Judul: Akuntansi
Penulis: ayu paramita
Dalam Negara modern praktek-praktek usaha masyarakat dijalankan dengan berbagai bentuk usaha yang dilakukan dengan cara terorganisir dan sistematis. Bentuk-bentuk usaha masyarakat tersebut seperti, Koperasi, Yayasan (Stichting), Maatschap (Persekutuan), Vennootschap Onder Firma (VOF atau Fa), Comamanditaire Vennootschap (CV), dan Perseroan Terbatas (PT) yang diambil dari kata Naamloze Vennootschap. Dari sekian banyak bentuk-bentuk usaha yang ada di Indonesia, yang paling banyak dipakai oleh masyarakat Indonesia adalah Perseroan Terbatas (PT).
Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha yang paling cepat perkembagannya dan paling lengkap dilihat dari segi pengaturannya. Pada awalnya Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam Pasal 36 sampai Pasal 56 Wetboek Van Koophandle atau Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dan juga terdapat dalam Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 613 Ayat (3) tentang saham tunjuk. Mengingat perkembangan praktek usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau Naamlooze Vennootschap sangat cepat dan peraturan yang ada tentang Perseroan Terbatas tidak dapat memenuhi kebutuhan pelaku usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), maka pemerintah merasa perlu untuk membuat pengaturan baru tentang Perseroan Terbatas (PT).
Kemudian lahirlah Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas yang kemudian dirubah dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dari undang-undang yang disebutkan di atas tidak kesemuanya atau keseluruhan mengatur tentang Perseroan Terbatas (PT), namun undang-undang tersebut mempunyai keterkaitan yang erat dengan bentuk usaha Perseroan Terbatas, hanya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 yang secara eksplisit dan keseluruhan undang-undangnya mengatur tentang Perseroan Terbatas.
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa aktifitas usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) berkembang sangat cepat, seperti Penggabungan dan Peleburan PT, pengambilalihan dan Pemisahan PT, kemudian Pembubaran dan likuidasi PT. Aktifitas-aktifitas Perseroan Terbatas (PT) tersebut tidak diatur dalam undang-undang yang lama yaitu KUHD ataupun dalam KUHPer, sedangkan aktifitas-aktifitas tersebut sering dipraktekkan sehari-hari. Oleh karena itu pengaturan yang berkenaan dengan aktifitas Perseroan Terbatas (PT) tersebut sangat penting demi kelancaran aktifitas perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). karena apabila pengaturan tentang praktek-praktek Perseroan Terbatas (PT) tidak diatur secara jelas akan menimbulkan masalah terhadap iklim usaha di Indonesia, seperti yang sering terjadi terhadap penggabungan, peleburan perusahaan Perseroan Terbatas (PT), dan pengambilalihan (likuidasi).
D. Sejarah Perseroan Terbatas di Indonesia
Perseroan terbatas pertama sekali diatur dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 KUHD yang berlaku di Indonesia sejak tahu 1848 dan aturan tersebut sekaligus membuktikan bahwa perseroan terbatas di Indonesia sudah sejak lama dikenal. Selanjtunya, diatur pula dalam ketentuan Pasal 1233 sampai dengan 1356 dan Pasal 1618 sampai dengan 1652 KUH Perdata. Kemudian, sejak UU No. 1/1995 tentang PT berlaku mulai tanggal 7 Maret 1996,maka ketentuan Pasal 36 sampai dengan 56 KUHD tidak berlaku lagi. Jadi, yang menjadi acuan atau dasar dalam membahas mengenai PT adalah UU No.1/1995 dan KUH Perdata sebagai suatu undang-undang yang bersifat umum. Pada masa jajahan ini, dikenal apa yang disebut dengan VOC yang merupakan perusahaan dagang sebagai perseroan dalam bentuk primitif yang ada di Indonesia. Lamnya VOC memonopoli perdagangan di Indonesia membuktikan bahwa VOC sebagai perusahaan telah mempunyai sendi-sendi bisnis dan korporat.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, KUHD semula diberlakukan bagi golongan Eropa saja, sedangkan bagi penduduka asli dan penduduk timur asing diberlakukan hukum adat masing-masing. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, KUHD diberlakukan untuk golongan timur asing Cina. Sementara untuk golongan timur asing lainnya seperti India dan Arab diberlakukan hukum adatnya masing-masing.
Namun, khusus untuk hukum yang berkenaan dengan bisnis, timbul kesulitan jika hukum adatnya masing-masing yang diterapkan, hal ini disebabkan :
Hukum adat masing-masing golongan tersebut sangat beraneka ragam;
Hukum adat masing-masing golongan tersebut sangat tidak jelas; dan
Dalam kehidupan berbisinis banyak terjadi interaksi bisnis tanpa melihat golongan penduduk, sehingga menimbulkan hukum antar golongan yang tentu saja dirasa rumit bagi golongan bisnis.
Oleh karena adanya problematika diatas, maka dirancanglah suatu pranata hukum yang disebut dengan “penundukan diri†dimana satu golongan tunduk kepada suaut hukum dari golongan penduduk lain, Atas dasar itu, maka kemudian bebas mendirikan perseroan terbatas yang dahulu disebut “Naamlooze Vennotschap, singk. NVâ€. Hal inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya peseroan terbatas di Indonesia. Belanda yang pada waktu itu menjajah Indonesia serta merta menerapkan KUHD di engara jajahan, sehingga sejarah hukum dagang Belanda tidak terlepas dari sejarah hukum dagang Perancis dan Romawi. Corpus Iuris Civilis peninggalan Romawi terdiri dari empat buku, yaitu :
Institusioanl (kelembagaan). Buku I ini memuat tenang lembaga-lemabga yang ada pada masa kekaisaran Romawi, termasuk didalamnya Consules Mercatorum (pengadilan untuk kaum pedagang);
Pandecta. Buku II ini memuat asas-asas dan adagium hukum, seperti “asas facta sun servanda†(berjanji harus ditetapi) ; asas partai otonom (kebebasan berkontrak) unus testis nullus teestis (satu saksi bukanlah saksi), dan lain-lain;
Codex. Memuat uraian pasal demi pasal yang tidak terpisahkan antara hukum perdata dan hukum dagang; dan
Novelete. Berisi karangan atau cerita.
Sekitar tahun 1920 s/d 1930 tercatat dalam sejarah bahwa seorang pengusaha golongan bumi putera bernama Nitisemito merupakan pemilik perusahaan rokok “Norojo†yang merupakan salah satu bisnis tangguh pada masa itu. Tidak lama setelah itu, pada tahun 1930-an seorang pengusaha golongan Cina mendirikan pabrik rokok dibawah naungan perusahaan rokok dengan merek produk “Dji Sam Soeâ€. Pada masa dasawarsa 1930 dikenal pula golongan Cina yang berbisnis gula dan trading dibawah satu perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh Oei Tiong Ham. Sedangkan golongan bumiputera lain yang mendirikan perusahaannya masing-masing seperti : H. Samanhudi, Djohar Soetan Sulaiman, Rahman Tamin, Agoes Dasaad, H. Syamsuddin, dan lain-lain. Sementara itu, terdapat pula pengusaha Belanda yang pada masa itu dianggap menonjol dengan perusahaan yang didirikan olehnya seperti Lideteves.
Selanjutnya, pada masa kemerdekaan Presiden Soekarno dalam rangka memajukan pengusaha pribumi pernah pula mencanangkan “program bentengâ€. Dimana dalam program ini, pengusaha golongan pribumi diberikan kemudahan tertentu, seperti pemberian kredit dan hak-hak tertentu yang bersifat monopoli. Pada tahun 1957 Perdana Menteri Juanda menghentikan program benteng karena program ini lemah pengontrolan dari pihak pemerintah dan cenderung disalahgunakan.
Pada fase berikutnya, yang dikenal pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto memberikan kebijakan longgar bagi pengusaha Golongan Cina, sehingga golongan Cina berkembang pesat sebagai pengusaha terbukti dirikan banyak perusahaan baru, diantara mereka yang menjadi orang kaya dengan banyak perusahaannya, seperti Soedono Salim yang terkenal dengan perusahannya dibawah payung “Salim Grupâ€. Pada masa orde baru ini, disahkan dan diundangkan UU No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan terbatas, dimana lahirnya undang-undang ini merupakan lex specialis dari pengaturan mengenai perseroan yang tercantum dalam KUHD. Dengan berlakunya UU No., 1 tahun 1995, maka hal-hal yang berkaitan dengan perseroan ditentukan oleh UU No. 1 tahun 1995. Dari segi bentuk, lahirnya UU No. 1 tahun 1995 telah memperkenalkan bentuk-bentuk peseroan seperti BUMN dan BUMD yang saham-sahamnya sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh Pemerintah.
Pada era reformasi, kemudian disahkan dan diundangkan UU No. 40 tahun 2007 dimana adanya pengaturan hal-hal baru dalam undang-udang, seperti : Tanggung Jawab Sosial (CSR), perubahan modal perseroan, penegasan tentang tanggung jawab pengurus perseroan dna pendaftaran perseroan yang sudah mempergunakan Information Tehnology (IT) sehingga pendaftaran perseroan sudah dapat dilakukan secara on-line. Lahirnya UU No. 40 tahun 2007 sekaligus mencabut pemberlakuan UU No.1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Dalam Negara modern praktek-praktek usaha masyarakat dijalankan dengan berbagai bentuk usaha yang dilakukan dengan cara terorganisir dan sistematis. Bentuk-bentuk usaha masyarakat tersebut seperti, Koperasi, Yayasan (Stichting), Maatschap (Persekutuan), Vennootschap Onder Firma (VOF atau Fa), Comamanditaire Vennootschap (CV), dan Perseroan Terbatas (PT) yang diambil dari kata Naamloze Vennootschap. Dari sekian banyak bentuk-bentuk usaha yang ada di Indonesia, yang paling banyak dipakai oleh masyarakat Indonesia adalah Perseroan Terbatas (PT).
Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha yang paling cepat perkembagannya dan paling lengkap dilihat dari segi pengaturannya. Pada awalnya Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam Pasal 36 sampai Pasal 56 Wetboek Van Koophandle atau Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dan juga terdapat dalam Burgerlijk Wetboek atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 613 Ayat (3) tentang saham tunjuk. Mengingat perkembangan praktek usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau Naamlooze Vennootschap sangat cepat dan peraturan yang ada tentang Perseroan Terbatas tidak dapat memenuhi kebutuhan pelaku usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), maka pemerintah merasa perlu untuk membuat pengaturan baru tentang Perseroan Terbatas (PT).
Kemudian lahirlah Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas yang kemudian dirubah dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dari undang-undang yang disebutkan di atas tidak kesemuanya atau keseluruhan mengatur tentang Perseroan Terbatas (PT), namun undang-undang tersebut mempunyai keterkaitan yang erat dengan bentuk usaha Perseroan Terbatas, hanya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 yang secara eksplisit dan keseluruhan undang-undangnya mengatur tentang Perseroan Terbatas.
Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa aktifitas usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) berkembang sangat cepat, seperti Penggabungan dan Peleburan PT, pengambilalihan dan Pemisahan PT, kemudian Pembubaran dan likuidasi PT. Aktifitas-aktifitas Perseroan Terbatas (PT) tersebut tidak diatur dalam undang-undang yang lama yaitu KUHD ataupun dalam KUHPer, sedangkan aktifitas-aktifitas tersebut sering dipraktekkan sehari-hari. Oleh karena itu pengaturan yang berkenaan dengan aktifitas Perseroan Terbatas (PT) tersebut sangat penting demi kelancaran aktifitas perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). karena apabila pengaturan tentang praktek-praktek Perseroan Terbatas (PT) tidak diatur secara jelas akan menimbulkan masalah terhadap iklim usaha di Indonesia, seperti yang sering terjadi terhadap penggabungan, peleburan perusahaan Perseroan Terbatas (PT), dan pengambilalihan (likuidasi).
Dasar Hukum :Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel voor Indonesie S.1847-23).
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Dokumen Perusahaan.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara.
Perseroan terbatas (PT) (bahasa Belanda: Naamloze Vennootschap) adalah suatu badan hukum untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya.
FIRMA
Firma
Pada perkembangan perdagangan di masyarakat serta perkembangan hukum dagang, maka dikenal sebuah persekutuan hukum yang disebut Firma. Firma yang merupakan bentuk persekutuan hukum yang sederhana, banyak dilakukan para pengusaha untuk menjalankan dagangnya. Firma diatur dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 35 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
               Firma merupakan salah satu bentuk usaha yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dalam hukum positif Indonesia, Firma telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Firma memenuhi unsur-unsur sebagai perusahaan sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 Tentang Pengertian Perusahaan “Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus-menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan, baik yang diselenggarakan oleh perorangan maupun badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesiaâ€. Selain itu, Firma dapat dikatakan juga sebagai persekutuan perdata yang merupakan suatu perjanjian antara dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu kedalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan atau kemanfaatan yang diperoleh karenanya sebagaimana diatur dalam Pasal 1618 KUHPerdata.
1.      Pengertian Firma menurut Pasal 16 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang bahwa“perseroan Firma adalah tiap-tiap perserikatan yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan di bawah satu nama bersama.†Oleh karena itu, Firma merupakan persekutuan perdata dan termasuk bagian dalam perusahaan serta dijalankan atas satu nama bersama. Hal ini didukung dengan isi Pasal 1618 â€" 1652 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menjelaskan Persekutuan perdata diberlakukan terhadap perseroan Firma sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
2.      Pengertian persekutuan perdata menurut Kamus hukum ialah “persetujuan kerjasama antara beberapa orang untuk mencari keuntungan tanpa bentuk badan hukum terhadap pihak ketiga masing-masing menanggung sendiri-sendiri perbuatannya ke dalam, mereka memperhitungkan laba rugi yang dibaginya menurut perjanjian persekutuan.†(Pasal 1618 KUHPdt)
               Menurut Johanes Ibrahim, suatu maatschap (persekutuan perdata) khusus seperti yang ditetapkan oleh Pasal 1623 KUHPerdata dan juga dapat melakukan perbuatan perusahaan. Oleh karena itu, Firma tidak dapat dikatakan sebagai badan usaha yang memiliki ciri-ciri sebagai badan hukum. Karena apabila meninjau pandangan Subekti yang menjelaskan bahwa, badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia serta memiliki kekayaan sendiri dapat digugat atau mengguggat di depan hakim.
               Di dalam mendirikan Firma, kita harus merujuk kepada ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Indonesia, walaupun badan usaha Firma tidak memiliki kompleksitas organ perusahaan yang tinggi.
               Adapun pendirian Firma telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dengan cukup lengkap, terutama dalam Pasal 22 hingga Pasal 29 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Adapun pendirian Firma dalam Pasal 22 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang menjelaskan bahwa, tiap-tiap persekutuan Firma harus didirikan dengan akta otentik, akan tetapi ketiadaan akta demikian tidak dapat ditemukan untuk merugikan pihak ketiga.
Ada tiga unsur penting dalam isi Pasal di atas, yang dapat diuraikan sebagai berikut : Firma harus didirikan dengan akta otentik;
 Firma dapat didirikan tanpa akta otentik;
 Akta yang tidak otentik tidak boleh merugikan pihak ketiga.
               Dapat disimpulkan, bahwa akta dalam pembentukan Firma hanyalah berfungsi sebagai alat bukti untuk memudahkan pembuktian berdirinya suatu Firma dan perincian hak dan kewajiban masing-masing anggota. Setelah Firma didirikan, maka Firma harus didaftarkan kepada Panitera Pengadilan Negeri setempat, dan pendaftaran Firma dapat berupa petikan akta saja (Pasal 23-25 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang diatur lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan).
               Dalam Pasal 28 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, akta Firma yang telah didaftarkan, harus diumumkan dalam Berita Negara. Apabila akta Firma tersebut tidak didaftarkan kepada Panitera, maka pendirian Firma tersebut hanya dianggap sebagai persekutuan umum, didirikan tanpa batas, dianggap tidak ada sekutu yang dikecualikan bertindak atas nama Firma (Pasal 29 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang).
               Hubungan antara sekutu baik secara intern maupun ekstern setidaknya telah diatur dalam Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang menjelaskan, “tiap-tiap persero yang tidak dikecualikan dari satu sama lain, berhak untuk bertindak untuk mengeluarkan dan menerima uang atas nama perseroan, pula untuk mengikat perseroan itu dengan pihak ketiga dan pihak ketiga dengannya. Segala tindakan yang tidak bersangkut-pautan dengan perseroan tersebut, atau yang para persero tidak berhak melakukannya tidak termasuk dalam ketentuan di atasâ€
Sekutu Firma sifatnya sama dengan sekutu komplementer dalam CF, yaitu : Para sekutu bertugas untuk mengurus perusahaan;
 Para sekutu berhubungan dengan pihak ketiga;
 Memiliki tanggungjawab tidak terbatas.
               Adapun yang dimaksud dengan sekutu komplementer adalah sekutu aktif, yaitu sekutu yang bertugas mengurus perusahaan dan bertanggungjawab tidak terbatas atau pribadi. Tugas dari sekutu ini sama dengan tugas dari anggota direksi, tetapi berbeda dalam hal tanggung jawabnya.Pada Firma tanggungjawab tidak terbatas pada tiap-tiap anggota secara tanggung-menanggung, bertanggungjawab untuk seluruhnya atas perikatan Firma yang disebut dengan tanggung jawab solider.
               Pengaturan Firma dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak hanya mengatur mengenai pendirian Firma, tetapi telah mengatur hingga mengenai pembubaran Firma. Pembubaran Firma telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang terutama di dalam Pasal 31 hingga Pasal 35, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Perubahan harus dinyatakan dengan data otentik;
2.      Perubahan akta harus didaftarkan kepada Panitra Pengadilan Negri;
3.      Perubahan akta harus diumumkan dalam berita negara;
4.      Perubahan akta yang tidak diumumkan akan mengikat pihak ketiga;
5.      Pemberesan oleh persero adalah pihak lain yang disepakati atau yang ditunjuk oleh Pengadilan.
               Perlu diketahui, bahwa sebab-sebab berakhimya Firma adalah sama seperti maatschap dalam menangani utang-piutang Firma, yang diantaranya : dana Firma yang digunakan Apabila kekayaan Firma tidak cukup, maka mitra harus memberi kontribusi sesuai bagiannya. Bila kekayaan Firma tersisa setelah pembayaran semua hutang-hutangnya, kekayaannya akan dibagikan diantara para mitra menurut ketentuan perjanjian Firma (Pasal 32 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang).Perlu diketahui juga, bahwa keberadaan hidup Firma tidak terjamin karena bila ada anggota yang meninggal dunia, maka Firma bubar karena sifatnya pribadi (personallife), maka tidak dialihkan.
Sifat Persekutuan Firma
Bentuk firma ini telah digunakan baik untuk kegiatan usaha berskala besar maupun kecil.
Dapat berupa perusahaan kecil yang menjual barang pada satu lokasi, atau perusahaan besar yang mempunyai cabang atau kantor di banyak lokasi
Masing-masing sekutu menjadi agen atau wakil dari persekutuan firma untuk tujuan usahanya
Pembubaran persekutuan firma akan tercipta jika terdapat salah satu sekutu mengundurkan diri atau meninggal.
Tanggung Jawab seorang sekutu tidak terbatas pada jumlah investasinya.
Harta benda yang diinvestasikan dalam persekutuan firma tidak lagi dimiliki secara terpisah oleh masing-masing sekutu.
Masing-masing sekutu berhak memperolah pembagian laba persekutuan firma.
Kelebihan Persekutuan Firma
Relatif mudah dalam pendirian dan pembubaran.
Kebebasan serta keluwesan dalam kegiatannya
Suatu kesatuan usaha yang melaporkan pajak, bukan yang membayar pajak.
Jumlah modalnya relatif besar dari usaha perseorangan sehingga lebih mudah untuk memperluas usahanya.
Lebih mudah memperoleh kredit karena mempunyai kemampuan finansial yang lebih besar.
Kemampuan manajemen lebih besar karena adanya pembagian kerja di antara para anggota. Disamping itu, semua keputusan di ambil bersama-sama.
Tergabung alasan-alasan rasional.
Perhatian sekutu yang sungguh-sungguh pada perusahaan
Keburukan Firma
 Tanggung jawab pemilik tidak terbatas terhadap seluruh utang perusahaan. Sebagai contoh, dapat dilihat bentuk berikut ini:
Anggota Investasi Dalam
Toko Pengecer Kekayaan
Pribadi
A Rp. 400.000
B Rp. 200.000
C Rp. 100.000
Dengan berbagai macam alasan, toko tersebut mempunyai hutang sebesar Rp. 800.000. modal yang ditanamkan oleh para anggota hanya sebesar Rp. 700.000 dipakai untuk melunasi hutang tersebut. Sisa hutang sebesar Rp. 100.000 harus dibayar dari kekayaan pribadi. Karena A dan B tidak memiliki kekayaan pribadi, maka sisa hutang tersebut harus dibayar oleh C.
 Pimpinan dipegang oleh lebih dari satu orang. Hal yang demikian ini memungkinkan timbulnya perselisihan paham diantara para sekutu.
 Kesalahan seorang firmant harus ditanggung bersama.
 Ciri-ciri bentuk badan usaha firma
 Anggota firma biasanya sudah saling mengenal dan saling mempercayai.
 Perjanjian firma dapat dilakukan di hadapan notaris maupun di bawah tangan.
 Memakai nama bersama dalam kegiatan usaha.
 Adanya tanggung jawab dan resiko kerugian yang tidak terbatas.
Download Akuntansi.docx
0 komentar: