Judul: Manajemen Konflik
Penulis: Fridiyanto Yanto
MANAJEMEN KONFLIK
Pendahuluan
Latarbelakang
Konflik didefenisikan sebagai sebuah perjuangan antara satu atau dua orang lebih bisa jua satu kelompok dengan kelompok lain dengan kebutuhan, ide, nilai, dan tujuan yang berbeda. Konflik bisa membuat organisasi menjadi produktif namun bisa juga membuat organisasi tidak produktif. Olehkarena itu dibutuhkan manajemen konflik, agar konflik keorganisasian bisa menjaga keberlangsungan organisasi.
Menurut Ralf Dahrendorf every society displays at every point dissensus and conflict; social conflict is ubiquitous, artinya konflik merupakan hal yang wajar dan akan nampak dimasyarakat mana pun dan dan tidak mungkin dapat dielakkan. Olehkarena konflik merupakan bagian kehidupan dalam masyarakat, maka konflik tidak perlu dikhawatirkan karena konflik tidak selalu bersifat destruktif, tetapi juga bisa menjadi konstruktif. Bahkan George Simmel menggambarkan konflik hal yang perlu bagi masyarakat: "just as the universe needs 'love and hate' that is attractive and repulsive forces, in order to attain a determinate shape, needs some quantitative ratio of harmony and disharmony, of association and competition of favorable and unfavorable tendencies." Bagi Dahrendorf bahwa konflik adalah subyek proses-proses perubahan. Keteraturan berasal dari paksaan anggotanya dari atas, dan keteraturan dalam masyarakat dipelihara oleh penguasa. Masyarakat memiliki dua wajah, yaitu konflik dan konsensus.
Menurut Poloma konflik sering memperkuat dan mempertegas batas kelompok dan meningkatkan penggalangan solidaritas internal kelompok. Konflik antar kelompok merupakan penghadapan antara in group dan out group. Ketika konflik terjadi, masing-masing anggota dalam kelompok akan meningkatkan kesadaran sebagai sebuah kelompok (in group) untuk berhadapan dengan kelompok lain (out group). Konflik dapat menetapkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Sedangkan konflik dengan kelompok lain akan dapat memperkuat identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur dalam dunia sosial lainnya.
Sumber konflik dalam organisasi meliputi: a) bersama-sama menggunakan sumber-sumber daya organisasi yang sama; b) perbedaan dalam tujuan antara bagian/kelompok dalam organisasi; c) saling ketergantungan pekerjaan dalam organisasi; d) perbedaan nilai-nilai persepsi yang dianut oleh masing-masing dalam organisasi; e) sumber-sumber lain, seperti gaya perorangan, kekaburan organisasi, dan masalah komunikasi. Sementara Smith mengatakan bahwa sumber konflik yaitu: a) masalah komunikasi; b) struktur organisasi; dan c) faktor manusia.
Konsekwensi dari konflik yaitu akan muncul perubahan-perubahan, seperti: a) keakraban di antara kelompok akan meningkat; b) timbulnya pemimpin-pemimpin baru; c) hambatan-hambatan persepsi kelompoknya dan kelompok lain yang berkonflik; d) munculnya stereotipe yang negatif; e) seleksi wakil-wakil yang kuat; f) perkembangan akan kebutuhan terhadap diri masing-masing.
Dampak konflik, Pertama, bisa membuat kelompok kerja lemah dan berbagai pekerjaan dalam organisasi atau perusahaan akan terbengkalai. Kedua, konflik bisa menjurus pada persoalan personal antar individu dalam organisasi. Ketiga, konflik memiliki dampak positif ketika manajer dapat mengelola konflik menjadi menjadi persaingan sehat antar individu. Keempat, menyebabkan berbagai hal yang tidak terkait langsung dengan tujuan organisasi, sehingga menyebabkan pemborosan sumber daya organisasi.
Menurut Stephen P Robins bahwa tujuan dari manajemen yang efektif tidaklah untuk menyingkirkan konflik. Justru tujuan itu adalah menciptakan intensitas konflik yang tepat sehingga menuai manfaat fungsionalnya.
Contoh konflik yang fungsional (berdampak positif), misalnya di sebuah departemen yang beradu argumentasi dengan departemen lainnya mengenai pelayanan yang akan diberikan kepada konsumen. Perdebatan seperti ini akan menciptakan kesadaran organisasi untuk mengatasi masalah masalah yang diatasi. Sedangkan konflik yang disfungsional (berdampak negatif) ketika interaksi antar anggota atau antar departemen membahayakan organisasi. Maka secara manajemen konflik seperti ini harus segera diatasi.
Konflik harus dipelajari oleh para praktisi organisasi agar dapat menjadikan konflik menjadi nilai yang produktif. Maka seorang leader membutuhkan keahlian mengelola konflik. Bagaimana pun konflik dalam organisasi tetap akan muncul, maka pelaku diorganisasi harus mempersiapkan diri menghadapinya. Ketika konflik dikelola dengan baik, maka organisasi akan berjalan lebih efektif dalam memanfaatkan waktu, pemikiran, tenaga dan dana untuk penyelesaian sebuah konflik.
Konflik merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dalam sebuah organisasi. Maka seorang pemimpin yang baik, harus tanggap situasi konflik diorganisasinya dan menyelesaikan berdasarkan ilmu dan seni mengatasi konflik. Karena pentingnya topik konflik dalam Ilmu Manajemen. Maka makalah ini akan mendiskusikan konflik mulai dari hakikat konflik dalam Al-Qur'an, dan bagaimana konflik yang merupakan bagian studi Sosiologi ini dapat diterapkan dalam Ilmu Manajemen, khususnya Manajemen Pendidikan Islam.
Dalam makalah ini akan dibahas konsep konflik secara umum mulai dari pendekatan sosiologis sampai pendekatan praktis dalam Ilmu Manajemen. Sedangkan untuk mempelajari manifestasi konflik di lembaga pendidikan, penulis mengulas beberapa hasil penelitian mengenai konflik di lembaga pendidikan.
Pokok Pembahasan
Berikut adalah fokus fokus pembahasan:
Bagaimana konsep konflik dalam Islam
Bagaimana konsep konflik dalam Ilmu Manajemen
Bagaimana manifestasi konflik dalam lembaga pendidikan
Tujuan Pembahasan
Memahami konsep konflik dalam Islam
Memahami konsep konflik dalam Ilmu Manajemen
Memahami bentuk konflik dalam lembaga pendidikan
Pembahasan
Konflik dalam Islam
Hakikat Konflik dalam Al-Qur'an
Dalam Al-Qur'an, konflik sinonim dengan kata "Ikhtilaf" sebagaimana dalam firman Allah dalam Surat Al-Baqarah: 176.
"Yang demikian itu adalah karena Allah telah menurunkan al-Kitab dengan membawa kebenaran; dan sesunguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) al-Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh."
Peristiwa penciptaan Nabi Adam A.S mungkin merupakan sebuah peristiwa konflik yang pertama. Dalam Surat Al-A'raf: 11-13 menceritakan percakapan antara Allah dan Iblis yang menolak untuk bersujud kepada Nabi Adam A.S. Penolakan ini dilakukan oleh iblis, dikarenakan iblis merasa lebih mulia daripada Nabi Adam. Karena sikap penolakan iblis ini membuat dia harus keluar dari surga.
"(11) Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian kami katakan kepada para malaikat, "Bersujudlah kamu kepada Adam", maka mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud (12) Allah berfirman, "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu? Iblis menjawab, "Saya lebih baik daripadanya; Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah." (13) Allah berfirman, "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina."
Menurut Ibnu Katsir, Surat al A'raaf: 11, Allah mengingatkan kepada Bani Adam tentang kemuliaan bapak mereka, Adam. Allah pun menjelaskan permusuhan yang dilakukan lawan mereka, iblis, berikut kedengkiannya kepada mereka dan bapak mereka. Hal ini agar manusia berhati hati terhadapnya dan tidak mengikuti jalannya.
Sedangkan Surat Al A'raaf: 12 menjelaskan perkataan iblis "Saya lebih baik daripadanya," adalah sebuah alasan yang merupakan dosa besar. Seolah-olah ia menolak untuk melakukan ketaatan karena yang lebih mulia tidak diperintahkan untuk bersujud kepada yang lebih rendah keutamaannya. Maksud iblis adalah bahwa ia lebih mulia daripada Adam, karena ia diciptakan dari api daripada Adam yang diciptakan dari tanah. Iblis melakukan sikap pembangkangan di tengah para malaikat karena menolak bersujud. Akibat pembangkangan iblis tersebut, dalam Surat al A'raaf: 13 Allah memerintah iblis untuk turun dari surga. Ibnu Katsir merujuk pendapat ahli tafsir dhamir (kata ganti) pada kata minhaa merujuk pada kata surga, bisa juga merujuk pada kedudukan yang dahulu diperolehnya di surga.
Penyebab Konflik
Peristiwa Habil dan Qabil merupakan peristiwa konflik yang pertama terjadi di muka bumi. Tidak diterimanya kurban Qabil membuat ia marah sehingga membunuh saudaranya Habil. Dalam Surat Al-Maidah: 27-30 menggambarkan bagaimana proses dan penyebab terjadinya konflik antara Habil dan Qabil.
"(27) Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil). Ia (Qabil) berkata, "Aku pasti membunuhmu!" Habil berkata, "Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertaqwa. (28) Sungguh, kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. (29) Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh) ku dan dosa sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim. (30) Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi."
Ibnu Katsir mengatakan bahwa dalam Surat Al-Maa-idah: 27-30 Allah menjelaskan akibat buruk dari kejahatan, kedengkian dan kezhaliman dalam kisah dua anak Adam: Habil dan Qabil. Bagaimana salah satunya menganiaya yang lain hingga membunuhnya; karena jahat dan dengki kepadanya berkenaan dengan nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya dan diterimanya kurban orang yang ikhlas karena Allah. Orang yang dibunuh meraih keberuntungan dengan dihapuskannya dosa-dosa dan dimasukkan ke dalam surga. Sedangkan orang yang membunuh, ia merugi dan pulang dengan membawa kerugian di dunia dan akhirat.
Resolusi Konflik
Dalam Surat Al-Hujurat: 9 menggambarkan sebuah resolusi konflik terhadap pihak-pihak yang berkonflik. Dalam penyelesaian konflik harus dilakukan dengan prinsip keadilan, artinya tidak ada pihak yang dirugikan ketika dirumuskannya sebuah perdamaian.
" (9) Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil (10) Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat"
Dalam Surat Al-Hujuraat: 9 Allah berfirman memerintahkan untuk mendamaikan dua kubu kaum mukmin yang saling bertikai. Mereka tetap disebut sebagai orang-orang yang beriman meski saling menyerang satu sama lain. Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini dengan beberapa hadits, diantaranya: "Sesungguhnya cucuku ini adalah sayyid (pemimpin). Kelak ia akan mendamaikan dua kubu besar kaum muslimin"
Hadis ini disampaikan Rasulullah ketika berkhutbah, saat itu Rasulullah bersama al-Hasan bin 'Ali di atas mimbar. Berita yang disampaikan Rasulullah itu pun terjadi ketika al-Hasan mendamaikan penduduk Syam dan penduduk Irak pasca perang berkepanjangan dan kejadian yang mengerikan. Rasulullah bersabda: "Tolonglah saudaramu yang berbuat zhalim atau yang dizhalimi." Aku (Anas) berkata, "Wahai Rasulullah! Yang dizhalimi pasti aku tolong, lantas bagaimana aku menolong orang yang berbuat zhalim?" Rasulullah bersabda, "Engkau mencegahnya supaya tidak berbuat zhalim, itulah caramu menolongnya.
Dalam Islam resolusi konflik juga dapat dilakukan dengan sikap ihsan,musyawarah, tabayun, silaturahmi, ishlah, hakam (mediator konflik), dan ukhuwah. Jika konsep ini benar-benar dapat dijalankan dalam manajemen konflik, maka konflik keorganisasia sebenarnya dapat diminimalisir.
Konflik dalam Sejarah Islam
Pada masa Khulafa ar Rasyidin sudah mulai nampak dikalangan umat Islam. Setelah meninggalnya Rasulullah SAW terjadi perdebatan mengenai siapa yang berhak dan layak melanjutkan kepemimpinan Nabi. Peristiwa ini dikenal dengan tsaqifah bani sa'idah, dimana terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, yang pada berikutnya memunculkan kecemburuan dari Ali ibn Abi Thalib karena merasa ditinggalkan dalam musyawarah, sedang ia merupakan alhlul bait yang semestinya melanjutkan kepemimpinan Nabi.
Dalam sejarah Islam salah satu konflik internal terbesar umat Islam yaitu yang dikenal dengan al-fitnah al-Kubra (Malapetaka besar, yakni pembunuhan Utsman Ibn 'Affan, Khalifah III). Kahlifah Utsman ibn Afan dinilai terlalu lemah dan melakukan praktik nepotisme sehingga berdampak pada pembunuhannya.
Pada periode ini kepentingan politik yang sangat tinggi memicu konflik berkepanjangan karena telah menjadi konflik teologi. Setelah meninggalnya Utsman, maka dilantiklah Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah keempat. Namun terdapat kelompok-kelompok lain yang juga berambisi dan menginginkan posisi Ali sebagai khalifah, diantaranya: Thalhah, Zubeir dan Mu'awiyah. Thalhah dan Zubeir berhasil dikalahkan oleh Ali dalam sebuah perang yang juga melibatkan janda Nabi, Aisyah. Sedangkan ketika melawan Mu'awiyah, Ali yang nyaris memenangkan perperangan dikalahkan oleh strategi arbitrase yang dilakukan oleh Mu'awiyah.
Namun, pilihan arbitrase yang dilakukan oleh Ali menjadi penyebab munculnya kelompok Khawarij, yang sebelumnya adalah bagian dari kelompok Ali. Kelompok Khawarij (kharaja) yang artinya keluar dari barisan Ali, karena Ali telah menerima tawaran arbitrase Mu'awiyah, padahal kemenangan sudah di depan mata. Kelompok Khawarij menghakimi bahwa Ali dan Mu'awiyah sudah berdosa besar, dan sudah kafir. Olehkarena itu darah kelompok Ali dan Mu'awiyah halal ditumpahkan. Maka kelompok Khawarij menolak tunduk pada khalifah mana pun, dan melakukan berbagai tindakan kekerasan untuk mencapai tujuannya.
Kelompok Khawarij yang sangat ekstrim dan radikal mengatakan bahwa kelompok di luar mereka adalah musyrik olehkarena itu mereka wajib dibunuh. Hanya daerah mereka sendiri yang disebut dar al Islam sedangkan daerah muslim yang lain adalah dar al kufr (dar al harb) yang harus diperangi dan dihancurkan. Akibat pandangan teologis Khawarij ini adalah munculnya aliran-aliran teologi, seperti: Murji'ah, Syi'ah, Mu'tazilah, Maturidiah, Asy'ariyah. Setiap aliran teologi ini mengkonstruksi dan mengabsahkan ideologi masing-masing berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits yang berdampak tidak hanya pada permasalahan teologi tapi meluas ke permasalahan politik.
Peristiwa al-fitnah al-Kubra dapat dikatakan adalah akar konflik internal umat Islam yang masih terjadi hingga saat ini. Setiap konflik-konflik yang terjadi antar umat Islam, tidak pernah terlepas dari aliran teologi yang setiap firqah tersebut saling klaim kebenaran. Sehingga sering berkonflik secara politik mau pun konflik fisik antar kelompok.
Konsep konflik dalam Ilmu Manajemen
Konsep konflik pada awalnya merupakan kajian Sosiologi. Beberapa sosiolog yang pernah membahas konflik dalam karya-karyanya antara lain: Karl Marx (1818-1883), Emile Durkheim (1879-1912), Max Weber (1864-1920 M), dan George Simmel (1858-1918). Mereka banyak berkontribusi terhadap studi konflik yang selanjutnya banyak dipakai dalam ilmu sosial lainnya, diantaranya Ilmu Manajemen.
Pengertian Konflik
Dalam bahasa Yunani konflik: configere, conflictm, artinya benturan. Menurut Kartini Kartono arti kata ini mengacu pada semua bentuk bentura, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi, dan interaksi-interaksi yang antagonis bertentangan. Stephen R. Robbins mendefinisikan konflik: "….we define conflict to be a process in which an effort is purposely made by A to offset the efforts of B by some form of blocking that will result in frustrating B in attaining his or her goals of furthering his or her interests." Sedangkan Don Hellriehel dan John W. Slocum Jr mendefinisikan konflik: "…..conflict is defined as any situation in which there are incompatible goals, cognitions, or emotions within or between individuals or groups and the leads to opposition or antagonistic interaction." Menurut Garet R. Jones konflik adalah "….organizational conflict is the clash that occurs when the goal-directed behavior of ones group blocks or thwards the goals of another." Lewis Coser mendefenisikan konflik sosial "to mean a struggle over values and claims to scarce status, power and resources in which the aims of the proponents are to neutralize, injure or eliminate their rivals. Konflik bermakna sebuah perjuangan meliputi nilai-nilai dan klaim untuk mengesahkan status, kekuasaan dan sumber daya yang bertujuan untuk menetralisr, melukai atau menyingkirkan pesaing mereka. Definis Coser lebih menekankan pada konflik sosial.
Dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan bentuk hubungan interaksi satu individu dengan individu lain atau satu kelompok dengan kelompok lain, dimana masing-masing pihak secara sadar, berkemauan, berpeluang dan berkemampuan saling melakukan tindakan untuk mempertentangkan suatu isu yang diangkat dan dipermasalahkan antara yang satu dengan yang lain berdasarkan alasan tertentu.
Jika diklasfikasikan pandangan terhadap konflik dapat dikategorikan sebagai berikut.
Tabel 1. Pandangan terhadap Konflik
Pandangan Lama Pandangan Baru
Konflik harus dihilangkan dari organisasi, karena dapat menganggu organisasi dan merusak prestasi Konflik sesungguhnya meningkatkan prestasi organisasi
Dalam organisasi yang baik tidak ada konflik Dalam organisasi yang baik, konflik yang memuncak mendorong anggota memacu prestasi
Konflik harus dihindari Konflik merupakan bagian integral dari kehidupan organisasi
Konflik jelek, karena dapat menjurus le tingkat stres yang lebih tinggi, memunculkan kejahatan dan sabotase terhadap program Konflik itu baik karena dapat merangsang untuk memecahkan masalah
Dengan mengoordinasikan program secara baik, manajer akan membentuk perilaku pegawai sepenuhnya Banyak faktor yang menentukan perilaku pegawai dalam pekerjaannya. Manajer tidak dapat mengontrol faktor-faktor situasional dan harus menghadapi kemungkinan terjadinya konflik
Dalam Pandangan Lama konflik selalu bersifat negatif, olehkarena itu konflik merupakan hal yang jelek dan harus dihindari. Sangat bertentangan dengan pendapat para Sosiolog, misalnya Dahrendorf yang mengemukakan konflik hal yang tidak bisa dihindari dalam sebuah organisasi atau masyarakat, dalam Pandangan Lama mengiginkan konflik jangan sampai ada dalam organisasi. Sedangkan Pandangan Baru mengatakan bahwa konflik merupa
Terdapat tiga pandangan mengenai konflik: Pandangan tradisional, Pandangan hubungan manusia, Pandangan interaksional. Pandangan Tradisional beranggapan bahwa semua konflik adalah buruk dan negatif, disinonimkan dengan istilah kekerasan, yang merugikan, tetapi harus dihindari dan diatasi. Pandangan Hubungan Manusia menganggap bahwa konflik merupakan hal wajar dan tidak dapat terelakkan dalam setiap kelompok. Sedangkan Pandangan Interaksional berkeyakinan bahwa konflik tidak hanya suatu kekuatan positif dalam suatu kelompok melainkan juga mutlak diperlukan untuk suatu kelompok agar dapat bekerja efektif.
Tabel 2. Perbandingan Pandangan Konflik
Pandangan Tradisional Pandangan Kontemporer Pandangan Interaksional
Masalah utama Disebabkan oleh pembuat masalah
Buruk
Seharusnya dihindari
Seharusnya ditekan
Tidak dapat dihindari antar manusia
Tidak selalu buruk
Hasil alamiah dari perubahan
Dapat dikelola Hasil dari komitmen terhadap tujuan
Sering bermanfaat
Seharusnya distimulasi
Seharusnya membantu kreatifitas
Dampak pada Kinerja Penurunan kinerja sebagai level peningkatan konflik Kinerja pada dasarnya tergantung bagaimana konflik dikendalikan secara efektif. Biasanya peningkatan kinerja terhadap level tertentu sebagai peningkatan level konflik, kemudian menurun jika konflik tidak diselesaikan bahkan meluas Pada level tertentu konflik dibutuhkanuntuk meningkatkan kinerja. Kinerja meningkat dengan konflik pada level tertentu.kemudian terjadi penurunan jika konflik tidak diselesaikan
Rekomendasi Tidakan Jangan lakukan sesuati jika a=d
Selesaikan konflik jika a>d
(Dimana d.0) Jangan lakukan apa pun jika a=d
Selesaikan konflik jika a>d
(dimana d-0) Jangan lakukan apa pun jika a=d
Selesaikan konflik jika a>d
Stimulasi konflik jika a<d
(dimana d>0)
Jika dilihat secara garis besar, konflik dalam suatu organisasi dapat terjadi dalam beberapa keadaan sebagai berikut: 1) Konflik antar bawahan di bagian yang sama; 2) Konflik antara bawahan dan pimpinan di bagian yang sama; 3) Konflik antar bawahan dari bagian yang berbeda; 4) Konflik antar pimpinan dan bawahan dari bagian yang berbeda; 5) Konflik antar pimpinan dari bagian yang berbeda. Sedangkan Veithal mengemukakan ; 1) Konflik dalam diri perorangan; 2) Konflik antara perorangan-perorangan dalam suatu organisasi; Konflik antara perorangan-perorangan dan kelompok-kelompok dalam suatu orgnisasi; 3) Konflik antara kelompok suatu organisasi; 4) Konflik antara organisasi-organisasi.
Sekurang-kurangnya terdapat tiga tipe konflik dalam organisasi: Konflik Tugas; Konflik Antarpersonal; Konflik Prosedural. Konflik tugas terjadi karena anggota organisasi menghadapi ketidaksesuaian peran yang dijalankan dengan status dan kemampuan. Konflik ini bersifat produktif yang kalau diselesaikan dapat meningkatkan tanggung jawab dan perubahan pola pikir di organisasi. Konflik antar personal terjadi karena tidak dipenuhinya keinginan personal atau kelompok oleh organisasi, sehingga relasi antar personal tidak efektif. Sedangkan Konflik prosedural adalah konflik yang terjadi ketika anggota kelompok tidak sepakat dengan prosedur yang mengatur bagaimana kelompok mencapai tujuan organisasi.
Secara umum konflik terdiri dari tiga komponen sebagai berikut: 1) Kepentingan. Merupakan sebuah motivasi orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Motivasi ini tidak hanya dari bagian keinginan pribadi seseorang, tetapi juga dari peran dan statusnya; 2) Emosi. Sering diwujudkan melalui perasaan yang menyertai sebagian besar interaksi manusia seperti marah, kebencian, takut, dan penolakan; 3) Nilai. Yaitu komponen konflik yang paling susah diselesaikan karena nilai berada pada kedalaman akar pemikiran dan perasaan tentang benar dan salah, baik dan buruk yang mengarahkan dan memelihara perilaku orang.
Menurut Winardi terdapat tiga hal pokok sehubungan dengan konflik, sebagai berikut: 1) Konflik berkenaan dengan perilaku terbuka. Konflik merupakan proses dimana perbedaan antar kelompok atau individu dibiarkan memuncak. Maka diperlukan intervensi seorang manajer dalam proses tersebut; 2) Konflik muncul karena dua persepsi antara ketidak sesuaian tujuan yang dipersepsi dan peluang yang dipersepsi untuk mempengaruhi pencapaian tujuan pihak lain; 3) Perilaku yang dilakukan secara sadar. Konflik perilku yang dilakukan secara aktif dan sadar untuk menghalangi pencapaian tujuan pihak lain.
Proses Konflik
Konflik terjadi melalui beberapa tahap berikut: 1) tahap antisipasi, yaitu merasakan munculnya gejala perubahan yang mencurigakan; 2) tahap menyadari, yaitu perbedaan mulai diekspresikan dalam bentuk suasana yang tidak mengenakkan; 3) tahap pembicaraan, yaitu pendapat-pendapat berbeda mulai muncul; 4) tahap perdebatan terbuka, yaitu pendapat-pendapat yang berbeda mulai dipertajam dan lebih dirumuskaN dengan baik; 5) Tahap konflik terbuka, yaitu masing-masing pihak berusah memaksakan pendirian kepada pihak lain.
Dalam Encyclopedia of Professional Management Editor Lester Robet Bittle, McGraw-Hill, Inc, 1998, dijelaskan bahwa tingkatan konflik dalam organisasi: Tingkat pertama adalah the unvisible conflict. Pada tingkat ini , konflik masih di batin. Ada beberapa ketidakcocokan antara individu dengan individu lain, tetapi ketidakcocokan tidak nampak ucapan, sikap, dan tindakan. Tingkat kedua adalah the perceived / experienced conflict. Merupakan konflik yang sudah diketahui, dan dialami. Anggota organisasi sudah sama-sama mengalami perbedaan yang muncul dalam bentuk perlawanan. Perbedaan itu bisa jadi berbeda dalam pendapat, harapan, kebutuhan, motif, tuntutan atau tindakan. Perlawanan itu bisa jadi dalam bentuk ucapan atau sikap. Tingkat ketiga adalah the fighting. Pada tingkat ini, konflik sudah berubah menjadi perlawanan fisik, baku hantam, perkelahian.
Sumber Konflik
Konflik organisasi terjadi dikarenakan enam kategori penting: Persaingan terhadap sumber-sumber; Ketergantungan pekerjaan; Kekaburan bidang tugas; Problem status; Rintangan komunikasi; dan Sifat-sifat individu. Persaingan terhadap sumber-sumber misalnya dalam memperoleh anggaran, ruang, pengadaan bahan, personalia, serta peralatan pendukung. Ketergantungan terhadap pekerjaan, jika dua individu atau kelompok saling tergantung satu sama lain sementara masing-masing mereka memiliki prioritas sendiri dalam capaian kerja. Kekaburan batas-batas bidang kerja, terjadi jika adanya overlapping tanggung jawab. Problem status, konflik yang terjadi bila satu departemen berusaha meningkatkan statusnya, sementara departemen lain menganggapnya sebagai ancaman. Rintangan komunikasi, konflik yang terjadi ketika tidak tersedianya sarana komunikasi yang baik untuk menciptakan koordinasi antara individu atau antar kelompok. Yang terakhir, Sifat-sifat individu, konflik yang terjadi ditentukan oleh sifat kepribadian masing-masing pihak dalam suatu tinjawan tawar menawar. Biasanya konflik bersumber dari: a) situasi yang tidak menunjukkan keseimbangan tujuan yang ingin dicapai; b) alokasi sumber daya yang tidak seimbang; c) persoalan status yang tidak selaras; d) timbul persepsi yang berbeda. Konflik di organisasi juga bersumber dari faktor komunikasi, faktor struktur tugas, faktor personal, dan faktor lingkungan. Tidak hanya itu, konflik juga bisa disebabkan faktor-faktor berikut:
Perbedaan individu. Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan berbeda. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik. Dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
Latarbelakang kebudayaan. Perbedaan kebudayaan membentuk pribadi berbeda. Seseorang akan terpengaruh dengan pola pemikiran kelompoknya. pola tersebut menjadi pendirian individu yang dapat memicu konflik dengan individu lain yang juga dipengaruhi budaya kelompoknya.
Perbedaan kepentingan. Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan berbeda. Orang dapat melakukan hal yang sama tetapi untuk tujuan berbeda.
PerubahanNilai. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau mendadak, perubahan tersebut dapat memicu konflik sosial. Perubahan mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di organisasi, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan.
Sementara Kreitner (1989) menjelaskan situasi-situasi yang menyebabkan munculnya konflik: 1) Kepribadian atau sistem nilai yang tidak sesuai satu sama lainnya; 2) Batas pekerjaan yang tidak jelas; 3) Persaingan ketat untuk mencapai sumber daya yang terbatas; 4) Komunikasi tidak lancar; 5) Tugas-tugas interdependensi (tugas yang harus diselesaikan berkaitan dengan tugas yang lainnya; 6) Kompleksitas keorganisasian; 7) Kebijakan, standar-standar peraturan yang tidak jelas; 8) Tugas yang di luar kemampuan; 9) Pengambilan keputusan kolektif; 10) Pengambilan keputusan berdasarkan konsensus; 11) Ekspektasi yang tidak te) rpenuhi; 12) Konflik yang tidak terselesaikan atau konflik yang ditekan.
Konflik juga bisa muncul ketika terdapat perlakuan mendiskreditkan atau ada pihak yang merasa tidak dihargai. Ketika manajemen gagal mendefinisikan peranan dan tugas anggota. Komunikasi yang lemah atau munculnya kesalahpahaman tentang apa yang perlu dilakukan dan kapan. Selanjutnya A personalitiy clash yang bentuknya macam-macam. Ketika anggota tidak suka terhadap gaya kempemimpinan atau gaya kerja anggota organisasi tertentu bisa menimbulkan konflik. Kurang pengalaman dalam menduduki posisi tertentu atau peranan tertentu. Orang yang baru menduduki posisi atau jabatan tertentu, biasanya sering menimbulkan konflik. Kurang pengalaman dalam memimpin orang yang bermacam-macam latar belakang.
Mengatasi Konflik
Tingkat konflik dapat dinaikkan atau dikurangi dengan mengubah kondisi-kondisi yang menyebabkan konflik. Banyak pendekatan dalam mengatasi konflik, diantaranya: 1) Menetapkan peraturan-peraturan untuk mengatur perilaku agresif dan meredakan permusuhan; 2) Mengubah peraturan arus kerja, desain pekerjaan, dan batas-batas bidang kerja antar individu atau antar kelompok; 3) Mengubah sistem ganjaran untuk mendorong persaingan atau kerjasama; 3) Mendirikan posisi khusus untuk menangani arbitrase, mediasi; 3) Memberikan kesempatan kepada pihak yang orientasi berbeda untuk terlibat dalam kebijakan; 4) Melatih pejabat kunci mengenai taktik mengatasi konflik.
Sedangkan langkah untuk mengurangi konflik, yaitu: Saling memberikan hal positif antara satu kelompok dengan kelompok lainnya; Sering mengadakan kontak sosial; Mempersatukan kelompok konflik dengan menciptakan dan meyakini adanya musuh bersama.
Sebuah kelompok masuk periode konflik sebagai perbedaan individual di antara anggota kelompok. Sering anggota kelompok bersaing untuk kepemimpinan dan tugas-tugas. Mereka mungkin tidak setuju terhadap kelebihan prosedur dan kelebihan manfaat grup itu sendiri. Iklim dan perasaan tidak senang muncul. Kelompok mungkin bisa terbagi ke dalam sub grup yang mengatur arahan berbeda. Karena tahap konflik adalah hal tidak menyenangkan yang sering tidak efektif, banyak kelompok berusaha untuk menolak permulaannya atau sepakat dengan kedangkalan isunya. Bagaimana pun hal ini memaksa sebuah kelompok untuk melewati jalan raya tahap-tahap konflik dengan perkembangan pesat kesempatan kemunduran terhadap tahap. Jauh lebih baik untuk menerima tahap konflik sebagai bagian perkembangan kelompok dan konsentrasi pada cara efektif untuk mempersingkat waktu konflik dan meminimalisir dampaknya. Sebagaimana yang digambarkan dalam Tabel Panduan Tahap berikut.
Tabel 3. Panduan Tahap Konflik
Menerima konflik sebagai sebuah kebutuhan bagi perkembangan kelompok
Memahami konflik untuk memperkuat
Mengikuti ujian norma kelompok melalui anggota
Mengikuti sub grup untuk membentuk dan memperbaiki interaksi kelompok
Pemimpin dapat melakukan cara-cara berikut untuk mengatasi konflik: 1) Bersabar. Pemimpin berupaya mengabaikan konflik, terutama konflik ringan; 2) Memberikan kesempatan kepada semua kelompok untuk menyampaikan pendapatnya; 3) Meminta satu pihak menempatkan diri pada posisi orang lain; 4) Menghindar. Keputusan meninggalkan konflik didasarkan pada perhitungan bahwa konflik yang terjadi tidak memiliki kekuatan secara sosial, ekonomi, dan emosional; 5) Kekerasan. Tindakan yang diambil dalam mengatasi konflik jika dipandang bahwa dampak yang ditimbulkan membahayakan; 6) Negosiasi. Pandangan bahwa konflik dapat diselesaikan antara orang yang berkonflik tanpa melibatkan pihak ketiga; 7) Konsiliasi. Tindakan membawa semua yang berkonflik ke meja perundingan; 8) Mediasi. Menyangkut pihak ketiga yang ikut membantu menyelesaikan konflik agar tercapai persetujuan; 9) Arbitrase. Kedua belah pihak yang berkonflik setuju pada keterlibatan pihak ketig yang memiliki otoritas hukum dan mereka sebelumnya harus setuju untuk menerima keputusannya; 10) Peradilan. Intervensi pihak ketiga yang berwenang untuk campur tangan dalam penyelesaian konflik, apakah pihak-pihak yang berkonflik itu menginginkan atau tidak.; 11) Pemimpin menggunakan kewenangan. Seorang pemimpin harus mengambil keputusan dengan menggunakan berbagai keahlian kepemimpinannya dalam menggunakan kekuasaan, namun permasalahan dapat diselesaikan dengan efektif.
Profesor pakar Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, George Kohlrieser mengemukakan enam keahlian dalam mengelola konflik secara efektif.
Ciptakan dan perbaiki ikatan. Kunci penanganan konflik adalah mempersatukan kembali. Maka perlu sebuah pandangan bersama, sebagai teman bukan sebagai musuh, dan berdasarkan hubungan saling menghormati. Seorang pemimpin harus memisahkan orang dengan masalah.
Membangun dialog dan negosiasi. Dialog dan negosiasi merupakan dua cara yang produktif, namun membutuhkan emosi, intelektual dan semangat.
"Put the fish on the table". Ungkapan ini bermakna bahwa semua masalah yang rumit tanpa harus agresif untuk diselesaikan bersama.
Pahami apa penyebab konflik. Hal ini penting dilakukan untuk melihat apakah sebuah konflik berhubungan dengan kepentingan dan kebutuhan anggota, misalnya posisi, uang, atau jaminan kesejahteraan.
Gunakan hukum pengulangan. Hukum pengulangan adalah dasar kerjasama dan kolaborasi. Apa yang anda berikan maka itulah yang akan anda dapatkan. Maka perlu dibangun sikap saling berempati agar terjadi saling pemahaman.
Bangun sebuah hubungan positif. Harus dibangun bahwa hubungan juga merupakan tujuan. Maka perlu mengetahui pandangan anggota lain dengan pendekatan yang komunikatif.
Sementara Griffin menggunakan pendekatan sebagai berikut untuk mengatasi konflik:
Tabel 4. Beberapa Pendekatan dalam Manajemen Konflik
Pendekatan dalam Manajemen Konflik Program yang dijalankan
Stimulasi konflik Peningkatan persaingan antar individu dan kelompok
Pelibatan pihak eksternal ke dalam bagian di mana konflik terjadi
Perubahan aturan main yang ada
Pengendalian Konflik Perluasan penggunaan sumber daya organisasi
Peningkatan koordinasi dalam organisasi
Penentuan tujuan bersama yang dapat mempertemukan berbagai pihak yang terlibat dalam konflik
Mempertemukan perilaku da kebiasaan kerja dari para pegawai
Penyelesaian dan Penghilangan Konflik Penghindaran konflik dengan jalan penghindaran sumber-sumber konflik
Intervensi terhadap pihak-pihak yang terlibat konflik untuk melakukan kompromi
Mengakomodasi keinginan pihak-pihak yang terlibat konflik dalam suatu forum penyelesaian konflik
Pendekatan Griffin tersebut menggunakan tiga pendekatan manajemen konflik, yaitu konflik harus dikelola, diawasi, dan dikendalikan agar tidak menganggu kinerja organisasi.
Resolusi Konflik
Menangani konflik tidak hanya sebuah ilmu, tetapi juga merupakan seni dalam berorganisasi. Berikut seni mengatasi konflik: 1) Pengalaman- pengalaman dalam hal menangani aneka konflik; 2) Kemampuan menerapkan analisis SWOT, dan analisis medan kekuatan terhadap konflik yang muncul ataupun konflik yang akan muncul; 3) Kemampuan menerapkan pandangan futuristik terhadap konflik yang ada maupun konflik potensial; 4) Menggunakan pendekatan sistemik terhadap kasus konflik; 5) Sedapat mungkin menerapkan pendekatan win win solution.
Secara organisasi resolusi konflik sebagai berikut: Pertama, menyelesaikan masalah yang sudah muncul atau yang masih terpendam. Masalah tidak hilang karena diabaikan. Masalah itu bersembunyi dan biasanya akan muncul dalam bentuk pukulan mendadak. Karena itu perlu diselesaikan supaya tidak membesar.
Kedua, melihat masalah secara proporsional: tidak membesar-besarkan, tidak mengada-ngada,namun tidak meremehkan. Sering terjadi bahwa hubungan kita menjadi bermasalah padahal tidak ada masalah yang perlu dimasalahkan atau masalah itu hanya berupa semacam penilaian-perasaan subyektif.
Ketiga, otoritas lebih tinggi (Refering to higher authority) sebagai penengah, peredam atau pemberi solusi. Selama masalah yang menimbulkan konflik itu berkaitan dengan pekerjaan dan melibatkan orang banyak, biasanya penggunaan otoritas / kekuasaan sangat membantu, sebagai mediator atau decision maker. Kelima, berkompromi punya manfaat, kompromi adalah belajar untuk menjadi fleksibel dan belajar untuk tidak menjadi keras. Tujuan yang perlu diingatkan adalah harus adanya resolusi konflik yang benar. Winardi mengemukakan dua teknik resolusi konflik, yaitu manajemen konflik langsung, dan manajemen konflik tidak langsung. Teknik manajemen konflik tidak langsung secara potensial bermanfaat, misalnya: diingatkannya tujuan bersama, referensi hirarkikal, redesain keorganisasian, pemanfaatan mitologi dan skrip-skrip.
Ada lima macam gaya resolusi konflik, yaitu: menghindari konflik, komando otoritatif, meratakan, kompromi, dan pemecahan masalah. Gaya manajemen menghindari konflik digunakan apabila sebuah persoalan bersifat sepele atau apabila lebih banyak persoalan penting. Kondisi ini memotivasi anggota untuk kembali fokus pencapaian tujuan. Gaya manajemen resolusi konflik komando otoritatif digunakan apabila keputusan-keputusan cepat diperlukan sekali (darurat). Gaya manajemen konflik mengakomodasi atau meratakan digunakan apabila persoalan bersifat lebih penting bagi pihak lain dibandingkan pihak sendiri, dan untuk membentuk "kredit sosial" pada persoalan yang kelak akan muncul. Gaya manajemen kompromis digunakan untuk mencapai penyelesaian temporer terhadap persoalan kompleks, dan untuk mencapai solusi cepat.
Konflik juga bisa diselesaikan dengan cara Dominasi, Kompromi, dan Penyelesaian integrated. Metode Dominasi meredakan konflik dengan cara memaksa semua pihak untuk menyelesaikan konflik. Metode ini akan ada kelompok yang kalah dan kelompok yang menang. Metode Kompromi mengadakan pendekatan jika ada kesamaan akan dijadikan bahan kompromi. Sedangkan Metode Penyelesaian Integrated berusaha menyelesaikan konflik dengan menyeluruh melalui konsensus, konfrontasi.
Manifestasi Konflik dalam Lembaga Pendidikan
Untuk melihat bentuk konflik dalam lembaga pendidikan, berikut ulasan mengenai penelitian-penelitian yang mengkaji konflik di lembaga pendidikan.
Fathurrahman Muhtar. Konflik dalam Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam di Pondok Pesantren Nahdhatul Wathan Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Disertasi (Surabaya, Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010). Rumusan masalah disertasi ini yaitu: 1) apakah sumber kewenangan dan praksis kewenangan dalam pengelolaan lembaga pendidikan Islam di Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Lombok Timur NTB menyebabkan terjadinya konflik?; 2) Bagaimana pemetaan konflik pengelolaan lembaga pendidikan Islam di Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Lombok Timur NTB?; 3) Bagaimana pengelolaan lembaga pendidikan Islam di Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan Lombok Timur NTB yang sedang berkonflik.
Hasil penelitian menunjukkan: Pertama, Dengan adanya perebutan kewenangan menyebabkan terjadinya konflik di lembaga pendidikan NW di Pancor. Dua saudara yang berkonflik memiliki kewenangan yang sama dalam mengelola Yayasan Pendidikan Hamzanwadi. Karena Raihanun menganggap dirinya paling dekat dengan orang tuanya TG. Zainuddin maka ia merasa paling layak mengelola yayasan dan pondok pesantren. Raihanun mengambil alih segala kewenangan kepengurusan tanpa berkompromi dengan kakaknya Rauhun Rauhun pun bereaksi erhadap tindakan adiknya tersebut dengan menentang segala bentuk kebijakan Raihanun. Konflik internal antara keluarga Rauhun dan Raihanun pun terjadi. Masing-masing kelompok mencari dukungan jamaah Nahdlatul Wathan Pancor, sehingga konflik meluas keranah organisasi Nahdlatul Wathan. Dampaknya konflik tersebut menyebabkan adanya dalisme kepemimpinan Nahdlatul Wathan.
Kedua, Pemetaan konflik terbagi dalam, a) konteks dan sumber konflik. Dari hasil penelitian menggambarkan sumber konflik di Pondok Pesantren Nahdlatul Wathan terbagi dalam tiga hal, yaitu: Konflik keluarga, Perebutan pengaruh terhadap jamaah, Legalitas kepemimpinan perempuan, Masalah politik; b) Pihak-pihak yang berkonflik. Pihak utama yang berkonflik adalah internal keluarga Rauhun dan Raihanun. Sedang pihak sekunder yang diuntungkan dengan adanya konflik tersebut adalah pihak-pihak yang memiliki kepentingan-kepentingan tidak langsung dengan adanya konflik di NW, seperti para Tuang Guru di NW; c) Sebab dan akibat sampingan dari konflik. Terjadi persaingan pondok pesantren satu dengan pondok pesantren lainnya, dan satu madrasah dengan madrasah lain. Bahkan persaingan tersebut bisa memaikan satu madrasah di salah satu kelompok. Pendirian madarasah baru di awal perpecahan dari kedua kubu didorong oleh emosi sesaat, tanpa mempertimbangkan kelangsungan madrasah pada masa mendatang; d) Perkembangan situasi-situasi yang dibentuk oleh berbagai model tindakan para pihak yang berkonflik.
Ketiga, walau pun NW sedang berkonflik, pengelolaan pendidikan oleh Rauhun mau pun Raihanun semakin berkembang. Pengelolaan lembaga pendidikan di Pancor mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi yang tetap bernaung di bawah pesantren Darunnahdlatain Nahdlatul Wathan, Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pancor, di bawah kendali Rauhun. Sedangkan Raihanun mendirikan yayasan baru dengan menggunakan nama Yayasan Syekh Zainuddin NW sebagai payung lembaga pendidikan yang dikelolanya. Dalam pengembangan lembaga NW, Rauhun dan Raihanun lebih fokus kepada peningkatan kualitas kelembagaan. Mengembangkan sarana dan prasarana yang lebih berkualitas, seperti membangun gedung yang lebih modern di Pancor mau pun di Anjani sebagai usat kegiatan pendidikan NW. Menjadikan Pancor dan Anjani sebagai pusat pendidikan Islam yang unggul dan modern. Sedangkan Raihanun dalam waktu singkat telah membangun lembaga-lembaga pendidikan baru mulai dari tingkat MI sampai Perguruan Tinggi. Pada masa kepemimpinan Raihanun tahun 2004-2009 ia telah mendirikan 161 lembaga baru.
Ajang Kusmana. Peran Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik: Studi Kasus di UIN Malang. Disertasi UIN Malang, 2012. Disertasi ini membahas: 1) bentuk-bentuk konflik yang terjadi di UIN Malang; 2) fungsi kepemimpinan UIN Malang dalam manajemen konflik; 3) gaya kepemimpinan UIN Malang dalam manajemen konflik. Temuan penelitian, yaitu: 1) terdapat berbagai jenis konflik di UIN Malang, yaitu: Instrumental conflict yang nampak pada pengelolaan keuangan; Interest conflict nampak dalam perebutan sumber daya yang terbatas; Value conflict nampak dalam perbedaan pandangan keagamaan dan konflik organisasi keagamaan. 2) Secara umum konflik ditangani pemimpin melalui; fungsi keteladanan, distribusi jabatan, memanfaatkan momen keagamaan. 3) gaya kepemimpina konflik berorientasi hubungan manusia dengan menciptakan suasana persahabatan, saling mempercayai, melibatkan berbagai pihak, dan berupaya menggembirakan warga kampus.
Saepuddin. Penerapan Manajemen Konflik dalam Kepemimpinan Kepala Sekolah pada Peningkatan Mutu Pendidikan Agama Islam: Studi Multi Kasus di SMPN 2 dan SMPN 4 Masbagik Lombok Timur NTB.Tesis PPs UIN Malang, 2012. Pertanyaan penelitian tesis ini sebagai berikut: 1) bagaimana metode kepala sekolah dalam menerapkan manajemen konflik di SMPN 2 dan SMPN 4 Masbagik?; 2) bagaimana model dan gaya kepemimpinan kepala sekolah dalam menerapkan manajemen konflik di SMPN 2 dan SMPN 4 Masbagik?; 3 bagaimana upaya kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan agama Islam di SMPN 2 dan SMPN 4 Masbagik?. Temuan penelitan yaitu: 1) Kepala sekolah SMPN 2 Masbagik dalam menerapkan manajemen konflik cendrung menggunakan pendekatan kompromi untuk mencapai win win solution. Sedangkan Kepala sekolah SMPN 4 Masbagik menggunakan metode pendelegasian, mendamaikan, mendiamkan, menganjurkan introspeksi; 2) gaya menajemen konflik Kepala sekolah SMPN 2 Masbagil lebih demokratis, sedangkan Kepala sekolah SMPN 4 Masbagil cendrung lebih otoriter; 3) Upaya yang dilakukan Kepala sekolah SMPN 2 Masbagik dalam meningkatkan mutu dimulai dari hal kecil dengan kegiatan kegiatan di sekolah. Sedangkan upaya yang dilakukan Kepala sekolah SMPN 4 Masbagil adalah dengan meningkatkan mutu Imtaq melalui membaca Al-Qur'an setiap hari.
Toto Suharto. Kesadaran yang Bertentangan sebagai Bentuk Resolusi Konflik dalam Pendidikan: Pengalaman Pesantren Persatuan Islam di Masa Orde Baru. Jurnal nalitis, Volume XVII, Nomor 2, Desember 2012. Penelitian ini menekan pertanyaan penelitian pada mengapa pesantren Persatuan Islam meresponsi kebijakan hegemonik pemerintah Orde Baru dengan jalan kontra-hegemonik, pada saat organisasi lain seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah merespon dengan konsiliasi? Bagaimana bentuk resolusi koflik yang dilakukan pesantren Persatuan Islam terkait dengan kebijakan pendidikan pemerintah Orde Baru yang hegemonik.
Kesimpulan penelitian yaitu: bahwa alasan pesantren Persatuan Islam di masa kepemimpinan KH.A.Latief Muchtar,M.A. merespon kekuasaan Orde Baru dengan kontra hegemonik bermaksud untuk mempertahankan ideologi pendidikan Persatuan Islam yang berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah. Ideologi tersebut tetap dipertahankan walau sempat merubah asasnya menjadi Pancasila, namun segera dirubah kembali ketika era reformasi. Peneliti mengkaji yang diterapkan pesantren Persatuan Islam ini ke dalam perspektif Gramsci yang menyebutnya sebagai kesadaran yang bertentangan (contradictory consciousness), karena segala kebijakan pendidikan pemerintah Orde Baru diterima pesantren Persatuan Islam secara pasif dan samar samar. Lembaga ini secara psikologis menyimpan dan memiliki sikap apatisme terhadap Orde Baru yang kebijakan pendidikannya untuk melahirkan manusia yang Pacasilais, sebuah hal yang bertentangan dengan ideologi pendidikan pesantren Persatuan Islam. Maka resolusi yan dilakukan yaitu pesantren PERSIS mandiri, tapi tidak mengisolir diri.
Dalam disertasi Fathurrahman Muhtar menemukan bahwa konflik dalam lembaga pendidikan Islam akan sangat rawan terjadi di lembaga pendidikan yang dikelola olah keluarga. Motif utamanya bisa dikarenakan sumber daya atau aset yang dimiliki oleh lembaga. Namun hal ini dikemas sedemikian rupa menjadi konflik ideologis yang melibatkan banyak orang.
Sedangkan penelitian Toto Suharto lebih melihat konflik eksternal lembaga pendidikan Islam yang lebih bersifat politis dan ideologis. Dalam penelitian ini tidak memperlihatkan konflik yang terjadi dalam pesantren Persis melainkan perlawanan ideologis Persis terhadap pemerintahan Orde Baru yang menginginkan lembaga pendidikan Islam menciptakan generasi muda yang Pancasilais. Sementara Persis memiliki kepentingan mempersiapkan generasi muda berdasarkan Alqur'an dan Hadis. Dalam penelitian ini memperlihatkan bagaimana kebijakan pendidikan Orde Baru banyak menciptakan konflik tersembunyi, atau perlawanan terhadap negara dengan cara diam.
Penutup
Simpulan
Dalam Al-Qur'an banyak digambarkan tentang hakikat konflik (QS. ); proses konflik (QS. ) sumber konflik (QS. ) dan resolusi konflik (QS. ). Sedangkan dalam sejarah Islam peristiwa konflik terbesar yang pernah dialami salah satunya peristiwa alfitnahtul kubra. Berikutnya akibat peristiwa ini umat Islam terpecah dalam firqah yang menyebabkan konflik berkepanjangan bahkan masih terjadi hingga saat ini.
Konsep konflik yang dipakai dalam Ilmu Manajemen pada dasarnya adalah hasil kerja para sosiolog. Berdasarkan penelitian Sosiologi yang mempelajari interaksi manusia, maka Ilmu Manajemen mengaplikasikannya ke dalam pengelolaan organisasi. Praktisi manajemen menyadari bahwa konflik merupakan benturan kepentingan yang disebabkan banyak faktor di dalam organisasi. Jika konflik di organisasi tidak dikelola dengan baik, maka akan berdampak buruk pada kinerja organisasi. Namun pengelolaan konflik era kontemporer bukanlah untuk menghindarkan konflik, karena pada dasarnya konflik hal yang pasti ada dalam setiap komunitas atau organisasi. Maka manajer dituntut untuk menguasai ilmu dan seni manajemen konflik, sehingga konflik menjadi fungsional bagi organisasi.
Di lembaga pendidikan milik pemerintah, konflik tetap terjadi. Namun karena terdapat sebuah sistem yang baik mengelola seluruh permasalahan di lembaga pendidikan pemerintah, maka konflik masih tidak terlampau nampak. Sedangkan manifestasi konflik di lembaga pendidikan biasanya lebih sering terjadi. Hampir menyeluruh konflik lembaga pendidikan swasta terjadi akibat perebutan sumber daya, sehingga kelompok yang berkonflik menggunakan berbagai cara untuk merebut sumber daya yang saling diklaim.
DAFTAR PUSTAKA
Azra,Azyumardi. Pergolakan Politik Islam: dari Fundamentalisme, Modernisme hingga Post-Modernisme. Jakarta: Paramadina, 1996
Dahrendorf, Ralf. Konflik dan Konflik dalam Masyarakat Industri. Jakarta: Rajawali, 1986
Dunham, B. Randall., John, L.Pierce,L.John, Management N(ew York: Scott Foresmann, 1989).hlm.71.)
Ivanevich, M. John, dkk. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jilid 2. Jakarta: Erlangga, 2006
Katsir,Ibnu. Shahih Tafsir Ibnu Katsir: Pengesahan Hadits Berdasarkan Kitab-kitab Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dan Ulama Ahli Hadits Lainnya disertai Pembahasan yang Rinci dan Mudah difahami terj. Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri. Jilid III. Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2006
Kusmana,Ajang. Peran Kepemimpinan dalam Manajemen Konflik: Studi Kasus di UIN Malang. Disertasi UIN Malang, 2012
Liliweri, Alo. Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultur. Yogyakarta: LKIS, 2005
Madjid, Nurcholish. Kaki Langit Peradaban Islam (Jakarta: Paramadina)
Mohyi,Ach. Teori dan Perilaku Organisasi: disertai contoh soal-soal ujian Middle Final dan UNC. Surabaya: UMM Press, 1999
Muhtar, Fathurrahman. Konflik dalam Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam di Pondok Pesantren Nahdhatul Wathan Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Disertasi (Surabaya, Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010).
Rivai,Vithal. Islamic Leadership: Membangun Super Leadership melalui Kecerdasan Spiritual. Jakarta: Bumi Aksara, 2009
Tisnawati,e., Erni dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hlm.291)
Shane, Mc. Steven., Glinow, Von Ann, Mary. OrganizationalBehavior. New York: McGraw Hill, 2005
Soetopo,Hendyat. Perilaku Organisasi: Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan (Bandung: Rosda dan UNM,2012)
Suprihantoro, John, dkk. Perilaku Organisasional. Yogyakarta: STIE Yayasan Keluarga Pahlawan Negara, 1987
Veithal Rivai., Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (Jakarta: Rajawali Pers, 2010),
Verma,K. Vijay. "Conflict Management." From the Project Management Handbook, Ed. Jeffrey Pinto, 1998
Wexley, N. Kenneth., Yukl, A.Gary. Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia. Jakarta: Rineka Cipta, 1992
Winardi, J. Teori Organisasi dan Pengorganisasian, Jakarta: Rajawali Pers, 2003
Wirawan. Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba Humanika, 2010
Wisnu, UR. Dicky., Nurhasanah, Siti. Teori Organisasi: Struktur dan Desain. Surabaya: UMM Press, 2005
Website
The Foundation Coalition, "Understanding Conflict and Conflict Management". Htt;://www.foundationcoalition.org/teams. Diakses tanggal 25 Oktober 2014
Terimakasih telah membaca Manajemen Konflik. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat
0 komentar: