Judul: Teori Akuntansi Bab 6 Konsep Kewajiban
Penulis: Ridho Dharul Fadli
BAB 6
KONSEP KEWAJIBAN
Oleh: Ridho Dharul Fadli – F0312102
KONSEP KEWAJIBAN
Kewajiban merupakan salah satu elemen penting dalam neraca yang akan menghasilkan informasi semantik jika dihubungkan dengan elemen-elemen laporan keuangan lainnya.
Pengertian Kewajiban
Menurut SFAC No. 3 kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomis yang terjadi di masa yang akan datang yang timbul dari kegiatan masa lalu entitas ketika terjadi transfer aktiva atau ketika entitas menerima jasa dari entitas lain. FASB mendefinisikan kewajiban sebagai pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain di masa datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu). Sedangkan menurut IASC, kewajiban adalah utang saat ini yang timbul dari kejadian perusahaan di masa lalu yang diharapkan hasilnya menjadi aliran keluar sumber daya manfaat ekonomi.
Karakteristik Dasar Kewajiban
Suatu objek harus memuat tanggung jawab kepada pihak lain yang mengharuskan entitas bisnis untuk melunasi, menunaikan, atau melaksanakan tanggung jawab tersebut dengan cara mengorbankan manfaat ekonomisnya di masa depan untuk dapat dikategorikan sebagai kewajiban. Karakteristik ini ditambahkan oleh ADDIN EN.CITE <EndNote><Cite><Author>de Quidt</Author><RecNum>6</RecNum><DisplayText>(de Quidt, Fetzer et al. 2015)</DisplayText><record><rec-number>6</rec-number><foreign-keys><key app="EN" db-id="v9a2ss9pg5drtqevpac5p5vjapwfv9w2v0ax" timestamp="1429951111">6</key></foreign-keys><ref-type name="Journal Article">17</ref-type><contributors><authors><author>de Quidt, Jonathan</author><author>Fetzer, Thiemo</author><author>Ghatak, Maitreesh</author></authors></contributors><titles><title>Group lending without joint liability</title><secondary-title>Journal of Development Economics</secondary-title></titles><periodical><full-title>Journal of Development Economics</full-title></periodical><number>0</number><keywords><keyword>Microfinance</keyword><keyword>Group lending</keyword><keyword>Joint liability</keyword><keyword>Mutual insurance</keyword></keywords><dates><year>2015</year></dates><isbn>0304-3878</isbn><urls><related-urls><url>http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0304387814001412</url></related-urls></urls><electronic-resource-num>http://dx.doi.org/10.1016/j.jdeveco.2014.11.006</electronic-resource-num></record></Cite></EndNote>(de Quidt, Fetzer et al. 2015) yang menyatakan bahwa kewajiban terjadi akibat hubungan antara dua pihak atau lebih.
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang harus timbul akibat keharusan sekarang. Makna dari sekarang disini adalah waktu, yaitu tanggal pelaporan keberadaanya. Beberapa keharusan yang tercakup dalam pengertian kewajiban ini adalah keharusan kontraktual, keharusan konstruktif, keharusan demi keadilan, dan keharusan bergantung atau bersyarat. Meskipun secara definisi keharusan-keharusan ini menimbulkan kewajiban, namun tidak semua kewajiban diakui dalam akuntansi.
Kewajiban juga timbul akibat kejadian masa lalu. Kewajiban yang berasal dari kegiatan konstruktif harus diakui saat ini untuk menjadi dasar pembayaran kewajiban tersebut di masa depan.
Nilai jatuh tempo telah ditentukan melalui estimasi atas kewajiban, yang didasarkan pada jumlah kewajiban dan jangka waktu pelunasan kewajiban.
Karakteristik Pendukung Kewajiban
Karakteristik pendukung kewajiban lainnya adalah:
Keharusan untuk membayar dalam bentuk kas.
Identitas terbayar jelas.
Berkekuatan hukum
Pengakuan, Pengukuran, dan Penilaian Kewajiban
Konsep pengakuan, pengukuran dan penilaian kewajiban pada dasarnya sama dengan konsep aset, yaitu melalui tiga tahapan perlakuan: penangguhan, penelusuran, dan pelunasan.
Pengakuan
Kam (1990) dalam ADDIN EN.CITE <EndNote><Cite><Author>Suwardjono</Author><Year>2005</Year><RecNum>1</RecNum><DisplayText>(Suwardjono 2005)</DisplayText><record><rec-number>1</rec-number><foreign-keys><key app="EN" db-id="v9a2ss9pg5drtqevpac5p5vjapwfv9w2v0ax" timestamp="1428687840">1</key></foreign-keys><ref-type name="Book">6</ref-type><contributors><authors><author>Suwardjono</author></authors></contributors><titles><title>Teori Akuntansi</title></titles><edition>3</edition><dates><year>2005</year></dates><pub-location>Yogyakarta</pub-location><publisher>BPFE Yogyakarta</publisher><urls></urls></record></Cite></EndNote>(Suwardjono 2005) memberikan empat kaidah pengakuan untuk menunjukkan pengakuan kewajiban yaitu :
Adanya dasar hukum. Keberadaan dasar hukum maksudnya terdapat dasar hukum yang meyakinkan untuk mengakui adanya kewajiban. Dalam hal ini, adanya faktur pembelian dapat menjadi dasar hukum yang meyakinkan untuk mengakui kewajiban.
Keterterapan konsep dasar konservatisme. Keterterapan konsep dasar konservatisme maksudnya disini berkaitan dengan keterandalan. Dalam konsep konversatisme kerugian dapat segera diakui, sedangkan untung tidak. Contohnya kewajiban jaminan suku cadang sudah dapat diakui, meskipun belum terjadi.
Ketertentuan substansi ekonomik transaksi. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi berkaitan dengan relevansi informasi. Utang sewa guna dapat diakui pada saat transaksi meskipun tidak ada transfer hak milik.
Keterukuran nilai kewajiban. Keterukuran nilai kewajiban maksudnya adalah kewajiban tersebut datang secara pasti dan nilai rupiahnya dapat diukur.
Kewajiban mengandung arti kemungkinan terjadinya pengorbanan sumber ekonomik masa depan sejumlah nilai pokok yang harus dilunasi ADDIN EN.CITE <EndNote><Cite><Author>Caddy</Author><Year>2000</Year><RecNum>5</RecNum><DisplayText>(Caddy 2000)</DisplayText><record><rec-number>5</rec-number><foreign-keys><key app="EN" db-id="v9a2ss9pg5drtqevpac5p5vjapwfv9w2v0ax" timestamp="1429950726">5</key></foreign-keys><ref-type name="Journal Article">17</ref-type><contributors><authors><author>Ian Caddy</author></authors></contributors><titles><title>Intellectual capital: recognizing both assets and liabilities</title><secondary-title>Journal of Intellectual Capital</secondary-title></titles><periodical><full-title>Journal of Intellectual Capital</full-title></periodical><pages>125-146</pages><volume>1</volume><number>2</number><dates><year>2000</year></dates><urls></urls></record></Cite></EndNote>(Caddy 2000). Hendriksen dan Van Breda (1991) dalam ADDIN EN.CITE <EndNote><Cite><Author>Suwardjono</Author><Year>2005</Year><RecNum>1</RecNum><DisplayText>(Suwardjono 2005)</DisplayText><record><rec-number>1</rec-number><foreign-keys><key app="EN" db-id="v9a2ss9pg5drtqevpac5p5vjapwfv9w2v0ax" timestamp="1428687840">1</key></foreign-keys><ref-type name="Book">6</ref-type><contributors><authors><author>Suwardjono</author></authors></contributors><titles><title>Teori Akuntansi</title></titles><edition>3</edition><dates><year>2005</year></dates><pub-location>Yogyakarta</pub-location><publisher>BPFE Yogyakarta</publisher><urls></urls></record></Cite></EndNote>(Suwardjono 2005) menunjukkan waktu pengakuan kewajiban yaitu:
Pada saat penandatanganan kontrak, atau ketika hak dan kewajiban telah mengikat.
Bersamaan dengan pengakuan biaya apabila barang dan jasa yang menjadi penyebab timbulnya biaya kewajiban, sebelumnya belum dicatat sebagai asset.
Bersamaan dengan pengakuan aset.
Pada akhir perioda karena penggunaan asas akrual melalui proses penyesuaian.
Pengakuan Kewajiban menurut FASB dicontohkan pada keadaan-keadaan kebergantungan rugi (loss contingencies) yang berpotensi memicu pengakuan kewajiban, yaitu:
Ketertagihan piutang usaha.
Keharusan berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk.
Risiko rugi atau kerusakan properitas (fasilitas) kesatuan usaha akibat kebakaran, ledakan, dan bahaya lainnya
Ancaman pengambilalihan aset oleh pemerintah.
Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan.
Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin (possible) terjadi.
Risiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asuransi kerugian dan kecelakaan dan perusahaan reasuransi.
Jaminan atas utang pihak lain.
Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau aset yang terkait yang telah dijual.
Pengukuran
Menurut ADDIN EN.CITE <EndNote><Cite><Author>Suwardjono</Author><Year>2005</Year><RecNum>1</RecNum><DisplayText>(Suwardjono 2005)</DisplayText><record><rec-number>1</rec-number><foreign-keys><key app="EN" db-id="v9a2ss9pg5drtqevpac5p5vjapwfv9w2v0ax" timestamp="1428687840">1</key></foreign-keys><ref-type name="Book">6</ref-type><contributors><authors><author>Suwardjono</author></authors></contributors><titles><title>Teori Akuntansi</title></titles><edition>3</edition><dates><year>2005</year></dates><pub-location>Yogyakarta</pub-location><publisher>BPFE Yogyakarta</publisher><urls></urls></record></Cite></EndNote>(Suwardjono 2005) dan didukung oleh ADDIN EN.CITE <EndNote><Cite><Author>Gillman</Author><Year>1999</Year><RecNum>4</RecNum><DisplayText>(Gillman and Hogan 1999)</DisplayText><record><rec-number>4</rec-number><foreign-keys><key app="EN" db-id="v9a2ss9pg5drtqevpac5p5vjapwfv9w2v0ax" timestamp="1429950471">4</key></foreign-keys><ref-type name="Journal Article">17</ref-type><contributors><authors><author>Max Gillman</author><author>James Hogan</author></authors></contributors><titles><title>Extending corporate liability in New Zealand</title><secondary-title>International Journal of Social Economics</secondary-title></titles><periodical><full-title>International Journal of Social Economics</full-title></periodical><pages>487-500</pages><volume>26</volume><number>4</number><dates><year>1999</year></dates><urls></urls></record></Cite></EndNote>(Gillman and Hogan 1999) menyatakan bahwa pengukuran yang paling objektif untuk menentukan kos kewajiban pada saat terjadinya adalah penghargaan sepakatan (measured considerations) dalam transaksi tersebut dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomis di masa depan. Penghargaan ini berlaku untuk kewajiban jangka panjang. Kos penundaan dianggap tidak cukup material sehingga jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama dengan jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik (kas) masa depan untuk kewajiban jangka pendek. Penghargaan sepakatan suatu kewajiban merefleksikan nilai setara tunai atau nilai sekarang (current value) kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat terjadinya. Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran:
Kewajiban dalam pembelian kredit
Dalam pembelian aset, pengukuran yang objektif adalah kos tunai atau kos tunai implisit. Kewajiban juga harus diukur sesuai dengan aset.
Diskon atau premium utang obligasi
Untuk suatu kontrak dengan pokok pinjaman dan bunga periodik, pengukuran yang tepat adalah kos tunai implisit.
Diskon obligasi
Diskon obligasi dilaporkan sebagai pengurang nilai nominal dalam obligasi di neraca.
Premium obligasi
Premium obligasi sendiri apabila belum diamortisasi merupakan utang.
Kewajiban moneter dan nonmoneter
Kewajiban sendiri dapat bersifat moneter maupun nonmoneter:
Kewajiban moneter
Kewajiban moneter merupakan kewajiban yang pengorbanan sumber ekonomik masa datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah dan saat yang pasti.
Kewajiban nonmoneter
Kewajiban nonmoneter adalah kewajiban untuk menyediakan barang dan jasa dengan jumlah dan saat yang cukup pasti yang biasanya timbul karena penerimaan pembayaran di muka untuk barang dan jasa tersebut.
Penilaian
Penilaian mengacu pada penilaian keharusan sekarang pada antara terjadinya kewajiban sampai dilunasinya kewajiban setiap saat. Sehingga semakin dekat dengan masa jatuh tempo kewajiban tersebut akan semakin mendekati dengan nilai nominalnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penilaian merupakan nilai manfaat ekonomis yang harus dikorbankan untuk melunasi kewajiban tersebut yang timbul pada masa lalu.
Pelunasan
Pelunasan dapat diartikan sebagai tindakan suatu entitas bisnis dalam memenuhi suatu kewajiban agar terbebas dari kewajiban tersebut. FASB memberikan kriteria agar dikatan suatu kewajiban sudah hilang dalam SFAC no. 76 (prg. 3):
Debitor membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan yang berkaitan dengan utang.
Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor dan dapat dipastikan bahwa debitor tidak akan diharuskan melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengn utang dengan penjaminan dalam bentuk apapun.
Debitur menaruh kas atau aset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu perwalian yang semata-mata digunakan untuk pelunasan pembayaran bunga serta pokok suatu pinjaman tertentu dan sangat kecil kemungkinan bagi debitor untuk diharuskan lagi melakukan pembayaran di masa yang akan datangyang berkaitan dengna pinjaman tersebut.
Tetapi kemudian FASB menghapus ketentuan ketiga dan merevisi ketentuan kedua melalui SFAS No. 125:
Debitor membayar kreditor dan terbebaskan dari keharusan melekat pada kewajiban. Membayar kreditor mencakupi penyerahan kas, aset finansial lain, barang atau ajsa atau penebusan sekuritas utang oleh debitor untuk menghapus utang atau untuk menahannya sebagai utang obligasi terasuri.
Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statsnya sebagai penggung utang ytama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor.
Transfer aset finansial
Terdapat masalah apabila transefer aset finansial menimbulkan keterlibatan berlanjut. Kewajiban tidak akan lenyap dan akan ada kewajiban baru. Contohnya seperti janji untuk membrli kembali. Masalah yang timbul adalah hal ini diakui sebagai penjualan aset atau sebagai jaminan pinjaman. Secara umum, transfer aset tersebut diakui sebagai penjualan apabila pentransfer aset tersebut menerima aset lain sebagai penghargaan terhadap aset tersebut.
Pelunasan sebelum jatuh tempo
Dalam pelunasan sebelum jatuh tempo, utang tersebut harus dilunasi dengan harga pasarnya sehingga terdapat selisih antara nilai bawaan dan nilai penebusan. Selisih tersebut mempengaruhi ekuitas pemegang saham sesuai dengan APBO No. 4 (prg. 20):
"Selisih harga antara harga penrikan (pemerolehan) kembali dan nilai bawaan neto utang yang dilunasi harus diakui pada periode penarikan dan dilaporan dalam statement laba-rugi sebagai untung atau rugi dan dipisahkan dengan pos untung atau rugi lainnya ... untung dan rugi tidak selayaknya diamortisasi untuk periode-periode yang akan datang."
APB dan FASB menentukan bahwa untuk pelunasan dengan atau tanpa pendanaan sebenarnya sama. Terdapat tiga alternatif dalam menentukan selisih, yaitu:
Selisih diamortisasi selama sisa umur semula utang yang ditarik kembali
Selisih diamortisasi selama umur utang baru diterbitkan
Selisih diakui pada saat penarikan dan dilaporkan dalam statement laba-rugi tahun bersangkutan.
Utang terkonversi
Terdapat utang yang terkonversi atau konvertibel. Utang tersebut dapat menjadi ekuitas sewaktu-waktu selama masih berlaku. Hendriksen dan van Breda menyatakan bahwa obligasi terkonversi memiliki karateristik sebgai berikut:
Tingkat bunga nominal jauh dibawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasa yang setara.
Harga konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa
Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali karena penyesuaian diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat pada saham biasa seperti dalam hal terjadi pemecahan saham atau dividen saham.
Terdapat masalah dimana apakah saat pengakuan harga penerbitan obligasi harus dipecah menjadi porsi yang memperesentasi utang obligasi dan porsi yang mempresentasi hak konversi atau harga penerbitan tidak dipecah dan utang terkonversi dianggap sebagai utang semata-mata.
Argumen pendukung bahwa utang mengandung sifat uatng dan ekuitas:
Hak konversi mempunyai nilai ekonomik sehingga tidak berbeda dengan hak opsi dan waran.
Pada saat penerbitan hak konversi atau nilai utang obligasi biasa dapat diukur secara cukup andal sehingga tidak ada kesulitan teknis untuk mengimplementasikan pemisahan tersebut.
Tujuan penerbitan utang terkonversi yang sebenarnya dalah pendanaan dengan ekuitas.
Argumen pendukung semata-mata utang:
Utang obligasi terkonversi merupakan sekuritas hibrida sehingga harus dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Penilaian hak konversi akan bersifat subjektif karena ketidakterpisahkan kedua komponen.
APB sendiri menyatakan bahwa porsi niali sekuritas yang melekat pada hak beli harus diperlakukan sebagai modal setoran dan nilainya ditentukan atas dasar nilai wajar relatif dari keuda sekuritas.
Pembebasan substantif
Bila debitor di amsa yang akan datang tidak perlu membayar utang, maka secar subtantif debitor sudah bebas dari kewajiban. Hal ini termasuk apabila perusahaan sudah membentuk dana pelunsan utang obligasi. Debitor tidak menyerahkan kendali atas manfaat aset karena manfaat asettersebut masih melekat pada debitor meskipun debitur telah mengakui sementara itu kreditor juga tidak mengakuinya sebagaia set sehingga praktis aset tersebut masih dikuasai debitor.
Penyajian
Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan dari yang paling likuid seperti pada penyajian aset. PSAK No. 1 (pasal 39) menegaskan bahwa layaknya aset lancar yang disajikan menurut likuiditas, sementara kewajiban disajikan menurut urutan masa jatuh temponya. Secara klasifikasi, kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban jangka panjang. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi likuiditas kewajiban perusahaan. Dari segi urutan perlindungan dan jaminan (sequence of protection), utang yang dijamin pada umumnya disajikan lebih dahulu untuk menunjukkan bahwa dalam hal terjadi likuidasi utang ini harus dibayar lebih dahulu. Dan juga dari sudut urutan perlindungan, kewajiban disajikan lebih dahulu daripada ekuitas.
PSAK No. 1 juga menyatakan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai suatu kewajiban jangka pendek jika diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu satu siklus operasi perusahaan atau jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca.
Menurut PSAK No.1 (prg. 44), kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban lancar apabial:
Diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan
Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca
Sedangkan dalam paragraf 47 kewajiban berbunga jangka panjang tetap diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang walaupun akan jatuh tempo dalam 12 bulan apabial:
Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua belas bulan
Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan pendanaan jangka panjang
Maksud tersebut pada nomor 2 didukung dengan perjanjian pembiayaan kembali atau penjadwalan kembali pembayaran yang resmi disepakati sebelum laporan keuangan disetujui
DAFTAR PUSTAKA
ADDIN EN.REFLIST Caddy, I. (2000). "Intellectual capital: recognizing both assets and liabilities." Journal of Intellectual Capital 1(2): 125-146.
de Quidt, J., et al. (2015). "Group lending without joint liability." Journal of Development Economics(0).
Gillman, M. and J. Hogan (1999). "Extending corporate liability in New Zealand." International Journal of Social Economics 26(4): 487-500.
Suwardjono (2005). Teori Akuntansi. Yogyakarta, BPFE Yogyakarta.
Terimakasih telah membaca Teori Akuntansi Bab 6 Konsep Kewajiban. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat
0 komentar: