Judul: manajemen keuangan
Author: Immanuel Gardjito
BAB I
PENDAHULUAN
Amerika Serikat adalah negara yang paling berpengaruh saat ini dimana negara ini mendapat gelar sebagai negara adidaya. Amerika Serikat saat ini memiliki pengaruh yang besar terhadap dunia.
Dolar AS adalah mata uang resmi Amerika Serikat. Dolar AS juga digunakan secara luas di dunia internasional sebagai kurs cadangan devisa di luar AS. Penerbitan uang dolar AS dikontrol oleh sistem perbankan Federal Reserve. Simbol yang paling umum digunakan untuk dolar AS adalah lambang dolar ($). Kode ISO 4217 untuk dolar AS adalah USD; dolar AS juga dirujuk sebagai US$ oleh Dana Moneter Internasional[a].
Sejarah mata uang dollar menjadi mata uang internasional.
Dimulai dari perjanjian Bretton Woods setelah Perang Dunia 2 yang efeknya masih terasa hingga sekarang; perjanjian untuk menggunakan emas sebagai standar global nilai mata uang. Pada saat itu keadaan ekonomi negara-negara dunia, kecuali Amerika Serikat, hancur karena perang. Ini menyebabkan mereka bergantung pada pinjaman yang diberikan oleh Amerika.
Sistem Bretton Woods (1944-1976) adalah sebuah sistem perekonomian dunia yang dihasilkan dari konferensi yang diselenggarakan di Bretton Woods, New Hampshire pada tahun 1944[1]. Konferensi ini merupakan produk kerjasama antara Amerika Serikat dan Inggris yang memiliki beberapa fitur kunci yang melahirkan tiga institusi keuangan dunia yaitu Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia[1]. Sistem Bretton Woods dibentuk dalam rangka menyelesaikan pertarungan yang terjadi antara otonomi yang dimiliki oleh domestik dan stabilitas internasional, namun dasar yang terdapat dalam sistem-otonomi kebijakan nasional, nilai tukar tetap, dan kemampuan untuk mengubah mata uang-satu sama lain saling bertolak belakang[1].
Sejarah Sistem Bretton Woods :
Pada akhir abad ke-19, sistem perdagangan internasional didasari atas sistem perekonomian merkantilisme[2]. Tujuan ekonomi kaum merkantilis adalah dengan memakmurkan negara dengan memasukkan sebanyak mungkin pendapatan ke dalam kas negara[3]. Aktor utama dalam sistem perekonomian menurut kaum merkantilis adalah negara di mana merkantilisme sangat populer bagi pemerintah yang sedang melakukan pembinaan kekuatan negara, karena tujuannya yang lebih fokus pada pencapaian kepentingan nasional negara secara maksimal[3]. Namun sistem perdagangan ini hancur seiring dengan pecahnya Perang Dunia I yang berdampak negara-negara menjadi proteksionis terhadap komoditas atau barang-barang dari luar serta tidak stabilnya sistem mata uang selama perang terjadi[4]. Dilatarbelakangi oleh semangat liberalisme, ide tersebut didukung oleh Amerika Serikat dan Inggris, yang bertujuan untuk meningkatkan transaksi ekonomi yang berdasarkan atas kondisi akses yang sama terhadap pasar.[4]. Dan semangat liberalisme tersebut mendorong diselenggarakannya konferensi di Bretton Woods pada tahun 1944[4].
Terdapat dua tujuan utama konferensi Bretton Woods [4], yaitu:
mendorong pengurangan tarif dan hambatan lain dalam perdagangan internasional dan
menciptakan kerangka ekonomi global untuk meminimalisir konflik ekonomi yang terjadi di antara negara-negara, yang salah satu bagiannya adalah mencegah terjadinya Perang Dunia II.
Selain tujuan yang telah disebutkan di atas, Konferensi Bretton Woods juga menghasilkan tiga badan ekonomi internasional [4], yaitu:
Dana Moneter Internasional
Dana Moneter Internasional (bahasa inggris: International Monetary Fund) didirikan pada tahun 1945, dengan ditandatanganinya pasal-pasal di dalam perjanjian yang merupakan hasil dari Konferensi Bretton Woods tahun 1944 oleh 29 negara, dan mulai beroperasi pada tahun 1947[2] Mandat yang diberikan kepada institusi ini sesuai dengan yang tertera di dalam Pasal 1 dari Pasal Asli Perjanjian [2] adalah:
meningkatkan kerjasama moneter internasional menuju institusi yang permanen yang menyediakan jasa pelayanan konsultasi dan kolaborasi bagi masalah moneter internasional;
memfasilitasi upaya perluasan dan pertumbuhan yang seimbang dari perdagangan internasional dan mendorong peningkatan derajat buruh dan pemasukan sektor riil dan mendorong sumber daya yang produktif sebagai objek utama bagi kebijakan ekonomi setiap anggota;
meningkatkan stabilitas nilai tukar dengan tujuan mengatur nilai tukar di antara para anggota, serta mencegah terjadinya persaingan untuk melakukan depresiasi terhadap nilai tukar;
membantu pembentukan sistem pembayaran yang bersifat multilateral yang bertujuan untuk memudahkan transaksi antar negara anggota serta menghapus hambatan pertukaran asing yang akan mencegah pertumbuhan terhadap perdagangan dunia;
mereka kesempatan untuk memperbaiki persoalan dalam neraca pembayaran tanpa menggunakan langkah-langkah yang memperburuk kesejahteraan nasional maupun internasional; *keenam, berdasarkan hal-hal tersebut di atas, IMF bertujuan untuk mempercepat penyelesaian krisis yang disebabkan oleh ketidakseimbangan neraca pembayaran negara-negara anggota.
Bank Dunia
Bank Dunia merupakan institusi keuangan yang semula bernama International Bank for Reconstruction and Development yang didirikan bersama-sama dengan institusi Dana Moneter Internasional pada Konferensi Bretton Woods tahun 1944. Adapun tujuan dari dibentuknya Bank Dunia [4] adalah:
membantu negara-negara anggota dalam hal pembangunan dan rekonstruksi;
meningkatkan investasi swasta asing dalam lingkup peningkatan garansi atau partisipasi dalam peminjaman dan investasi jenis lain yang dibuat oleh investor swasta;
menyediakan (dibawah keadaan tertentu) keuangan yang diperuntukkan bagi tujuan produktif;
meningkatkan keseimbangan pertumbuhan jangka panjang dalam perdagangan internasional dan menjaga keseimbangan neraca pembayaran;
mengatur kebijakan dasar dalam rangka memberikan prioritas kepada proyek yang memiliki lebih banyak nilai manfaat dan nilai kepentingan;
membangun operasi yang bertujuan untuk efek investasi internasional dalam hal kondisi bisnis di negara-negara anggota.
Keruntuhan Sistem Bretton Woods
Menurut Helleiner (2008), tahun 1960 seorang ekonom bernama Robert Triffin menuliskan pesimismenya pada sistem Bretton Woods. Ia mengatakan bahwa sistem Bretton Woods menciptakan instabilitas standar tukar emas dengan dollar Amerika. Ia berargumen bahwa dalam sistem finansial dimana menjadikan dollar sebagai mata uang sentral, likuiditas internasional hanya dapat berkembang dengan baik jika Amerika Serikat menyediakan lebih banyak lagi dollar di pasaran dengan tetap mengontrol keseimbangan defisit pembayaran. Teori ini dikenal sebagai Triffin Dilemma.
Triffin Dilemma ditanggapi oleh Keynes dengan mengusulkan adanya âbancorâ (suatu mata uang internasional yang ketersediaannya tidak dipengaruhi oleh kondisi keseimbangan neraca pembayaran negara mana pun di dunia). Usulan Keynes tersebut direalisasikan dengan membuat Special Drawing Rights (SDR) di tahun 1969 atas kesepakatan bersama negara-negara yang dulu turut hadir dalam konferensi di Bretton Woods.
SDR bukanlah mata uang yang dapat digunakan oleh individu, melainkan hanya dapat digunakan oleh pemegang otoritas moneter nasional sebagai suatu aset cadangan yang digunakan untuk menstabilkan neraca pembayaran antar negara ketika dalam keadaan imbalance. Namun sayangnya keberadaan SDR tidak mampu menanggulangi keadaan di tahun 1970-an ketika permintaan akan dollar Amerika terus meningkat sementara cadangan emas yang dimiliki Amerika Serikat tidak cukup untuk dipertukarkan. Keadaan ini akhirnya membawa Amerika Serikat pada suatu keadaan confidence crisis.
Ada dua pilihan dalam menghadapi situasi krisis Amerika Serikat tersebut.
1.  mengurangi jumlah dollar yang dicetak dengan konsekuensi positif yakni dollar tetap menjadi mata uang utama perdagangan internasional dan Amerika Serikat dengan mudah dapat membiayai keseluruhan kebutuhan dana perangnya di Vietnam dan program-program lainnya, sementara konsekuensi negatifnya adalah Amerika Serikat tidak akan mampu menjawab tuntutan pasar apabila seketika itu sejumlah negara ingin menukarkan dollar-nya dengan emas.
2. mengakhiri konvertabilitas dollar Amerika dengan emas dengan konsekuensi bahwa hegemoni Amerika Serikat dalam mempengaruhi struktur finansial dan moneter internasional akan menurun dan Amerika Serikat akan semakin susah memasukkan kepentingan politiknya melalui instrumen ekonomi.
Titik Tolak Era Pasca Bretton Woods
1. Pembatalan kesepakatan Bretton Woods
Amerika Serikat memilih alternatif kedua sebagai jalan keluar. Setelah gagal melobi Perancis dan beberapa negara lain (selain Jerman dan Jepang) untuk tidak menukarkan dollar Amerika-nya dengan emas ketika itu Nixon membatalkan kesepakatan Bretton Wood secara sepihak.
2. Runtuhnya rezim sistem tukar menggantung yang dapat disesuaikan (adjustable-peg exchage-rate regime).
Peristiwa ini terjadi karena dipicu meningkatnya spekulasi akan aliran finansial internasional sehingga membuat rumit usaha pemerintah untuk menyesuaikan nilai menggantung dari mata uang negaranya. Keadaan ini memunculkan sejumlah pertimbangan bagi pemerintah untuk kembali memberlakukan floating exchange-rates seperti sebelum sistem Bretton Woods digunakan.
Floating exchange-rates berperan penting dalam memfasilitasi penyesuaian mata uang ketika terjadi situasi ketidakseimbangan ekonomi internasional. Selain itu, dengan tidak adanya hambatan perdagangan dan kontrol kapital dari pemerintah diharapkan akan memicu akselerasi perekonomian internasional. Sehingga, peran pemerintah disini hanya sebatas membuat penyesuaian nilai tukar mata uang ketika terjadi âfundamental disequlibriumâ dan ketika tingkat spekulasi finansial semakin besar.
Dalam penerapannya, ternyata floating exchange-rate juga membawa dampak lain yakni memicu âcasino capitalismâ, dimana negara yang berperan sebagai spekulator akan mendominasi pasaran tukar luar negeri (foreign exchange market). Menurut penyataan Susan Strange yang dikutip dalam tulisan Helleiner, kapitalisme kasino dalam kaitannya dengan finansial global akan membawa seluruh aktor untuk terlibat secara âsukarelaâ di dalamnya, bahkan ia mengumpamakan kapitalisme kasino ini sebagai permainan ular tangga yang sifatnya âunpredictableâ dan âavoidableâ yakni apabila seketika terjadi perubahan pada nilai tukar mata uang maka dampaknya bagi kehidupan seluruh individu tidak terelakkan lagi. Keadaan inilah yang akhirnya mendorong negara-negara Uni Eropa untuk membuat European Monetary Union pada tahun 1999 dan memberlakukan mata Euro sebagai mata uang yang dianut oleh sebagian besar anggota UE kecuali Inggris. Namun demikian, sekalipun mendapat saingan dari mata uang euro maupun yen, mata uang dollar Amerika masih mendominasi perdagangan dan mempengaruhi struktur finansial global walaupun sistem Bretton Woods telah runtuh di tahun 1970-an.
Dalam perkembangannya, Dollar Amerika telah dapat menggantikan emas sebagai sumber likuiditas perekonomian dunia dan menjadi basis sistem keuangan dunia. Implikasinya, setiap negara membangun cadangan devisa dalam bentuk Dollar Amerika; cadangan Dollar diperlukan agar mata uang negara yang bersangkutan dapat ditukarkan dengan Dollar atau emas. Pada saat ini lah mata uang Amerika itu menjadi mata uang internasional[b].
Sejak berakhirnya Perang Dunia II, Amerika Serikat menjadi satu-satunya negara super power di dunia. Hal ini, dikarenakan negara-negara pemenang perang lainnya mengalami kerusakan besar, sehingga mereka fokus pada perbaikan kondisi dalam negerinya. Sementara itu, Amerika Serikat melalui kombinasi kecerdikan, kekuatan keuangan, dan etika kerja, berhasil mengamankan bagian terbesar dari pangsa pasar manufaktur global, mencapai zaman keemasan di era 1950-an dan 60-an, yang menandai puncak kedudukannya di dunia146.
Dalam kondisi tersebutlah Amerika Serikat kemudian diuntungkan, dan dapat dengan mudah mengambil pimpinan dalam menentukan institusi dan peraturan â"peraturan baru yang mendasari perekonomian dunia. Dan sistem yang kemudian ditelurkan Amerika Serikat pada saat itu biasa kita kenal dengan sebutan âBretton Woods Systemâ yang diambil berdasarkan nama kota kecil di Amerika Serikat yang merupakan tempat persetujuan Bratton Woods itu dibuat. Keperkasaan dolar AS dimulai di Konferensi Bretton Woods pada 1944, yang melahirkan IMF (Dana Moneter Internasional). Sistem nilai tukar mata uang dunia dilaksanakan dengan mengikat nilai tukar mata uang negara-negara anggota IMF secara ketat terhadap dolar AS. Mata uang negara lain hanya boleh naik- turun sebesar satu persen terhadap dolar AS. Jaminannya dolar AS pun diikat dengan emas, dimana satu ounce (28,1 gram) setara dengan US$35. Dan pada tahun 1947 Bretton Woods menjadi titik awal sejarah kejayaan Amerika Serikat dengan membentuk lembagaâ"lembaga perekonomian dunia pascaperang. Diantaranya yaitu: IMF, Bank Dunia, GATT (yang sekarang diganti WTO), dan OECD. Yang kemudian dalam kiprahnya, sistem tersebut berhasil membawa Amerika Serikat pada puncak kejayaannya, karena pada dasarnya lembagaâ"lembaga baru tersebut dapat dikendalikan oleh Amerika Serikat berdasarkan kepentingannya.
Satu-satunya penantang Amerika Serikat pasca Perang Dunia II adalah Uni Soviet yang menciptakan Perang Dingin. Namun, setelah runtuhnya Uni Soviet yang menandakan berakhirnya Perang Dingin pada tahun 1991, Amerika Serikat tidak lagi mempunyai lawan tandingan dalam berbagai bidang. Pasca-Perang Dunia II, tidak dapat dipungkiri bahwa Amerika Serikat berdiri sebagai pemimpin dunia yang hampir tak dapat tersaingi. Kondisi itu didukung oleh posisi Eropa yang sedang berada dalam lingkungan pascaperang, kemudian Jepang yang sedang mengalami kehancuran, dan Inggris yang dapat dikatakan sedang mengalami kelelahan pascaperang. Sehingga secara otomatis dapat dikatakan bahwa tidak ada kekuatan lain yang dapat menjalankan peran global pada saat itu. Secara otomatis, Amerika Serikat sebagai negara pemenang perang harus mengambil peran dalam artian bertanggung jawab dalam menciptakan kondisi perekonomian dunia yang stabil.
Sehingga walaupun beberapa kali sempat mengalami krisis, Amerika Serikat mampu bangkit dan kembali memimpin prekonomian dunia yang tentunya dengan nilaiâ"nilai liberal (sesuai dengan konsep idiologi bangsanya), yang terserap dalam setiap kebijakanâ"kebijakan perekonomian yang dikeluarkannya lewat institusiâ"institusi internasional khususnya lembagaâ"lembaga perekonomian dunia seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO (sebagai pionir dalam mempertahankan eksistensinya sebagai bangsa adidaya yang kuat dan tidak tertandingi). Selain itu, Amerika Serikat juga merupakan kreditor terbesar dunia yang memberikan pinjaman atau bantuan kepada negaraâ" negara yang sedang berkembang atau miskin berupa Marshall Plan, dan Amerika Serikat juga memberikan bantuan âGrants in Aidâ yaitu bantuan ekonomi dengan memberikan kewajiban kepada negara yang diberikan bantuan untuk mengembalikan bantuan ekonomi tersebut berupa dolar atau dengan membeli barangâ"barang produk Amerika Serikat. Inilah yang menjadi benteng kekuatan ekonomi Amerika Serikat hingga saat ini.
Amerika Serikat juga menjadi sumber dari hampir seperempat aktivitas ekonomi global. Sejak tahun 1960-an, GDP Amerika Serikat berkisar 23%-36% dari GDP global, lebih besar dari gabungan negara Uni Eropa. Dari segi finansial, sekitar 65% dari cadangan mata uang dunia terus berpatokan pada dolar Amerika Serikat. Berdasarkan keunggulan ini, belum ada yang menyamai dominasi Amerika Serikat dalam sejarah sistem Negara berdaulat.147
Pemilihan mata uang dolar dikarenakan waktu itu Amerika Serikat menghasilkan lebih dari separuh kapasitas manufaktur dunia dan memiliki paling banyak emas di dunia183. Meskipun sekarang sistem Bretton Woods tidak lagi digunakan, namun dolar Amerika Serikat tetap menjadi mata uang internasional.â¨
Menurut Iqbal (2009), perdagangan internasional merupakan aspek kegiatan ekonomi Amerika Serikat. Kegiatan inilah yang menjadikan Amerika Serikat sebagai bangsa pedagang. Kontribusi perdagangan internasional terhadap kemakmuran ekonomi Amerika mengalami pasang surut namun, hingga kini perdagangan internasional tetap merupakan bagian yang takterpisahkan dari seluruh perekonomian nasional. Bahkan, AS tetap eksis sebagai pemain penting dalam perdagangan internasional. Kepemimpinan AS dalam organisasi ekonomi dunia ini menunjukkan bahwa AS ingin tetap menjadikan aspek perdagangan internasional sebagai bagian penting dari perekonomian dunia.
Dolar Amerika juga cukup eksis mendominasi perdagangan minyak mentah di lembaga OPEC. terbukti sampai saat ini, alat transaksi yang digunakan oleh negara-negara anggota OPEC mengunakan mata uang Dolar walaupun negara Amerika sering dilanda krisis ekonomi.â¨
Amerika Serikat Dalam Aspek SDA & SDM
Amerika Serikat memliki sumber daya alam yang melimpah, seperti emas, batu bara, minyak, tanah yang luas dan subur, kemudian pertanian yang sangat luas serta didukung oleh sumber daya manusia yang besar dan berkualitas, sehingga mereka mampu mengolah kekayaan alamnya sendiri dan yang terpenting adalah Amerika Serikat mampu memainkan peran dalam segala hal dikancah konstelasi internasional, walaupun dalam banyak hal langkahâ"langkah yang diambil banyak menuai kritikan dari berbagai kalangan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa semua hal yang menjadi aspek pendukung Amerika Serikat sebagai negara adidaya/adikuasa merupakan cerminan atau representatif dari kualitas sumber daya manusianya.
BAB II
ISI
Krisis yang Melanda Amerika Serikat dan Dunia
Dalam buku terbitan Departemen Komunikasi dan Informatika, krisis keuangan global telah terjadi di mana menurut berbagai pihak hal ini dikaitkan dengan kondisi perekonomian negara Amerika Serikat. Ketika kondisi perekonomian sebuah negara adidaya berubah dan mengalami goncangan, dapat dipastikan akan membawa konsekuensi yang luas pada perekonomian dunia.
Media massa di berbagai belahan dunia dengan gencar memberitakan krisis keuangan Amerika Serikat yang telah mempengaruhi tatanan sistem keuangan berbagai negara di benua Amerika, Eropa, Asia Pasifik, Asia Selatan, bahkan Timur Tengah.
Bermula dari Subprime Mortgage,â¨sejak tahun 1925, di Amerika Serikat sudah ada Undang-undang Mortgage. Peraturan yang berkaitan dengan sektor properti, termasuk kredit pemilikan rumah. Semua warga AS --asalkan memenuhi syarat tertentu-- bisa mendapatkan kemudahan kredit kepemilikan properti, seperti KPR.
Kemudahan pemberian kredit terjadi ketika harga properti di AS sedang naik. Kegairahan pasar properti membuat spekulasi di sektor ini meningkat. Para penyedia kredit properti memberikan suku bunga tetap selama tiga tahun. Hal itu membuat banyak orang membeli rumah dan berharap bisa menjual dalam tiga tahun sebelum suku bunga disesuaikan.
Permasalahannya, banyak lembaga keuangan pemberi kredit properti di Amerika Serikat menyalurkan kredit kepada penduduk yang sebenarnya tidak layak mendapatkan pembiayaan. Mereka adalah orang dengan latar belakang non-income non-job non-activity (NINJA) yang tidak mempunyai kekuatan ekonomi untuk menyelesaikan tanggungan kredit yang mereka pinjam.
Situasi tersebut memicu terjadinya kredit macet di sektor properti (subprime mortgage). Selanjutnya, kredit macet di sektor properti mengakibatkan efek domino ambruknya lembaga-lembaga keuangan besar di Amerika Serikat. Pasalnya, lembaga pembiayaan sektor properti pada umumnya meminjam dana jangka pendek dari pihak lain, termasuk lembaga keuangan.
Jaminan yang diberikan perusahaan pembiayaan kredit properti adalah surat utang, mirip subprime mortgage securities, yang dijual kepada lembaga-lembaga investasi dan investor di berbagai negara. Padahal, surat utang itu ditopang oleh jaminan debitor yang kemampuan membayar KPR-nya rendah.
Dengan banyaknya tunggakanâ¨kredit properti, perusahaan pembiayaan tidak bisa memenuhi kewajibannya kepada lembaga-lembagaâ¨keuangan, baik bank investasi maupun asset management. Hal itu mempengaruhi likuiditas pasar modal maupun sistem perbankan.
Setelah itu, terjadi pengeringan likuiditas lembaga-lembaga keuangan akibat tidak memiliki dana aktiva untuk membayar kewajiban yang ada. Ketidakmampuan bayar kewajiban tersebut membuat lembaga keuangan lain yang memberikan pinjaman juga terancam bangkrut.
Kondisi yang dihadapi lembaga-lembaga keuangan besar di Amerika Serikat juga mempengaruhi likuiditas lembaga keuangan lain, yang berasal dari Amerika Serikat maupun di luar Amerika Serikat. Terutama lembaga yang menginvestasikan uangnya melalui instrumen lembaga keuangan besar di Amerika Serikat. Di sinilah krisis keuangan global bermula.
Untuk menghindari meluasnya krisis subprime mortgage dan membawa dampak buruk terhadap perekonomian Amerika Serikat, pemerintah Amerika Serikat dan Bank Sentral Amerika (The Fed) mengeluarkan kebijakan untuk membantu beberapa lembaga-lembaga keuangan besar tersebut. Upaya tersebut sekaligus dikemas dalam kebijakan moneter untuk menekan angka inflasi serta menstabilkan nilai tukar mata uang dolar Amerika Serikat. Rangkaian tindakan antisipasi di Amerika Serikat telah dimulai pada tanggal 5 September 2008. Saat itu, pemerintah AS mengambil alih perusahaan pembiayaan Fannie Mae dan Freddie Mac untuk penyehatan arus kas dua perusahaan tersebut. Selanjutnya, pada tanggal 16 September The Fed mengucurkan pinjaman USD 85 miliar ke American International Group untuk mengambil alih 80 persen saham perusahaan asuransi tersebut. Pada tanggal 18 September 2008, Pemerintah AS meminta Kongres untuk menyetujui paket penyelamatan ekonomi, berupa dana talangan pemerintah (bail- out) USD 700 miliar. Presiden George Bush menyatakan perekonomian AS dalam bahaya jika Kongres tidak menyetujui rencana bailout.
Meskipun demikian, tanggal 29 September 2008, Kongres AS menolak rencana bailout. Akibatnya, Indeks Dow Jones merosot 778 poin, posisi yang terbesar dalam sejarah pasar saham di Amerika Serikat. Akhirnya tanggal 3 Oktober 2008, Kongres menyetujui bailout.
Selanjutnya, Presiden Bush menandatangani UU Stabilisasi Ekonomi Darurat 2008. Undang-undang yang memuat rencana pengucuran dana talangan pemerintah (bailout) sebesar USD 700 miliar untuk mengambil alih beberapa perusahaan dan lem- baga keuangan yang merugi di pasar modal AS.
Krisis Keuangan AS yang Mengglobal
Masalah subprime mortgage di Amerika Serikat sebenarnya sudah mulai terlihat sejak Agustus 2007. Hal itu sudah ditengarai akan menjadi gelembung sub-prime (bubble), akan tetapi pemerintah Amerika Serikat terus mengucurkan uang dan menurunkan suku bunga untuk mengangkat sektor industri teknologi yang mengalami penurunan.
Usaha Pemerintah AS dengan mengucurkan dana talangan pemerintah sebesar USD 700, hanya sementara saja dapat meredam gejolak pasar. Pasalnya, mayoritas investor di seluruh dunia terpaksa menjual portofolio saham yang dimiliki secara besar-besaran untuk menutupi kebutuhan likuiditas sehingga mengakibatkan terhempasnya pasar modal dunia. Secara khusus di Wall Street, mayoritas investor yang mengalami kerugian pada saat indeks saham jatuh 777,7 poin --akibat penolakan bailout oleh House of Representative--, ikut juga menjual portofolio yang ditanam di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
Pada tanggal 10 Oktober, indeks bursa berbagai negara kembali jatuh, sehingga sepuluh bank sentral dari berbagai negara menurunkan suku bunga agar beban utang para investor yang merugi tidak semakin besar.
Hingga Agustus 2008, dampak krisis mengakibatkan jumlah penganggur di Inggris melejit menjadi 1,79 juta orang atau 5,7 persen dari angkatan kerja. Menurut International Labour Organization, inilah tingkat pengangguran terparah sejak Juli 1991, Agus dkk. (2008).
[c]Berikut adalah penyebab krisis ekonomi AS:
1. Hutang Amerika sudah membesar hingga mencapai 8.98 trilyun dollar AS sedangkan Gross Domestik Produk (PDB) hanya 13 trilyun dollar AS. Artinya hutang AS sudah mencapai 69% dari PDB nasional.
2. Terdapat pos pengurangan pajak korporasi sebesar 1.35 trilyun dollar yang nyata nyata mengurangi pendapatan Amerika.
3. Sejak diserang teroris 9/11/2001, Amerika mulai menganggarkan dana untuk perang ke Irak dan Afganistan. Akibat dari perang Irak adalah tidak amannya kehidupan dan kemerosotan ekonomi di negara seribu satu malam itu. Meski sudah menggempur Afganistan, Osama Bin Laden tidak tertangkap juga.
Akibatnya, dana anggaran perang Amerika sudah membesar akibat perang Korea, Vietnam, Irak, dan Afganistan.
4. CFTC (Commodity Futures Trading Commision) sebuah lembaga pengawas keuangan tidak mengawasi ICE (Inter Continental Exchange) yang merupakan sebuah badan yang melakukan aktifitas perdagangan berjangka. ICE dikenal cukup berperan dalam meningkatkan harga minyak berjangka/online hingga $147.
5.Subprime Mortgage. Pemberian kredit perumahan tanpa mereview penghasilan peminat kredit telah membuat ketidakmampuan pelunasan kredit perumahan tersebut. Surat utang properti tersebut dipegang oleh Merryl Lynch, Goldman Sachs, Northern Rock,UBS, Mitsubishi UFJ. Akibatnya perusahaan-perusahaan yang disebutkan tadi mengalami kebangrutan.
6.Keputusan FED dengan menetapkan suku bunga rendah mendekati nol sudah mendorong spekulasi besar-besaran
Walaupun mengalami krisis dalam hal finansial namun Dolar Amerika tetap tak tergoyahkan di perekonomian dunia. Hal ini diungkapkan Junanto (2009), kalau Indonesia terkena krisis ekonomi, Rupiah pasti melemah. Kalau Thailand terkena krisis, Baht juga pasti melemah. Di banyak negara lain, krisis yang terjadi akan berdampak pada melemahnya nilai tukar. Namun ketika Amerika terkena krisis, Dollar justru menguat. Ambruknya ekonomi, runtuhnya pasar keuangan, bertumbangannya pabrik, dan melebarnya PHK di Amerika, seharusnya membuat Dollar melemah. Tapi yang terjadi justru Dollar menguat.
Pertanyaan ini banyak muncul saat melihat Rupiah tertekan terhadap dollar di penghujung 2008 dan memasuki 2009. âPertanyaan iseng ini muncul lagi, saat saya ngobrol-ngobrol dengan salah seorang pengamat ekonomi dalam âDiskusi Outlook Ekonomi 2009â yang diadakan di Jakarta pekan lalu. Obrolan ini dilakukan sambil santai sebelum diskusi dimulaiâ ungkap Junanto (2009).
Economist dan pengamat yang hadir pada kesempatan itu antara lain Umar Juoro, Mirza Adityaswara, Budi Hikmat, Purbaya Sadhewa, Yanuar Rizky, dan beberapa pengamat lainnya. Hadir pula beberapa Deputi Gubernur BI seperti Dr Hartadi Sarwono dan Dr Muliaman D Hadad. Diskusi memang lebih banyak membicarakan mengenai outlook ekonomi 2009.
Pertanyaan kenapa Dollar menguat adalah pertanyaan umum masyarakat awam dan menjadi perbincangan warung kopi sehari-hari saat terjadi krisis ekonomi. Saat krisis melanda Amerika, banyak orang bersorak bahwa Amerika akan ambruk. Apalagi kalau kita ingat krisis 1998 yang terjadi di Indonesia telah meluluhlantakkan rupiah. Namun inilah kehebatan politik ekonomi Amerika Serikat, dan sekali lagi menunjukkan betapa rentannya perekonomian Indonesia. Dollar justru makin hari makin menguat.
Masih menurut Junanto (2009), berikut adalah alasan-alasan mengapa Dollar menguat ketika krisis global :
1. Saat terjadi krisis global, ekonomi seluruh dunia menghadapi gejolak yang meningkat. Keketatan likuiditas di pasar keuangan dunia yang dipicu oleh permasalahan subprime mortgage, meluas menjadi krisis kepercayaan. Sektor riil di AS kemudian terkena imbas dari gejolak, yang mendorong pelemahan ekspansi ekonomi dunia yang dalam. Krisis kepercayaan merambat ke seluruh dunia. Dalam kondisi seperti ini, uang tak punya tuan. Uang tak punya nasionalisme. Mereka bergerak liar mencari kandang, atau tempat yang paling aman. Terjadilah apa yang dinamakan âflight to qualityâ atau pelarian modal pada asset yang paling bisa dipercaya di muka bumi.
Kemana tempat yang masih bisa dipercaya? Dalam kondisi saling tak percaya, asset T-Bills milik Bank Sentral AS (The Fed) dan Surat Berharga Pemerintah AS dinilai masih lebih baik relatif dibanding asset di negara lain. Hal inilah yang mendorong Dollar rame-rame âpulang kampungâ ke AS. Inilah realita dari kapitalisme. Arus keluar modal asing dari emerging markets terus berlangsung dengan bebas. Proses ini ditambah lagi dengan upaya perusahaan di AS untuk memperbaiki struktur neraca lembaga keuangannya. Mereka melakukan penyesuaian portfolionya secara besar-besaran. Proses ini dikenal dengan istilah deleveraging.
2. Semacam konspirasi teori.
Bangkrutnya lembaga keuangan AS sudah terlihat ketika The Fed mengumumkan terjadinya gagal bayar kredit perumahan (KPR) oleh nasabah pas-pasan (subprime mortage). Saat nasabah mengambil KPR, bunganya rendah karena bunga acuan The Fed (Fed rate) berada di satu persen. Masalah terjadi pada 2002, saat Amerika mengalami masalah defisit neraca perdagangan dengan Cina (ekspor lebih kecil dari impor). Untuk mengatasi defisit, bisa juga diatasi dengan operasi pasar di pasar kurs. Nah, repotnya Cina tidak ikut rezim kurs pasar melainkan kurs tetap (fix rate).
Saat itu, The Fed meminta dana berlebih dari lembaga keuangan AS (global hedge fund) untuk kembali ke âkampungnyaâ , agar likuiditas menjadi suporter di tim AS bukan sebaliknya. Sekali lagi, inilah konsekuensi dari kapitalisme, yaitu uang tak kenal nasionalisme. Untuk bisa pulang kampung, harus ada untung. Itulah, saat The Fed menaikkan Fed rate yang agresif dimulai 2004 sampai ke 5,85%. Uang kembali, tapi makan korban gagal bayar KPR yang lalu memerlukan koreksi The Fed (September 2007) dengan menurunkan rate.
Di 2008, krisis makin bergulir. Lehman jatuh dan Fed membutuhkan dana besar mencegah dampaknya ke AIG. Keluarlah mekanisme âbail outâ. Awalnya publik mengatakan ini sebagai karma BLBI, agar AS merasakan sendiri rasanya krisis. Namun bail out ini baru awal cerita, setelah itu terjadi, uang yang dikeluarkan oleh Pemerintah AS harus diganti. Saat itu yang terjadi adalah âdevisa kertasâ, karena bail out diganti oleh kertas milik perusahaan. Pemerintah AS pun memerintahkan untuk melakukan âforce saleâ atau memaksa perusahaan-perusahaan AS menjual portfolionya di negara lain. Bursa duniapun rontok, termasuk Indonesia. Rupiahpun melemah, namun dollar menguat karena dollar ramai-ramai âdipaksaâ pulang kampung.
Dalam media Kompas tahun 2009 ditulis bahwa nilai tukar dollar Amerika Serikat terhadap mata uang lain di dunia sebaiknya tetap dipertahankan kuat karena posisi pentingnya dalam perekonomian global. Atas dasar itu, Pemerintah Amerika Serikat berniat memulihkan kembali kondisi fundamental perekonomiannya untuk meningkatkan kepercayaan kepada pelaku ekonomi bahwa memegang dollar AS masih tetap aman sebagai aset. Â
"Sangat penting bagi Amerika untuk tetap memiliki dollar yang kuat. Makanya, kami tetap melanjutkan fokus pada perbaikan fundamental, memulihkan kepercayaan, dan bukan hanya untuk menstabilkan sistem keuangan, melainkan juga memulihkan ekonomi," ujar Menteri Keuangan Amerika Serikat Timothy Geithner saat menjawab pertanyaan media dalam konferensi pers gabungan di Singapura, Kamis (12/11/2009).
Menurut Geithner, posisi penting nilai tukar dollar AS dalam setiap transaksi perdagangan dunia membawa tanggung jawab kepada Amerika untuk menjadi sumber stabilitas dan penguatan ekonomi global. Atas dasar itu, Amerika akan tetap meneruskan reformasi dan menjadi rekan kerja yang kuat bagi negara-negara lain di Asia Pasifik. Â
"Kami akan bekerja sama untuk berhadapan langsung dengan tantangan ekonomi yang dihadapi saat ini. Atas tantangan yang ada itu, Amerika memiliki tanggung jawab dalam menghadapinya. Ini adalah pekerjaan yang tidak bisa kita lakukan sendirian. Masalah ini hanya bisa dihadapi secara bersama-sama," ungkapnya.
Dalam situs liputan 6 tahun 2013 (http://bisnis.liputan6.com), saat itu Amerika Serikat (AS) tengah memulihkan ekonominya. Tentu saja, para investor dibuat cemas oleh pernyataan-pernyataan Bank Sentral Amerika (The Fed), dan juga eksperimen-eksperimen Bank Sentral Jepang yang tak pernah dilakukan sebelumnya. Tak hanya itu, kegelisahan juga disebabkan oleh langkah-langkah ekonomi Eropa dan krisis kredit di China.
Para investor AS tak perlu khawatir dengan kondisi ekonomi AS. Sebuah laporan terbaru yang dirilis kepala strategi pasar US Trust Joseph Quinlan, menunjukkan kekuatan-kekuatan ekonomi dan pasar AS.
Bahkan AS disebut-sebut mampu terus merajai ekonomi global. Berikut 10 alasan yang dimuat dalam situs milik liputan 6, kenapa Amerika Serikat bisa terus mendominasi ekonomi global selama bertahun-tahun:
1. Ekonomi AS merupakan yang terbesar dan paling produktif di dunia
Dengan hanya 4,5% dari populasi dunia, Amerika menghasilkan satu per lima dari produk domestik bruto (PDB) global. Ekonomi Amerika hampir dua kali lipat dari China jika dihitung dalam bentuk dolar. Lebih dari itu, menurut sebuah laporan, Amerika merupakan salah satu dari negara maju dengan PDB rill yang lebih tinggi dari jumlahnya sebelum krisis.
2. Barang-barang manufaktur Amerika Serikat merupakan yang terbesar di dunia
Bidang manufaktur menghasilkan US$ 1,9 triliun pada 2012, naik 27% dari 2009. Menurut US Trust, jumlah tenaga kerja di sektor tersebut meningkat hingga 500 ribu orang sejak 2010.
3. AS merupakan satu dari eksportir-eksportir barang dan jasa terbesar di dunia
Pada saat terjadi resesi AS, ekspor-ekspor dihentikan. Namun pada 2012, total ekspor mencapai US$ 2,2 triliun hampir mencapai 40% peningkatan dari 2009.
4. Para investor asing sangat menyukai AS
Menurut U.S Trust Aliran dana masuk Foreign Direct Investment AS pada tahun-tahun pasca krisis menembus angka US$ 736 miliar. Jumlah tersebut setara dengan 15% dari total pemasukan dunia. Dan sementara banyak orang ramai membahas investasi di China, Amerika masih tetap memimpin.
5. Amerika memiliki merek-merek ternama dunia.
Pada 2008, 8 dari 10 merek ternama merupakan produk-produk buatan Amerika.
6. Teknologi AS paling maju di dunia
Masyarakat global berduyun-duyun datang ke Amerika untuk menjadi inovator teknologi. AS merupakan rumah bagi para pemain bisnis di media sosial dan soal tingkat pengeluaran di bidang teknologi, AS melebihi negara-negara lain.
7. Amerika memiliki kampus-kampus terbaik dunia
Para remaja di Amerika memiliki berbagai pengetahuan berharga dari universitas-universitas terbaik dunia. Enam dari sepuluh universitas terbaik pada ajang '2012 Quacquarelli Symonds World Rankingsâ ada di Amerika.
8. Dolar AS adalah rajanya mata uang dunia
Dolar AS merupakan mata uang cadangan dunia. Dari laporan US Trust tercatat, dolar menyumbang sekitar 62% dari cadangan bank sentral global pada kuartal IV 2012. Menurut IMF, jumlah tersebut berkurang sedikit sejak 2008 tetapi masih relatif konstan selama bertahun-tahun pasca krisis. Dolar mampu menghancurkan Euro.
9. AS merupakan salah satu negara dengan ekonomi paling kompetitif
Dalam survei persaingan terbaru dari Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum), AS sempat merosot ke posisi ketujuh, turun dua peringkat. Namun, US Trust memprediksi AS akan berada di tempat teratas ke depannya.
10. Amerika tengah berada di masa kebangkitan produksi energi
Banyak pecinta lingkungan yang menyesalkan kebangkitan produksi minyak domestik AS. Jumlah impor minyaknya mencapai angka tertinggi dalam 16 tahun terakhir. Berkat dibukanya shale di North Dakota, Oklahoma, dan Texas, AS tercatat mengalami lonjakan besar produksi minyak.
Amerika di tahun 2015
Dalam situs berita financeroll di tahun 2015, (http://financeroll.co.id/news), diberitakan bahwa Amerika Serikat kembali mengambil alih pimpinan ekonomi global setelah 15 tahun lamanya singgasana itu diduduki Cina dan Negara-negara berkembang. Tahun 2015 ini diperkirakan AS akan menikmati pertumbuhan ekonomi sebesar 3.2 persen. Ini akan menjadi sebuah catatan penting sebagai kinerja terbaiknya sejak 2005. Membaiknya lapangan kerja AS mempercepat pertumbuhan angka konsumsi nasional.
Berbagai analisa yang diberikan oleh JPMorgan Chase & Co., Deutsche Bank AG dan BNP Paribas SA. menyebutkan bahwa hasil dari membaiknya kondisi tersebut akan membuat AS tidak lagi ketinggalan dengan pertumbuhan ekonomi global, sesuatu yang sebelumnya belum terlihat sejak 1999, berdasarkan data dari International Monetary Fund. Alhasil ini mengembalikan mahkota sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi global. Kondisi AS saat ini adalah yang terbaik sejak 1990an.
Data terkini menunjukkan AS bangkit kembali, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan pada Jumat (09/01) bahwa jumlah pembayaran upah (payrolls) mengalami peningkatan sebesar 252 ribu selama bulan Desember 2014. Kenaikan ini sesuai dengan tingkat pengangguran AS yang mengalami penurunan ke 5.6 persen, pencapaian ini merupakan yang terbaik dengan angka pengangguran terendah sejak Juni 2008. Pertumbuhan lapangan kerja ini merupakan hasil dari kenaikan lapangan kerja di sektor-sektor pabrikan, layanan kesehatan, dan jasa. Sekitar 3 juta lebih rakyat AS menemukan pekerjaan di 2014, angka ini merupakan yang paling besar sepanjang 15 tahun terakhir ini. Dengan membaiknya lapangan kerja ini, optimis akan meningkatkan derajat permintaan AS disaat kondisi pasar global masih lesu.
AS berhasil memisahkan diri dari sebagian negara didunia yang masih berjibaku dengan krisis keuangan. Keberhasilan mereka dalam mengendalikan ledakan hutang membuat AS keluar dari jeratan resesi yang paling buruk sejak era Great Depression. Jumlah penghutang yang terlambat memenuhi pembayarannya mengalami penurunan hingga sebesar 1,51 persen di kuartal ketiga 2014. Angka ini jauh dibawah rata-rata dalam 15 tahun terakhir ini sebesar 2.3 persen, termasuk hutang kartu kredit dan pinjaman properti dan kendaraan bermotor. Rumah tangga AS memang mendapatkan manfaat dengan penguatan lapangan kerja saat ini, ditambah dengan jatuhnya harga minyak mentah membuat pendapatan mereka lebih baik. Dari AAA dilaporkan bahwa harga gasoline dinegeri itu mencapai harga termurahnya sejak Mei 2009 pada harga $2.13 per Galon pada 11 Januari kemarin.
Upah perjam memang masih menurun sebesar 0.2 persen dibulan lalu, menahan laju kenaikan upah di AS. Meski demikian, hanya masalah waktu saja sebelum tingkat upah melaju naik. Kenaikan upah akan berimbas pada potensi kenaikan tingkat belanja rumah tangga. Masyarakat AS dikenal sebagai masyarakat konsumtif, dengan kecenderungan membeli kendaraan baru, perlengkapan rumah tangga, pakaian dan lain-lain. Tingkat belanja mereka di bulan November 2014 mencapai 0,6 persen  atau meningkat dua kali lipat dari bulan Oktober, ungkap Departemen Perdagangan AS di Washington. Penjualan kendaraan ringan saja sepanjang tahun 2014 mampu terjual 16.5 juta, ini merupakan yang paling besar sejak 2006.
Perekonomian AS mampu menutup perjalanan akhir 2014 ini dengan manis. Penguatan yang terjadi akan berdampak terhadap industri otomotif, yang diharapkan mampu membukukan kenaikan secara beruntun dalam enam tahun ini pada 2015 dimana diperkirakan penjualan tahun ini bisa mencapai 17 juta unit.
Pada 2013, tingkat konsumsi masyarakat AS mencapai $11.5 trilyun, angka ini lebih besar daripada PDB negara lain di tahun ini, termasuk dengan Cina sendiri, ungkap IMF di Washington. Data ini tidak hanya menunjukkan perbedaan yang menyolok diantara negara, yang disebut purchasing power parity â" dimana sering terkait dengan laju inflasi suatu negara pula. Tahun ini, PDB AS diperkirakan akan tumbuh 3.7 persen, naik dari tahun lalu yang mencapai 2.5 persen. AS akan memberikan kontribusi hampir 18 persen pada pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan tahun ini hanya akan tumbuh 3.6 percen. Kontribusi AS masih yang tertinggi dibandingkan negara-negara maju lainnya yang berkontribusi rata-raat sekitar 11 persen, sebagaimana laporan IMF pada 9 Januari kemarin.
Ditengah penguatan yang terjadi di AS, negara-negara berkembang BRIC â" Brazil, Russia, India dan Cina mendapati masa-masa yang sulit . Dalam 15 tahun terakhir, mereka sebelumnya menjadi pusat perhatian investor dunia. Peringkat kredit Brazil untuk pertama kalinya diturunkan dalam satu dekade ini, sementara Rusia sendiri tengah menghadapi resesi. Perekonomian negeri Beruang merah tersebut rentan dengan jatuhnya harga minyak dan sanksi yang dijatuhkan Eropa. Dua negara asia, India dan Cina mendapat perlambatan dalam pertumbuhan ekonomi mereka. Nampaknya peran negara-negara berkembang sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi global telah usai. Brazil dan Rusia adalah dua negara BRIC yang paling diujung tanduk saat ini, kegagalan mereka dalam menangani krisis keuangannya bisa menjadikan mereka kehilangan mahkota sebagai negara berkembang. Meski demikin, selamban-lambannya pertumbuhan ekonomi Cina, tetap saja kontribusi mereka ke perekonomian dunia masih lebih baik daripada AS dilihat dari hasil berdasarkan purchasing power parity.
AS memang selangkah didepan diantara negara-negara maju lainnya, ungkap Paul Mortimer-Lee, kapala ekonom BNP Paribas di New York. Presiden ECB Mario Draghi dan para koleganya masih dengan kebijakan pembelian kembali aset mereka untuk menghindari deflasi. Langkah ini sebelumnya manjur dilakukan oleh AS pada 2009. Sementara kebijakan anggaran AS juga dianggap lebih efektif dari kawasan Euro, tambah Mortimer-Lee.
Eropa sendiri disarankan Even Alberto Alesina, seorang profesor dari Harvard University agar melakukan pemangkasan pajak secara agresif untuk meningkatkan keuangan mereka. Sebaliknya, Jepang sendiri nampaknya memilih perekonomiannya kembali sebagaimana saat resesi dengan menaikkan pajak konsumsi hingga sebesar 8 persen dari sebelumnya yang hanya 5 persen pada 1 April 2014.
BAB III
PENUTUP
Menurut liputan yang ditulis oleh VOA Indonesia, rencana Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed menaikkan suku bunga menurut beberapa kalangan akan berpengaruh negatif terhadap perekonomian negara-negara lain termasuk Indonesia.
Langkah The Fed tersebut akan menarik mata uang dolar Amerika yang beredar dan terserap di negara lain kembali ke Amerika dan otomatis membuat mata uang dolar Amerika langka sehingga menjadi mahal dan nilai tukar rupiah melemah.
Menurut pengamat ekonomi dari The Habibie Center, Zamroni Salim di Jakarta, Sabtu (17/1/2015) kekhawatiran pengamat dan beberapa pejabat pemerintah terkait rencana The Fed menaikkan tingkat suku bunga berlebihan. Ia menegaskan rencana tersebut justru dapat memacu produk-produk Indonesia mampu bersaing dengan negara lain karena akan semakin banyak negara-negara ingin menjadikan Amerika sebagai tujuan ekspor.
Kondisi tersebut ditambahkannya dapat memacu produk-produk Indonesia meningkatkan kualitas untuk mampu menembus pasar global, terutama pasar Amerika Serikat.
âTentu saja peran Amerika saat ini masih cukup besar dalam arti keputusan dia untuk menaikkan atau menurunkan tingkat suku bunga The Fed itu mempengaruhi pasokan uang dollar keseluruh dunia dan itu akan mempengaruhi tingkat suku bunga di masing-masing negara yang melakukan perdagangan ataupun menggunakan uang dolar, itu pertama," kata  Zamroni Salim.
"Yang kedua kita perlu menggaris bawahi bahwa sebenarnya dominasi Amerika dalam hal ini adalah dolar sudah mulai berkurang dengan adanya kekuatan euro, kemudian juga yen maupun yuan dari China itu juga mulai mempunyai pertumbuhan signifikan dalam mempengaruhi peta perdagangan dunia. Sebagian besar di negara besar itu kan pasar dari kita, tetapi apapun keputusan yang dikeluarkan pemerintaholeh Amerika menaikkan atau menurunkan akan mempengaruhitingkat daya saing produk Indonesia dipasar luar negeri,â lanjutnya.
Dalam APBN Perubahan atau APBNP 2015 yang dalam waktu dekat akan diajukan ke badan anggaran atau Banggar DPR RI, pemerintah mengasumsikan nilai tukar rupiah sekitar Rp 12.200 per dolar Amerika, meningkat dari asumsi dalam RAPBN 2015 sekitar Rp 11.500 per dolar Amerika. Revisi tersebut menurut pemerintah realistis karena dolar Amerika terus menguat.
Sebelumnya di hadapan para pengusaha muda, Presiden Joko Widodo mengingatkan bagaimanapun kondisi perekonomian Indonesia tahun 2015 dan tahun-tahun mendatang jumlah wirausaha harus terus meningkat. Kondisi tersebut menurut presiden sangat membantu upaya menekan angka pengangguran dan angka kemiskinan.
Saat ini jumlah wirausaha di Indonesia sekitar dua persen dari total penduduk yaitu sekitar 4 juta orang, jauh di bawah jumlah wirausaha negara- negara lain seperti Jepang 10 persen dan Singapura tujuh persen dari total penduduk masing-masing negara tersebut.
âPengusaha tidak usah takut karena negara yang lain sudah grogi karena kita dianggap, kalau prosentase katakanlah prosentase 10 persen saja sudah 25 juta, kalau prosentase 20 persen berarti 50 juta kita,â jelas Presiden Joko Widodo.
Dalam situs berita okezone juga dinyatakan bahwa Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan pertumbuhan ekonomi tahun ini akan tetap bertumbuh baik jika dibandingkan dengan pertumbuhan di tahun sebelumnya.
Namun, Perry menyebutkan meski mampu tetap tumbuh, dolar Amerika Serikat (AS) masih menjadi mata uang yang paling kuat bagi mata uang negara lainnya.
"Tentu saja ada beberapa risiko melihat yang akan disampaikan implikasinya, dari global memungkinkan dari dolar yang strong, tahun ini dan tahun selanjutnya adalah tahunnya dolar," kata Perry saat acara Outlook 2015 ANZ di Jakarta, Kamis (22/1/2015).
Tidak hanya itu, kondisi yang menjadi perhatian khusus pemerintah juga adalah menurunnya harga komoditas nasional lantaran pertumbuhan perekonomian China mengalami perlambatan.
"Slow down dari China implikasinya penurunan harga komoditas, indeks harga komoditas masih bisa turun 4 persen, kelapa sawit dan batubara masih under pressured," tutupnya.
Singkat cerita, berbagai alasan mulai dari krisis kepercayaan hingga konspirasi teori antara pemerintah AS dan the Fed, politik ekonomi Amerika masih bisa menyelamatkan dollar. Permasalahannya adalah apakah gejala ini temporer (sementara) atau tetap. Kita akan melihat nanti ke depan, seberapa kuat ekonomi AS dan Dollar AS menahan kepercayaan ini.
Namun pelajaran yang dapat dipetik oleh kita adalah, kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia perlu lebih smart dalam membaca gejolak dan konspirasi pasar keuangan global. Kita harus menghindari kebijakan panik dan berjangka pendek. Di sisi struktur perekonomian, upaya membangun struktur industri yang kokoh di dalam negeri perlu diintensifkan. Pertumbuhan ekonomi yang masih dilandasi oleh konsumsi, apalagi yang ditopang impor, akan sangat rawan terhadap pelarian arus modal. Struktur pertumbuhan ini akan lebih memunculkan banyaknya saudagar ketimbang industriawan.
Download manajemen keuangan
0 komentar: