapat disebutkan sebagai berikut:
a. Sebagai pihak yang memberikan kepastian hukum dalam pengamanan dan meminimalisir persengketaan, perselisihan, dan penghilangan harta benda wakaf dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
b. Sebagai basis informasi dan data perwakafan nasional yang akurat dan lengkap di tingkat kecamatan seluruh Indonesia yang dapat dijadikan pedoman dalam pemetaan pemberdayaan dan pengembangan wakaf.
c.Sebagai pihak yang memberikan pelayanan, baik administratif maupun pembimbingan bagi kepentingan perwakafan masyarakat sesuai dengan koridor hukum yang berlaku.
Sebagaimana telah tercantum sebelumnya adalah peranan PPAIW dalam mencegah terjadinya sengketa perwakafan. Sehingga dapat disimpulkan terjadinya sengketa perwakafan bukan hanya dari minimnya pengetahuan warga masyarakat mengenai tata cara dan prosedur pendaftaran wakaf. Akan tetapi hal ini tidak lepas juga akibat kurang primanya kinerja dari PPAIW itu sendiri.
Jika dicermati, banyak kasus-kasus perwakafan di Indonesia, seperti penyelewengan, persengketaan, penghilangan, dan pelepasan harta benda wakaf bermula dari masalah tertib administrasi hukum. Tidak hanya masalah tertib administrasi hukum semata, namun juga minimnya sosialisasi yang dibutuhkan para warga untuk meningkatkan kesadaran dan sikap tertib hukum di masyarakat.
Hal ini sangat melekat pada peranan PPAIW yaitu sebagai ujung tombak pelayanan perwakafan yang terjadi di tengah masyarakat. Apabila kinerja dari PPAIW dalam menjalankan upaya menyerukan pentingnya kesadaran untuk mendaftarkan atau mensertifikatkan benda wakaf tidak sesuai apa yang seharusnya, maka hal ini berbanding lurus dengan banyaknya sengketa perwakafan yang sering terjadi. Karena minimnya kesadaran masyarakat yang mungkin sudah tidak bisa dihindari lagi. Sudah seharusnya PPAIW yang terjun langsung untuk bersosialisasi.
Faktor-faktor penghambat yang muncul terkait dengan tugas PPAIW Kecamatan Rowosari Kabupaten kendal terhadap tanah wakaf muncul dari faktor internal dan faktor eksternal itu sendiri. Adapun faktor-faktor tersebut dapat disebutkan sebagai berikut:
Faktor Internal
Faktor internal ini merupakan suatu kelemahan yang masih dirasakan dalam pelaksanaan dan administrsi perwakafan, hal ini berkaitan langsung dengan fungsi PPAIW di wilayah Kantor Urusan Agama Kecamatan Rwosari Kabupaten Kendal.
Minimnya sumberdaya manusia yang benar-benar menguasai dalam bidang pertanahan baik hukum maupun administrasi yang berkaitan langsung.
Minimnya suatu penyelenggaran pendidikan dan pelatihan yng berkaitan langsung dengan mekanisme administrasi perwakafan.
Kurangnya sosialisasi terhadap masyarakat secara umum dan khususnya terhadap nadzair wakaf dalam pengelolaan tanah wakaf.
Masih lemahnya sistem administrasi birokrasi yang berkaitan dengan mekanisme pendaftaran tanah wakaf.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal ini berkaitan langsung dengan masyarakat secara umum. Mengenai hal ini masyarakat secara luas memiliki rasa tanggung jawab terhdap keberdaan tanah wakaf, dan yang lebih khusus peran wakif dan nadzir sangat diperukan dalam pengembangan tanah wakaf.
Kondisi tanah wakaf yang masih minim dalam lokasi yang dianggap produktif.
Wakif atau pemilik hak atas tanah yang belum terlalu dapat memiliki pemahaan hak atas tanah yang sudah diwakafkan.
Nadzir tanah wakaf yang belum dapat mengoptimalkan tanah wakaf yang diamanatkan oleh wakif.
Penyelesaian mekanisme sertifikat tanah wakaf yang masih lama, dari standar yang telah diatur sebelumnya oleh Badan Pertanahan Nasional.
Faktor keberhasilan
Keberhasilan yang dapat mendukung terhadap kelancaran kinerja PPAIW dalam menjalankan tugas fungsi dan kewenangan dalam perwakafan adalah sebagai berikut:
Adanya administrasi wakaf yang dilakukan rutin setiap bulannya.
Tersediannya blanko wakaf mengenai pendaftaran tanah wakaf.
Tersedianya buku pengawasan tentang wakaf yang tertuang dalam buku catatan pengelolaan tanah wakaf.
Tersediannya buku-buku pedoman mengenai perwakafan.
Faktor diatas tersebut bersifat internal atau langsung berkaitan dengan PPAIW, penyelenggaraan administrasi tanah wakaf dapat terkontrol dengan baik jika dilakukan sesuai dengan kondisi laporan yang dapat terlihat dari penyajian data.
Peranan PPAIW Dalam Pencegahan Terjadinya Sengketa Wakaf di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal dalam pelaksanaannya adalah sebagai ujung tombak pelayanan perwakafan yang terjadi di tengah masyarakat, mengingat posisi PPAIW sebagai organ penting pemerintah dalam penanganan administrasi perwakafan nasional, khususnya di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal. PPAIW juga mempunyai peranan sebagai fasilitator atau setidaknya pendamping jika terjadi suatu sengketa perwakafan. Jadi menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Perwakafan bahwa PPAIW adalah pihak yang memiliki peran yang sangat signifikan dalam pengelolaan, pemberdayaan, dan pengembangan wakaf secara nasional, karena PPAIW adalah kunci dari seluruh jabaran administrasi perwakafan nasional.
BAB V
PENUTUP
KesimpulanDari uraian hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
Sengketa wakaf pada dasarnya diperlukan penanganan yang serius dan maksimal dari PPAIW atau Badan Wakaf, masalah yang terjadi dalam kasus ini ialah peranan PPAIW dalam pencegahan dan penyelesaian sengketa tanah wakaf. Mengingat perwakafan sebagian besar obyeknya adalah tanah, maka untuk menatur dan melindunginya diperlukan suatu aturan untuk memberi ketetapan dan kejelasan hukum tentang wakaf. Oleh karena itu pemerintah menetapkan peraturan pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan yang memiliki fungsi mengatur perwakafan agar lebih profesional dan melembaga, selanjutnya dengan adanya Undang-Undang No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, selanjutnyadengan adanya peraturan tersebut wakaf telah diakui kejelasan dan keberadaanya. Sedangkan faktor yang mempengaruhi terjadinya sengketa tanah wakaf ialah kurangnya pengetahuan masyarakat tentang tanah wakaf atau wakaf itu sendiri dan kurangnya keterlibatan dari Kantor Urusan Agama yang khususnya PPAIW.
Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf pada esensinya tidak jauh berbeda dengan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1997, hanya saja pada undang-undang tersebut memberikan alternatif penyelesaian sengketa melalui musyawarah, mediasi, arbitrase, dan jalan terakhir melalui pengadilan, seperti yang terdapat dalam Pasal 62 Undang-undang No 41 Tahun 2004 yaitu, Penyelesian sengketa perwakafan dapat di tempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat, dan apabila cara penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dengan cara tersebuttidak berhasil maka dapat diselesaikan melalui mediasi, abritase atau pengadilan.
Peranan PPAIW dalam pencegahan terjadinya sengketa wakaf di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal dalam pelaksanaannya adalah sebagai ujung tombak pelayanan perwakafan yang terjadi di tengah masyarakat, mengingat posisi PPAIW sebagai organ penting pemerintah dalam penanganan administrasi perwakafan nasional, khususnya di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal. PPAIW juga mempunyai peranan sebagai fasilitator atau setidaknya pendamping jika terjadi suatu sengketa perwakafan. Jadi menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Perwakafan bahwa PPAIW adalah pihak yang memiliki peran yang sangat signifikan dalam pengelolaan, pemberdayaan, dan pengembangan wakaf secara nasional, karena PPAIW adalah kunci dari seluruh jabaran administrasi perwakafan nasional.
SaranWakaf memperoleh penanganan yang maksimal oleh PPAIW dan agar menjadi media atau fasilitator dalam upaya mencegah terjadinya sengketa wakaf, tidak hanya bertugas membuat akta ikrar wakaf saja. Walaupun di undang-undang tidak mengatur mengenai pencegahan terjadinya sengketa tanah wakaf, dan PPAIW harus bisa menjadi fasilitator ataupun penengah dalam upaya pencegahan sengketa wakaf, karena masyarakat masih awam dalam masalah perkembangan mengenai perwakafan dan membutuhkan bimbingan yang maksimal sehingga masyarakat tidak lagi ragu dalam mewakafkan harta untuk tujuan ibadah yang tidak terputus sampai hari kiamat, kemanusiaan yang selama ini cenderung bersifat egois dan apatis (tidak menghiraukan), dalam arti kepentingan sosial wajib diutamakan, tentunya tidak lepas dari upaya kerjasama antara pemerintah dan ulama serta tokoh masyarakat yang selama ini berhadapan langsung dengan praktek yang terjadi di lapangan.
Daftar Pustaka
Buku-buku
Abdir Rauf, 1979, al-Qur'an dan Ilmu Hukum, Jakarta: Bulan Bintang
Abdul Aziz, 2006. Dahlan dalam Ensiklopedi Hukum Islam
Abdullah Ubaid Matraji Staf Divisi Humas Badan Wakaf Indonesia, 2009, Republika Newsroom, Kamis, 05 Februari
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, 2003, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Al-Bukhari, 1988, Shahih al-Bukhari, juz 3, Beirut: Daar al- kutub
Cholid Narbuko, Abu Achmadi, 1997, Metode Penelitian, Jakarta: Bumi Pustaka
Hamami Taufiq Haji, 2003, Perwakafan Tanah dalam Politik Hukum Agraria Nasional, Jakarta: Tatanusa
Harsono Daud, 1999, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UU Pokok agraria, Djambutan
Hendi Suhendi,H. 2002, Fiqih Muamalat.Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
Hilman Hadikusumo, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum,Cetakan Pertama, Bandung: Mandar Maju
Muhammad Daud Ali, 2000 Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, Jakarta:MaNN
Muhammad ibn Ismail Ash-Shan'aniy, Subulu-s Salam, Juz 3, Muhammad Ali Shabih, Mesir
Rachmadi Usman, 2009, Hukum Perwakafan di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika
Samami Ahmad, 1997, Perwakafan Tanah Islam, PT.Pustaka Abadi
Siah Khosyi'ah, 2010, Wakaf dan Hibah Perspektif Ulama Fiqh dan Perkembangannya di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia
Soerjono Soekanto, 1998, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Pres
Soerjono Soekanto, 2009, Sosiologi Suatu Pengantar. Aneka Cipta. Jakarta
Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Jakarta Dan R&D
Sumardi Suryabrata, 1998, Metodologi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo
Suparman Usman, 1999, Hukum Perwakafan Di Indonesia, Jakarta: Darul Ulum Press
Thobib Al-Ashyar. 2011, Regulasi Wakaf: Menuju Profesionalisme Pengelolaan Wakaf di Indonesia, dalam Jurnal Bimas Islam. Jakarta
Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2012, Kompilasi Hukum Islam, Bandung: CV Nuansa Aulia
Perundang-Undangan
Kompilasi Hukum Islam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
Kementrian Agama Republik Indonesia. Standar Pelayanan Wakaf Bagi PPAI
Peraturan Menteri Agama RI Nomor 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelaksanaan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
Undang-Undang Pokok Agraria
Sumber Lain
Afif, Ketua KUA Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal, Wawancara, Kendal, 22 Januari 2015
Eli Rahmawati, Petugas Pencatatan Statistik Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal, Wawancara, Kendal, 22 Januari 2015
Munawir. Kepala Desa Randusari Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal, wawancara, Kendal, tanggal 22 Januari 2015
DAFTAR ISI
Halaman JuduliHalaman Persetujuan PembimbinganiiHalaman PengesahaniiiHalam Persembahan ivAbstrakvKata Pengantar vii
Daftar Isi viiiBAB I PENDAHULUAN PAGEREF _Toc414348406 \h 1 TOC \o "1-3" \h \z \u A.Latar Belakang PAGEREF _Toc414348406 \h 1B.Perumusan Masalah PAGEREF _Toc414348407 \h 6C.Tujuan Penelitian PAGEREF _Toc414348408 \h 7D.Manfaat Penelitian PAGEREF _Toc414348409 \h 71.Manfaat Teoritis PAGEREF _Toc414348410 \h 72.Manfaat Praktis PAGEREF _Toc414348411 \h 7E.Sistematika Penulisan Hukum PAGEREF _Toc414348412 \h 8viii
BAB II KAJIAN PUSTAKA10A.Tinjauan Umum Mengenai Perwakafan PAGEREF _Toc414348413 \h 101.Pengertian wakaf PAGEREF _Toc414348414 \h 102.Dasar Hukum Wakaf PAGEREF _Toc414348415 \h 133.Syarat dan Rukun Wakaf PAGEREF _Toc414348416 \h 174.Macam-macam Wakaf PAGEREF _Toc414348417 \h 245.Tujuan Wakaf PAGEREF _Toc414348418 \h 266.Tata cara Pendaftaran Tanah Wakaf PAGEREF _Toc414348419 \h 267.Persyaratan pendaftaran tanah wakaf: PAGEREF _Toc414348420 \h 28B.Tinjauan Umum Mengenai Peranan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) PAGEREF _Toc414348421 \h 291.Pengertian Peranan PAGEREF _Toc414348422 \h 292.Pengertian PPAIW PAGEREF _Toc414348423 \h 303.Tugas PPAIW PAGEREF _Toc414348424 \h 324.Kewenangan PPAIW PAGEREF _Toc414348425 \h 35BAB III METODE PENELITIAN38A.Metode Pendekatan PAGEREF _Toc414348426 \h 38B.Spesifikasi Penelitian PAGEREF _Toc414348427 \h 39ix
C.Metode Penentuan Sampel PAGEREF _Toc414348428 \h 39D.Metode Pengumpulan Data PAGEREF _Toc414348429 \h 40E.Metode Analisis Data PAGEREF _Toc414348430 \h 43BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN44A.Gambaran Umum Letak Geografis dan Administratif Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal PAGEREF _Toc414348431 \h 44B.Analisis Terhadap Faktor Faktor yang Menyebabkan Teradinya Sengketa Wakaf di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal PAGEREF _Toc414348432 \h 46C.Proses Penyelesaian Sengketa Tanah Wakaf Oleh Perangkat Desa di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal PAGEREF _Toc414348433 \h 52D.Analisis Peranan PPAIW Dalam Pencegahan Terjadinya Sengketa Wakaf di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal PAGEREF _Toc414348434 \h 56BAB V PENUTUP63A.Kesimpulan PAGEREF _Toc414348435 \h 63B.Saran PAGEREF _Toc414348436 \h 65
DAFTAR PUSTAKA PAGEREF _Toc414348436 \h 66LAMPIRAN PAGEREF _Toc414348436 \h 67x
ABSTRAK
Sengketa wakaf pada dasarnya diperlukan penanganan yang serius dan maksimal dari PPAIW atau Badan Wakaf, dalam pengurusan tanah wakaf masih ada masalah yang dihadapi oleh ahli waris dari pewakif terhadap Nadzhir yang ingin memiliki tanah berupa wakaf. Hal ini terjadi di Desa Randusari Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal yang ternyata tanah wakaf tersebut belum didaftarkan Nadzhir ke Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, dan hanya memakai sistem kepercaayaan kepada nadzhir, yang kemudian tanah wakaf tersebut disengketakan atau diminta kembali oleh ahli warisnya.
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas timbul beberapa pokok permasalahan yaitu faktor apa yang memnyebabkan terjadinya sengketa tanah wakaf di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal, bagaimana proses penyelesainnya dan bagaimana peran PPAIW dalam mencegah dan menyelesaikan terjadinya sengketa tanah di Kecamatan Rowosari Desa Randusari Kabupaten Kendal.
v
Pada peninelitian ini metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu pendekatan yang dimaksud untuk menjelaskan masalah yang diteliti dengan hasil penelitian yang diperoleh dalam kaitannya dengan peraturan hukum dan melihat kehidupan dan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat atau dalam kenyataan. Dalam penelitian ini yang penulis cari adalah faktor yang menjadikan penyebab sengketa tanah wakaf, mekanisme pencegahan dan penyelesaian, dan juga peran Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dalam mencegah dan menyelesaikan terjadinya sengketa tanah wakaf di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal. Metode analisis data yang digunakan adalah menganalisis dan mengolah data-data yang terkumpul adalah analisis kualitatif. Maksud dari penggunaan metode tersebut adalah memberi gambaran terhadap permasalahan yang ada berdasarkan pada pendekatan yuridis empiris.
Pada bagian penutup diuraikan beberapa solusi dari hasil penelitian yang penulis lakukan yaitu peranan PPAIW dalam pencegahan terjadinya sengketa wakaf di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal dalam pelaksanaannya adalah sebagai ujung tombak pelayanan perwakafan yang terjadi di tengah masyarakat, mengingat posisi PPAIW sebagai organ penting pemerintah dalam penanganan administrasi perwakafan nasional, khususnya di Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal dan PPAIW harus bisa menjadi fasilitator ataupun penengah dalam upaya pencegahan sengketa wakaf, karena masyarakat masih awam dalam masalah perkembangan mengenai perwakafan.
Kata Kunci : Sengketa, Tanah Wakaf, Peran PPAIW
vi
Terimakasih telah membaca wakaf. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat
0 komentar: