Judul: penerapan filsafat ilmu
Penulis: Eneng Wahyunengsih
Bagaimana penerapan filsafat ilmu dalam penelitian ?menurut saya, filsafat merupakan suatu ilmu yang bersumber pada kehidupan kita sehari-hari. tak bisa kita pungkiri, bahwa selama seorang manusia hidup pastilah ia berfikir, baik hal kecil atau pun dalam skala yang besar (ilmuan). contoh: dalam ilmu hukum dikenal istilah ubi ius ubi societas artinya dimana ada hukum disitu pasti ada manusia. dalam kehidupan manusia pasti memiliki aturannya sebdiri. contoh sederhana, dalam kehidupan rumah tangga. pasti ada aturan yang mengatur secara alami bagaimana kedudukan seseorang di dalamnya dan apa saja tanggung jawabnya. itulah filsafat. setiap kita berfikir kemudian menemukan jawaban dan diterapkan dalam kehidupan, maka dia sudah dapat dikatakan berfilsafat. semoga jawaban saya bisa membantu,
Pertama, manusia diciptakan dengan akal pikiran yang secara disadari atau tidak terus digunakan oleh manusia dalam setiap tindakannya dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, manusia merupakan mahluk yang terus bertanya, dan terus mencari tahu tentang segala hal yang dia alami, dia amati dan dia rasakan di dalam kehidupannya. Ketiga, hakekat dari kegiatan akal berpikir manusia adalah mencari sebuah kebenaran yang hakiki. Keempat, secara garis besar manfaat dari pembelajaran logika adalah untuk dapat berpikir secara lurus dan metodis sehingga pikiran manusia tidak salah arah dan berada pada jalur yang benar, yaitu jalur yang menuju kebenaran. Dengan demikian manusia akan terhindar dari segala bentuk kekeliruan dan juga kesesatan yang dapat menimbulkan hal yang buruk dalam kehidupan manusia. Kelima, logika merupakan dasar bagi segala ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini, dengan demikian mempelajari logika akan menjadi dasar bagi pembelajaran ilmu pengetahuan lainnya, dan akan mempermudah seseorang dalam memahami pengetahuan tersebut. Saran Dengan berdasarkan kepada materi yang telah disimpulkan di atas, penulis memberi beberapa saran kepada pembacanya, yaitu: 1. Sebagai manusia sudah yang diberikan akal pikiran sebagai kelebihan, sudah sepatutnya kita menggunakan akal pikiran tersebut dengan baik, agar kita menyadari setiap tindakan yang kita ambil dalam kehidupan ini. 2. Pelajarilah logika dengan baik dalam rangka mencari hakekat kebenaran. Karena dengan mempelajari logika, kebenaran akan lebih mudah didapatkan 3. dalam mempelajari ilmu pengetahuan, hendaklah diberikan dasar pengetahuannya dengan logika, agar lebih mudah dalam pemahaman pengetahuan tersebut.
IMPLIKASI DAN IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU DALAM PENDIDIKAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kenyataan pendidikan di Indonesia memang masih memprihatinkan. Kita boleh berbangga dengan masuknya beberapa Universitas ternama sebagai bagian dari 500 Universitas ternama di dunia namun di sisi lain, masih sangat banyak warga bangsa ini yang tidak mendapatkan pendidikan secara layak. Fasilitas pendidikan yang tidak merata, pelayanan di dunia pendidikan yang belum merata dan cenderung terfokus ke pusat-pusat pendidikan di kota-kota besar adalah kenyataan yang dihadapi setiap hari.Pendidikan adalah hal yang menjadi hak asasi manusia, siapapun dia. Oleh karena itu, aktifitas pendidikan adalah aktifitas seumur hidup. Dalam perkembangannya, pendidikan mendapatkan beberapa pendasaran guna memberikan pemahaman yang lebih baik tentang apa dan bagaimana itu pendidikan. Oleh karena itu, dalam tulisan ini, Kami mencoba membahas tentang salah satu pendekatan filosofis terhadap pendidikan, yaitu idealisme sebagai sistematika filsafat dan Implikasi Idealisme dalam Pendidikan.Bahasan terhadap pendekatan ini akan dilakukan dalam beberapa aspek, yaitu metafisika, epistemologis dan aksiologis. Dari aspek-aspek tersebut dapat ditarik kesimpulan, bagaimana sebenarnya pendekatan Idealisme terhadap Pendidikan dalam perspektif filosofis. Pendekatan-pendekatan itu pula yang membedakan satu aliran dengan aliran yang lainnya.
Masalah
Permasalahan pendidikan di Indonesia masih banyak dan beragam yaitu kualitas pendidikan yang masih rendah dan pemerataan pendidikan yang sesuai dengan standar pendidikan nasional masih belum tercapai, sehingga ketika pemerintah melaksanakan ujian nasional maka muncul beberapa permasalahan yang tidak seimbang antara kota dan desa terutama daerah-daerah di luar pulau jawa, maka hasil UN di Indonesia tidak seimbang antara perkotaan dengan pedesaan. Hal iu disebabkan oleh belum terpenuhi standar sarana-prasana, standar proses, standar kompetensi guru dan lain-lain
Tujuan
Tulian ini dibuat untuk membedah permasalahan pendidikan di Indonesia dengan melihat Implikasi dan aplikasi filsafat ilmu dalam pendidikan . Jika permasalahan itu dapat diselesaikan maka akan dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan pemerataan pendidikan di Indonesia
BAB II
IMPLIKASI FILSAFAT ILMU DALAM PENDIDIKAN
Pengertian
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia: Implikasi adalah keterlibatan Dengan demikian Implikasi filsafat ilmu dalam pendidikan adalah keterlibatan filsafat imu dalam mengembngkan pendidikan
Beberapa ajaran filsafat yang telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu adalah:
1. Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu materialisme dialektik dan materialisme humanistis.
2. Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegesi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif.
3. Realisme. Aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani dan dunia materi murupakan hakitat yang asli dan abadi.
4. Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia.
Konsep Filsafat Umum Idiologis
1. MetafisikaMetafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas hakikat realitas (segala sesuatu yang ada) secara menyelurh (komprehensif).
2. Hakikat RealistisPara filsuf idealis mengklaim bahwa hakikat realitas bersifat spiritual atau ideal. Bagi penganut idealisme, realitas diturunkan dari suatu substansi fundamental, adapun substansi fundamental itu sifatnya nonmaterial, yaitu pikiran/spirit/roh. Benda-benda yang bersifat material yang tampak nyata, sesungguhnya diturunkan dari pikiran/jiwa/roh.
3. Hakikat ManusiaMenurut para filsuf idealisme bahwa manusia hakikatnya bersifat spiritual/kejiwaan. Menurut Plato, setiap manusia memiliki tiga bagian jiwa, yaitu nous (akal fikiran) yang merupakan bagian rasional, thumos (semangat atau keberanian), dan epithumia (keinginan, kebutuhan atau nafsu). Dar ketiga bagian jiwa tersebut akan muncul salah satunya yang dominan. Jadi, hakikat manusia bukanlah badannya, melainkan jwa/spiritnya, manusia adalah makhluk berfikir, mampu memilih atau makhluk yang memiliki kebebasan, hidup dengan suatu aturan moral yang jelas dan bertujuan
4.
Aliran-aliran Filsafat Pendidikan
Beberapa aliran filsafat pendidikan;
1. Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat pragmatisme.
Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
2. Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan realisme;
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
3. Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.
Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan metafisis di luar alam yang nyata. Menurut Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk mewujudkan suatu visi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat kenyataan bukan sebagai materi yang beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978:36). Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, adanya hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru (Bakry, 1992:56). Maka apabila kita menganalisa pelbagai macam pendapat tentang isi aliran idealisme, yang pada dasarnya membicarakan tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber pengetahuan terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan idea.
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran (Ali, 1991:63). Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Namun pada porsinya, para filosof idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan tentang hakikat alam yang sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari bentuk-bentuk di luar benda yang nyata sehingga yang kelihatan apa di balik nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk mengenal alam raya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi, Sebagaimana Phidom mengetengahkan, dua prinsip pengenalan dengan memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan di sini adalah jiwa atau sukma. Dengan demikian, dunia pun terbagi dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak nyata, dunia kelihatan (boraton genos) dan dunia yang tidak kelihatan (cosmos neotos). Bagian ini menjadi sasaran studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej, 2988:19).
Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana pengenalan terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di hadapan manusia. Sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa di balik alam nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang ada dalam ajaran idealisme khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran Platonisme ini bersifat lebih banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada menampilkannya dan mencari dalil dan keterangan hakikat itu sendiri. Oleh karena itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu bersifat dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun adanya buah pikiran Plato itu maka ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat dan buah pikirannya yang pokok dan utama.
Antara lain Betran Russel berkata: Adapun buah pikiran penting yang dibicarakan oleh filsafat Plato adalah: kota utama yang merupakan idea yang belum pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya tentang idea yang merupakan buah pikiran utama yang mencoba memecahkan persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu yang sampai sekarang belum terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang keabadian. Yang keempat, buah pikiran tentang alam/cosmos, yang kelima, pandangannya tentang ilmu pengetahuan (Ali, 1990:28).
Plato adalah generasi awal yang telah membangun prinsip-prinsip filosofi aliran idealis. George WE Hegel kemudian merumuskan aliran idealisme ini secara komprehensif ditinjau secara filosofi maupun sejarah. Tokoh-tokoh lain yang juga mendukung aliran idealisme antara lain Plotinus, George Berkeley, Leinbiz, Fichte, dan Schelling serta Kant. Ilmuan Islam yang sejalan dengan idealisme adalah Imam Al Ghozali.
Konsep dasar Aliran Idealisme
Menurut paham Idealisme bahwa yang sesungguhnya nyata adalah ruh, mental atau jiwa. Alam semesta ini tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada manusia yang punya kecerdasan dan kesadaran atas keberadaannya. Materi apapun ada karena diindra dan dipersepsikan oleh otak manusia. Waktu dan sejarah baru ada karena adanya gambaran mental hasil pemikiran manusia. Dahulu, sekarang atau nanti adalah gambaran mental manusia. Ludwig Noiré berpendapat "The only space or place of the world is the soul," and "Time must not be assumed to exist outside the soul".
BAB III
IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU DALAM PENDIDIKAN
Pengertian
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia: Implementasi adalah penerapan
Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Jadi implementasi filsafat ilmu dalam pendidikan adalah penerapan filsafat ilmu dalam upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya.
Implementasi Terhadap Pendidikan
Aliran filsafat idealisme terbukti cukup banyak memperhatikan masalah-masalah pendidikan, sehingga cukup berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik pendidikan. William T. Harris adalah tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat. Bahkan, jumlah tokoh filosof Amerika kontemporer tidak sebanyak seperti tokoh-tokoh idealisme yang seangkatan dengan Herman Harrell Horne (1874-1946). Herman Harrell Horne adalah filosof yang mengajar filsafat beraliran idealisme lebih dari 33 tahun di Universitas New York.Belakangan, muncul pula Michael Demiashkevitch, yang menulis tentang idealisme dalam pendidikan dengan efek khusus. Demikian pula B.B. Bogoslovski, dan William E. Hocking. Kemudian muncul pula Rupert C. Lodge (1888-1961), profesor di bidang logika dan sejarah filsafat di Universitas Maitoba. Dua bukunya yang mencerminkan kecemerlangan pemikiran Rupert dalam filsafat pendidikan adalah Philosophy of Education dan studi mengenai pemikirian Plato di bidang teori pendidikan. Di Italia, Giovanni Gentile Menteri bidang Instruksi Publik pada Kabinet Mussolini pertama, keluar dari reformasi pendidikan karena berpegang pada prinsip-prinsip filsafat idealisme sebagai perlawanan terhadap dua aliran yang hidup di negara itu sebelumnya, yaitu positivisme dan naturalisme.
Idealisme sangat concern tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan filsafat idealisme pada abad ke-19 secara khusus mengajarkan tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan sebagai ekspresi realitas spiritual.Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan (approach) secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Giovanni Gentile pernah mengemukakan, "Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan kecil yang tidak banyak bermakna.
Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini dapat dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual.
1. Tujuan PendidikanMenurut para filsuf idealisme, pendidikan bertujuan untuk membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Mengingat bakat manusia berbeda-beda maka pendidikan yang diberikan kepada setiap orang harus sesuai dengan bakatnya masing-masing.
Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual. Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan.
2. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan vokasional/praktis. Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan-kemampuan rasional dan moral. Pendidikan vokasional dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan suatu kehidupan/pekerjaan.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual. 3. Metode PendidikanTidak cukup mengajar siswa tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa yang siswa pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar hendaknya mendorong siswa untuk memperluas cakrawala, mendorong berfikir reflektif, mendorong pilihan-pilihan morak pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosia, miningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia (Callahan and Clark,1983).
4. Peran Guru dan SiswaPara filsuf idealisme mempunyai harapan yang tinggi dari para guru. Keunggulan harus ada pada guru, baik secara moral maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang lebih penting di dalam sistem sekolah selain guru. Guru hendaknya "bekerjasama dengan alam dalam proses menggabungkan manusia, bertanggung jawab menciptakan lingkungan pendidikan bagi para siswa. Sedangkan siswa berperan bebas mengembangkan kepribadian dan bakat-bakatnya". (Edward J.Power,1982)
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai:
a. Guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik;
b. Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa;
c. Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik;
d. Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid;
e. Guru menjadi teman dari para muridnya;
f. Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar;
g. Guru harus bisa menjadi idola para siswa;
h. Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan para siswanya;
i. Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif;
j. Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya;
k. Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar;
l. Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil;
m. Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi;
n. Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu memiliki peranan penting dalam keterlibatan dalam pengembangan imu pengetahuan terutama dalam bidang pendidikan dan implementasinya dalam pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan di dunia ini mengikuti aliran-aliran filsafat pendidikan yang ada yaitu:
1. Filsafat pendidikan progresivisme. yang didukung oleh filsafat pragmatisme
2. Filsafat pendidikan esensialisme. yang didukung oleh idealisme dan realisme;
3. Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme
DAFTAR PUSTAKA
1. Ornstein, Alan, C., & Levine, Daniel, U., (ed.), 1988, An Introduction to The Foundation of Education, Houghton Miftin Company: Boston.
2. Palmer, Joy, A., 2001, Fifty Major Thinkers on Education: From Confucius to Dewey, Routledge: London.
3. Provenzo, Eugene, F., & John Philip Renaud (ed.), 2009, Encyclopedia of The Social and Cultural Foundations of Education (vol. 1-3). Sage Publications: London.
4. Unger, Harlow, G., 2007, Encyclopedia of American Education (vol. 1-3), Facts On File Inc.: NY.
5. Winch, Christoper & John Gingell, 1999, Philosophy of Education: The Key Concepts (2nd ed.). Routledge: London.
6. Wakhudin dan Trisnahada. Filsafat Naturalisme. (Makalah) Bandung: PPS-UPI Bandung
Filsafat Ilmu dan Logika
APLIKASI EMPAT MACAM POLA PENGETAHUAN DALAM MEMECAHKAN MASALAH KOMUNIKASIPendahuluanPengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya. Biasanya dibedakan tiga macam pengetahuan, yaitu pengetahuan/tahu bahwa, pengetahuan/tahu bagaimana, dan pengetahuan/tahu akan. Tetapi kemudian ditambahkan satu lagi pengetahuan yang serumpun, yaitu pengetahuan/tahu mengapa.Tahu bahwa adalah pengetahuan tentang informasi tertentu, tahu bahwa sesuatu terjadi, tahu bahwa ini atau itu memang demikian adanya, bahwa apa yang dikatakan memang benar.Tahu bagaimana menyangkut bagaimana melakukan sesuatu, yang lebih dikenal dengan know how. Pengetahuan ini berkaitan dengan keterampilan atau lebih tepat keahlian dan kemahiran teknis dalam melakukan sesuatu.Tahu akan/mengenai adalah sesuatu yang sangat spesifik menyangkut pengetahuan akan sesuatu atau seseorang melalui pengalaman atau pengenalan pribadi.Tahu mengapa merupakan pengetahuan paling tinggi dan mendalam sekaligus juga merupakan pengetahuan ilmiah. Tahu mengapa berkaitan dengan "tahu bahwa", tapi mendalami masalah dengan lebih serius dan kritis karena berkaitan dengan penjelasan. Tahu mengapa mengaitkan dan menyusun hubungan-hubungan tak kelihatan antara berbagai informasi yang ada untuk memperoleh informasi baru yang akan menyingkapkan pengetahuan lebih mendalam.
Rumusan Masalah Suatu keluarga selalu disharmonis, bertengkar dan kisruh. Bagaimana aplikasi empat macam pola pengetahuan tersebut dalam memecahkan masalah komunikasi ini?PembahasanSeperti pada skema di atas, hal pertama yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut adalah mengetahui secara langsung apa yang terjadi dengan keluarga itu (tahu akan). Artinya, kita sendiri harus melakukan kontak langsung dengan keluarga itu dan melihat secara pasti apa yang terjadi, misalnya dengan cara berkunjung ke rumah mereka atau berhubungan melalui media seperti telepon, sms, email, surat atau yang lainnya yang memungkinkan kita mendapat informasi langsung dari anggota keluarga tersebut. Dari pengamatan tadi, kita tahu secara umum apa yang terjadi dengan keluarga itu (tahu bahwa), yaitu ketidakharmonisan. Tapi sekedar tahu saja tidak cukup. Kita perlu mempelajari masalah ketidakharmonisan ini lebih lanjut untuk mendapatkan penjelasan atas ketidakharmonisan tersebut dan cara-cara memecahkannya. Dari sini kita bisa mencari informasi yang berhubungan dengan ketidakharmonisan keluarga melalui media-media penyedia informasi semisal buku, koran, majalah, internet, dan sebagainya. Setelah informasi yang dikumpulkan cukup, yang perlu dilakukan adalah mengaitkan dan menyusun hubungan-hubungan tak kelihatan antara berbagai informasi yang ada untuk memperoleh informasi baru yang akan menyingkapkan masalah ketidakharmonisan itu lebih mendalam (tahu mengapa). Disinilah kita akan menemukan titik terang dari masalah ketidakharmonisan tersebut. Ternyata intinya adalah minimnya komunikasi antar anggota keluarga sehingga kerap menimbulkan kesalahpahaman. Akibatnya, dalam keluarga itu sering terjadi pertentangan yang berujung pada ketidakharmonisan. Untuk memecahkan masalah ini, diperlukan diskusi keluarga, yaitu semua anggota keluarga berkumpul dan membicarakan masalah masing-masing dari hati ke hati. Saat salah satu anggota keluarga berbicara, yang lain mendengarkan. Juga diperlukan pengertian yang tinggi dan tenggang rasa di antara mereka. Setelah diskusi antar anggota keluarga selesai, ada baiknya dilanjutkan dengan memperbaiki metode berkomunikasi selama ini. Hal-hal yang membuat komunikasi tidak nyaman segera diubah. Frekuensi berkomunikasi juga harus ditingkatkan. Bila setelah hal itu dilakukan tetap tidak ada perubahan, mintalah saran pada ahli yang kompeten, misalnya psikolog/psikiater untuk melakukan mediasi. Diharapkan dengan cara seperti ini masalah bisa selesai. Apabila yang terburuk terjadi, yaitu tetap tidak ada penyelesaian, maka berpisah mungkin adalah jalan yang terbaik.Tapi semua teori di atas percuma saja jika tidak diterapkan. Disinilah kegunaan "pengetahuan bagaimana". Setelah mendapatkan asumsi teoretis, maka sekarang saatnya mengaplikasikannya dalam tindakan. Dengan demikian, terpecahnya masalah bukan sekedar angan-angan, tapi benar-benar terwujud. Hanya dengan dipraktekkanlah, maka kita bisa tahu apakah teori-teori tadi bisa berhasil di dunia nyata.Jadi langkah awal adalah benar-benar mengadakan diskusi keluarga. Hasil dari diskusi itu menentukan langkah berikutnya. Jika berhasil, maka yang perlu dilakukan selanjutnya adalah menerapkan metode komunikasi yang lebih baik, misalnya lebih sering bertukar kabar dengan anggota keluarga lainnya baik melalui pertemuan secara langsung maupun tidak langsung (melalui telepon, sms, email, dan lain-lain) untuk menjaga hubungan baik. Namun jika dari diskusi itu tidak ditemukan jalan keluar, maka segeralah menemui psikolog/psikiater. Berkonsultasilah agar masalah terpecahkan. Jika belum berhasil juga, maka jangan ragu untuk memilih berpisah. Karena bisa jadi itu merupakan solusi terbaik. Dengan demikian, masalah ketidakharmonisan tadi bisa dipecahkan.PenutupKeempat macam pola pengetahuan tersebut, yaitu tahu akan, tahu bahwa, tahu bagaimana dan tahu mengapa, memiliki hubungan yang sangat erat. Keempatnya saling menunjang satu sama lain dan saling berkaitan untuk membantu manusia sampai pada pengetahuan yang lebih baik dan sempurna. Dengan menerapkan empat macam pola pengetahuan di atas, maka masalah ketidakharmonisan keluarga bisa dipecahkan. Itu membuktikan bahwa pengetahuan sangat berguna dan merupakan salah satu sarana untuk memecahkan masalah manusia. Apabila kita sungguh-sungguh menggali pengetahuan, maka hidup kita akan lebih baik.
Posted in Filsafat Ilmu dan Logika
Des16KEPUTUSAN, PEMBALIKAN, SERTA PERLAWANAN• KeputusanKeputusan adalah suatu perbuatan tertentu dari manusia. Dalam dan dengan perbuatan itu dia mengakui atau memungkiri kesatuan dan hubungan antar dua hal. Unsur-unsur keputusan :• Subyek (sesuatu yang diberi keterangan)• Predikat (sesuatu yang menerangkan tentang subyek)• Kata penghubung (pernyataan yang mengakui atau memungkiri hubungan antara subyek dan predikat)Subyek dan predikat adalah materi keputusan, sedang kata penghubung (unsur terpenting) adalah bentuk, formanya.Macam-macam keputusan
1. Berdasarkan sifat pengakuan dan pemungkirannya dibedakan menjadi• Keputusan kategoris : predikat menerangkan subyek tanpa syarat. Masih dibagi lagi menjadi:- Keputusan kategoris tunggal (memuat satu subyek dan satu predikat)- Keputusan kategoris majemuk (memuat lebih dari satu subyek dan predikat)- Susunan kata yang menyatakan modalitas, seperti : tentu, niscaya, tidak tentu, dll.• Keputusan hipotetis : predikat menerangkan subyek dengan syarat. Dibagi menjadi :- Keputusan (hipotetis) kondisional : ditandai dengan "jika…. maka…"- Keputusan (hipotetis) disyungtif : ditandai dengan "atau…atau…"- Keputusan (hipotetis) konyungtif : ditandai dengan "tidak sekaligus… dan…"Untuk sementara, yang akan dibahas adalah keputusan kategoris tunggal. Pembagian keputusan ini sebagai berikut:• Berdasarkan materinya:Keputusan analitis (predikat menyebut sifat hakiki yang pasti dalam subyek) dan keputusan sintetis (predikat menyebut sifat yang tidak hakiki)• Berdasarkan bentuknya :keputusan positif (afirmatif) dan negatif• Berdasarkan luasnya :Keputusan universal (predikat menerangkan seluruh luas subyek), partikular (predikat menerangkan sebagian dari seluruh luas subyek), dan singular (predikat menerangkan satu barang dengan tegas)Keputusan A, E, I, O
Berdasarkan bentuk dan luasnya, keputusan dibedakan menjadi :• Keputusan A : Keputusan afirmatif (positif) dan universal (singular)Contoh : Semua pelajar SMAN 1 Surabaya lulus Ujian Nasional• Keputusan E : Keputusan negatif dan universal (singular)Contoh : Semua yang mati tidak bisa dihidupkan lagi• Keputusan I : Keputusan afirmatif (positif) dan partikularContoh : Beberapa mahasiswa melakukan study tour ke Aceh• Keputusan O : Keputusan negatif dan partikularContoh : Beberapa dosen tidak suka memberi ceramah
• Pembalikan dan PerlawananPembalikanMembalikkan adalah mengganti subyek dan predikat, sehingga yang dulunya subyek menjadi predikat, dan sebaliknya tanpa mengurangi kebenaran keputusan itu. Ada pembalikan seluruhnya (contoh : keputusan E menjadi E) atau pembalikan sebagian (contoh : keputusan A menjadi menjadi I).Hukum-hukum pembalikan :• Keputusan A hanya boleh dibalik menjadi keputusan IContoh : Semua mawar adalah bunga hanya bisa dibalik menjadi beberapa bunga adalah mawar, bukan semua bunga adalah mawar• Keputusan E selalu bisa dibalikContoh : Semua kancil bukan tumbuhan bisa dibalik menjadi semua tumbuhan bukan kancil atau beberapa tumbuhan bukan kancil• Keputusan I hanya dapat dibalik menjadi keputusan I lagiContoh : Beberapa sepeda itu rusak dapat dibalik menjadi beberapa yang rusak itu sepeda• Keputusan O tidak dapat dibalikContoh : Beberapa orang tidak jatuh tidak dapat dibalik menjadi Beberapa yang jatuh tidak (bukan) orang
PerlawananKeputusan yang berlawanan adalah keputusan yang tidak dapat sama-sama benar atau sama-sama salah.Macam-macam perlawanan :• Menurut bentuknya : perlawanan kontraris dan subkontraris • Menurut luasnya : perlawanan subaltern • Baik bentuk maupun luas : perlawana kontradiktif
sumber: OFM, Alex Lanur. 1983. Logika : Selayang Pandang. Yogyakarta : Kanisius
Posted in Filsafat Ilmu dan Logika
Des16NILAISejumlah ahli ilmu pengetahuan yang tertarik dengan tingkah laku manusia, sejak lama telah tertarik dengan konsep nilai (mis, Kluckhohn, 1951; Allport, 1960; Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994; Feather, 1994, 1995). Kluckhohn (dalam Zavalloni, 1975) sebagai seorang antropolog, misalnya, sejak tahun 1951 telah mendefinisikan nilai sebagai : "… a conception explicit or implicit, distinctive of an individual or characteristic of a group, of the desirable which influence the selection from available modes, means and ends of action." (Kluckhohn dalam Zavalloni, 1975, hal. 75)
Isu penting yang menurut Zavalloni (1975) perlu diperhatikan dalam pemahaman tentang nilai adalah, nilai seseorang dapat sama seperti nilai semua orang lainnya, sama dengan sebagian orang, atau tidak sama dengan semua orang lain. Definisi Kluckhohn di atas menggambarkan bahwa nilai selain mewakili keunikan individu, juga dapat mewakili suatu kelompok tertentu. Hal ini mulai mengarah kepada pemahaman nilai yang universal. Dalam perkembangannya, Rokeach (1973) dengan tegas mengatakan bahwa asumsi dasar dari konsep nilai adalah bahwa setiap orang, di mana saja, memiliki nilai-nilai yang sama dengan derajat yang berbeda (menunjukkan penegasan terhadap konsep universalitas nilai). Namun penelitian yang paling komprehensif tentang nilai-nilai yang universal (dalam arti terdapat di mana saja di semua budaya) dimulai oleh Schwartz dan Bilsky (1987). Mereka mulai mencari nilai-nilai apa yang universal dari 44 negara dengan sampel di masing-masing negara berkisar antara 154 sampai dengan 542 orang.Isu lain yang penting sebelum membahas nilai adalah tentang isi (content) dari berbagai nilai yang dianut manusia. Berdasarkan kajiannya atas berbagai teori dari para ahli mengenai nilai, Schwartz melihat tidak satupun dari teori tersebut yang berupaya mengklasifikasikan isi atau muatan (content) dari berbagai nilai yang dianut oleh individu (Schwartz, 1994). Schwartz kemudian berupaya untuk mengklasifikasikan nilai-nilai berdasarkan muatannya yang kemudian disebut dengan tipe nilai. Dengan mempertimbangkan universalitas, isi maupun struktur nilai yang telah dikembangkan Schwartz, maka dalam penelitian ini kerangka teori yang digunakan adalah teori nilai dari Schwartz. Walaupun begitu, pembahasannya tidak terlepas dari tokoh-tokoh lain yang juga tertarik dengan nilai, terutama menyangkut kaitan nilai dengan variabel lain seperti keyakinan, sikap dan tingkah laku yang tidak dibahas lagi oleh Schwartz. Ini menyebabkan dasar teoritis dalam mengkaitkan nilai dan tingkah laku menggunakan teori lain, yaitu belief system theory (Rokeach, 1973; Homer &Kahle, 1988; Grube dkk., 1994).Teori nilai Schwartz (1992, 1994), walaupun masih berdasarkan teori sebelumnya dari Rokeach (1973), tapi menunjukkan perbedaan yang berarti. Teori nilai Schwartz dipilih dalam penelitian ini, memperhatikan kritiknya terhadap teori Rokeach yang banyak melakukan tumpang-tindih antara nilai satu dengan nilai lainnya (Schwartz, 1994), bahkan antara nilai terminal dan instrumental. Sedangkan Schwartz telah melakukan pengkategorisasian ke dalam sejumlah tipe nilai, dimana kategori tersebut telah teruji secara konseptual maupun statistik. Di samping itu, Schwartz juga telah menyusun struktur nilai-nilai tersebut secara spesifik dan komprehensif, sehingga nilai seseorang dapat ditempatkan ke dalam "peta" nilai. Berbeda dengan Rokeach yang menyebut nilai sebagai sistem, namun tidak terlalu banyak menjelaskan hubungan dan sifat dari sistem tersebut. Sedangkan dengan "peta" nilai, kita dapat melihat keterkaitan suatu nilai dengan nilai lainnya, sekaligus dapat menginterpretasi hubungan tersebut.Pengertian Nilai (human values) Untuk memahami pengertian nilai secara lebih dalam, berikut ini akan disajikan sejumlah definisi nilai dari beberapa ahli.• "Value is a general beliefs about desirable or undesireable ways of behaving and about desirable or undesireable goals or end-states." (Feather, 1994 hal. 184)• Menurut Djahiri (1999), adalah harga, makna, isi dan pesan, semangat, atau jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep, dan teori, sehingga bermakna secara fungsional. • Nilai adalah patokan normatif yang memengaruhi manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatif (Kupperman, 1983).• "Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-state of existence is personally or socially preferable to an opposite or converse mode of conduct or end-state of existence." (Rokeach, 1973 hal. 5)• Menurut Dictionary dalam Winataputra (1989), nilai adalah harga atau kualitas sesuatu. • "Value as desireable transsituatioanal goal, varying in importance, that serve as guiding principles in the life of a person or other social entity." (Schwartz, 1994 hal. 21) Lebih lanjut Schwartz (1994) juga menjelaskan bahwa nilai adalah (1) suatu keyakinan, (2) berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu, (3) melampaui situasi spesifik, (4) mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-kejadian, serta (5) tersusun berdasarkan derajat kepentingannya. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, terlihat kesamaan pemahaman tentang nilai, yaitu (1) suatu keyakinan, (2) berhubungan dengan cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya.Pemahaman tentang nilai tidak terlepas dari pemahaman tentang bagaimana nilai itu terbentuk. Schwartz berpandangan bahwa nilai merupakan representasi kognitif dari tiga tipe persyaratan hidup manusia yang universal, yaitu :1. kebutuhan individu sebagai organisme biologis2. persyaratan interaksi sosial yang membutuhkan koordinasi interpersonal3. tuntutan institusi sosial untuk mencapai kesejahteraan kelompok dan kelangsungan hidup kelompok (Schwartz & Bilsky, 1987; Schwartz, 1992, 1994).Jadi, dalam membentuk tipologi dari nilai-nilai, Schwartz mengemukakan teori bahwa nilai berasal dari tuntutan manusia yang universal sifatnya yang direfleksikan dalam kebutuhan organisme, motif sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial (Schwartz & Bilsky, 1987). Ketiga hal tersebut membawa implikasi terhadap nilai sebagai sesuatu yang diinginkan. Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat timbul dari minat kolektif (tipe nilai benevolence, tradition, conformity) atau berdasarkan prioritas pribadi / individual (power, achievement, hedonism, stimulation, self-direction), atau kedua-duanya (universalism, security). Nilai individu biasanya mengacu pada kelompok sosial tertentu atau disosialisasikan oleh suatu kelompok dominan yang memiliki nilai tertentu (misalnya pengasuhan orang tua, agama, kelompok tempat kerja) atau melalui pengalaman pribadi yang unik (Feather, 1994; Grube, Mayton II & Ball-Rokeach, 1994; Rokeach, 1973; Schwartz, 1994). Nilai sebagai sesuatu yang lebih diinginkan harus dibedakan dengan yang hanya 'diinginkan', di mana 'lebih diinginkan' mempengaruhi seleksi berbagai modus tingkah laku yang mungkin dilakukan individu atau mempengaruhi pemilihan tujuan akhir tingkah laku (Kluckhohn dalam Rokeach, 1973). 'Lebih diinginkan' ini memiliki pengaruh lebih besar dalam mengarahkan tingkah laku, dan dengan demikian maka nilai menjadi tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.Sebagaimana terbentuknya, nilai juga mempunyai karakteristik tertentu untuk berubah. Karena nilai diperoleh dengan cara terpisah, yaitu dihasilkan oleh pengalaman budaya, masyarakat dan pribadi yang tertuang dalam struktur psikologis individu (Danandjaja, 1985), maka nilai menjadi tahan lama dan stabil (Rokeach, 1973). Jadi nilai memiliki kecenderungan untuk menetap, walaupun masih mungkin berubah oleh hal-hal tertentu. Salah satunya adalah bila terjadi perubahan sistem nilai budaya di mana individu tersebut menetap (Danandjaja, 1985).
Download penerapan filsafat ilmu.docx Download Now Terimakasih telah membaca penerapan filsafat ilmu. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat