September 15, 2016

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

Judul: AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
Penulis: Asri Suangga


PENGARUH AKUNTANSI KEUANGAN SEKTOR PUBLIK TERHADAP PERWUJUDAN TRANSPARANSI, AKUNTABILITAS DAN KONSEP VALUE FOR MONEY
(Studi kasus di RSUD Kelas B Kabupaten Subang)
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui akuntansi keuangan sektor publik, transparansi, akuntabilitas, value for money dan pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap transparansi, akuntabilitas dan konsep value for money.
Dalam penelitian ini ada empat variabel yang digunakan, yaitu: akuntansi keuangan sektor publik, transparansi, akuntabilitas dan value for money. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan jumlah sampel yang diteliti sebanyak 29 responden.
Data yang diperoleh berskala ordinal, kemudian ditransformasikan menjadi skala interval dengan menggunakan Method of Successive Interval. Metode analisis data menggunakan analisis regresi sederhana dan koefisien determinasi, serta pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t.
Dengan menggunakan analisis regresi sederhana diperoleh persamaan: Y1 = 10,804 + 0,101 X; Y2 = 1,655 + 0,431 X; dan Y3 = 3,668 + 0,613 X. Berdasarkan hasil uji t mengenai pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap transparansi, akuntabilitas dan konsep value for money menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara akuntansi keuangan sektor publik terhadap akuntabilitas dan konsep value for money. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian hipotesis dimana H0 ditolak, karena thitung(b) 7,367 > ttabel 2,052; dan thitung(c) 3,850 > ttabel 2,052. Sedangkan hasil uji t menunjukkan bahwa akuntansi keuangan sektor publik tidak berpengaruh signifikan terhadap transparansi, karena thitung(a) 1,809 < ttabel 2,052 atau dengan kata lain H0 diterima.
Berdasarkan hasil koefisien determinasi, diketahui pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap transparansi sebesar 10,8%; pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap akuntabilitas sebesar 66,8%; dan pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap value for money sebesar 35,4%.
Kata kunci : Akuntansi Keuangan Sektor Publik, Transparansi, Akuntabilitas, Konsep Value for Money.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu organisasi/entitas yang dapat dikategorikan sebagai sektor publik, sehingga dapat dijadikan satu contoh kecil dari penerapan akuntansi sektor publik di organisasi sektor publik.
Akuntansi sektor publik memiliki kaitan erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik yang memiliki wilayah lebih luas dan kompleks dibandingkan sektor swasta atau bisnis. Keluasan wilayah publik tidak hanya disebabkan keluasan jenis dan bentuk organisasi yang berada di dalamnya, tetapi juga kompleksitas lingkungan yang mempengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut.
Jika dilihat dari variabel lingkungan, sektor publik tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti politik, sosial, budaya, dan historis, yang menimbulkan perbedaan dalam pengertian, cara pandang, dan definisi. Misalnya, dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai entitas yang aktivitasnya menghasilkan barang dan layanan publik dalam memenuhi kebutuhan dan hak publik.
Secara kelembagaan, domain publik antara lain meliputi: badan-badan pemerintahan (pemerintah pusat dan daerah serta unit kerja pemerintah), perusahaan milik negara dan daerah (BUMN dan BUMD), yayasan, universitas, organisasi politik dan organisasi massa, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sebagai organisasi yang mengelola dana masyarakat, organisasi sektor publik seyogyanya mampu memberikan pertanggungjawaban publik melalui laporan keuangannya. Seperti halnya yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan komersial, informasi berupa laporan keuangan tersebut seharusnya merupakan hasil dari sebuah proses akuntansi. Informasi menjadi sangat penting karena merupakan sarana komunikasi efektif antara anggota masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat lainnya atau antara suatu entitas tertentu dengan masyarakat di sekitarnya. Untuk itu, selain disajikan secara utuh, informasi keuangan juga harus memiliki kualitas yang baik.Menurut Ian Ball dalam Harun (2009:v), Chief Executive International Federation of Accountants, terdapat sejumlah alasan mengapa kualitas informasi keuangan yang akurat dan tepat waktu dalam pemerintah harus sedemikian baik seperti halnya dalam perusahaan komersial.
Pemerintah di negara mana pun di seluruh dunia mengumpul, mengatur, dan membelanjakan dana masyarakat ribuan miliar dolar dengan tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Jika institusi pemerintah tidak beroperasi secara efisien dan efektif atau tidak membelanjakan dana secara bijak, tidak dapat dipungkiri hal tersebut merupakan suatu kebocoran besar-besaran dalam bidang ekonomi.
Pemerintah telah diberi kepercayaan oleh rakyat pemilih untuk mengelola aset dan kewajiban yang telah diakumulasi selama puluhan tahun yang tentu saja akan berpengaruh terhadap kesejahteraan warga negara di masa yang akan datang. Dengan demikian, masyarakat berhak terhadap akses informasi yang menjadi dasar tanggung jawab pemerintah atas penggunaan sumber-sumber ekonomi publik, termasuk informasi apakah pendapatan yang diperoleh cukup untuk pembiayaan operasional dan aktivitas pelayanan publik, dan kemampuan pemerintah memenuhi kewajibannya sekarang, serta kemampuan menghadapi krisis yang mungkin terjadi.
Terkait dengan alasan kedua, bahwa demokrasi yang sehat membutuhkan warga negara yang percaya akan kredibilitas politisi dan pejabat serta masyarakat yang peduli terhadap proses politik. Kepercayaan masyarakat meningkat jika pemerintah secara konsisten memberikan informasi akuntabilitas keuangan yang transparan dan terpercaya yang pada akhirnya memperkuat dukungan mereka terhadap pemerintah yang berkuasa. Dengan demikian, transparansi dan kualitas keuangan pemerintah berperan vital dalam membangun kualitas demokrasi dan pemerintahan yang efektif.
Beberapa alasan di atas memberikan gambaran akan pentingnya penyajian informasi keuangan yang berkualitas. Terlebih lagi dengan adanya otonomi daerah pada era reformasi ini. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU 32/2004). Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, yang merupakan limpahan pemerintah pusat kepada daerah. Pendelegasian kewenangan tersebut disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal. Implikasi langsung pendelegasian kewenangan dan penyerahan dana tersebut adalah kebutuhan untuk mengatur hubungan keuangan antara pusat-daerah dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan oleh pemerintah daerah. Agar dapat merealisasikan pengaturan, pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan inilah, maka pengembangan dan pengaplikasian akuntansi sektor publik sangat mendesak dilakukan sebagai alat untuk melakukan transparansi dalam mewujudkan akuntabilitas publik guna mencapai good governance (accounting for governance).
United Nation Development Program (UNDP) dalam Mardiasmo (2006:2) memberikan definisi governance sebagai cara pengelolaan negara dengan mempertimbangkan aspek politik yang mengacu pada proses pembuatan kebijakan; aspek ekonomi yang mengacu pada proses pembuatan keputusan yang berimplikasi pada masalah pemerataan, penurunan kemiskinan, serta peningkatan kualitas hidup; dan aspek administratif yang mengacu pada sistem implementasi kebijakan.
Dengan demikian, orientasi pembangunan sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan good governance. Lebih jauh, UNDP memberikan beberapa karakteristik pelaksanaan good governance, antara lain transparency, responsiveness, consensus orientation, equity, efficiency dan effectiveness, serta accountability. Dari karakterikstik tersebut, paling tidak terdapat tiga hal yang dapat diperankan oleh akuntansi sektor publik, yaitu terwujudnya transparansi, akuntabilitas, dan value for money.Akuntabilitas diartikan sebagai kewajiban para pemegang kekuasaan (pejabat publik) untuk mempertanggungjawabkan segala aktivitasnya yang mengatasnamakan publik (www.jurnalpamel.blogspot.com). Transparansi adalah keterbukaan (opennes) pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik. Sedangkan value for money (VFM) merupakan konsep pengelolaan yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas (Mardiasmo:2006).
Salah satu bagian dari akuntansi sektor publik adalah akuntansi keuangan. Akuntansi keuangan sektor publik sangat erat kaitannya dengan fungsi akuntansi sebagai penyedia informasi keuangan untuk pihak eksternal organisasi, salah satunya adalah masyarakat sebagai pengguna barang/jasa yang dihasilkan organisasi publik.
Sebagai salah satu organisasi sektor publik, rumah sakit pun dituntut untuk melaporkan segala aktivitasnya sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pemerintah dan masyarakat. Tidak hanya itu, sebagaimana organisasi lainnya, rumah sakit pun dituntut pula untuk mengelola sumber dayanya secara ekonomi, efisien dan efektif, namun tetap memperhatikan nilai-nilai sosial.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, "Pengaruh Akuntansi Keuangan Sektor Publik terhadap Perwujudan Transparansi, Akuntabilitas dan Konsep Value for Money (Studi Kasus di RSUD Kelas B Kabupaten Subang)".
1.2 Pembatasan Masalah
Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuntansi keuangan sektor publik. Sedangkan variabel dependen yang diteliti meliputi tiga hal, yaitu: transparansi, akuntabilitas dan value for money. Transparansi difokuskan terhadap transparansi atas laporan keuangan. Sedangkan variabel akuntabilitas yang diteliti difokuskan pada dua dimensi saja, yaitu akuntabilitas program dan akuntabilitas finansial. Untuk variabel value for money diteliti secara keseluruhan yang meliputi tiga elemen utamanya, yakni: ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
1.3 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah berikut.
1. Bagaimanakah penerapan akuntansi keuangan sektor publik di RSUD Kelas B Kabupaten Subang?
2. Bagaimanakah bentuk transparansi di RSUD Kelas B Kabupaten Subang?
3. Bagaimanakah bentuk akuntabilitas di RSUD Kelas B Kabupaten Subang?
4. Bagaimanakah konsep value for money di RSUD Kelas B Kabupaten Subang?
5. Bagaimana pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap perwujudan transparansi, akuntabilitas dan konsep value for money di RSUD Kelas B Kabupaten Subang?
1.4 Kerangka Pemikiran
Organisasi sektor publik merupakan sebuah entitas ekonomi yang memiliki keunikan tersendiri. Disebut sebagai entitas ekonomi karena memiliki sumber daya ekonomi yang tidak kecil, bahkan bisa dikatakan sangat besar. Organisasi sektor publik juga melakukan transaksi-transaksi ekonomi dan keuangan. Tetapi, berbeda dengan entitas ekonomi yang lain, khususnya perusahaan komersial yang mencari laba, sumber daya ekonomi organisasi sektor publik dikelola tidak untuk tujuan mencari laba (nirlaba).
Kita dapat menjumpai organisasi sektor publik serta berbagai aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat mengingat urusan sehari-hari kita yang tidak terlepas dari peran serta organisasi sektor publik. Organisasi sektor publik ini muncul dalam berbagai bentuk di masyarakat. Sebagian besar adalah merupakan organisasi pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Ada pula yang menjalankan aktivitasnya dalam berbagai bentuk yayasan, mulai dari yayasan yang menyelenggarakan pendidikan, yayasan yang bergerak di bidang sosial, sampai dengan yayasan-yayasan yang bidangnya sangat khusus seperti yayasan beasiswa. Termasuk juga organisasi sektor publik adalah lembaga-lembaga keagamaan, LSM, partai politik, rumah sakit, dan sekolah.
Organisasi sektor publik menjadi berbeda dan unik karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
Dijalankan tidak untuk mencari keuntungan finansial.
Dimiliki secara kolektif oleh publik.
Kepemilikan atas sumber daya tidak digambarkan dalam bentuk saham yang dapat diperjualbelikan.
Keputusan-keputusan yang terkait kebijakan maupun operasi didasarkan pada konsensus.
Meskipun memiliki keunikan-keunikan seperti tersebut di atas, namun entitas ekonomi organisasi sektor publik pun memiliki kesamaan dengan entitas bisnis lainnya. Beberapa kesamaan tersebut antara lain:
Keduanya merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam sebuah sistem perekonomian nasional yang secara bersama-sama menggunakan sumber daya, baik sumber daya finansial, modal, maupun manusia. Keduanya saling bertransaksi dan saling membutuhkan.
Kedua-duanya sama-sama menghadapi sumber daya ekonomi yang terbatas untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Keduanya mempunyai pola manajemen keuangan yang sama yang dimulai dari perencanaan sampai pengendalian di mana penggunaan akuntansi menjadi kebutuhan.
Dalam beberapa hal, keduanya mempunyai output produk yang sama. Misalnya, pemerintah menyediakan alat transportasi berupa bus damri sementara ada juga pihak swasta yang bergerak di sektor transportasi dan menyediakan sarana bus untuk masyarakat (Deddi Nordiawan, 2006:1).
Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik, baik di pusat maupun daerah. Hal ini dikarenakan organisasi sektor publik dirasakan kurang ekonomis, kurang efisien, kurang efektif dan kurang transparan. Tuntutan inilah yang menyebabkan perlunya pengembangan akuntansi sektor publik, khususnya bidang pemerintahan.
Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik (Stanbury, 2003).Pada dasarnya, akuntabilitas adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure) atas aktivitas dan kinerja finansial kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Schiavo-Campo dan Tomasi, 1999). Mardiasmo (2006:3) menyatakan dimensi akuntabilitas publik meliputi akuntabilitas hukum dan kejujuran, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas program, akuntabilitas kebijakan, dan akuntabilitas finansial.Governmental Accounting Standards Board (GASB, 1999) dalam Concepts Statement No. 1 tentang Objectives of Financial Reporting dalam Mardiasmo (2006:3) menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan dasar pelaporan keuangan di pemerintahan yang didasari oleh adanya hak masyarakat untuk mengetahui dan menerima penjelasan atas pengumpulan sumber daya dan penggunaannya. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa akuntabilitas memungkinkan masyarakat untuk menilai pertanggungjawaban pemerintah atas semua aktivitas yang dilakukan. Concepts Statement No. 1 menekankan pula bahwa laporan keuangan pemerintah harus dapat membantu pemakai dalam pembuatan keputusan ekonomi, sosial, dan politik dengan membandingkan kinerja keuangan aktual dengan yang dianggarkan, menilai kondisi keuangan dan hasil-hasil operasi, membantu menentukan tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang terkait dengan masalah keuangan dan ketentuan lainnya, serta membantu dalam mengevaluasi tingkat efisiensi dan efektivitas.
Pembuatan laporan keuangan adalah suatu bentuk kebutuhan transparansi yang merupakan syarat pendukung adanya akuntabilitas yang berupa keterbukaan (opennes) pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik. Transparansi informasi terutama informasi keuangan dan fiskal harus dilakukan dalam bentuk yang relevan dan mudah dipahami (Schiavo-Campo dan Tomasi, 1999). Transparansi dapat dilakukan apabila ada kejelasan tugas dan kewenangan, ketersediaan informasi kepada publik, proses penganggaran yang terbuka, dan jaminan integritas dari pihak independen mengenai prakiraan fiskal, informasi, dan penjabarannya (IMF, 1998 dalam Schiavo-Campo dan Tomasi, 1999). Pada saat ini, pemerintah sudah mempunyai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan (PP No. 24 Tahun 2005).Kerangka transparansi dan akuntabilitas publik dibangun paling tidak atas lima komponen, yaitu sistem perencanaan strategik, sistem pengukuran kinerja, sistem pelaporan keuangan, saluran akuntabilitas publik (channel of public accountability), dan auditing sektor publik yang dapat diintegrasikan ke dalam tiga bagian akuntansi sektor publik, yaitu: Akuntansi Manajemen Sektor Publik, Akuntansi Keuangan Sektor Publik, dan Auditing Sektor Publik.
Hal lain yang berkaitan dengan pengembangan akuntansi sektor publik adalah Value for Money. Value for money (VFM) merupakan konsep pengelolaan yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Ekonomi adalah pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang terendah. Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan dengan menghindari pengeluaran yang boros. Efisiensi merupakan pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu. Efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana, efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output.
Gambar 1.1
Bagan Kerangka Pemikiran
Rumah Sakit
Organisasi Sektor Publik
Akuntabilitas
Transparansi
Value for money
Pengaruh Akuntansi Keuangan Sektor Publik terhadap Perwujudan Transparansi, Akuntabilitas dan Konsep Value for Money
Akuntansi Keuangan Sektor Publik

1.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut.
H0 =Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh terhadap transparansi (Y1) secara signifikan
H1 =Akuntansi keuangan sektor publik (X) memiliki pengaruh terhadap transparansi (Y1) secara signifikan.
H0 =Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh terhadap akuntabilitas (Y2) secara signifikan.
H1 =Akuntansi keuangan sektor publik (X) memiliki pengaruh terhadap akuntabilitas (Y2) secara signifikan.
H0 = Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh terhadap value for money (Y3) secara signifikan.
H1 = Akuntansi keuangan sektor publik (X) memiliki pengaruh terhadap value for money (Y3) secara signifikan.

Tinjauan Pustaka
Terjadinya reformasi di banyak negara khususnya di Indonesia juga memberikan dampak signifikan dalam perkembangan akuntansi sektor publik. Tuntutan agar pemerintah dikelola secara profesional dan efisien membuka kesadaran bagi setiap orang, terutama aparat pemerintah untuk senantiasa tanggap akan tuntutan lingkungannya dengan berupaya memberikan pelayanan terbaik secara transparan dan bertanggungjawab.
Definisi Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi sektor publik didefinisikan sebagai akuntansi dana masyarakat. Indra Bastian (2006:15) mengartikan akuntansi dana masyarakat sebagai: "... mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat". Dari definisi tersebut perlu diartikan dana masyarakat sebagai dana yang dimiliki oleh masyarakat - bukan individual, yang biasanya dikelola oleh organisasi-organisasi sektor publik, dan juga pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta. Definisi ini kemudian dikembangkan dengan melihat batasan organisasi sektor publik di Indonesia, yaitu lembaga tinggi negara dan departemen di bawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM, termasuk yayasan sosial. Sehingga, menurut Indra Bastian (2006:15), akuntansi sektor publik didefinisikan sebagai:
Mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta.
Ruang Lingkup Akuntansi Sektor Publik
Akuntansi Sektor Publik mempunyai empat pilar utama (Eriana K., dkk: 2009:4), yaitu:
Manajemen
Dari sisi kebijakan publik, sektor publik dipahami sebagai tuntutan pajak, birokrasi yang berlebihan, pemerintahan yang besar dan nasionalisasi versus privatisasi. Jadi, sektor publik merupakan bidang yang membicarakan metode manajemen negara. Bidang manajemen merupakan bidang akuntansi sektor publik yang mengupas akuntansi dari sisi internal organisasi.
Akuntansi
Beberapa literatur menyebutkan bahwa pengertian akuntansi tidak hanya sekedar melakukan pembukuan pencatatan transaksi saja, tetapi juga merupakan wahana pelayanan jasa yang berfungsi mempersiapkan informasi keuangan untuk pengambilan keputusan bagi pemakai laporan keuangan. Bidang akuntansi difokuskan pada pelaporan ke pemakai eksternal organisasi sektor publik.
Pembelanjaan
Pemerintahan sebagai salah satu organisasi sektor publik mempunyai pengaruh besar pada kebijakan kegiatan bisnis yang dijalankan organisasi seperti menilai syarat infrastruktur fisik dan sosial, kebijakan fiskal dan moneter, kebijakan perdagangan, kebijakan investasi, kebijakan industri, dan lain sebagainya.
Audit
Organisasi audit sektor publik adalah organisasi sektor publik yang mempunyai rincian tugas untuk melakukan pemeriksaan praktek keuangan dan kepatuhan hukum/prosedur dari berbagai organisasi sektor publik. Bidang audit merupakan bidang yang dikembangkan sebagai prasarana pengendalian. Di sektor publik bidang audit lebih ditujukan untuk mengembangkan alat verifikasi dan pengendalian.
Tujuan Akuntansi Sektor Publik
American Accounting Association (1970) dalam Glynn (1993) dalam Mardiasmo (2005:14) menyatakan bahwa tujuan akuntansi pada organisasi sektor publik adalah memberikan informasi yang diperlukan agar dapat mengelola suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi secara tepat, efisien, dan ekonomis, serta memberikan informasi untuk melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan tersebut serta melaporkan hasil operasi dan penggunaan dana publik. Dengan demikian, akuntansi sektor publik terkait dengan penyediaan informasi untuk pengendalian manajemen dan akuntabilitas.
Akuntansi Keuangan Sektor Publik
Akuntansi keuangan sektor publik sangat erat kaitannya dengan fungsi akuntansi sebagai penyedia informasi keuangan untuk pihak eksternal organisasi. Di sektor publik, kebutuhan akan informasi akuntansi semakin tinggi seiring dengan semakin meningkatnya tuntutan akuntabilitas publik dan transparansi oleh lembaga-lembaga publik. Laporan keuangan sektor publik menjadi instrumen utama untuk menciptakan akuntabilitas publik. Untuk menghasilkan laporan keuangan sektor publik yang relevan dan handal, maka diperlukan standar akuntansi keuangan dan sistem akuntansi untuk sektor publik. Pengembangan standar akuntansi keuangan sektor publik merupakan suatu yang sangat krusial, karena kualitas standar akuntansi secara langsung akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan. Demikian juga perlu dikembangkan sistem akuntansi yang handal yang mampu memfasilitasi dihasilkannya laporan keuangan yang dapat dipercaya.
Standar Akuntansi Keuangan Sektor Publik
Menurut UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya tahun 2008. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas. Hal ini dipertegas dalam PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang menyatakan bahwa laporan keuangan untuk tujuan umum disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas dana.
Dalam kaitan pemerintahan dan pengelolaan keuangan daerah, maka diterbitkan UU Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 33 Tahun 2004 sebagai pengganti UU Nomor 25 Tahun 1999. Peraturan Pemerintah (PP) yang berpayung hukum dengan UU yang telah diamandemen tentu harus menyesuaikan dan atau mengalami perubahan atau revisi. Misalnya, PP Nomor 105 Tahun 2000 diganti dengan PP Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Begitu pula dengan peraturan yang lebih teknis, seperti Kepmendagri UU Nomor 29 Tahun 2002, diganti dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Diterbitkannya Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagai implementasi PP Nomor 58 Tahun 2005 serta PP No. 24 Tahun 2005 merupakan standar bagi pemerintah dalam menjalankan fungsi akuntansi di pemerintahan.
Sistem Akuntansi Sektor Publik
Isu yang muncul dan menjadi perdebatan dalam reformasi akuntansi sektor publik di Indonesia adalah perubahan sistem pencatatan dari single entry menjadi double entry bookkeeping dan perubahan teknik atau sistem akuntansi berbasis kas menjadi berbasis accrual.
Single entry pada awalnya digunakan sebagai dasar pembukuan dengan alasan utama demi kemudahan dan kepraktisan. Seiring dengan semakin tingginya tuntutan pewujudan good public governance, perubahan tersebut dipandang sebagai solusi yang mendesak untuk diterapkan karena pengaplikasian double entry dapat menghasilkan laporan keuangan yang auditable.
Selain masalah sistem pencatatan, hal lain yang penting adalah masalah pengakuan (recognition). Secara sederhana, istilah pengakuan dalam akuntansi adalah penentuan saat dicatatnya suatu transaksi. Definisi pengakuan dalam akuntansi menurut SAP (2005:KK-20) adalah:
proses penetapan terpenuhinya kriteria pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan akuntansi sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur aset, kewajiban, ekuitas dana, pendapatan, belanja dan pembiayaan, sebagaimana termuat dalam laporan keuangan entitas pelaporan yang bersangkutan.
Pengakuan diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap pos-pos laporan keuangan yang terpengaruh oleh kejadian atau peristiwa terkait. Terdapat dua dasar pengakuan yang pokok, yaitu dasar/basis kas dan dasar/basis akrual.Basis kas (cash basis), menetapkan bahwa pengakuan/pencatatan transaksi ekonomi hanya dilakukan apabila transaksi tersebut menimbulkan perubahan atau berakibat pada kas, yaitu menaikkan atau menurunkan kas. Apabila suatu transaksi tidak berpengaruh pada kas, maka transaksi tersebut tidak akan dicatat.
Basis akrual (accrual basis) adalah dasar akuntansi yang mengakui transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa tersebut terjadi dan bukan hanya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar).
Cash basis mempunyai kelebihan antara lain mencerminkan informasi yang riil dan obyektif. Sedangkan kelemahannya antara lain kurang mencerminkan kinerja yang sesungguhnya. Teknik akuntansi berbasis accrual dinilai dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih komprehensif dan relevan untuk pengambilan keputusan.
Pengaplikasian accrual basis lebih ditujukan pada penentuan biaya layanan dan harga yang dibebankan kepada publik, sehingga memungkinkan pemerintah menyediakan layanan publik yang optimal dan sustainable serta memberikan gambaran kondisi keuangan secara menyeluruh (full picture), yang meliputi manajemen sumber daya (resource management), manajemen utang (liability management) dan menyediakan indikasi kekuatan fiskal jangka panjang dalam reformasi manajemen keuangan dan reformasi manajemen lainnya (Mellor, 1996).
Penekanan penggunaan accrual basis juga disyaratkan dalam GASB (1999) dan diterapkan bersama-sama dengan asumsi dasar lainnya seperti going concern, consistency of presentation, materiality and aggregation untuk mewujudkan comparative information (IFAC, 2000). Namun demikian, accrual accounting mempunyai beberapa kelemahan antara lain penilaian dan revaluasi aset yang didasarkan atas taksiran dan penggunaan estimasi dalam penghitungan depresiasi (Conn, 1996).
Transparansi
Pengertian Transparansi
Pengertian transparansi berdasarkan kerangka konseptual Standar Akuntansi Pemerintahan (2005) adalah:
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.
Menurut United Nation Development Program (UNDP), Transparansi adalah:
Prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapainya, informasi tersebut adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau publik.
Prinsip ini memiliki dua dimensi, yaitu komunikasi publik oleh pemerintah dan hak masyarakat terhadap akses informasi. Kedua hal tersebut sangat berhubungan dengan kinerja pemerintah, komunikasi publik menuntut usaha afirmatif dari pemerintah untuk membuka akses informasi dan aktivitasnya yang relevan, transparansi harus seimbang dengan kebutuhan rahasia lembaga maupun informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Komunikasi publik dengan penyebaran informasi juga disertai dengan penjelasan mengenai alasan setiap kebijakan tersebut.Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : KEP-117/M-MBU/2002, transparansi adalah:
"keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan."
Jenis Informasi
Informasi biasanya dikategorikan atas dua hal, yaitu informasi finansial dan non finansial. Informasi finansial yang dipublikasikan oleh perusahaan kepada publik meliputi neraca (balance sheet), laporan laba rugi (income statement), laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.
Informasi finansial yang utama terdapat pada laporan keuangan tahunan (annual report) dan laporan keuangan interim (interim report), biasanya berupa laporan tengah tahunan dan laporan triwulanan. Informasi non finansial merupakan bagian tak terpisahkan dari informasi finansial dan bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah (value added) dari manfaat laporan keuangan. Informasi non finansial difokuskan pada masalah pengungkapan (disclosure) risiko potensial (potential risk) yang dihadapi perusahaan saat ini serta alasan mengapa manajemen mengambil risiko tersebut.Bentuk Transparansi
Bentuk-bentuk transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan:
Press release melalui media cetak dan elektronik.
Call centre dalam pelayanan umum.
Pelibatan organisasi non pemerintah dalam beberapa kegiatan pemerintah dan yang paling populer adalah website pemerintah (www.ys-ujung.com).
Tujuan Keterbukaan Informasi
Empat tujuan utama keterbukaan informasi menurut Muh. Arief Effendi (2009:104), terutama pengungkapan informasi finansial dan non finansial bagi perusahaan adalah sebagai berikut.
Meningkatkan keterbukaan atau transparansi dalam pemberian informasi.
Mendukung proses implementasi GCG (Good Corporate Governance), termasuk pelaporan kepada pemangku kepentingan.
Mengupayakan kualitas manajemen perusahaan yang lebih profesional.
Bagi auditor eksternal (auditor independen) dituntut lebih memahami analisis strategi dan risiko perusahaan secara keseluruhan.
Transparansi Laporan Keuangan
Pembuatan laporan keuangan adalah suatu bentuk kebutuhan transparansi yang merupakan syarat pendukung adanya akuntabilitas yang berupa keterbukaan (opennes) pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik. Transparansi informasi terutama informasi keuangan dan fiskal harus dilakukan dalam bentuk yang relevan dan mudah dipahami. Transparansi dapat dilakukan apabila ada kejelasan tugas dan kewenangan, ketersediaan informasi kepada publik, proses penganggaran yang terbuka, dan jaminan integritas dari pihak independen mengenai prakiraan fiskal, informasi, dan penjabarannya (IMF, 1998 dalam Schiavo-Campo dan Tomasi, 1999 dalam Mardiasmo, 2006). Pada saat ini, pemerintah sudah mempunyai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan (PP No. 24 Tahun 2005).
Ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 64 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1998 tentang informasi keuangan tahunan perusahaan dimaksudkan agar dapat tercipta transparansi keuangan perusahaan yang pada gilirannya akan mendorong peningkatan efisiensi perekonomian nasional serta peningkatan daya saing dunia usaha. Pada dasarnya menurut peraturan pemerintah ini, semua perusahaan wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan. Namun, dengan pertimbangan kondisi manajemen dan administrasi perusahaan, terutama dalam kondisi dunia usaha saat ini, maka kewajiban tersebut hanya dikenakan kepada perusahaan-perusahaan dengan bentuk dan kriteria tertentu.
Pada saat berlakunya peraturan pemerintah ini, kewajiban berlaku bagi perusahaan yang berbentuk sebagai berikut.
Perseroan Terbatas (PT) yang memenuhi salah satu kriteria, yaitu merupakan perseroan terbuka; bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat, mengeluarkan surat pengakuan utang, memiliki jumlah aktiva atau kekayaan paling sedikit Rp. 50 miliar dan merupakan debitur yang laporan keuangan tahunannya diwajibkan oleh bank untuk diaudit.
Perusahaan asing yang berkedudukan dan menjalankan usahanya di wilayah negara Republik Indonesia menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya kantor cabang, kantor pembantu, anak perusahaan, agen, dan perwakilan dari perusahaan itu yang mempunyai wewenang untuk mengadakan perjanjian.
Perusahaan perseroan (persero), perusahaan umum (perum), dan perusahaan daerah. Laporan keuangan tahunan bagi perusahaan adalah laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik. Perseroan terbatas yang diwajibkan adalah yang bidang usahanya berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat, yaitu perseroan yang mengelola dana masyarakat seperti bank, asuransi, dan reksa dana (Muh. Arief Effendi:2009:88).
Akuntabilitas Publik
Pengertian Akuntabilitas Publik
Stanbury (2003) dalam Mardiasmo (2006:3) memberikan pengertian akuntabilitas sebagai:
Bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik.Menurut Schiavo-Campo dan Tomasi (1999) dalam Mardiasmo (2006:3), akuntabilitas pada dasarnya adalah:
Pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure) atas aktivitas dan kinerja finansial kepada pihak-pihak yang berkepentingan Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus dapat menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik yaitu hak untuk tahu, hak untuk diberi informasi, dan hak untuk didengar aspirasinya.
Menurut Jones dalam Stewart (1984:14) dalam Chaizi Nasucha (2004:26) mengemukakan bahwa "Akuntabilitas adalah kemampuan untuk memberikan sebuah pertanggungjawaban kepada pihak lain tentang sesuatu yang telah dilakukan atau tidak oleh seseorang". Sedangkan Romzek dan Dubnick dalam Kearns (1995:3) dalam Chaizi Nasucha (2004:26) menguraikan "akuntabilitas adalah bagaimana agensi publik dan pegawainya mengelola harapan-harapan yang banyak muncul baik dari dalam maupun dari luar organisasi".
Adapun Mardiasmo (2005:20) mengemukakan bahwa:
Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.
Dalam konteks organisasi pemerintah, Mardiasmo (2005:21) memberikan pengertian akuntabilitas publik sebagai:
Pemberian informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus bisa menjadi subjek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik.Berdasarkan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : KEP-117/M-MBU/2002, "Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
Dimensi Akuntabilitas Publik
Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas beberapa dimensi. Ellwood (1993) dalam Mardiasmo (2005:21) menjelaskan ada 4 (empat) jenis akuntabilitas, meliputi:
Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality).
Akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik. Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power).Akuntabilitas proses (process accountability).
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi.
Akuntabilitas program (program accountability).
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.
Akuntabilitas kebijakan (policy accountability).
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.Mardiasmo (2006:3) memberikan 5 (lima) dimensi akuntabilitas publik, yaitu:
Akuntabilitas hukum dan kejujuran,
Akuntabilitas program,
Akuntabilitas kebijakan,
Akuntabilitas finansial, dan
Akuntabilitas manajerial.
Menurut Mardiasmo (2006:3), akuntabilitas manajerial merupakan bagian terpenting untuk menciptakan kredibilitas manajemen pemerintah daerah. Tidak dipenuhinya prinsip pertanggungjawaban dapat menimbulkan implikasi yang luas. Jika masyarakat menilai pemerintah daerah tidak accountable, masyarakat dapat menuntut pergantian pemerintahan, penggantian pejabat, dan sebagainya. Rendahnya tingkat akuntabilitas juga meningkatkan risiko berinvestasi dan mengurangi kemampuan untuk berkompetisi serta melakukan efisiensi. Manajemen bertanggung jawab kepada masyarakat karena dana yang digunakan dalam penyediaan layanan berasal dari masyarakat baik secara langsung (diperoleh dengan mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri), maupun tidak langsung (melalui mekanisme perimbangan keuangan). Pola pertanggungjawaban pemerintah daerah sekarang ini lebih bersifat horisontal di mana pemerintah daerah bertanggung jawab baik terhadap DPRD maupun pada masyarakat luas (dual horizontal accountability). Namun demikian, pada kenyataannya sebagian besar pemerintah daerah lebih menitikberatkan pertanggungjawabannya kepada DPRD daripada masyarakat luas.Menurut Tatag Wiranto (2009:1), akuntabilitas memiliki 3 (tiga) dimensi:
Akuntabilitas politik, biasanya dihubungkan dengan proses dan mandat pemilu, yaitu mandat yang diberikan masyarakat kepada para politisi yang menduduki posisi legislatif dan eksekutif dalam suatu pemerintahan.
Akuntabilitas finansial, fokus utamanya adalah pelaporan yang akurat dan tepat waktu tentang penggunaan dana publik, yang biasanya dilakukan melalui laporan yang telah diaudit secara profesional. Tujuan utamanya adalah untuk memastikan bahwa dana publik telah digunakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif.
Akuntabilitas administratif, merujuk pada kewajiban untuk menjalankan tugas yang telah diberikan dan diterima dalam kerangka kerja otoritas dan sumber daya yang tersedia. Dalam konsepsi yang demikian, akuntabilitas administratif umumnya berkaitan dengan pelayan publik, khususnya para direktur, kepala departemen, dinas, atau instansi, serta para manajer perusahaan milik negara. Mereka adalah pejabat publik yang tidak dipilih melalui pemilu tetapi ditunjuk berdasarkan kompetensi teknis. Kepada mereka dipercayakan sejumlah sumber daya yang diharapkan dapat digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa tertentu.
2.5.3 Bentuk Akuntabilitas
Menurut Sirajudin H. Saleh dan Aslam Iqbal (1991), akuntabilitas merupakan sisi-sisi sikap dan watak kehidupan manusia yang meliputi: akuntabilitas internal dan akuntabilitas ekternal.
Dari sisi internal seseorang, akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban orang tersebut kepada Tuhannya. Akuntabilitas ini meliputi pertanggungjawaban diri sendiri mengenai segala sesuatu yang dijalankannya yang hanya diketahui dan dipahami oleh dia sendiri. Oleh karena itu, akuntabilitas internal disebut juga sebagai akuntabilitas spiritual. Ledivina V. Carino (1991) mengatakan bahwa dengan disadarinya akuntabilitas spiritual ini, maka pengertian accountable atau tidaknya seseorang bukan hanya dikarenakan dia tidak sensitif terhadap lingkungannya. Akan tetapi, lebih jauh dari itu yakni seperti adanya perasaan malu atas warna kulitnya, tidak bangga menjadi bagian dari suatu bangsa, kurang nasionalis, dan sebagainya. Akuntabilitas internal sangat sulit untuk diukur karena tidak adanya indikator yang jelas dan diterima oleh semua orang serta tidak ada yang melakukan pengecekan, pengevaluasian, dan pemantauan baik sejak tahap proses sampai dengan tahap pertanggungjawaban kegiatan itu sendiri. Semua tindakan akuntabilitas spiritual didasarkan pada hubungan seseorang tersebut dengan Tuhan. Namun, apabila benar-benar dilaksanakan dengan penuh iman dan takwa, kesadaran akan akuntabilitas spiritual ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada pencapaian kinerja orang tersebut. Itulah sebabnya mengapa seseorang dapat melaksanakan pekerjaan dengan hasil yang berbeda dengan orang lain, atau mengapa suatu instansi dengan instansi yang lainnya dapat menghasilkan kuantitas dan kualitas yang berbeda terhadap suatu pekerjaan yang sama.
Akuntabilitas eksternal seseorang adalah akuntabilitas orang tersebut kepada lingkungannya baik lingkungan formal (atasan-bawahan) maupun lingkungan masyarakat. Kegagalan seseorang untuk memenuhi akuntabilitas eksternal mengakibatkan pemborosan waktu, pemborosan sumber dana dan sumber-sumber daya yang lain, penyimpangan kewenangan, dan menurunnya kepercayaan masyarakat kepadanya. Akuntabilitas eksternal lebih mudah diukur mengingat norma dan standar yang tersedia memang sudah jelas. Kontrol dan penilaian dari pihak eksternal sudah ada dalam mekanisme yang terbentuk dalam suatu sistem dan prosedur kerja.Akuntabilitas eksternal baik di dalam organisasi maupun di luar organisasi merupakan hal yang paling banyak dibicarakan dalam konteks akuntabilitas. Akuntabilitas eksternal terdiri dari:
Akuntabilitas eksternal untuk pelayanan publik pada organisasi sendiri.
Dalam akuntabilitas ini, setiap tingkatan pada hierarki organisasi diwajibkan untuk accountable kepada atasannya dan kepada yang mengontrol pekerjaannya. Untuk itu, diperlukan komitmen dari seluruh petugas untuk memenuhi kriteria pengetahuan dan keahlian dalam pelaksanaan tugas-tugasnya sesuai dengan posisi tersebut.Akuntabilitas eksternal untuk individu dan organisasi pelayanan publik di luar organisasi sendiri.
Akuntabilitas ini mengandung pengertian akan kemampuan untuk menjawab setiap pertanyaan yang berhubungan dengan capaian kinerja atas pelaksanaan tugas dan wewenang. Untuk itu, selain kebutuhan akan pengetahuan dan keahlian, juga dibutuhkan komitmen untuk melaksanakan kebijakan dan program-program yang telah dijanjikan/dipersyaratkan sebelum dia memangku jabatan tersebut (Pusdiklatwas BPKP:2007).
Akuntabilitas eksternal adalah akuntabilitas yang paling banyak dibahas. Banyak orang mengelompokkan akuntabilitas ini menjadi beberapa bagian, selaras dengan sudut pandang masing-masing, antara lain:
Menurut Mario D. Yango (1991) dalam Muh.Irfan (2006:5).
Akuntabilitas tradisional/reguler
Akuntabilitas yang memfokuskan kepada transaksi-transaksi reguler/fiskal dalam efisiensi administrasi publik menuju pelayanan prima.
Akuntabilitas manajerial
Akuntabilitas yang menitikberatkan kepada efisiensi dana, kekayaan, sumber daya manusia, dan sumber daya lain. Diharapkan peranan manajer atau pengawas lebih baik terutama dalam menetapkan proses yang berkelanjutan sehingga dapat memberikan pelayanan publik yang lebih baik.
Akuntabilitas program
Akuntabilitas yang memfokuskan kepada pencapaian hasil operasi pemerintah. Sangat diperhatikan sampai di mana pencapaian hasil, bukan sekedar cukup bahwa suatu program sudah dikerjakan.
Akuntabilitas proses
Akuntabilitas yang memfokuskan kepada informasi mengenai tingkat kesejahteraan sosial. Diperlukan etika dan moral yang tinggi serta dampak positif pada kondisi sosial masyarakat.
Menurut Samuel Paul (1991) dalam Muh.Irfan (2006:5).
Akuntabilitas demokratis. Pemerintah harus akuntabel atas kinerja semua kegiatannya kepada pemimpin politik yang telah mengangkatnya.
Akuntabilitas profesional. Para pakar dan teknokrat melaksanakan tugas senantiasa dilandasi oleh norma dan standar profesinya.
Akuntabilitas hukum. Ketentuan-ketentuan hukum disesuaikan dengan kepentingan publik yang dituntut oleh seluruh masyarakat.
Pembagian lain:
Akuntabilitas keuangan berkaitan dengan integritas keuangan, pengungkapan dan ketaatan terhadap perundang-undangan. Sasarannya adalah laporan keuangan yang mencakup penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran keuangan instansi pemerintah.
Akuntabilitas manfaat. Terfokus kepada efektivitas, tidak sekedar pada kepatuhan terhadap prosedur. Bukan hanya outputs, tapi sampai outcomes. Ini mirip dengan akuntabilitas program.
Akuntabilitas prosedural terkait tentang apakah suatu prosedur telah mempertimbangkan moralitas, etika, kepastian hukum, ketaatan kepada keputusan politik. Ini mirip dengan akuntabilitas proses (Muh. Irfan:2006:5).
Hambatan-hambatan
Banyak mal-administrasi, korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ini berarti akuntabilitas tidak berjalan. Fakta menunjukkan banyak sekali hambatan-hambatan yang ditemui (Muhammad Irfan, 2006:6), diantaranya adalah:
Persentase melek huruf rendah (Law literacy percentage)
Masyarakat yang demikian biasanya kurang peduli, mungkin karena kurang mengertinya terhadap hak dan kewajiban serta masalah-masalah sosial. Sebaliknya, mereka toleransi tinggi terhadap tindak-tanduk negatif seperti lack of accountability, malpractice, korupsi, nepotisme, sogok menyogok dan sejenisnya.
Gaji yang rendah (Poor standard of living)
Pegawai dengan gaji kurang, cenderung mencari tambahan. Usaha demikian dianggap normal-normal saja baik di luar maupun di dalam jam kerja. Bahkan sampai "membisniskan" pekerjaan dinasnya, dengan menerima suap dan bentuk-bentuk KKN lainnya.
Dekadensi moral (General decline in the moral values)
Perilaku materialistis dan konsumerisme mendorong kepada lack of accountability. Sikap moral yang membedakan antara yang baik dan yang buruk bisa menurun, sehingga pegawai mencari penghasilan dari cara yang tidak seharusnya.
Manajemen "semau gue" (A policy of live and let live)
Cara hidup seperti ini memudahkan orang melanggar peraturan. Akhirnya dalam mencari keuntungan dilakukan dengan mengabaikan kepentingan nasional, yang penting "bisa hidup".
Hambatan moral (Cultural factors)
Pejabat mementingkan pelayanan kepada keluarga/kerabat sendiri. Ini mendorong tumbuh suburnya korupsi, kolusi dan nepotisme. Meski sudah cukup berada, mereka masih melakukan perbuatan tidak terpuji, itu karena takut "tidak kecukupan", sehingga mendorong mereka berbuat demikian.Monopoli pemerintah (Government monopoli)
Sentralisasi sumber daya, penumpukan tanggung jawab, birokrasi berbelit-belit makin mengurangi pelaksanaan akuntabilitas, bahkan akhirnya akuntabilitas dianggap mengganggu, sehingga "tidak perlu ada".
Buruknya sistem akuntansi (Deficiencies in the accounting system)
Buruknya sistem akuntansi adalah salah satu faktor yang berakibat tidak dapat diperolehnya informasi yang dapat dipercaya dalam penerapan akuntabilitas.
Tidak ada kemauan untuk melaksanakan akuntabilitas (Lack of will in enforcing accountability)
Sikap pasif pegawai, tak acuh terhadap kepentingan akuntabilitas, menyebabkan akuntabilitas tidak berjalan, dan ini berkait dengan "live and let live policy" di atas. Pejabat yang seharusnya mengoreksi, ia tidak dapat berbuat, atau tidak mau berbuat, karena justru ia terlibat dalam tindak melanggar hukum.
Kekakuan birokrasi (Birocratic secrecy)
Kontrol ketat kepada media masa makin menjadikan suasana unaccountable karena tidak ada keleluasaan masyarakat melakukan koreksi. Rakyat takut mengoreksi karena adanya berbagai kemungkinan menjadi "hidup tidak nyaman" dan pejabat memanfaatkan situasi itu untuk dengan leluasa melakukan pelanggaran hukum.
Konflik hubungan kelembagaan (Conflict in perspective and inadequate institutional linkage)
Dengan tingginya kekakuan birokrasi di sektor publik, sedikit-sedikit rahasia, sedikit-sedikit rahasia, mengakibatkan sulitnya melakukan reviuw program sektor publik dan sukarnya menentukan siapa yang seharusnya bertanggung jawab. Informasi tentang target dan realisasi kinerja biasanya tidak tersedia, karena sengaja disembunyikan dengan dalih " itu rahasia".
Rendahnya kualitas SDM (Quality of officers)
Kualitas pegawai mencakup dua permasalahan, pertama besarnya anggaran untuk membiayai program karena memerlukan banyak pegawai. Sayangnya kualitas mereka relatif rendah, sehingga hanya padat orang, bukan padat karya. Akibatnya terjadi pemborosan, inefisiensi dan akuntabilitas tidak dapat dilaksanakan. Kedua material yang ada kurang menunjang efisiensi dan kurang memotivasi para birokrat agar berupaya meningkatkan profesionalitas mereka.
Ketinggalan teknologi (Technological obsolescence and inadequate surveillance system)
Tidak tersedianya kelengkapan teknologi, terutama teknologi informasi yang mutakhir yang diperlukan untuk mendukung akuntabilitas, merupakan faktor penghambat serius bagi terciptanya akuntabilitas.
Mental jajahan (Colonial heritage)
Budaya "ya pak, ya pak, ya pak" dan budaya tabu mengemukakan pendapat apalagi pendapat yang berbeda dengan policy penguasa, sudah berlangsung sejak masa penjajahan yang cukup lama sehingga sulit diubah. Oleh para oknum penguasa negara hal semacam itu "dilestarikan".
Lemahnya aturan hukum (Defects in the laws concerning accountability)
Di antara "kelemahan" hukum yang mengganjal pada pelaksanaan kontrol akuntabilitas, adalah adagium "presumption of innocence" anggapan bahwa tertuduh tetap dianggap tidak bersalah sehingga kesalahannya dibuktikan di depan pengadilan. Sedangkan untuk membuktikan bahwa seseorang itu korupsi sangat sulit, memerlukan biaya, waktu dan tenaga yang banyak. Pembuktian terbalik mungkin dapat mengatasi kelemahan ini.
Lingkungan yang kurang mendukung (Environmental crisis)
Instabilitas politik, rasa tidak aman, rasa ketakutan, tidak dihiraukannya akuntabilitas di lingkungan pemerintahan dan publik sungguh merupakan lingkungan yang tidak kondusif bagi penyelenggaraan akuntabilitas.
Lingkungan yang Mempengaruhi Akuntabilitas
Lingkungan yang mempengaruhi akuntabilitas suatu instansi pemerintah/satuan organisasi meliputi lingkungan internal dan lingkungan eksternal yang merupakan faktor-faktor yang membentuk, memperkuat, atau memperlemah efektivitas pertanggungjawaban instansi pemerintah tersebut atas wewenang dan tanggung jawab yang dilimpahkan kepadanya. Diantara faktor-faktor yang relevan dengan akuntabilitas instansi pemerintah (Muh.Irfan:2006:8) adalah:
Falsafah dan konstitusi negara;
Tujuan dan sasaran pembangunan nasional;
Ilmu pengetahuan dan teknologi;
Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan;
Ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang mengatur akuntabilitas;
Penegakan hukum yang memadai;
Tingkat keterbukaan/transparansi pengelolaan;
Sistem manajemen birokrasi;
Visi, misi, tugas pokok dan fungsi, serta program pembangunan yang terkait;
Keterbatasan jangkauan pengendalian dan kompleksitas program instansi.
Faktor-faktor tersebut mempengaruhi corak akuntabilitas secara simultan dan saling terkait, hingga sulit diurai pengaruhnya tanpa mengaitkan satu faktor dengan faktor yang lain secara keseluruhan.
Menurut Muhammad Irfan (2006:8), Standardisasi pelaporan itu perlu, tetapi tidak harus mengakomodasi semua kebutuhan pemakai, karena bila demikian akan menjadi semakin sangat kompleks "format laporan" yang seharusnya berlaku umum untuk semua instansi pemerintah. Untuk itu perlu diperhatikan ciri-ciri akuntabilitas yang efektif. Adapun cirinya adalah:
Utuh dan menyeluruh;
Mencakup aspek integritas keuangan, ekonomi, efisiensi, efektivitas, dan prosedur;
Akuntabilitas merupakan bagian dari sistem manajemen untuk menilai kinerja individu atau satuan organisasi;
Akuntabilitas harus dibangun berdasarkan sistem informasi yang andal untuk menjamin keabsahan, akurasi, obyektivitas, dan ketepatan waktu penyampaian informasi;
Adanya penilaian yang obyektif dan independen terhadap akuntabilitas suatu satuan organisasi;
Adanya tindak lanjut terhadap laporan penilaian atas akuntabilitas.
Kriteria Akuntabilitas
Menurut Plumptre T. (1981) dalam Muh. Irfan (2006:9), untuk mencapai keberhasilan akuntabilitas diperlukan:
Pemimpin teladan (Exemplary leadership)
Pemimpin yang sensitif, responsif, akuntabel, transparan kepada bawahan,
memerlukan akuntabilitas yang dipraktikkan mulai dari tingkat bawahan.
Debat publik (Public debat)
Sebelum suatu rancangan disahkan sebagai kebijakan, dibawa dulu ke depan publik, hingga jelas apa yang akan dicapai dan bagaimana indikator kinerjanya. Masyarakat diharapkan memberikan masukan karena kebijakan pemerintah biasanya berdampak sosial.
Koordinasi (Coordination)
Adanya koordinasi antar semua instansi pemerintah sangat baik bagi tumbuh kembang akuntabilitas. Koordinasi memang sudah tiap hari diucapkan, tetapi tiap hari pula orang tak mampu melaksanakan karena sering terjadi conflict or interest.
Otonomi (Autonomy)
Instansi pemerintah dapat melaksanakan menurut caranya sendiri yang dipandang paling baik (menguntungkan, efektif, dan efisien). Otonomi di sini pada teknis pelaksanaannya tetap terpadu dengan kebijakan nasional.
Keterbukaan dan kejelasan (Explicitness and clarity)
Standar evaluasi kinerja harus jelas, sehingga mudah diketahui apa yang harus diakuntabilitaskan. Kurangnya transparansi dapat mengurangi eksistensi akuntabilitas.
Legitimasi dan pengakuan (Legitimacy and acceptance)
Tujuan dan makna akuntabilitas harus dikomunikasikan secara terbuka sehingga standar dan aturannya dapat diterima oleh semua pihak untuk dijadikan patokan dalam pengukuran keberhasilan/kegagalan.
Perundingan (Negotiation)
Negosiasi nasional diperlukan tentang perbedaan-perbedaan tujuan dan sasaran, tanggung jawab dan kewenangan setiap instansi pemerintah.
Pemasyarakatan dan publisitas pendidikan (Educational campaign and pulicity)
Perlu proyek percontohan untuk dikomunikasikan kepada masyarakat. Penerimaan masyarakat terhadap suatu hal yang baru akan semakin dipengaruhi oleh pemahaman mereka terhadap hal yang baru tersebut.
Umpan balik dan evaluasi (Feed back and evaluation)
Agar akuntabilitas dapat terus-menerus ditingkatkan, perlu diperoleh informasi untuk mendapatkan umpan balik dari penerima akuntabilitas dan perlu dilakukan evaluasi.
Kemampuan penyesuaian (Adaptation and recycling)
Perubahan yang terjadi di masyarakat berakibat pula pada akuntabilitasnya. Sistem akuntabilitas harus tanggap terhadap setiap perubahan.
Media Akuntabilitas
Media pertanggungjawaban yang menjadi alat evaluasi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk laporan periodik dan sesuai dengan standar. Keseragaman bentuk dan isi laporan harus mengarah kepada pemanfaatan laporan untuk daya banding antar instansi.
Konsep akuntabilitas sebagai pertanggungjawaban bernuansa pencapaian tujuan secara efektif, efisien, ekonomis, sejalan dengan konsep pemeriksaan komprehensif, sehingga diperoleh simpulan menyeluruh mengenai kehematan, efisiensi, efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan setiap instansi departemen/lembaga/pemerintah daerah.
Media akuntabilitas merupakan media pertanggungjawaban yang dirumuskan melalui Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), dengan bahan pendukung Rencana Stratejik (RS), Rencana Kinerja Tahunan (RKT), Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK), dan Pengukuran Pencapaian Sasaran (PPS). Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa laporan keuangan sektor publik menjadi instrumen utama untuk menciptakan akuntabilitas publik. Untuk menghasilkan laporan keuangan sektor publik yang relevan dan handal, maka diperlukan standar akuntansi keuangan dan sistem akuntansi untuk sektor publik (Muh. Irfan:2006:10).
Value for Money
Definisi dan Elemen Value for Money
Menurut Mardiasmo (2005:4), value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu:
Ekonomi, adalah upaya untuk memperoleh input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga terendah (paling murah). Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter. Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Ekonomi merupakan batasan konsep yang menjadi pedoman untuk menerapkan pengelolaan yang baik.
Efisiensi, adalah upaya untuk memperoleh hasil (output) yang optimal dengan input tertentu (Mardiasmo:2006). Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan.
Efektif, adalah tingkat pencapaian hasil (output) dengan target yang telah ditentukan (outcome).
Ketiga hal tersebut merupakan elemen pokok value for money, namun beberapa pihak berpendapat bahwa tiga elemen saja belum cukup. Perlu ditambah dua elemen lain yaitu keadilan (equity) dan pemerataan atau kesetaraan (equality). Keadilan mengacu pada adanya kesempatan sosial yang sama untuk mendapatkan layanan publik berkualitas dan kesejahteraan ekonomi. Selain keadilan, perlu dilakukan distribusi secara merata. Artinya, penggunaan uang publik hendaknya tidak terkonsentrasi pada kelompok tertentu saja, melainkan dilakukan secara merata dengan keberpihakan kepada seluruh rakyat.Adapun yang dimaksud input, output dan outcome adalah:
Input, merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber, misalnya dana, manusia, material, waktu, teknologi, dll yang digunakan untuk melaksanakan program/kegiatan.
Contoh indikator: total biaya, total jam pegawai untuk mengoperasikan komputer.
Output merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan produk (barang atau jasa) yang dihasilkan dari pelaksanaan kebijakan, program dan aktivitas sesuai dengan masukan yang digunakan.
Contoh indikator: jumlah mahasiswa akuntansi, jumlah bantuan yang diberikan, jumlah pasien yang terlayani.
3. Outcome merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat keberhasilan yang dapat dicapai berdasarkan keluaran program atau kegiatan yang sudah dilaksanakan.
Contoh indikator: jumlah tingkat kejahatan, jumlah mahasiswa akuntansi yang tidak lulus ujian sertifikasi akuntan publik, persentase pasien yang terobati, dan lain-lain.
Value for money organisasi dapat tercapai jika input yang rendah atau biaya yang paling rendah menghasilkan output yang optimal (Eriana K.,dkk:2009:6).
Pengukuran Value for Money
Menurut Mardiasmo (2005:130), kriteria pokok yang mendasari pelaksanaan manajemen publik dewasa ini adalah ekonomi, efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas publik. Tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat mencakup pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan value for money, yaitu: ekonomis (hemat cermat) dalam pengadaan dan alokasi sumber daya, efisiensi (berdaya guna) dalam penggunaan sumber daya dalam arti penggunaannya diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan (maximizing benefits and minimizing costs), serta efektif (berhasil guna) dalam arti mencapai tujuan dan sasaran.
Agar dalam menilai kinerja organisasi dapat dilakukan secara objektif, maka diperlukan indikator kinerja. Indikator kinerja yang ideal harus terkait pada efisiensi biaya dan kualitas pelayanan. Sementara itu, kualitas terkait dengan kesesuaian dengan maksud dan tujuan (fitness for purposes), konsistensi, dan kepuasan publik (public satisfaction). Kepuasan masyarakat dalam konteks tersebut dapat dikaitkan dengan semakin rendahnya complaint dari masyarakat.
Adapun langkah-langkah pengukuran value for money menurut Mardiasmo (2005:133) adalah sebagai berikut.Pengukuran Ekonomi
Pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang dipergunakan. Ekonomi merupakan ukuran relatif. Pertanyaan sehubungan dengan pengukuran ekonomi adalah:
Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang telah dianggarkan oleh organisasi?
Apakah biaya organisasi lebih besar daripada biaya organisasi lain yang sejenis yang dapat diperbandingkan?
Apakah organisasi telah menggunakan sumber daya finansialnya secara optimal?
Pengukuran Efisiensi
Efisiensi merupakan hal penting dari ketiga pokok bahasan value for money. Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input. Semakin besar output dibanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi.
Pengukuran Efektivitas
Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar atau bahkan tiga kali lebih besar daripada yang telah dianggarkan. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Pengukuran Outcome
Outcome adalah dampak suatu program atau kegiatan terhadap masyarakat. Outcome lebih tinggi nilainya daripada output, karena output hanya mengukur hasil tanpa mengukur dampaknya terhadap masyarakat, sedangkan outcome mengukur kualitas output dan dampak yang dihasilkan (Smith,1996). Pengukuran outcome memiliki dua peran, yaitu peran retrospektif dan prospektif. Peran retrospektif terkait dengan penilaian kinerja masa lalu, sedangkan peran prospektif terkait dengan perencanaan kinerja di masa yang akan datang. Sebagai peran prospektif, pengukuran outcome digunakan untuk mengarahkan keputusan alokasi sumber daya publik. Analisis retrospektif memberikan bukti terhadap praktik yang baik (good management). Bukti tersebut dapat menjadi dasar untuk menetapkan target di masa yang akan datang dan mendorong untuk menggunakan praktik yang terbaik. Atau dapat juga bukti tersebut digunakan untuk membantu pembuat keputusan dalam menentukan program mana yang perlu dilaksanakan dan metode terbaik mana yang perlu digunakan untuk melaksanakan program tersebut.
Manfaat Value for Money
Implementasi konsep value for money diyakini dapat memperbaiki akuntabilitas dan kinerja sektor publik. Menurut Mardiasmo (2005:7), manfaat implementasi konsep value for money pada organisasi sektor publik antara lain:
Meningkatkan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat sasaran;
Meningkatkan mutu pelayanan publik;
Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya penghematan dalam penggunaan input.
Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik; dan
Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public costs awareness) sebagai akar pelaksanaan akuntabilitas publik.
Metode Penelitian
Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah akuntansi keuangan sektor publik, transparansi, akuntabilitas dan value for money di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kelas B Kabupaten Subang (RSUD Subang).Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Menurut Sugiyono (2009:29), statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendeskipsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Data yang diperoleh selama penelitian selanjutnya akan diolah, dianalisa dan diproses lebih lanjut sehingga dapat memberikan informasi yang dibutuhkan.
Operasionalisasi Variabel
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
Variabel Konsep Variabel Dimensi Indikator Skala
Akuntansi keuangan sektor publik (X)
mekanisme teknik dan analisis akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi negara dan departemen-departemen di bawahnya, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek kerjasama sektor publik dan swasta. Standar akuntansi keuangan sektor publik
Penggunaan standar akuntansi keuangan sektor publik Ordinal
Sistem akuntansi sektor publik
Sistem pencatatan, pengelompok-
an dan pengikhtisaran, serta pelaporan
Dasar akuntansi yang digunakan
Konsistensi penggunaan teknik/metode akuntansi Ordinal
Transparansi
(Y1)
keterbukaan (opennes) atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik Transparansi atas laporan keuangan Pemahaman akan pentingnya transparansi
Pengungkapan hal-hal yang
sifatnya material
Pengungkapan secara berkala
Kebebasan memperoleh informasi Ordinal
Akuntabilitas
(Y2)
kewajiban mempertanggung-jawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Akuntabilitas finansial
penyajian segala aktivitas organisasi kepada pihak yang berkepentingan
penilaian atau tindak lanjut terhadap
akuntabilitas
Ordinal
Akuntabilitas program
tingkat pelaksanaan program
pertimbangan alternatif program Ordinal
Value for Money (VFM)
(Y3) merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama yaitu: ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Ekonomi dan Efisiensi
Efektivitas Alokasi biaya
Kualitas pelayanan Ordinal
Ordinal
Sumber: Mardiasmo (2006:3)
Mardiasmo (2005:22)
3.2.5Populasi Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari jajaran manajemen dan para pegawai atau karyawan di bagian keuangan RSUD Kelas B Kabupaten Subang. Untuk mengukur seberapa besar pengaruh variabel independent (X) terhadap variabel dependent (Y), maka dilakukan penyebaran kuesioner kepada 41 orang responden. Jumlah responden tersebut merupakan populasi dari penelitian ini, yaitu terdiri dari 4 orang dari jajaran manajemen dan 37 orang karyawan di bagian keuangan RSUD Kelas B Kabupaten Subang.
Pengolahan dan Analisis Data
3.3.1 Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul kemudian diproses dan dianalisa. Analisa data dilakukan baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Analisa secara kualitatif dilakukan dengan cara mendeskripsikan jawaban responden yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel-tabel, sedangkan analisa kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisa statistik.
Untuk keperluan tersebut, data yang diperoleh dari kuesioner kemudian dikumpulkan dan diolah dengan cara memberikan bobot penilaian dari setiap pertanyaan/pernyataan berdasarkan skala Likert berikut ini.
Tabel 3.2 Skala Likert
Alternatif Bobot
Sangat Sesuai
Sesuai
Cukup sesuai
Kurang sesuai
Tidak sesuai 5
4
3
2
1
Jawaban responden dari setiap pertanyaan diskor sesuai dengan kriteria di atas, kemudian dijumlahkan untuk mengetahui nilai variabel X dan variabel Y. Selanjutnya, dari perhitungan nilai kuesioner dapat dilihat apakah variabel X dan variabel Y sudah memenuhi kriteria atau belum. Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan kelas interval. Kelas interval ini bersumber dari nilai kuesioner yang tertinggi dan terendah dari variabel X dan variabel Y, yang didapat dengan cara mengalikan jumlah kuesioner, jumlah pertanyaan variabel serta nilai skor tertinggi dan terendah dari variabel X dan variabel Y.
Karena jumlah kuesioner yang kembali hanya 29 dari 41 eksemplar, maka untuk menyusun kelas interval setiap variabel digunakan angka pengali 29 untuk jumlah kuesioner.
Untuk variabel X dan Y3, karena memiliki jumlah butir pernyataan yang sama, yaitu 10, maka penyusunan kelas intervalnya seperti langkah berikut:
Total kuesioner tertinggi : 29 x 10 x 5 = 1450
Total kuesioner terendah : 29 x 10 x 1 = 290
Kedua nilai tersebut, yaitu 1450 dan 290, diselisihkan lalu dibagi 5, sehingga diperoleh 232 rentang nilai dari masing-masing kelas interval untuk variabel X. Bila total nilai kuesioner yang didapat:
290 – 522, maka variabel X dinilai tidak sesuai
523 – 755, maka variabel X dinilai kurang sesuai
756 – 988, maka variabel X dinilai cukup sesuai
989 – 1221, maka variabel X dinilai sesuai
1222 – 1454, maka variabel X dinilai sangat sesuai
Untuk variabel Y1:
Total kuesioner tertinggi : 29 x 4 x 5 = 580
Total kuesioner terendah : 29 x 4 x 1 = 116
Hasil dari selisih kedua nilai tersebut dibagi 5 akan menjadi rentang nilai dari masing-masing kelas interval untuk variabel Y1, yakni:
= (580 – 116)/5 = 464/5 = 92,8 ≈ 93 rentang nilai.
Bila total nilai kuesioner yang didapat:
116 – 209, maka variabel Y1 dinilai tidak sesuai
210 – 303, maka variabel Y1 dinilai kurang sesuai
304 – 397, maka variabel Y1 dinilai cukup sesuai
398 – 491, maka variabel Y1 dinilai sesuai
492 – 585, maka variabel Y1 dinilai sangat sesuai
Untuk variabel Y2:
Total kuesioner tertinggi : 29 x 5 x 5 = 725
Total kuesioner terendah : 29 x 5 x 1 = 145
Hasil dari selisih kedua nilai tersebut dibagi 5 akan menjadi rentang nilai dari masing-masing kelas interval untuk variabel Y2, yakni:
= (725 – 145)/5 = 580/5 = 116 rentang nilai
Bila total nilai kuesioner yang didapat:
145 – 261, maka variabel Y2 dinilai tidak sesuai
262 – 378, maka variabel Y2 dinilai kurang sesuai
379 – 495, maka variabel Y2 dinilai cukup sesuai
496 – 612, maka variabel Y2 dinilai sesuai
613 – 729, maka variabel Y2 dinilai sangat sesuai
3.3.2 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Untuk menganalisis data yang diperoleh dari penelitian dan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian, maka digunakan metode analisis data untuk memperoleh suatu kesimpulan. Sebelum dilakukan analisis data, perlu dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas terhadap alat pengumpulan data berupa kuesioner yang disebarkan kepada responden.Uji Validitas
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan dari alat penelitian dalam menjalankan fungsinya. Uji validitas dimaksudkan untuk melihat konsistensi independen variabel (X) dengan apa yang akan diukur dan untuk mengetahui seberapa jauh alat pengukur dapat memberikan gambaran terhadap objek yang akan diteliti. Dengan demikian, diharapkan kuesioner yang digunakan dapat berfungsi sebagai alat pengumpulan data yang akurat dan dapat dipercaya.
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas adalah suatu analisis yang menunjukkan tingkat kemantapan dan ketepatan suatu alat ukur dalam arti apakah ukuran yang diperoleh merupakan ukuran yang benar dari suatu yang diukur. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana pengukuran dapat memberikan hasil yang konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap subjek dengan menggunakan alat ukur yang sama.
3.3.3 Method of Successive Interval (MSI)
Pengujian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini menggunakan analisis transformasi data. Transformasi data merupakan suatu proses untuk merubah bentuk data sehingga siap untuk dianalisis. Transformasi juga bisa dilakukan untuk mengubah data kategori ke dalam bentuk numerik dengan menggunakan Method of Successive Interval (MSI).Method of Successive Interval (MSI) adalah salah satu cara untuk mengukur variabel-variabel agar data-data yang diperoleh dari kuesioner yang berupa data ordinal dapat diolah dengan cara statistik kualitatif. Variabel independen (X) dalam penelitian ini adalah akuntansi keuangan sektor publik, sedangkan variabel dependen (Y) terdiri dari tiga variabel, yaitu: Y1 (transparansi), Y2 (akuntabilitas) dan Y3 (value for money).
Untuk menganalisis diperlukan data dengan ukuran yang paling tidak interval sampai persyaratan menggunakan analisis regresi sederhana. Oleh karena itu, seluruh variabel yang berskala ordinal terlebih dahulu dinaikkan atau ditransformasikan tingkat pengukurannya ke tingkat interval melalui Method of Successive Interval dengan langkah-langkah sebagai berikut.Perhatikan banyaknya responden yang memberikan respon yang ada (f). Artinya hitung frekuensi setiap skor (1 sampai dengan 5).
Tentukan proporsi dengan membagi setiap bilangan frekuensi setiap skor (1 sampai dengan 5).
Tentukan proporsi dengan membagi setiap bilangan frekuensi f dan n.
Proporsi kumulatif dianggap mengikuti distribusi normal baku, selanjutnya hitunglah nilai z berdasarkan pada proporsi kumulatif di atas.
Dari z yang diketahui tersebut tentukan nilai densitnya (dalam hal hitung nilai ordinat dari sebaran normal z).
Y = NS + [ 1 + | NSMIN| ]
Tentukan nilai transformasi dengan menggunakan rumus:
3.3.4Rancangan Pengujian Hipotesis
Rancangan pengujian hipotesis ini akan dimulai dengan penetapan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1), penetapan tingkat signifikansi, pemilihan dan perhitungan statistik, serta penerimaan dan penolakan hipotesis. Adapun langkah-langkah pengujian hipotesis tersebut adalah sebagai berikut.Penetapan hipotesis nol (H0) dan penetapan hipotesis alternatif (H1).
H0 =Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh terhadap transparansi (Y1) secara signifikan
H1 =Akuntansi keuangan sektor publik (X) memiliki pengaruh terhadap transparansi (Y1) secara signifikan.
H0 =Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh terhadap akuntabilitas (Y2) secara signifikan.
H1 =Akuntansi keuangan sektor publik (X) memiliki pengaruh terhadap akuntabilitas (Y2) secara signifikan.
H0 = Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh terhadap value for money (Y3) secara signifikan.
H1 = Akuntansi keuangan sektor publik (X) memiliki pengaruh terhadap value for money (Y3) secara signifikan.
Penetapan tingkat signifikansi
Untuk menguji tingkat kecocokan atau tingkat signifikansi, digunakan α sebesar 5% dengan tingkat kepercayaan 95% (df (degree of freedom) = n - 2), karena tingkat ini cukup mewakili untuk digunakan dalam penelitian sosial.
Pemilihan dan perhitungan statistik
Untuk mengetahui pengaruh akuntansi sektor publik terhadap transparansi, akuntabilitas, dan value for money, maka dalam pengujian statistik digunakan program SPSS versi 12.00 dengan cara menghitung analisis regresi sederhana. Analisis regresi sederhana digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel X (akuntansi sektor publik) terhadap variabel Y (transparansi, akuntabilitas, dan value for money) serta untuk mengetahui bagaimana perubahan variabel Y bila nilai variabel X dinaikkan atau diturunkan nilainya, dengan rumus umum sebagai berikut:
Y=a+bXdimana:
(∑Y) (∑X)2 – (∑X) (∑XY)
a =
n (∑X2) – (∑X)2
n (∑XY) – (∑X) (∑Y)
b =
n (∑X2) – (∑X)2
Keterangan:
X = variabel independen (akuntansi keuangan sektor publik)
Y= variabel dependen, terdiri dari:
Y1= transparansi
Y2= akuntabilitas
Y3= value for money (VFM)
a = konstanta, menunjukkan nilai Y pada saat X = 0
b = koefisien regresi, merupakan perubahan variabel Y akibat perubahan
satu unit variabel X.
Penerimaan dan penolakan hipotesis
Menetapkan kriteria ditolak atau diterimanya H0 dilakukan dengan mencari nilai thitung, kemudian dibandingkan dengan nilai ttabel. Adapun rumus untuk mencari nilai t adalah sebagai berikut:
t= rn-21-r2dimana: n= jumlah responden
r= koefisien korelasi
t= nilai thitung
Dengan kriteria sebagai berikut:
Jika thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima
Jika thitung < ttabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak.
Perhitungan Koefisien Determinasi
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar variabel akuntansi keuangan sektor publik (X) mempengaruhi transparansi (Y1), akuntabilitas (Y2) dan value for money (Y3), dengan menggunakan rumus:
Kd = r2 x 100%
Dimana : Kd = Koefisien determinasi
r2 = Koefisien regresi
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil Penelitian
Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, yang bertujuan untuk mengetahui pendapat atau tanggapan seseorang mengenai suatu hal yang dimaksud. Terdapat dua syarat penting yang berlaku dalam kuesioner, yaitu item/pernyataan dalam sebuah kuesioner diharuskan untuk valid (sah) dan reliable (handal). Suatu item/pernyataan dapat dikatakan valid atau sah jika item/pernyataan tersebut mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Sedangkan suatu item/pernyataan dikatakan reliable (handal) apabila jawaban seseorang terhadap pernyataan yang diberikan penulis kepada responden adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.
Kuesioner yang telah disebarkan kepada responden penelitian, yakni jajaran manajemen dan karyawan di bagian keuangan RSUD Kelas B Kabupaten Subang, sebanyak 29 orang. Beberapa butir pernyataan yang diajukan dalam kuesioner ini sebanyak 29 butir pernyataan, yang dibagi ke dalam 4 bagian yaitu: variabel X, Y1, Y2 dan Y3. Variabel X memiliki 10 butir pernyataan yang diajukan kepada responden tentang penerapan akuntansi keuangan sektor publik, variabel Y1 memiliki 4 butir pernyataan yang diajukan kepada responden tentang transparansi, variabel Y2 memiliki 5 butir pernyataan yang diajukan kepada responden tentang akuntabilitas dan variabel Y3 memiliki 10 butir pernyataan yang diajukan kepada responden tentang konsep value for money.
Pengujian validitas dan reliabilitas dari butir-butir pernyataan tersebut dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 12.00. Untuk mengetahui kebenaran kuesioner yang telah disebar, maka digunakan taraf signifikansi sebesar 5%. Suatu item atau pernyataan dinyatakan valid atau reliable (Santoso,2000) apabila:
rhitung bernilai positif.
rhitung > rtabel. Dengan jumlah pernyataan (n) sebanyak 29, artinya df = 27 (df = n – 2) dan α = 5%, maka diperoleh nilai rtabel sebesar 0,2451.
4.2.1 Uji Validitas
Hasil uji validitas untuk kuesioner akuntansi keuangan sektor publik terhadap perwujudan transparansi, akuntabilitas dan konsep value for money dengan dk atau df = 29 – 2 = 27 pada tingkat signifikansi (α) sebesar 5% atau 0,05 diperoleh nilai rtabel = 0,2451, bahwa item-item kuesioner memiliki nilai rhitung yang positif dan rhitung > rtabel, sebagaimana kriteria yang telah ditetapkan di atas. Hal ini menunjukkan bahwa item-item kuesioner tersebut sudah valid.
Pertama, dilakukan pengujian validitas untuk kuesioner variabel akuntansi keuangan sektor publik (X) yang terdiri dari 10 butir pernyataan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua pernyataan untuk kuesioner variabel X sudah valid, sebab memiliki nilai rhitung yang positif dan rhitung > rtabel. Artinya, item-item tersebut dapat mengukur apa yang ingin kita ukur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.Tabel 4.7
Tingkat Validitas Variabel X
No. item/pernyataan Corrected item-total correlation Keterangan
1 0,616 Valid
2 0,417 Valid
3 0,583 Valid
4 0,726 Valid
5 0,642 Valid
6 0,609 Valid
7 0,866 Valid
8 0,565 Valid
9 0,633 Valid
10 0,535 Valid
Kedua, dilakukan pengujian validitas untuk kuesioner variabel transparansi (Y1) yang terdiri dari 4 butir pernyataan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kesemua item/pernyataan variabel transparansi sudah valid, sebab memiliki nilai rhitung yang positif dan rhitung > rtabel. Artinya, item-item tersebut dapat mengukur apa yang ingin kita ukur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.Tabel 4.8
Tingkat Validitas Variabel Y1
No. item/pernyataan Corrected item-total correlation Keterangan
1 0,694 Valid
2 0,268 Valid
3 0,400 Valid
4 0,383 Valid
Pengujian validitas untuk kuesioner variabel akuntabilitas (Y2) yang terdiri dari 5 butir pernyataan menunjukkan bahwa kesemua item/pernyataan variabel akuntabilitas sudah valid, sebab memiliki nilai rhitung yang positif dan rhitung > rtabel. Artinya, item-item tersebut dapat mengukur apa yang ingin kita ukur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.Tabel 4.9
Tingkat Validitas Variabel Y2
No. item/pernyataan Corrected item-total correlation Keterangan
1 0,417 Valid
2 0,591 Valid
3 0,743 Valid
4 0,780 Valid
5 0,809 Valid
Pengujian validitas untuk kuesioner variabel value for money (Y3) yang terdiri dari 10 butir pernyataan menunjukkan bahwa semua item/pernyataan dari variabel value for money (Y3) memiliki nilai rhitung yang positif dan rhitung > rtabel. Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan di atas, maka hasil tersebut menunjukkan bahwa semua pernyataan untuk kuesioner variabel value for money (Y3) sudah valid. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.Tabel 4.10
Tingkat Validitas Variabel Y3
No. item/pernyataan Corrected item-total correlation Keterangan
1 0,786 Valid
2 0,490 Valid
3 0,550 Valid
4 0,742 Valid
5 0,684 Valid
6 0,528 Valid
7 0,686 Valid
8 0,638 Valid
9 0,310 Valid
10 0,666 Valid

Uji Reliabilitas
Suatu kuesioner dinyatakan reliable apabila hasilnya menunjukkan bahwa nilai alpha (Cronbranch's alpha) lebih besar dari rtabel (0,2451). Pertama, dilakukan pengujian reliabilitas untuk kuesioner variabel penerapan akuntansi keuangan sektor publik (X). Dari hasil pengujian reliabilitas untuk kuesioner penerapan akuntansi keuangan sektor publik (X), dapat dilihat bahwa kuesioner variabel X memiliki nilai alpha sebesar 0,757. Artinya, alpha > rtabel. Dengan demikian, berdasarkan kriteria reliabilitas yang telah ditetapkan, dapat dinyatakan bahwa kuesioner penerapan akuntansi keuangan sektor publik sudah reliable (handal).

Variabel X
Kedua, dilakukan pengujian reliabilitas untuk kuesioner variabel transparansi (Y1). Kuesioner transparansi (Y1) menunjukkan nilai alpha = 0,714. Artinya, alpha > rtabel. Dengan demikian, berdasarkan kriteria reliabilitas yang telah ditetapkan di atas, dapat dinyatakan bahwa kuesioner variabel transparansi (Y1) sudah reliable.

Variabel Y1
Selanjutnya dilakukan pengujian reliabilitas untuk kuesioner variabel akuntabilitas (Y2). Kuesioner akuntabilitas menunjukkan nilai alpha = 0,781. Artinya, alpha > rtabel. Dengan demikian, berdasarkan kriteria reliabilitas yang telah ditetapkan di atas, dapat dinyatakan bahwa kuesioner variabel akuntabilitas (Y2) sudah reliable.

Variabel Y2
Terakhir, dilakukan pengujian reliabilitas untuk kuesioner variabel value for money (Y3). Kuesioner value for money menunjukkan nilai alpha sebesar 0,757. Artinya, alpha > rtabel. Dengan demikian, berdasarkan kriteria reliabilitas yang telah ditetapkan di atas, dapat dinyatakan bahwa kuesioner variabel value for money (Y3) sudah reliable.

Variabel Y3
Pembahasan Penelitian
4.3.1 Akuntansi Keuangan Sektor Publik di RSUD Kelas B Kabupaten Subang
Untuk mengetahui penerapan akuntansi keuangan sektor publik yang ada di RSUD Kelas B Kabupaten Subang, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan komponen yang terdiri atas:
penggunaan standar akuntansi keuangan sektor publik,
sistem pencatatan, pengelompokan dan pengikhtisaran, serta pelaporan,
dasar akuntansi yang digunakan, dan
konsistensi penggunaan teknik/metode akuntansi.
Tanggapan Responden Mengenai Penerapan Akuntansi Keuangan Sektor Publik di RSUD Kelas B Kabupaten Subang
Tabel di bawah ini merupakan gambaran dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis.Tabel 4.11
Jawaban Kuesioner Variabel X
Variabel Dimensi Indikator No. item kuesioner Skor yang dicapai Skor maksimal %
Akuntansi keuangan sektor publik Standar akuntansi keuangan sektor publik Penggunaan standar akuntansi keuangan sektor publik 1
109
145
75,17
Sistem akuntansi sektor publik Sistem pencatatan, pengelompokan dan pengikhtisaran, serta pelaporan 2
3
4
5
6
7
8 120
137
122
141
130
130
134145
145
145
145
145
145
145 82,76
94,48
84,14
97,24
89,65
89,65
92,41
Total 914 1015 90,05
Dasar akuntansi yang digunakan 9 121 145 83,45
Konsistensi penggunaan teknik/metode akuntansi 10 124
145 85,52
Total 1268 1450 87,45
Sumber : Data primer yang telah diolah
Dari tabel terlihat skor total yang diperoleh variabel X (akuntansi keuangan sektor publik) sebesar 1268 dari skor maksimum sebesar 1450 atau mencapai 87,45%. Untuk mengetahui secara rinci bagaimana akuntansi keuangan sektor publik tersebut, di bawah ini akan diuraikan tiap-tiap indikator dari variabel X.
Penggunaan standar akuntansi keuangan sektor publik
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini adalah 75,17%. Ini menggambarkan akuntansi keuangan sektor publik dalam hal penggunaan standar akuntansi keuangan sektor publik bahwa penyusunan laporan keuangan RSUD Kelas B Kabupaten Subang telah sesuai dengan standar akuntansi yang diberlakukan untuk organisasi sektor publik di Indonesia, misalnya: PP No. 24 Tahun 2005, PP No. 58 Tahun 2005 dan Permendagri No. 13 Tahun 2006.
Sistem pencatatan, pengelompokan dan pengikhtisaran, serta pelaporan
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini secara keseluruhan adalah 90,05%. Ini menggambarkan akuntansi keuangan sektor publik dalam hal sistem pencatatan, pengelompokan dan pengikhtisaran, serta pelaporan merupakan faktor yang mempunyai peranan penting dalam penyusunan dan pelaporan atas laporan keuangan organisasi, seperti: menjurnal setiap transaksi hingga menyusun neraca saldo setelah penyesuaian guna membantu penyusunan laporan keuangan, pencatatan transaksi dengan double entry, melakukan verifikasi terhadap setiap bukti transaksi, pelaporan pelaksanaan administrasi keuangan, informasi yang termuat dalam laporan keuangan, serta pelaporan kinerja oleh manajemen.
Dasar akuntansi yang digunakan
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini adalah 83,45%. Ini menggambarkan akuntansi keuangan sektor publik dalam hal dasar akuntansi yang digunakan bahwa karyawan dalam melaksanakan tugasnya telah menggunakan basis akrual untuk sebagian besar perkiraan dalam laporan keuangan. Jika dikaitkan dengan standar akuntansi yang digunakan, yakni PP No. 24 Tahun 2005 bahwa untuk LRA (pendapatan, belanja, pembiayaan) menggunakan basis kas, sedangkan untuk Neraca (aset, kewajiban dan ekuitas) menggunakan basis akrual, yang dalam PP No. 24 Tahun 2005 disebut sebagai 'cash toward accrual'.
Konsistensi penggunaan teknik/metode akuntansi
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini adalah 85,52%. Ini menggambarkan akuntansi keuangan sektor publik dalam hal konsistensi penggunaan teknik/metode akuntansi bahwa laporan keuangan yang dihasilkan menggunakan metode/teknik akuntansi yang sama selama beberapa periode waktu secara berturut-turut.
Kesimpulan: jumlah indikator keseluruhan dari variabel X adalah 1268 (109 + 914 + 121 + 124), dimana jumlah tersebut termasuk dalam kriteria nilai sangat sesuai (1222 – 1454).
Berdasarkan tabel 4.7 di atas, dapat diketahui bahwa total jawaban variabel X dari 29 orang responden, yaitu sebesar 1268. Apabila dihubungkan dengan skor yang terdapat pada pembahasan kelas interval di bab III, maka rata-rata nilai tersebut termasuk ke dalam kriteria nilai sangat sesuai, karena berada pada interval 1222 – 1454. Artinya, penerapan akuntansi keuangan sektor publik di RSUD Kelas B Kabupaten Subang sudah sangat sesuai.4.3.3 Transparansi di RSUD Kelas B Kabupaten Subang
Untuk mengetahui bentuk transparansi di RSUD Subang, maka dalam penelitian ini digunakan beberapa indikator yang terdiri dari:
pemahaman akan pentingnya transparansi,
pengungkapan hal yang sifatnya material,
pengungkapan secara berkala, dan
kebebasan memperoleh informasi.
4.3.4 Tanggapan Responden Mengenai Transparansi di RSUD Kelas B Kabupaten Subang
Untuk mengetahui tanggapan responden mengenai bagaimana bentuk transparansi di RSUD Kelas B Kabupaten Subang, penulis telah menyebarkan kuesioner kepada responden terkait dengan permasalahan yang penulis teliti. Data yang diperoleh dari kuesioner, selanjutnya akan dianalisis guna memperoleh gambaran yang jelas tentang tanggapan responden mengenai bentuk transparansi tersebut. Tabel di bawah ini merupakan gambaran dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis.Tabel 4.12
Jawaban Kuesioner Variabel Y1
Variabel
Y1 Dimensi Indikator No. item kuesioner Skor yang dicapai Skor maksimal %
Transparansi Transparansi atas laporan keuangan
Pemahaman akan pentingnya transparansi 1 91
145
62,76
Pengungkapan hal yang sifatnya material 2 130 145 89,66
Pengungkapan secara berkala 3 142 145 97,93
Kebebasan memperoleh informasi 4 124 145 85,52
Total 487 580 83,97
Sumber : Data primer yang telah diolah
Dari tabel terlihat skor total yang diperoleh dari variabel Y1 (transparansi) sebesar 487 dari skor maksimum sebesar 580 atau mencapai 83,97%. Untuk mengetahui secara rinci bagaimana transparansi tersebut, di bawah ini akan diuraikan tiap-tiap indikator dari variabel Y1.
Pemahaman akan pentingnya transparansi
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini adalah 62,76%. Ini menggambarkan transparansi dalam hal pemahaman akan pentingnya transparansi bahwa responden mengetahui tujuan dari peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait dengan pertanggungjawaban keuangan daerah adalah transparansi.
Pengungkapan hal yang sifatnya material
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini secara keseluruhan adalah 89,66%. Ini menggambarkan transparansi dalam hal pengungkapan hal yang sifatnya material bahwa organisasi telah melaporkan hal-hal yang sifatnya material berkenaan dengan administrasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.Pengungkapan secara berkala
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini secara keseluruhan adalah 97,93%. Ini menggambarkan transparansi dalam hal pengungkapan secara berkala bahwa organisasi telah melaporkan pertanggungjawaban keuangannya secara berkala kepada pemerintah daerah dan lembaga terkait lainnya.Kebebasan memperoleh informasi
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini secara keseluruhan adalah 85,52%. Ini menggambarkan transparansi dalam hal kebebasan memperoleh informasi bahwa stakeholders dapat dengan mudah melihat hal-hal yang dilaporkan dalam laporan keuangan organisasi.
Kesimpulan: jumlah indikator keseluruhan dari variabel Y1 adalah 487 (91 + 130 + 142 + 124) dan jumlah tersebut termasuk kriteria nilai sesuai (398 – 491).
Berdasarkan tabel 4.8 di atas, dapat diketahui bahwa total jawaban variabel Y1 untuk 29 orang responden, yaitu sebesar 487. Apabila dihubungkan dengan skor yang terdapat pada pembahasan kelas interval di bab III, maka rata-rata nilai tersebut termasuk ke dalam kriteria nilai sesuai, karena berada pada interval 398 – 491. Artinya, transparansi di RSUD Kelas B Kabupaten Subang telah sesuai.4.3.5 Akuntabilitas di RSUD Kelas B Kabupaten Subang
Untuk mengetahui bentuk akuntabilitas di RSUD Kelas B Kabupaten Subang, maka dalam penelitian ini digunakan komponen yang terdiri atas:
1. akuntabilitas finansial, meliputi:
penyajian segala aktivitas organisasi kepada pihak yang berkepentingan,
penilaian atau tindak lanjut terhadap akuntabilitas.
2. akuntabilitas program, meliputi:
tingkat pelaksanaan program,
pertimbangan alternatif program.
4.3.6 Tanggapan Responden Mengenai Akuntabilitas di RSUD Kelas B Kabupaten Subang
Untuk mengetahui tanggapan responden mengenai bentuk akuntabilitas di RSUD Kelas B Kabupaten Subang, penulis telah menyebarkan kuesioner kepada responden terkait dengan permasalahan yang penulis teliti. Data yang diperoleh dari kuesioner, selanjutnya akan dianalisis guna memperoleh gambaran yang jelas tentang tanggapan responden mengenai akuntabilitas. Tabel di bawah ini merupakan gambaran dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis.Tabel 4.13
Jawaban Kuesioner Variabel Y2
Variabel
Y2 Dimensi Indikator No. item kuesioner Skor yang dicapai Skor maksimal %
Akuntabilitas Akuntabilitas finansial penyajian segala aktivitas organisasi kepada pihak yang berkepentingan 1 136 145 93,79
penilaian atau tindak lanjut terhadap akuntabilitas 2
3 93
119 145
145 64,14
82,07
Total 212 290 73,10
Rata-rata 348 435 80,00
Akuntabilitas program tingkat pelaksanaan program 4 112 145 77,24
pertimbangan alternatif program 5 97 145 66,90
Rata-rata 209 290 72,07
Total 557 725 76,83
Sumber : Data primer yang telah diolah
Dari tabel terlihat skor total yang diperoleh dari variabel Y2 (akuntabilitas) sebesar 557 dari skor maksimum sebesar 725 atau mencapai 76,83%. Untuk mengetahui secara rinci bagaimana akuntabilitas tersebut, di bawah ini akan diuraikan tiap-tiap indikator dari variabel Y2.
Penyajian segala aktivitas organisasi kepada pihak yang berkepentingan
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini adalah 93,79%. Ini menggambarkan akuntabilitas dalam hal penyajian segala aktivitas kepada pihak yang berkepentingan bahwa RSUD Kelas B Kabupaten Subang telah menyajikan dan melaporkan seluruh kegiatannya terutama yang berkaitan dengan administrasi keuangan kepada pihak yang berkepentingan.
Penilaian atau tindak lanjut terhadap akuntabilitas
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini secara keseluruhan adalah 73,10%. Ini menggambarkan akuntabilitas dalam hal penilaian atau tindak lanjut terhadap akuntabilitas bahwa ada koordinasi yang baik antar sub bagian di bidang keuangan dan bagian lain yang terkait serta terdapat suatu fungsi yang memberikan penilaian objektif dan independen, khususnya pada bagian keuangan RSUD Subang.
Tingkat pelaksanaan program
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini adalah 77,24%. Ini menggambarkan akuntabilitas dalam hal tingkat pelaksanaan program bahwa program yang ditetapkan telah dilaksanakan sesuai dengan periode waktu yang ditentukan sebelumnya.Pertimbangan alternatif program
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini adalah 66,90%. Ini menggambarkan akuntabilitas dalam hal pertimbangan alternatif program bahwa program yang dipilih dari beberapa alternatif program yang disetujui oleh pejabat yang berwenang sudah cukup tepat.Kesimpulan: jumlah indikator keseluruhan dari variabel Y2 adalah 557 (136 + 93 + 119 + 112 + 97) dan jumlah tersebut termasuk dalam kriteria nilai sesuai (496 – 612).
Berdasarkan tabel 4.9 di atas, dapat diketahui bahwa total jawaban variabel Y2 dari 29 orang responden, yaitu sebesar 557. Apabila dihubungkan dengan skor yang terdapat pada pembahasan kelas interval di bab III, maka rata-rata nilai tersebut termasuk ke dalam kriteria nilai sesuai, karena berada pada interval 496 – 612. Artinya, akuntabilitas di RSUD Kelas B Kabupaten Subang telah sesuai.4.3.7 Value for Money (VFM) di RSUD Kelas B Kabupaten Subang
Untuk mengetahui konsep value for money di RSUD Kelas B Kabupaten Subang, maka dalam penelitian ini digunakan indikator yang terdiri dari: ekonomi, efisiensi dan efektivitas.
4.3.8 Tanggapan Responden Mengenai Value for Money (VFM) di RSUD Kelas B Kabupaten Subang
Tabel di bawah ini merupakan gambaran dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis.Tabel 4.14
Jawaban Kuesioner Variabel Y3
Variabel
Y3 Dimensi Indikator No. item kuesioner Skor yang dicapai Skor maksimal %
Value for money Ekonomi dan
Efisiensi Alokasi biaya 1
2
3
4
5
6 83
58
89
94
92
120 145
145
145
145
145
145 57,24
40,00
61,38
64,83
63,45
82,76
Total 536 870 61,61
Efektivitas Kualitas pelayanan 7
8
9
10 109
94
117
102 145
145
145
145 75,17
64,83
80,69
70,34
Total 422 580 72,76
Total 958 1450 66,07
Sumber : Data primer yang telah diolah
Dari tabel terlihat skor total yang diperoleh dari variabel Y3 (value for money) sebesar 958 dari skor maksimum 1450 atau mencapai 66,07%. Untuk mengetahui secara rinci bagaimana value for money tersebut, maka di bawah ini akan diuraikan masing-masing indikatornya sebagai berikut.
Alokasi biaya
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini secara keseluruhan adalah 61,61%. Ini menggambarkan value for money dalam hal alokasi biaya bahwa biaya/belanja kebutuhan organisasi terkadang lebih kecil dari yang dianggarkan, sumber daya finansial digunakan dengan cukup optimal, sumber daya input telah didayagunakan pada tingkat kapasitas cukup optimal dan penyajian laporan keuangan bermanfaat lebih besar dari biaya yang telah dikeluarkan untuk menghasilkan laporan tersebut. Hanya saja, untuk kuesioner no. 2 persentasenya kecil, yaitu 40%. Hal ini dapat dikarenakan organisasi tidak pernah melakukan perbandingan antara biaya organisasi dengan biaya dari organisasi lain yang sejenis, khususnya biaya untuk bagian keuangan, sehingga tidak dapat diketahui apakah biaya organisasi (RSUD Kelas B Kabupaten Subang) lebih kecil atau tidak dibanding organisasi lain yang sejenis.
Kualitas pelayanan
Skor yang dicapai untuk mengukur indikator ini secara keseluruhan adalah 72,76%. Ini menggambarkan value for money dalam hal kualitas pelayanan bahwa sebagian besar output yang dihasilkan memiliki kontribusi yang besar terhadap pencapaian tujuan organisasi, program yang telah disusun sering kali mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan berdampak baik terhadap masyarakat, serta keputusan alokasi sumber daya publik disesuaikan dengan kualitas output dan dampak yang ditimbulkannya.
Kesimpulan: jumlah indikator keseluruhan dari variabel Y3 adalah 958 (536 + 422) dan jumlah tersebut termasuk dalam kriteria nilai cukup memadai (756 – 988).
Berdasarkan tabel 4.10 di atas dapat diketahui bahwa total jawaban variabel Y3 dari 29 orang responden, yaitu sebesar 958. Apabila dihubungkan dengan skor yang terdapat pada pembahasan kelas interval di bab III, maka rata-rata nilai tersebut termasuk ke dalam kriteria nilai cukup sesuai, karena berada pada interval 756 – 988. Artinya, konsep value for money di RSUD Kelas B Kabupaten Subang telah cukup sesuai.Method of Successive Interval (MSI)
Method of Successive Interval (MSI) digunakan untuk mentransformasi data yang berskala ordinal ke tingkat interval, sebab untuk menganalisis diperlukan data dengan ukuran yang paling tidak interval sampai persyaratan menggunakan alat analisis regresi linear sederhana. Oleh karena itu, seluruh variabel yang berskala ordinal terlebih dahulu dinaikkan atau ditransformasikan tingkat pengukurannya ke tingkat interval melalui Method of Successive Interval (MSI). Pengolahan data (terlampir).Analisis Pengaruh Akuntansi Keuangan Sektor Publik terhadap Perwujudan Transparansi, Akuntabilitas dan Konsep Value for Money
Dari sejumlah data kuantitatif dan kualitatif yang ada, diperoleh dua variabel yang dapat diukur yaitu akuntansi keuangan sektor publik sebagai variabel independen atau (X), transparansi sebagai variabel dependen (Y1), akuntabilitas sebagai variabel dependen (Y2) dan value for money sebagai variabel dependen (Y3). Untuk selanjutnya data ini dianalisis menggunakan SPSS versi 12.00.
Analisis Regresi Linear Sederhana
Analisis regresi linear sederhana digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh akuntansi keuangan sektor publik (X) terhadap transparansi (Y1), akuntabilitas (Y2) dan value for money (Y3). Hasil pengolahan data menggunakan SPSS versi 12.00 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.15
Output SPSS

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS Versi 12.00, maka diperoleh persamaan regresi linear sederhana sebagai berikut:
Y1 = 10,804 + 0,101 X
Artinya bahwa:
Nilai 10,804 merupakan nilai konstanta (a) yang menunjukkan bahwa jika tidak ada akuntansi keuangan sektor publik (b = 0,101), maka transparansi mencapai nilai 10,804.
Nilai Y1 merupakan nilai taksir, nilai b sebesar 0,101 memiliki arti bahwa setiap perubahan satu variabel X (akuntansi keuangan sektor publik) akan diimbangi oleh perubahan variabel Y1 (transparansi) sebesar 0,101. Karena nilai b positif, maka setiap perubahan (pertambahan atau pengurangan) variabel akuntansi keuangan sektor publik, akan diimbangi pula dengan perubahan (pertambahan atau pengurangan) tingkat transparansi.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS Versi 12.00, maka diperoleh persamaan regresi linear sederhana sebagai berikut:
Y2 = 1,655 + 0,431 X
Artinya bahwa:
Nilai 1,655 merupakan nilai konstanta (a) yang menunjukkan bahwa jika tidak ada akuntansi keuangan sektor publik (b = 0,431), maka akuntabilitas mencapai nilai 1,655.
Nilai Y2 merupakan nilai taksir, nilai b sebesar = 0,431 memiliki arti bahwa setiap perubahan satu variabel X (akuntansi keuangan sektor publik) akan diimbangi oleh perubahan variabel Y2 (akuntabilitas) sebesar 0,431. Karena nilai b positif, maka setiap perubahan baik pertambahan atau pengurangan variabel akuntansi keuangan sektor publik, akan diimbangi dengan pertambahan atau pengurangan tingkat akuntabilitas.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS Versi 12.00, maka diperoleh persamaan regresi linear sederhana sebagai berikut:
Y3 = 3,668 + 0,613 X
Artinya bahwa:
Nilai 3,668 merupakan nilai konstanta (a) yang menunjukkan bahwa jika tidak ada akuntansi keuangan sektor publik (b = 0,613), maka value for money mencapai nilai 3,668.
Nilai Y3 merupakan nilai taksir, nilai b sebesar = 0,613 memiliki arti bahwa setiap perubahan suatu variabel X (akuntansi keuangan sektor publik) akan diimbangi oleh perubahan variabel Y3 (value for money) sebesar 0,613. Karena nilai b positif, maka setiap pertambahan atau pengurangan variabel akuntansi keuangan sektor publik, akan diimbangi dengan pertambahan atau pengurangan tingkat value for money.
Pengujian Hipotesis (Uji t)
Pengujian hipotesis (uji t) digunakan untuk mengambil keputusan H0 ditolak atau Ha diterima mengenai pengaruh akuntansi keuangan sektor publik (X) terhadap transparansi (Y1), akuntabilitas (Y2) dan value for money (Y3) yang membandingkan antara thitung dengan ttabel.Adapun hipotesis uji t adalah sebagai berikut:
H0 =Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh terhadap transparansi (Y1) secara signifikan.
H1 =Akuntansi keuangan sektor publik (X) memiliki pengaruh terhadap transparansi (Y1) secara signifikan.
H0 =Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh terhadap akuntabilitas (Y2) secara signifikan.
H1 =Akuntansi keuangan sektor publik (X) memiliki pengaruh terhadap akuntabilitas (Y2) secara signifikan.
H0 = Akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh terhadap value for money (Y3) secara signifikan.
H1 = Akuntansi keuangan sektor publik (X) memiliki pengaruh terhadap value for money (Y3) secara signifikan.
Berdasarkan tabel hasil perhitungan analisis regresi linier sederhana di atas dengan menggunakan SPSS versi.12.00, maka diperoleh thitung untuk hipotesis (a) = 1,809; hipotesis (b) = 7,367; dan hipotesis (c) = 3,850. Dengan df = n – 2 = 29 – 2 = 27 dan α = 5%, didapat ttabel sebesar 2,052. Berdasarkan hasil perhitungan uji t dapat diketahui bahwa dari ketiga hipotesis tersebut, dua diantaranya memiliki thitung > ttabel, yaitu hipotesis (b) dimana 7,367 > 2,052 dan hipotesis (c) dimana 3,850 > 2,052. Sedangkan hipotesis (a) memiliki nilai thitung < ttabel, yakni 1,809 < 2,052. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa untuk hipotesis (b) dan (c) H0 ditolak dan H1 diterima. H0 ditolak memiliki arti bahwa akuntansi keuangan sektor publik (X) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap: akuntabilitas (Y2) dan value for money (Y3). Sebaliknya untuk hipotesis (a), dimana H0 diterima dan H1 ditolak. H0 diterima memiliki arti bahwa akuntansi keuangan sektor publik (X) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap transparansi (Y1).Analisis Koefisien Determinasi
Perhitungan koefisien determinasi diperlukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y). Dalam penelitian ini, variabel bebasnya (X) adalah akuntansi keuangan sektor publik, sedangkan variabel terikat (Y) terdiri dari: transparansi (Y1), akuntabilitas (Y2) dan konsep value for money (Y3). Dengan mengetahui nilai koefisien determinasi, maka dapat dihitung besarnya pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap transparansi, akuntabilitas dan konsep value for money. Dengan bantuan SPSS versi 12.00, maka dapat diketahui nilai koefisien determinasi (R square) seperti pada tabel di bawah ini:
Koefisien determinasi (a)

Koefisien determinasi (b)

Koefisien determinasi (c)

Dari hasil perhitungan koefisien determinasi di atas, diperoleh nilai koefisien determinasi (a) sebesar 10,8%. Koefisien determinasi (a) menunjukkan besarnya pengaruh akuntansi keuangan sektor publik (X) terhadap transparansi (Y1). Artinya, pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap transparansi sebesar 10,8%. Sedangkan sisanya sebesar 89,2% merupakan faktor lain yang mempengaruhi transparansi.
Nilai koefisien determinasi (b) sebesar 66,8%. Koefisien determinasi (b) menunjukkan besarnya pengaruh akuntansi keuangan sektor publik (X) terhadap akuntabilitas (Y2). Artinya, pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap akuntabilitas sebesar 66,8%. Ini menunjukkan bahwa akuntansi keuangan sektor publik mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap akuntabilitas. Sedangkan sisanya sebesar 33,2% merupakan faktor lain yang mempengaruhi akuntabilitas.
Nilai koefisien determinasi (c) sebesar 35,4%. Koefisien determinasi (c) menunjukkan besarnya pengaruh akuntansi keuangan sektor publik (X) terhadap value for money (Y3). Artinya, pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap value for money sebesar 35,4%. Sedangkan sisanya sebesar 64,6% merupakan faktor lain yang mempengaruhi value for money.
Adapun faktor lain yang mempengaruhi transparansi, akuntabilitas dan value for money dapat dikarenakan penerapan akuntansi manajemen dan sistem pengendalian manajemen serta audit sektor publik pada organisasi/lembaga-lembaga publik.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap perwujudan transparansi, akuntabilitas dan konsep value for money, maka peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
Akuntansi keuangan sektor publik di mata responden dinilai telah sangat sesuai, hal ini dapat dilihat dari total jawaban kuesioner sebesar 1268 yang berada pada interval 1222 – 1454 atau mencapai 87,45%. Skor ini mengindikasikan bahwa penerapan akuntansi keuangan sektor publik di RSUD Kelas B Kabupaten Subang sudah sangat sesuai, dilihat dari segi: penyusunan laporan keuangan, sistem pencatatan, pengelompokan dan pengikhtisaran, serta pelaporan, dasar akuntansi yang digunakan telah sesuai dengan standar akuntansi yang diberlakukan untuk organisasi sektor publik di Indonesia, seperti: PP No. 24 Tahun 2005 dan Permendagri No. 13 Tahun 2006. Penggunaan teknik/metode akuntansinya pun digunakan secara konsisten dari waktu ke waktu.
Transparansi di mata responden dinilai telah sesuai. Hal ini dapat dilihat dari total jawaban kuesioner sebesar 487 yang berada pada interval 398 – 491 atau mencapai 83,97%. Ini menunjukkan bahwa karyawan cukup memahami akan pentingnya transparansi, organisasi telah mengungkapkan hal-hal yang sifatnya material, melaporkan pertanggungjawaban keuangan secara berkala serta adanya kemudahan memperoleh informasi yang terdapat dalam laporan keuangan.
Akuntabilitas di mata responden dinilai telah sesuai. Hal ini dapat dilihat dari total jawaban kuesioner sebesar 557 yang berada pada interval 496 – 612. atau mencapai 76,83%. Ini menunjukkan bahwa organisasi telah akuntabel dari segi pelaporan dan penyajian laporan keuangan terkait dengan administrasi keuangan kepada stakeholders, adanya koordinasi yang baik antar sub bagian, adanya fungsi yang memberikan penilaian objektif dalam organisasi, pelaksanaan program yang sesuai dengan rencana dan penggunaan alternatif program yang tepat untuk mencapai tujuan organisasi.
Value for money di mata responden dinilai telah cukup sesuai. Hal ini dapat dilihat dari total jawaban kuesioner sebesar 958 yang berada pada interval 756 – 988 atau mencapai 66,07%. Ini menunjukkan bahwa organisasi telah menjalankan aktivitasnya dengan cukup ekonomi, efisien dan efektif. Hanya saja, berdasarkan hasil pengolahan data kuesioner pada salah satu item indikator alokasi biaya, diperoleh persentase hanya sebesar 40%. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak mengetahui apakah biaya organisasi lebih kecil atau tidak daripada biaya organisasi lain yang sejenis, khususnya untuk bagian keuangan. Hal ini dapat dikarenakan organisasi tidak atau belum pernah melakukan perbandingan antara biaya organisasi dengan biaya organisasi lain yang sejenis yang dapat diperbandingkan.
Berdasarkan hasil uji t dengan menggunakan SPSS, dengan df = 27 dan α = 5%, diperoleh nilai thitung untuk hipotesis (a) = 1,809; hipotesis (b) = 7,367; dan hipotesis (c) = 3,850. Sedangkan nilai ttabel = 2,052. Berdasarkan perbandingan nilai thitung dengan ttabel, dapat diketahui bahwa dari ketiga hipotesis tersebut, hanya hipotesis (b) dan (c) saja yang memiliki thitung > ttabel, yaitu 7,367 > 2,052 dan 3,850 > 2,052. Artinya bahwa akuntansi keuangan sektor publik berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas dan value for money. Sedangkan hipotesis (a) memiliki thitung < ttabel, yaitu 1,809 < 2,052 yang artinya bahwa akuntansi keuangan sektor publik tidak berpengaruh signifikan terhadap transparansi. Berdasarkan hasil perhitungan koefisien determinasi, diperoleh nilai R square X terhadap Y1 sebesar 10,8%. Artinya, pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap transparansi sebesar 10,8%. Nilai R square X terhadap Y2 sebesar 66,8%. Artinya, pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap akuntabilitas sebesar 66,8%. Sedangkan nilai R square X terhadap Y3 sebesar 35,4%. Artinya, pengaruh akuntansi keuangan sektor publik terhadap value for money sebesar 35,4%. Jadi, dapat dikatakan bahwa akuntansi keuangan sektor publik memiliki pengaruh yang paling besar terhadap akuntabilitas publik. Adapun faktor lain yang mempengaruhi transparansi, akuntabilitas dan value for money dikarenakan penerapan akuntansi manajemen dan sistem pengendalian manajemen serta audit sektor publik pada organisasi/lembaga-lembaga publik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim. 2007. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat.
Chaizi Nasucha. 2004. Reformasi Administrasi Publik. Jakarta: Grasindo.
Deddi Nordiawan. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Eriana Kartadjumena, dkk. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Bandung: Universitas Widyatama.
Harun. 2009. Reformasi Akuntansi Dan Manajemen Sektor Publik Di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Indra Bastian. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. 2005. PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: KSAP.
Mardiasmo. 2005. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Mardiasmo. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Muh. Arief Effendi. 2009. The Power of Good Corporate Governance: Teori dan Implementasi. Jakarta: Salemba Empat.
Sugiyono. 2009. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Wahana Komputer. 2004. Pengolahan Data Statistik Dengan SPSS Versi 12.0. Semarang: Andi Semarang.
www.bappenas.go.idwww.bppk.depkeu.go.id
www.ntb.depag.go.id
www.pusdiklatwas.bpkp.go.idwww.subang.go.id


Download AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

banner
Previous Post
Next Post

Akademikita adalah sebuah web arsip file atau dokumen tentang infografi, presentasi, dan lain-lain. Semua pengunjung bisa mengirimkan filenya untuk arsip melalui form yang telah disediakan.

0 komentar: