Agustus 31, 2016

Akuntansi Biaya Lingkungan

Judul: Akuntansi Biaya Lingkungan
Penulis: Fitria Akibun


Akuntansi Biaya Lingkungan
Pengertian Akuntansi Biaya Lingkungan
Akuntansi lingkungan adalah identifikasi, pengukuran dan alokasi biaya-biaya lingkungan hidup dan pengintegrasian biaya-biaya ke dalam pengambilan keputusan usaha serta mengkomunikasikan hasilnya kepada para stockholders perusahaan. (junus dalam Sri Astuti dan Ikhsan;2002)
Akuntansi lingkungan (Environmental Accounting) adalah istilah yang berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan (environmental costs) ke dalam praktek akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan adalah dampak (impact) baik moneter maupun non-moneter yang harus dipikul sebagai akibat dari kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan.(Djogo;2002)
Definisi Environmental Accounting antara lain :
Adalah penggabungan informasi manfaat dan biaya lingkungan kedalam macam2 praktek akuntansi.
Adalah identifikasi, prioritisasi, kuantifikasi, atau kualifikasi, dan penggabungan biaya lingkungan kedalam keputusan2 bisnis. Biaya lingkungan Biaya lingkungan adalah dampak, baik moneter atau non-moneter terjadi oleh hasil aktifitas perusahaan yang berpengaruh pada kualitas lingkungan.
Akuntansi biaya lingkungan merupakan pendekatan akuntansi biaya sistematis dan tidak hanya berfokus pada akuntansi untuk biaya proteksi lingkungan, tetapi juga mempertim-bangkan  biaya lingkungan terhadap material dan energy. Akuntansi biaya lingkungan menunjukkan biaya riil atas input dan proses bisnis serta memastikan adanya efisiensi biaya dan diaplikasikan untuk mengukur biaya kualitas dan jasa.
Akuntansi lingkungan mengidentifikasi, menilai dan mengukur aspek penting dari kegiatan sosial ekonomi perusahaan dalam memelihara kualitas lingkungan hidup sesuai dengan tujuan tang telah ditetapkan, sehingga perusahaan tidak seenaknya untuk mengolah sumber daya tanpa memperhatikan dampak terhadap masyarakat (Haniffa,2002)
Biaya-biaya yang terdapat dalam akuntansi biaya lingkungan:
Biaya lingkungan dapat diartikan sebagai biaya yang muncul dalam usaha mencapai tujuan seperti pengurangan biaya lingkungan yang meningkatkan pendapatan, meningkatkan kinerja lingkungan yang perlu dipertimbangkan saat ini dan yang akan datang. (Irawan, Lintasan Ekonomi: 2001)
Biaya lingkungan adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan berhubungan dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dan perlindungan yang dilakukan. Biaya lingkungan mencakup baik biaya internal (berhubungan dengan pengurangan proses produksi untuk mengurangi dampak lingkungan) maupun eksternal (berhubungan dengan perbaikan kerusakan akibat limbah yang ditimbulkan) (Susenohaji,2003)
Biaya pemeliharaan dan penggantian dampak akibat limbah dan gas buangan (waste and emission treatment), yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memelihara, memperbaiki, mengganti kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah perusahaan.
Biaya pencegahan dan pengelolaan lingkungan (prevention and environmental management) adalah biaya yang dikeluarkan untuk mencegah dan mengelola limbah untuk menghindari kerusakan lingkungan.
Biaya pembelian bahan untuk bukan hasil produksi (material purchase value of non-product) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan yang bukan hasil produksi dalam rangka pencegahan dan pengurangan dampak limbah dari bahan baku produksi.
Biaya pengelolaan untuk produk (processing cost of non-product output) ialah biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk pengolahan bahan yang bukan hasil produk.
Penghematan biaya lingkungan (environmental revenue) merupakan penghematan biaya atau penambahan penghasilan perusahaan sebgai akibat dari pengelolaan lingkungan.
Potensially hidden costs adalah biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk memproduksi suatu produk sebelum proses produksi (missal : biaya desain produk), biaya selama proses produksi (seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead) dan backend environment cost (missal : lisensi mutu produk)
Contingent cost adalah biaya yang mungkin timbul dan mungkin terjadi dalam suatu perusahaan dan dibebankan pada contingent liabilities cost (Ex: biaya cadangan untuk kompensasi kecelakaan yang terjadi)
Image and Relationship adalah biaya yang dipengaruhi oleh persepsi manajemen, pelanggan, tenaga kerja, public dan lembaga pemerintah tentang kepatuhan terhadap undang-undang lingkungan dan bersifat subjektif, contoh : pelaporan biaya lingkungan secara sukarela oleh perusahaan.
Private cost merupakan biaya yang terjadi dalam suatu perusahaan yang berpengaruh langsung terhadap bottom line perusahaan
Societal cost menggambarkan dampak biaya lingkungan dan sosial dalam suau entitas dan merupakan biaya eksternal. Contoh adalah baiay yang dikeluarkan sebagai dampak pencemaran lingkungan.
Biaya lingkungan adalah biaya yang ditimbulkan akibat adanya kualitas lingkungan yang rendah, sebagai akibat dari proses produksi yang dilakukan perusahaan. Biaya lingkungan perlu dilaporkan secara terpisah berdasarkan klasifikasi biayanya. Hal ini dilakukan supaya laporan biaya lingkungan dapat dijadikan informasi yang informatif untuk mengevaluasi kinerja operasional perusahaan terutama yang berdampak pada lingkungan.
Mengapa lingkungan perlu dianalisis?
untuk mencapai tujuan organisasi yang maksimal
untuk menentukan misi perusahaan
karna lingkungan berpengaruh thd keberhasilan strategi yang telah ditentukan
supaya kita dapat melakukan perubahan yang akan kita lakukan
karna lingkungan mempunyai operasional perusahaan, aktivitas bisnis
Guna menanggulangi hal tersebut, kini telah mulai dikembangkan Environmental Management Accounting (EMA) sebagai perangkat untuk membantu para manajer usaha dalam meningkatkan performa finansial sekaligus kinerja lingkungannya. Secara sistematis, EMA mengintegrasikan aspek lingkungan dari perusahaan ke dalam akuntasi manajemen dan proses pengambilan keputusan. Selanjutnya EMA membantu pelaku bisnis/manager untuk mengumpulkan, menganalisa dan menghubungkan antara aspek lingkungan dengan informasi moneter maupun fisik.
Beberapa keuntungan yang dapat dicapai oleh usaha/kegiatan yang menerapkan EMA antara lain :
1. EMA dapat menghemat pengeluaran usaha. Dampak dari isu-isu lingkungan dalam biaya produksi seringkali tidak diperkirakan sebelumnya. Hal ini digambarkan sebagai gunung es (ice-berg) yang bisa menenggelamkan laju kapal. EMA dapat membantu untuk mengidentifikasi dan menganalisa biaya tersembunyi (hidden cost), misalnya biaya minimisasi limbah yang hanya memasukkan biaya insenerasi dan pembuangan limbah, namun juga memasukkan biaya material, opearsional, buruh dan administrasi.2. EMA dapat membantu pengambilan keputusan. Keputusan yang menguntungkan harus didasarkan pada berbagai informasi penting. EMA membantu pengambil keputusan dengan informasi penting tentang biaya tambahan yang disebabkan oleh isu-isu lingkungan. EMA membuka kembali biaya produk dan proses spesifik yang seringkali tersembunyi dalam bagian overhead cost usaha/kegiatan.3. EMA meningkatkan performa ekonomi dan lingkungan usaha. Ada banyak cara positif untuk meningkatkan performa usaha/kegiatan atau organisasi, seperti investasi teknologi bersih, kampanye minimalisasi limbah, pengenalan sistem pengendalian pencemaran udara, dll. Dari sekian banyak cara tersebut, mana yang menguntungkan? Guna mengidentifikasi perangkat-perangkat tersebut dalam meningkatkan pembagian tingkat keuntungan usaha/kegiatan dengan menurunkan dampak lingkungan dari produk dan proses produksi, EMA memberikan solusi saling menguntungkan (win-win situations). Usaha/kegiatan diharapkan akan mempunyai performa lebih baik baik pada sisi ekonomi maupun sisi lingkungan.4. EMA akan mampu memuaskan semua pihak terkait. Penerapan EMA pada usaha/kegiatan secara simultan dapat meningkatkan performa ekonomi dan kinerja lingkungan. Oleh karena itu akan berimplikasi pada kepuasan pelanggan dan investor, hubungan baik antara Pemerintah Daerah dan masyarakat sekitar, serta memenuhi ketentuan regulasi. Usaha/kegiatan berpeluang untuk memenuhi keuntungan usaha, mengurangi resiko dari berbagai pelanggaran hukum dan meningkatkan hubungan baik secara menyeluruh dengan stakeholders laiinya.5. EMA memberikan keunggulan usaha/kegiatan. EMA meningkatkan keseluruhan berbagai metoda dan perangkat yang membantu usaha/kegiatan dalam meningkatkan laba usaha dan pengambilan keputusan. Sangat mudah dalam penerapannya baik pada usaha menengah keatas maupun usaha kecil. EMA membantu salah satu pengambilan keputusan penting seperti investasi baru dalam fungsi pengelolaan usaha seperti akuntasi biaya. Hal ini sangat memungkinkan diaplikasikan pada semua jenis sector industri dan kegiatan.
Apakah EMA? Berdasarkan International Federation of Accountants IFAC, 1998: Environmental Management in Organizations. The Role of Management Accounting. Study 6. New York, Envronmental Management Accounting didefinisikan sebagai :
"The management of environmental and economic performance through the development and implementation of appropriate environment related accounting systems and practices"
Dalam menerapkan EMA ada beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu :
Identifikasi, pengumpulan, analisa dan penggunaan
2 tipe informasi untuk pengambilan keputusan internal yaitu :
Informasi fisik mengenai penggunaan aliran energi, air dan bahan (termasuk limbah).
Informasi keuangan tentang lingkungan yang berhubungan dengan biaya, pendapatan dan penghematan.
Instrumen EMA dapat dibedakan menjadi informasi rutin dan ad-hoc. Akuntansi Alur bahan dan energi dengan langkah-langkah membuat :
Bagan alir dari tahap produksi utama dan proses suplai.
Persiapan table input dan output.
Klasifikasi/pemisahan informasi alur bahan dan energi.
Alokasi alur bahan dan energi dan dampak lingkungan.
Hasil pengkajian/analisa dan indicator kinerja lingkungan
Akuntansi Biaya Lingkungan (ECA) dengan menelusuri 2 jenis :
Biaya tidak langsung (tambahan lingkungan) yaitu biaya yang harus dialokasikan pada biaya obyek, misalnya biaya pelatihan lingkungan, gaji untuk manager eksekutif lingkungan, sertifikasi ISO 14000).
Biaya langsung (tambahan lingkungan) yaitu biaya yang dapat ditelusuri secara langsung dari biaya proyek, misalnya biaya energi dari sebuah produk, gaji, biaya buruh proses, pembelian bahan mentah produksi)
Dengan penelusuran tersebut akan ditemukan biaya tersembunyi (hidden cost) yang menyebabkan dampak lingkungan. Adapun kategori biaya yang berhubungan dengan lingkungan :
Biaya material untuk produk output.
Biaya material non produk outputs.
Biaya pengawasan emisi dan limbah.
Biaya pencegahan dan manajemen lingkungan lainnya.
Biaya penelitian dan pengembangan.
Biaya nyata yang berkurang
Penilaian investasi lingkungan yang bertujuan untuk menghitung potensi keuntungan dengan biaya yang efektif.
Perhitungan yang harus dilaksanakan antara lain :
Cash flows, berupa aliran uang masuk dan keluar.
Discounting yang merupakan perbandingan antara cash flow dalam waktu yang berbeda.
Penilaian investasi moneter lingkungan dengan menghitung nilai NPV (Net Present Value) dan waktu balik modal.
Penilaian investasi lingkungan fisik dengan menghitung EPP (Ecological Payback Period) dan EAR (Ecological Advantage Ratio).
Proses penganggaran untuk pengelolaan lingkungan meliputi :
Penganggaran lingkungan fisik yang didasarkan pada alur bahan dan energi yang dirinci ke dalam indikator lingkungan.
Penganggaran keuangan lingkungan dengan tahapan :
Penganggaran operasional keuangan lingkungan yang berfokus pada alur bahan dan energi (tingkat operasional dari organisasi), bertujuan memberikan informasi tentang pengeluaran perusahaan yang berkaitan dengan alur bahan dan energi.
Penganggaran kapital keuangan lingkungan moneter yang berfokus pada persediaan bahan dan energi, bertujuan mengidentifikasi bahan dan energi yang ramah lingkungan dan kapital.


Download Akuntansi Biaya Lingkungan.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca Akuntansi Biaya Lingkungan. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

KOMBINASI BISNIS

Judul: KOMBINASI BISNIS
Penulis: Wira Lestari


WIRALESTARIKOMBINASI BISNIS
Pengertian Kombinasi Bisnis
Kombinasi bisnis merupakan terminologi akuntansi yang substansinya di Indonesia dibahas dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 22 yang telah direvisi pada tahun 2010. Transaksi kombinasi menurut PSAK 22 revisi tahun 2010 terjadi ketika suatu entitas memperoleh pengendalian atas entitas lain yang berupa bisnis. Disini yang dimaksud dengan pengendalian adalah kekuasaan untuk mengatur kebijaksanaan keuangan dan operasi suatu entitas demi memperoleh manfaat dari aktivitas entitas tersebut. Kombinasi bisnis melibatkan 2 pihak, yakni entitas pengakuisisi dan entitas yang diakuisisi. Pihak pengakuisisi merupakan entitas yang memperoleh pengendalian atas entitas yang diakuisisi dalam transaksi bisnis. Sebaliknya, entitas yang diakuisisi, atau disebut juga entitas target, merupakan entitas yang dalam transaksi kombinasi bisnis dikendalikan oleh entitas lain (entitas pengakuisisi). PSAK 33 direvisi taun 2010 cenderung menggunakan istilah entitas dibanding perusahaan.
PSAK 22: Kombinasi Bisnis, merupakan pengadopsian dari Standar Akuntansi Internasional, yakni Internasional Finansial Reporting Standard (IFRS) 3 tahun 2008. IFRS 3 pada awalnya terbit tahun 2004 sebagai pengganti dari Internasional Accounting Standard (IAS) 22. Hasil kerja sama dewan standar akuntansi internasional atau Internasional Accounting Standard Boars (FASB) dengan dewan standar Amerika- dalam hal ini Financial Accounting Standard Boars (FASB) – sebagai bagian dari upaya konvergensi standar akuntansi internasional, menghasilkan Norwalk agreement yang merevisi kembali IFRS 3 tahun 2004 sehingga terbitlah IFRS 3 tahun 2008. Pada tahun 1994 terbit PSAK 22 mengenai Pengabunggan Usaha sebagai hasil adopsi dari Internasional Accounting Standard (IAS) 22. PSAK 22 tahun 1994 menggunakan termoninologi " Penggabungan Usaha",kemudian pada tahun 2010 revisi PSAK 22 mengganti terminologi "Penggabungan Usaha" menjadi "Kombinasi Bisnis".
Bisnis vs Perusahaan
PSAK 22 tahun 1994 menggunakan istilah "perusahaan" dalam pengabungan usaha, yang menyatakan bahwa penggabungan usaha terjadi antara satu perusahaan dengan perusahaan lain. Walaupun tampaknya sama, terdapat perbedaan istilah "perusahaan" dengan istilah "bisnis". Bisnis merupakan substansi usaha tanpa memandang bentuk usaha, sementara "perusahaan" mengacu pada bentuk atau badan usaha. PSAK 22 revisi 2010 mendefinisikan "bisnis" sebagai suatu rangkaian terpadu dan kegiatan dan aset yang mampu diadakan serta dikelola dengan tujuan memberikan hasil dalam bentuk dividen, biaya yang lebih rendah, atau manfaat ekonomi lainnya secara langsung kepada investor atau pemilik, anggota, atau peserta lainnya.
PSAK 22 revisi 2010 bermaksud mencegah transaksi semacam itu. PSAK 22 revisi 2010 bermaksud menegakkan kombinasi bisnis, yaitu mendapatkan sinergi positif dari kedua aktivitas ekonomi (bisnis), bukan untuk menggabungkan dua badan hukum.
PSAK 22 revisi 2010 menyatakan bahwa suatu bisnis memiliki input dan proses serta mampu menghasilkan output. Walaupun bisnis biasanya menghasilkan output, namun apabila dalam suatu rangkaian aktivitas tidak memilki output yang jelas, maka dapat dipertimbangkan faktor-faktor lain yang menentukan apakah suatu aktivitas merupakan bisnis atau tidak, yaitu:
Aktivitas utama yang direncanakan telah dimulai;
Terdapat karyawan, kekayaan intelektual, serta input dan proses lainnya yang dapat diterapkan pada input;
Sedang dijalankan rencana untuk memproduksi output;
Dapat diperoleh akses ke pelanggan yang akan membeli output, dan lainnya.
Pengendalian
Pengendalian ini dapat diperoleh dengan kepemilikan hak suara atas entitas lain. Hak suara biasanya melekat dalam kepemilikan ekuitas suatu entitas walaupun tidak selalyu demikian. Jika hak suara yang dimiliki sedemikian besar, diperoleh hak pengendalian, dan pada saat itu telah terjadi kombinasi bisnis. Kepemilikan equitas suatu entitas dalam jumlah tertentu dapat menimbulkan pengendalian atas entitas tersebut, dan hal itu menunjukkan bahwa telah terjadi kombinasi bisnis.
Entitas yang tidak berbadan hukum merupakan usaha yang didirikan namun belum memiliki bentuk hukum tetap. Contoh bentuk hukum dalam hal ini meliputi perusahaan perseorangan, CV Firma, Perseroan Terbatas, dan bentuk lainnya. Sepanjang entitas bersangkutan merupakan bisnis yang riil, kombinasi bisnis dapat dilakukan atas entitas tidak berbadan hukum tersebut.
Akan tetapi, makna mengendalikan lebih dari sekedar memiliki ekuitas entitas lain. Pengendalian tidak harus selalu diperoleh dengan kepemilikan dan sebaliknya, kepemilikan hak suara mayoritas tidak selalu memberikan hak pengendalian.
Pengendalian yang diperoleh tanpa adanya kepemilikan dapat terjadi melalui kontrak. Sebagai contoh, suatu entitas telah terikat kontrak hanya menjual atau memberikan jasa atau memberikan hak pemakaian aset pada entitas lain yang mengindikasikan adanya pengendalian oleh entitas lain tersebut. Ini berarti entitas yang mengendalikan. Sebaliknya, jika ada pengendalian tanpa kepemilikan, itu merupakan indikasi bahwa telah terjadi kombinasi bisnis. Dalam kasus lain, suatu entitas mungkin memiliki sebagian saham biasa entitas lain dan entitas pengakuisisi tersebut dalam posisi mengendalikan. Misalkan PT R memiliki 450 saham dari 1.000 lembar PT S yang beredar. Dalam hal ini, PT R memiliki hak suara 45%. Namun PT S kemudian menarik sahamnya dari peredaran yang tidak dimiliki PT R sebanyak 200 lembar, sehingga saham beredar PT S sekarang adalah 800 lembar. Akibatnya, hak suara PT R atas PT S menjadi 56,25% (450/800) dan hak suara ini membuat PT R dalam posisi mengendalikan PT S. Kasus ini menggambarkan telah terjadinya kombinasi bisnis.
Kombinasi Bisnis dan Pengendali Tertinggi
Kombinasi bisnis mengenal istilah entitas "pengendali", dimana pengendalian dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh, PT A mengakuisisi 90% hak suara PT B, dan di sini telah terjadi kombinasi bisnis karena PT A memiliki hak 90% hak suara PT B. Jika PT B memiliki hak pengendalian 80% atas PT C, maka PT A dengan sendirinya memiliki hak pengendalian atas PT C karena memiliki hak suara tidak langsung atas PT C sebesar 72% (90% x 80%). Dalam kasus ini, PT A merupakan pengendali tertinggi. Selain itu,dapat juga dikatakan bahwa ketiga entitas (PT A, PT B, dan PT C merupakan satu grup). Dalam praktik, hal ini sering terjadi.
Misalkan PT A mengakuisisi 20% hak suara PT C dengan menukarkan hak kepemilikannya atas PT B. Dalam hal ini, secara ekonomi tidak ada perubahan kepemilikan PT A atas grup atau kelompok tersebut walaupun tidak ada perubahan kepemilikan PT A atas grup atau kelompok tersebut walaupun secara hukum ada. Hal itu bukan merupakan kombinasi bisnis yang sesuai dengan PSAK 22 revisi 2010. PT A merupakan pengendali tertinggi baik sebelum maupun sesudah PT A mengakuisisi hak suara PT. C Transaksi semacam itu disebut Kombinasi Bisnis Entitas Sepengendali yang diatur tersendiri dalam PSAK 38 REVISI 2011.
Tanggal Kombinasi Bisnis
PSAK 22 revisi 2010 menjelaskan bahwa kombinasi bisnis terjadi pada saat satu entitas mengendalikan entitas lain yang berupa bisnis. Tanggal transaksi bisnis merupakan tanggal diperolehnya kendali atas suatu bisnis.
Tanggal kombinasi bisnis mungkin merupakan tanggal akuisisi atau tanggal ketika pihak pengakuisisi secara hukum mengalihkan imbalan, memperoleh aset, dan mengambil alih liabilitas/kewajiban pihak yang diakuisisi, atau disebut juga tanggal penutupan. Akan tetapi, pihak pengakuisisi mungkin saja memperoleh pengendalian pada tanggal sebelum atau setelah tanggap penutupan. Misalnya, dalma perjanjian tertulis dinyatakan bahwa pihak pengakuisisi memperoleh pengendalian atas pihak yang diakuisisi pada tanggal sebelum tanggal penutupan. Sebagai contoh, PT A mengakuisisi seluruh hak suara PT B yang efektif pada tanggal 1 Juli 2014. Akan tetapi, PT B terikat kontrak dengan PT X untuk mengalihkan aset kepada PT X hingga 31/12/2014. Dalam hal ini, kombinasi bisnis antara PT A dan PT B terjadi pada tanggal 31/12/2014, walaupun tanggal penutupan transaksi akuisisi adalah 1 Juli 2014. Ini karena pada tanggal 31/12/2014 diperoleh kendali atas PT B yang merupakan persayratan kombinasi bisnis.
Identifikasi Pihak-pihak Dalam Kombinasi Bisnis
Kombinasi bisnis melibatkan pihak pengakuisisi dan entitas target. Pihak pengakuisisi merupakan pihak yang memeproleh kendali atas aktiva neto dna operasi pihak yang diakuisisi. Pengendalian atas pihak yang diakuisisi mungkin diperoleh dengen beberapa cara, seperti:
Dengan mengalihkan kas, setara kas, atau aset lainnya (termasuk aset neto yang merupakan suatu bisnis);
Dengan menimbulkan laibilitas/kewajiban;
Dengan menerbitkan kepentingan ekuitas;
Dengen memebrikan l;ebih dari satu jenis imbalan; atau
Tanpa mengalihkan imbalan, termasuk yang hanya berdasarkan kontrak
Pihak pengakuisisi setelah kombinasi bisnis disebut induk, yang berkewajiban menyusun laporan konsolidasi yang akan dibahas pada bab-bab berikutnya. Pada umumnya, pihak pengakuisisi diidentifikasi sebagai pihak yangmengalihkan kas atau aset lainnya, atau meiliki liabilitas sebagai pihak yang mengalihkan kas atau aset lainnya, atau memiliki liabilitas atas kombinasi bisnis. Kas atau aset lainnya akan diberikan atau dialihkan (liablilitas) kepada pemilik atau pengendali entitas target sebelumnya. Jika terjadi hal semacam itu, PSAK 22 revisi 2010 memberikan indikasi yang dapat dipakai untuk mennetukan nama perusahaan pengakuisisi, yakni:
Ukuran pihak pengakuisisi (dinyatakan dengan laba, aset atau pendapatan) lebih besar dari entitas target.
Jika kombinasi bisnis melibatkan lebih dari dua pihak, maka pengakuisisi biasanya merupakan pihak yang berinisiatif melakukan kombinasi bisnis, dan ukurannya lebih besar dari pihak lain dalam kombinasi bisnis.
Entitas baru yang dibentuk sebagai hasil dari kombinasi bisnis tidak selalu merupakan pihak pengakuisisi. Jika entitas baru dibentuk untuk menerbitkan kepentingan ekuitas dalam rangka kombinasi bisnis, maka salah satu entitas yang bergabung merupakan peihak pengakuisisi dengan melihat ukuran dan faktor lainnya.
Jika kombinasi bisnis mengakibatkan manajemen suatu perusahaan mendominasi penentuan anggota manajemen perusahaan yang bergabung, mak aperusahaan yang dominan tersebut adalh perusahaan pengakuisisi.
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam kombinasi bisnis yang dilakukan dengan penerbitan ekuitas, pihak pengakuisisi umumnya merupakan pihak yang menerbitkan ekuitas. Pengecualian terjadi dalam Reverse Acquistion di mana pihak yang secara hukum diidentifikasi sebagai pihak pengakuisisi, tetapi berdasarkan substansi akuntansi diidentifikasi sebagai pihak yang diakuisisi.
UU NO. 40 Tahun 2007
Standar Akuntansi Keuangan merupakan regulasi resmi di Indonesia untuk bidang akuntansi. Sementara itu, PSAK 22 merupakan bagian dari prinsip akuntansi yang mengatur kombinasi bisnis. Dalam praktiknya, PSAK tidka berdiri sendiri melainkan bersinergi denagn aturan-aturan pemerintah lainnya yang mengatur masalah kombinasi bsinis, seperti aturan Bapepam, aturan yang dikeluarkan Departemen Keuangan, aturan pajak, dan lainnya. Karena itu, PSAK dan aturan-aturan pemerintah lainnya harsu harmonis agar bersinergi dalam mengefktifkan tujuan yang dimaksud. Perubahan atau revisi PSAK juga harus tidak bertentangan dengan aturan lainnya yang telah ada. Bila perlu, perubahan regulasi akuntansi dilakukan seiiring denga perugahan regulasi lainnya kurang bersinergi. UU NO. 40 tahun 2007 Bab I pasal 1 ayat 11 misalnya, yang mengatur masalah penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, mendefinisikan pengambilalihan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan ol;eh badna hukum atau orang perorangan untuk mengambil alih, baik seluruh maupun sebagian besar saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Revisi PSAK 22 tahun 2010 menjadi kurang harmonis dengan UU No. 40 Tahun 2007 dan dapat menimbulkan kebingungan interpretasi atas kedua aturan tersebut. Pengertian Kombinasi Bisnis menurut PSAK 22 revisi 2010 dan Pengambilakihan menurut UU No. 4 tahun 2007 memiliki perbedaan, antara lain karena UU No. 4 tahun 2007 menjelaskan bahwa pengambilakihan hanya berlaku untuk entitas yang berbentuk perseroan terbatas, sedangkan kombinasi bisnis yang dimaksud dalam PSAK 22 tidak hanya berlaku bagi entitas yang berbentuk perseroan terbatas saja.
Pertanyaan
Apa yang dimaksud dengan kombinasi bisnis?
Jelaskan persamaan dan perbedaan definisi kombinasi bisnis menurut PSAK 22 revisi tahun 2010 dengan definisi pengambilalihan dalam UU No. 40 tahun 2007..
Jka suatu entitas mengakuisisi entitas lain yang memiliki badan hukum tetapi tidak memenuhi kriteria bisnis, bagaimana akuisisi tersebut diberlakukan?
Jelaskan bahwa pengendalian atas entitas lain dapat diperoleh tanpa melalui kepemilikan entitas yang dikendalikan tersebut.
Jelaskan apa yang dimaksud dengan hak suara dalam entitas lain, dan bagaimana menunjukkannya?
PT A mengakuisisi suatu PT A yang telah dibekukan (tidka beroperasi lagi) dan akan dilikuidasi. Apakah menurut PSAK 22 revisi 2010 transaksi ini merupakan kombinasi bisnis?
Jelaskan berbagai cara mengidentifikasi pihak pengakuisisi dalam kombinasi bisnis?
Pengakuisisi umumnya merupakan pihak yang menerbitkan instrumen ekuitas. Jelaskan kondisi di mana pihak yang menerbitkan ekuitas merupakan pihka yang diakuisisi.
Berikan contoh kondisi di mana akuisisi haks usara entitas lain tidka menimbulkan kombinasi bisnis.
Berikan contoh di mana kombinasi bisnis terjadi tanpa akuisisi hak suara entitas lain.
Pilihan Berganda
Manakah dari pernyataan berikut ini yang benar menmgenai kombinasi bisnis menurut PSAK 22 revisi 2010?
Kombinasi bisnis terjadi antara dua atau lebih perusahaan
Kombinasi bisnis dapat terjadi antara satu perusahaan dengan usaha yang tidak berbentuk badan hukum
Kombinasi bisnis terjadi dengan kepemilikan saham perusahaan lain
Pihak pengakuisisi adalah pihak yang mengalihkan kas atau aset lainnya
Manakah dari pernyataan berikut ini yang salah mengenai perusahaan lain
Pengendalian dapat terjadi pada transaksi akuisisi saham biasa di bawah 50%
Anak perusahaan tanpa terkecuali harus dikonsolidasikan oleh pengusaha unduk
Kepemilikan saham perusahaan lain tidka selalu menimbulkan pengendalian
Pengendalian atas perusahaan lain dapat diperoleh melalui akuisisi saham biasa
Kombinasi bisnis dilakukan antara entitas L, entitas M, dan entitas N. Ukuran entitas L lebih besar dari ukuran entitas M. Transaksi kombinasi bisnis merupakan inisiatif entitas L, dan akibat dari kombinasi bsinsi tersebut timbul liabilitas entitas L. Pihak mana yang merupakan pengakuisisi?
Entitas L
Entitas M
Entitas N
Sesuai kesepakatan
PT A mengakuisisi seluruh ekuitas PT B pada tanggal 1 Oktober 2014. Akan tetapi, pengendalian baru efektif dilakukan PT a sejak 1 Januari 2015 dengan mengganti seluruh manajemen yang berasal dari PT A. Kapankah terjadi kombinasi bisnis?
Tanggal 1 Oktober 2014
Tanggal 1 Januari 2015
Sesuai kesepakatan PT A dan PT B
Tidak ada jawaban yang benar
Dalam reverse acquistion, pihak mana yang menerbitkan laporan konsolidasi?
Pihak pengakuisisi secara akuntansi
Pihka pengakusiisi secara hukum
Pihak pengakuisisi secara hukum dengan menjelaskan dalam catatan atas laporan keuangan bahwa laporan konsolidasi tersebut adalah keberlanjutan dari laporan keuangan perusahaan yang diakuisisi secara hukum
Sesuai dengan kesepakatan pihak pengakuisisi dan yang diakuisisi sepanjang konsisten.


Download KOMBINASI BISNIS.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca KOMBINASI BISNIS. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

AKUMULASI BIAYA PESANAN AKMEN INISIASI3 1

Judul: AKUMULASI BIAYA PESANAN AKMEN INISIASI3 1
Penulis: N. Andi Sumange


AKUMULASI HARGA POKOK PESANAN
Penggunaan Metode Harga Pokok Pesanan
Dalam job order costing biaya diakumulasikan untuk setiap batch, lot, atau pesanan pelanggan.Digunakan apabila produk yang diproduksi dalam suatu departemen atau cost center bersifat heterogen.Lebih praktis mengidentifikasi secara fisik setiap pesanan yang diproduksi dan membebankan setiap pesanan dengan paling tidak beberapa elemen biayanya.Dapat diterapkan untuk pekerjaan berdasarkan pesanan di pabrik, bengkel, dan tempat reparasi, pekerjaan kontruksi dan percetakan, dan pekerjaan di bidang jasa seperti firma medis, hukum, arsitek, akuntansi, dan konsultan.
Dalam job order costing biaya produksi diakumulasikan untuk setiap pesanan (job) yang terpisah, suatu pesanan adalah output yang diidentifikasikan untuk memenuhi pesanan pelanggan tertentu atau untuk mengisi kembali suatu item dari persediaan. Hal ini berbeda dengan proses costing dimana biaya diakumulasikan untuk suatu operasi atau subdivisi dari suatu perusahaan, seperti departemen.

Karakteristik Perusahaan yang Menggunakan Metode Harga Pokok Pesanan
Perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan baik dari luar maupun dari dalam perusahaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Proses produksinya bertujuan untuk memenuhi pesanan, bukan untuk memenuhi persediaan di gudang.
Proses pengolahan produk tidak dilakukan secara terus-menerus. Jika suatu pesanan selesai dikerjakan, proses produksinya akan berhenti, dan akan mulai kembali jika terdapat pesanan yang baru.
Produk yang dihasilkan spesifik, sesuai dengan kebutuhan pemesan, sehingga pesanan yang satu dengan yang lainnya dapat berbeda.
Biaya produksi digolongkan berdasarkan hubungannya dengan produk, yaitu biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung.
Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok produksi pesanan tertentu berdasarkan biaya yang sesungguhnya terjadi, sedangkan biaya tidak langsung dihitung berdasarkan tarif yang ditentukan di muka.
Harga pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan tersebut dengan jumlah unit produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan.
KarakteristikMetode Harga Pokok Pesanan
Tiap pekerjaan (job) harus dapat diidentifikasikan menurut sifat fisiknya dan masing-masing biayanya.
Setiap pekerjaan harus dapat dibedakan secara fisik sehingga pembebanan biaya dapat dibedakan dan dicatat dengan tepat untuk pekerjaan yang bersangkutan.
Permintaan atau pemakaian bahan baku dan biaya-biaya tenaga kerjalangsung diidentifikasikan menurut nomor dari masing-masing pekerjaan (job number).
Overhead pabrik yang merupakan biaya produksi tidak langsung biasanya dibebankan (applied) kepada masing-masing pekerjaan berdasarkan suatu tarifyang ditetapkan lebih dulu (predetermined rate).
Setiap pekerjaan mempunyai daftar biaya (job order cost sheet) atau kartu harga pokok yang menghimpun dan mengikhtisarkan biaya-biaya yang dibebankan kepada masing-masing pekerjaan yang bersangkutan.
Laba atau rugi serta biaya atau harga pokok persatuan produk ditentukan untuk masing-masing pekerjaan
Kartu Harga Pokok (job cost card/job cost sheet
Rayburn Company
1101 Maple StreetCincinnatiOH45227Pesanan No. 5574
Untuk : Lawrenceville Construction Co.
Produk : Papan pengering Mapel No. 14
Spesifikasi : 12'x20"x1" Pelitur bening
Jumlah : 10
Tgl Pesan : 10/1
Tgl Mulai Dikerjakan : 14/1
Tgl Selesai Dikerjakan : 18/1
Tgl Dibutuhkan : 22/1
DIRECT MATERIALS
Tgl No Permintaan Jumlah
14/1 516 $1.420
17/1 531 780
18/1 544 310
$2.510
DIRECT LABOR
Tgl Jam Biaya Jumlah
14/1 40 $320
15/1 32 256
16/1 36 288
17/1 40 320
18/1 48 384
196 $1.568
FOH Applied
Tgl JM Biaya Jumlah
14/1 16,2 $684
16/1 10,0 400
17/1 3,2 128
29,4 $1.176
x
$40
Direct materials$ 2.510
Direct labor 1.568
FOH applied 1.176
Total biaya produksi $5.254
Harga Jual$7.860
Biaya produksi5.254
Beban pemasaran 776
Beban administrasi 420
Total biaya membuat$6.450
Laba$1.410



Download AKUMULASI BIAYA PESANAN AKMEN INISIASI3 1.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca AKUMULASI BIAYA PESANAN AKMEN INISIASI3 1. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

Latihan Akuntansi Biaya

Judul: Latihan Akuntansi Biaya
Penulis: Adi OnlyOne


PT Angkasa sari memiliki 2 departemen produksi untuk menghasilkan produknya: Departemen A dan Departemen B. Data produksi ke dua departemen tersebut untuk bulan Januari 2014. Berikut datanya:
Data produksi Bulan Januari 2014
Departemen A Departemen B
Produk yang dimasukkan dalam proses 70.000 kg Produk selesai yang ditransfer ke Departemen B 60.000 kg Produk selesai yang ditransfer ke gudang48.000 kg
Produk dalam proses akhir bulan10.000 kg 12.000 kg
Biaya yang dikeluarkan bulan januari 2014: Biaya bahan bakuRp140.000 Rp 0
Biaya tenaga kerjaRp310.000 Rp540.000
Biaya overhead pabrikRp496.000 Rp810.000
Tingkat penyelesaian produk dalam produk proses akhir: Biaya bahan baku100% Biaya Konversi20% 50%

DEPARTEMEN A
Perhitungan unit ekuivalensiBBB: 60.000 kg + 10.000 kg (100%) = 70.000kg
BTK: 60.000 kg + 10.000kg (20%) = 62.000kgBOP: 60.000 kg + 10.000kg (20%) = 62.000kgPerhitungan harga pokok produksi per satuan departemen A
Unsur biaya produksiTotal biayaUnit ekuivalensiBiaya produksi per Kg
Bahan bakuRp140.000 70.000kg Rp2
Tenaga kerjaRp310.000 62.000kg Rp5
Overhead pabrikRp496.000 62.000kg Rp8
Total Rp946.000 Rp15
Perhitungan harga produk jadi dan persediaan produk dalam proses Dep A
Harga pokok produk jadi: 60.000kg x Rp15 Rp900.000
Harga pokok persediaan produk dalam proses:
Biaya bahan baku: 100% x 10.000kg x Rp2 = Rp20.000
Biaya tenaga kerja: 20% x 10.000kg x Rp5 = Rp10.000
Biaya overhead pabrik: 20% x 10.000kg x Rp8= Rp16.000
Rp 46.000
Jumlah biaya produksi Departemen A Bulan Januari 2014 Rp946.000

Jurnal pencatatan biaya produksi Departemen A
BDP-BBBRp140.000
Persediaan bahan bakuRp140.000
BDP-BTKRp310.000
Gajih dan upahRp310.000
BDP-BOPRp496.000
Berbagai rekening yang di kreditRp496.000
Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi yang di transfer oleh Dep A ke Dep B
Persediaan produk jadiRp900.000
BDP-BBBRp120.000
BDP-BTKRp300.000
BDP-BOPRp480.000
Jurnal untuk mencatat harga pokok persediaan produk dalam proses yang belum selesai diolah dalam Dep A pada akhir bulanPersediaan produk dalam prosesRp46.000
BDP-BBBRp20.000
BDP-BTKRp10.000
BBB-BOPRp16.000

DEPARTEMEN B
Perhitungan unit ekuivalensiBTK: 48.000 kg + 12.000kg (50%) = 54.000kgBOP: 48.000 kg + 12.000kg (50%) = 54.000kgPerhitungan harga pokok produksi per satuan departemen B
Unsur biaya produksiTotal biayaUnit ekuivalensiBiaya produksi per Kg
Tenaga kerjaRp 540.000 54.000kg Rp10
Overhead pabrikRp 810.000 54.000kg Rp15
Total Rp1.350.000 Rp25
Perhitungan harga produk jadi dan persediaan produk dalam proses Dep B
Harga pokok produk selesai yang ditransfer departemen B ke gudang:
Harga pokok dari departemen A: 48.000kg x Rp15= Rp720.000
Penambahan dari departemen B: 48.000kg x Rp25= Rp1.200.000
Rp1.920.000
Harga pokok persediaan produk dalam proses akhirHarga pokok dari Dep A : 12.000kg x Rp15= Rp180.000
Biaya yang ditambahkan oleh Dep B:
BTK : 50% x 12.000kg x Rp10= Rp60.000
BOP: 50% x 12.000kg x Rp15= Rp90.000
Total harga pokok persediaan produk dalam proses Dep B Rp 330.000
Jumlah biaya produksi kumulatif Departemen B Bulan januari 2014 Rp2.250.000

Jurnal pencatatan biaya produksi Departemen B
Jurnal untuk mencatat penerimaan produk dari Dep A
BDP-BBB Dep BRp900.000
BDP-BBB Dep ARp120.000
BDP-BTK Dep ARp300.000
BDP-BOP Dep ARp480.000
-35477595250
BDP-BTKRp540.000
Gajih dan upahRp540.000
BDP-BOPRp810.000
Berbagai rekening yang di kreditRp810.000
Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi yang di transfer ke gudangPersediaan produk jadiRp1.920.000
BDP-BBBRp720.000
BDP-BTKRp480.000
BDP-BOPRp720.000
Jurnal untuk mencatat harga pokok persediaan produk dalam proses yang belum selesai diolah dalam Dep A pada akhir bulanPersediaan produk dalam prosesRp330.000
BDP-BBBR180.000
BDP-BTKRp60.000
BBB-BOPRp90.000


Download Latihan Akuntansi Biaya.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca Latihan Akuntansi Biaya. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

KENDALA DAN TANTANGAN PENERAPAN PSAK 104 AKUNTANSI ISTISHNA' PADA BANK SYARIAH

Judul: KENDALA DAN TANTANGAN PENERAPAN PSAK 104 AKUNTANSI ISTISHNA' PADA BANK SYARIAH
Penulis: Ahmad Baehaqi


KENDALA DAN TANTANGAN PENERAPAN
PSAK 104 AKUNTANSI ISTISHNA' PADA BANK SYARIAH
Ahmad Baehaqi, SEI.
Program Studi Akuntansi Syariah, Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) SEBI
Jl. Raya Bojongsari Depok, Jawa Barat, 16517
Telp. (0251) 861 6655, http://www.sebi.ac.idABSTRACT
Dibalik pesatnya perkembangan bank syariah di Indonesia baik dari sisi jaringan, asset dan market share ternyata bank syariah masih terkendala dalam pengembangan transaski dan produk. Salah satu diantaranya adalah transaksi atau produk yang menggunakan akad istishna'. Yang menjadi penghambat diantaranya adalah kendala dalam implementasi PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna' terkait pengakuan pendapatan atau keuntungan. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk meneliti dan menguraikan apa saja yang menjadi kendala dan tantangan dalam implementasi PSAK 104 dengan harapan nantinya dapat dibuat rumusan strategi sebagai solusi dari permasalahan tersebut. Penelitian yang dilakukan penulis menggunakan pendekatan deskriptif melalui studi pustaka (library research) dan data yang digunakan adalah data-data sekunder dari berbagai sumber.
Kata Kunci: Istishna', Akuntansi Istishna' & Pengakuan Pendapatan
Pendahuluan
Perbankan syariah di Indonesia terus berkembang pesat, sampai dengan april 2012 telah ada 11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Unit Usaha Syariah (UUS) & 155 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dengan jumlah jaringan mencapai 2.077 kantor (BI, 2012). Selain itu, pertumbuhan asset perbankan syariah pada tahun 2007-2011 menunjukan angka pertumbuhan yang tinggi dengan rata-rata 40,2 % per tahun (Alamsyah, 2011). Menurut Karim (2010), pada dasarnya produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu, produk penghimpunan dana, produk penyaluran dana dan pelayanan jasa. Dalam produk penyaluran dan pembiayaan dana, digunakan 4 prinsip akad yaitu prinsip jual beli, bagi hasil, sewa dan akad pelengkap. Prinsip jual beli yang digunakan oleh bank syariah terdiri dari bai' murabahah, bai' salam & bai' istishna'. Sekalipun pada praktiknya di bank syariah ketiga akad tersebut memiliki selisih yang berbeda yaitu murabahah (46.161), salam (0) & istishna' (322).
Tabel 1 Komposisi Pembiayaan BUS & UUS
No Akad Jumlah (Miliyar Rupiah)
1 Mudharabah 9.549
2 Musyarakah 16.295
3 Murabahah 46.161
4 Salam 0
5 Istishna' 322
6 Ijarah 2.297
7 Qardh 7.362
8 Lainnya 0
Total 82.616
Sumber: Statistik Perbankan Syariah Indonesia, Agustus 2011
Selisih penyaluran pembiayaan dalam jual beli tersebut dikarenakan risiko dan kendala yang terjadi dalam praktik. Jika dilihat dari pembiayaan istishna' (tabel 2), terlihat bahwa angka pembiayaan tidak selalu naik pada tahun 2011 bahkan menurun sebesar 22 miliyar pada bulan maret.
Tabel 2 Pembiayaan Istishna' BUS & UUS (Milyar Rupiah)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Akad Istishna' 351 360 328 315 317 322
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, June 2011
Dalam praktik bank syariah, akad istishna' diwujudkan dalam beberapa produk diantaranya adalah produk apartemen, perumahan, dan gedung perkantoran. Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa selisih pembiayaaan dalam akad jual beli dikarenakan risiko dan kendala dalam praktik. Salah satu kendalanya adalah pada penerapan PSAK Syariah yang berlaku. Suwarno (2008) menyatakan bahwa penerapan PSAK Syariah di bank syariah masih terkendala sehingga berpengaruh kepada pengembangan transaksi dan produk perbankan syariah. Mihajat (2011) bahkan menyatakan bahwa perkembangan produk perbankan syariah di Indonesia tidak didukung oleh standar akuntansi yang berlaku. IAI (2010) juga telah menyatakan bahwa terdapat kendala penerapan PSAK syariah karena tidak selaras dengan praktik perbankan syariah. Lebih spesifik, Maulidha (2012) menyatakan bahwa salah satu kendala kenapa pembiayaan istishna' jauh lebih kecil dibandingkan murabahah karena tidak relevannya penerapan PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna' jika dipraktikan secara penuh di bank syariah. Berbagai pernyataan diataslah yang melatarbelakangi penulis untuk meneliti lebih lanjut dan menguraikan apa saja yang menjadi kendala dan tantangan dalam penerapan PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna' di bank syariah.
Penelitian yang dilakukan oleh penulis menggunakan pendekatan deskriptif dengan metode studi pustaka (library research). Penelitian dengan studi pustaka memungkinkan penulis dalam mengakses data-data yang dibutuhkan dengan mudah, sedangkan data yang digunakan adalah data-data sekunder dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, majalah dan artikel baik cetak maupun elektronik.
Istishna' dan Istishna' Paralel
Menurut Al-Kasanai dalam Antonio (2001, hal 113), bai' istishna' adalah kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang melalui pemesanan terlebih dahulu. Sedangkan dalam fatwa DSN-MUI (2006), dijelaskan bahwa jual beli istishna' adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni') dan penjual (pembuat/shani'). Pengertian akad istishna' dalam fatwa tersebut juga digunakan dalam PSAK 104 tentang Akuntansi Istishna' untuk menjelaskan pengertian istishna'. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa bai' istishna' adalah jual beli pesanan yang melalui proses pembuatan barang (produksi) atau kontruksi setelah pesanan diterima oleh pembuat barang (shani') dengan persyaratan tertentu yang disepakati antara penjual dan pembeli. Kesepakatan tersebut berisi kriteria atau spesifikasi barang yang dipesan, cara pembayaran (apakah dimuka, cicil atau secara tanggunh), tempat dan waktu pembuatan serta penyerahan barang.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Tirmudzi dari 'Amr bian 'Auf, Nabi saw bersabda:
"Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram" (HR. Tirmidzi)
Gambar 1 Skema Istishna'

Sumber: Rizal & Martawireja, 2009
Bai' istishna' merupakan bagian dari akad bai' salam karena transaksi jual beli dilakukan melalui proses pemesanan terlebih dahulu. Transaksi istishna' hukumnya boleh dan telah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak masa awal tanpa ada pihak (ulama) yang mengingkarinya (DSN-MUI, 2006, hal 35).
Dalam kontrak bai' istishna', bias saja pembeli mengizinkan pembuat menggunakan subkontraktor untuk melaksanakan kontrak tersebut (AAOIFI, 2001, hal 337). Kontrak tersebut disebut dengan istishna' paralel, adalah akad istishna' antara pemesan dengan penjual, kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual memerlukan pihak lain sebagai shani' (DSN-MUI, 2006, hal 136).
Gambar 2 Skema Istishna' Paralel

Sumber: Rizal & Martawireja, (2009)
Akad istishna' antara penjual dengan pembeli harus terpisah dengan akan istishna' antara penjual dengan subkontraktor, sehingga dalam skema diatas terdapat 2 (dua) akad istisna' yang terpisah. Penjual bertanggung jawab kepada pembeli atas setiap kesalahan, kelalaian, atau pelanggaran kontrak kemudian subkontraktor bertanggung jawab kepada penjual dan tidak ada hubungan hukum atau kaitan antara pembeli dan subkontraktor karena kedua akad tersebut terpisah. Kontrak istishna' kedua bukan merupakan bagian atau syarat untuk kontrak pertama.
Kontrak jual beli dengan akad istishna' merupakan rumpun dari akad jual beli yang diperbolehkan dalam islam. Salah satu yang membedakan akad istishna' dengan akad jual beli lainnya adalah dalam penyerahan barang. Dalam akad murabahah, penyerahan barang dilakukan diawal sedangkan dalam akad istishna', penyerahan barang dilakukan diakhir pada waktu barang yang dipesan telah jadi. Perbedaan penyerahan barang antara keduanya dikarenakan barang yang beum ada dalam transaksi bai' istishna'. Murabahah memiliki kesamaan dengan ishtisna' dalam hal cara pembayaran, baik murabahah atau istishna', cara pembayaran dapat dilakukan secara tunai diawal, dicicil atau ditangguhkan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa akad istishna' merupakan bagian dari akad salam dimana kontrak jual beli dilakukan sama atas dasar pemesanan terlebih dahulu. Sekalipun demikian, akad istishna' dan salam tetap memiliki perbedaan yaitu:
Tabel 3 Perbedaan Bai' Salam dan Bai' Istishna'
No Subjek Salam Istishna' Keterangan
1 Pokok Kontrak Muslam Fiih Mashnu' Barang ditangguhkan dengan spesifikasi tertentu
2 Harga Dibayar saat kontrak Bisa tunai saat kontrak, cicil atau ditangguhkan Cara pembayaran merupakan pembeda utama antara salam & istishna'
3 Sifat Kontrak Mengikat secara asli Mengikat secara ikutan Salam mengikat semua pihak tapi istishna' hanya menjadi pengikut untuk melindungi produsen
4 Kontrak Paralel Salam Paralel Istishna' Paralel Kedua kontrak dilakukan secara terpisah
5 Objek Pertanian Produksi & Kontruksi Objek jual beli merupakan pembeda utama antara salam dan istishna'
Sumber: Antonio, M. S., (2001, hal 116)
Penerapan Istishna' di Bank Syariah
Bank syariah adalah lembaga keuangan intermediari yang beroperasional mengacu kepada prinsip-prinsip syariah dalam transaksi muamalah. Artinya bank syariah bukanlah sektor riil tapi sektor moneter. Oleh karena itu, bank syariah tidak bisa mempraktikan akad istishna' secara sendiri dalam pembiayaannya tanpa adanya akad istishna' yang kedua (istishna' paralel) karena bank syariah bukanlah produsen barang (Ascarya, 2007). Menurut Antonio (2010) ada beberapa ketentuan apabila bank syariah ingin menerapkan istisghna' paralel yaitu; akad istishna' antara bank syariah dengan nasabah harus terpisah dengan akan istishna' antara bank syariah dengan subkontraktor, bank syariah bertanggung jawab kepada nasabah atas setiap kelalaian dan pelanggaran kontrak begitu juga sebaliknya subkontraktor bertanggung jawab kepada bank syariah, dan tidak ada hubungan hukum atau kaitan antara nasabah dan subkontraktor.
Ketentuan mengenai pembiayaan istishna' bank syariah dengan akad paralel terdapat dalam fatwa DSN No. 22/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Istishna' Paralel. Dalam fatwa tersebut dijelaskan mengenai kebolehan akad istishna' dengan cara paralel dan larangan pemungutan Margin During Construction (MDC) dari pembeli, sedangkan ketentuan teknisnya diatur dalam fatwa DSN No. 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna'. Fatwa tersebut dibagi menjadi 3 bagian yaitu; ketentuan tentang pembayaran, ketentuan tentang barang dan ketentuan lain. Perbedaan antara pembiayaan istishna' bank syariah dengan praktik di perbankan konvensional adalah yaitu terletak pada hubungan langsung antara subkontraktor dengan bank syariah dan terhindar dari mark up yang dilakukan oleh nasabah. Praktik istishna' di bank syariah lebih mencerminkan transaksi utang piutang (penyediaan dana) dari pada kegiatan jual beli. Implikasinya adalah pengakuan piutang istishna' yang lebih mencerminkan piutang uang daripada piutang barang (Maulidha, 2012).
Table 4 Tahapan Pelaksanaan Pembiayaan Istishna' Paralel di Bank Syariah
No Tahapan
1 Permintaan barang dari nasabah sebagai mustashni' kepada bank syariah sebagai shani' dengan spesifikasi barang yang jelas
2 Nasabah melakukan wa'ad untuk membeli barang dengan harga dan waktu penyerahan barang yang tangguh
3 Bank Syariah mencari subkontraktor/produsen untuk menyediakan barang sesuai pesanan nasabah
4 Bank syariah dan nasabah terikat dalam akad pertama dengan pembayara dilakukan sebagian diawal akad (uang muka) dan sisanya diangsur atau dibayar tangguh sebelum barang diterima nasabah
5 Bank syariah dan subkontraktor/produsen terikat dalam akad kedua dengan pembayaran bertahap oleh bank syariah kepada subkontraktor/produsen
6 Pengiriman barang dilakukan langsung oleh produsen/subkontraktor ke nasabah
Sumber: Antonio, M., S. (2010), Buchori, N., S. (2009) & Karim, A., A. (2010)
Kendala & Tantangan Penerapan PSAK 104
Sebelum ada PSAK Syariah, pencatatan akuntansi untuk transaksi perbankan syariah dilakukan dengan mengacu kepada PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah yang mengatur tentang pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi-transaksi perbankan syariah. Tapi setelah kehadiran PSAK Syariah, PSAK 59 sudah tidak digunakan lagi. Tapi berdasarkan Kongres XI IAI (2010), bank syariah menghadapi kendala dalam penerapan PSAK syariah karena tidak selaras dengan praktik bank syariah. Ketidak selarasan tersebut terjadi karena terdapat perbedaan sudut pandang antara PSAK Syariah yang ditujukan untuk transaski sektor riil dengan bank syariah sebagai lembaga keuangan.
Berkaitan dengan judul paper penulis, maka PSAK Syariah yang mengatur tentang transaksi istishna' yaitu PSAK 104 juga terkendala dalam implementasinya di bank syariah. Kendala yang dihadapi adalah dalam hal pengakuan keuntungan. PSAK Syariah dalam penerapannya di bank syariah terbentur oleh kelaziman bisnis yang berlaku di Indonesia sehingga tidak bisa diterapkan secara penuh. Dalam PSAK 104, hal-hal yang tidak bisa diterapkan secara penuh adalah terkait pencairan dana dari bank syariah kepada sukkontraktor/produsen, pencatatan untuk kebutuhan distribusi bagihasil, dan terkait pengakuan margin/keuntungan pada angsuran nasabah ketika masa kontruksi.
Pertama, praktik dilapangan sulit untuk menggunakan metode prosentasi penyelesaian dalam pencairan dana karena lazimnya industri menerima pencairan uang terlebih dahulu, baru melakukan produksi. Hal ini dikarenakan produsen/subkontraktor tidak ingin menanggung risiko yang tinggi. Pencairan diawal juga ditujukan sebagai jaminan dan uang muka kerja produsen/sunkontraktor. Dari kondisi tersebut, maka jika penerapan pencairan dilakukan sesuai dengan PSAK 104 maka bank syariah akan terkendala untuk memperoleh rekanan kerja yang bias menyediakan pesanan nasabah. Karena metode prosentasi penyelesaian mengharuskan pencairan dana dilakukan dengan melihat pembangunan secara pisik yang dilakukan oleh subkontraktor atau
Kedua, pendapatan operasi utama merupakan pendapatan bank syariah yang akan didistribusikan kepada pemilik dana. Perhitungan besaran bagi hasil yang akan didistribusikan berasal dari pendapatan yang sudah diterima oleh bank syariah bukan pendapatan yang masih dalam pengakuan (accrual). Sistim IT bank syariah kesulitan untuk membaca dan membedakan antara pendapatan istishna' yang sudah diterima (kas) dan yang belum diterima. Mengingat terdapat dua tahapan dalam pembayaran tangguh yaitu pengakuan pendapatan ketika masa kontruksi dan pengakuan pendapatan setelah penyerahan asset.
Akad dalam transaksi bank syariah sangat beragam dan kompleks sehingga membutuhkan investasi IT yang besar. Ketika kendala IT tidak dapat dipenuhi maka diperlukan SDM yang handal dan teliti dalam pengerjaan manual dan komputerisasi untuk meminimalisir risisko. Sekalipun IT terpenuhi, bank syariah tetap dihadapkan pada kendala mencari SDM yang mengerti untuk mengoperasikan sistim tersebut. Berikut saummary yang telah dibuat oleh IAI (2010) terkait kendala dan tantangan bank syariah dalam mengimplementasikan PSAK 104:
Tabel 5 Kendala & Tantangan Implementasi PSAK 104
Pengakuan Pendapatan Istishna'
Issue Kendala Implementasi Tantangan
Menurut PSAK 104 paragraf 20 dan 22: Istishna' dengan pembayaran tangguh dibagi sebagai berikut:
Pengakuan pendapatan pada masa konstruksi.
Metode persentase penyelesaian
Metode akad selesai
Pengakuan pendapatan pada masa setelah penyerahan asset istishna' diakui secara proporsional sesuai PSAK 102; Akuntansi Murabahah paragraf 24-25 Dua macam pola pengakuan istishna' rumit dan memberatkan back office bank syariah serta membutuhkan investasi yang tinggi untuk IT dan SDM Investasi IT
Investasi SDM
Kebijakan akuntansi internal untuk mengimplementasikan PSAK 104
Analisis
Pengakuan keuntungan selama masa konstruksi tidak equel treatment dengan praktek industri secara umum. Pengakuan tersebut lebih relevan dengan praktek sektor riil.
Keuntungan pada masa setelah konstruksi tidak diakui secara proporsional namun mengikuti kelaziman bisnis yang diatur oleh regulator industri perbankan (mengikuti pengakuan keuntungan murabahah.
Sumber: IAI (2010). Hambatan & Tantangan Penerapan PSAK Syariah di Bank Syariah.
Dalam rangka mencari solusi, penulis mengusulkan agar dalam penyusunan PSAK Syariah, pihak DSAK juga harus mengikutsertakan Dewan Syariah tidak hanya sebatas review sehingga PSAK Syariah dapat mengakomodir berbagai transaksi syariah yang beragam sehingga bisa diterapkan oleh bank syariah dan bermanfaat bagi pengembangan produk. Kendala bank syariah dalam pengembangan produk diantaranya adalah terkaiat kebijakan dan pencatatan akuntansinya. PSAK Syariah saat ini belum bisa mengakomodir akad-akad transaksi syariah yang beragam dan kompleks. Selain itu penulis juga mengusulkan untuk penyusunan PSAK Syariah memperhatikan kelaziman usaha perbankan dan usaha-usaha yang berkaitan dengan analisa pembiayaan dalam perbankan syariah.
Kesimpulan
Penerapan PSAK Syariah 104 tetang Akuntansi Istishna' di bank syariah masih terkendala. Kendala dalam implementasi PSAK 104 adalah terkait pengakuan keuntungan. Kendala tersebut terjadi karena terdapat sudut pandang antara PSAK Syariah yang telah dikeluarkan oleh IAI dengan praktek perbankan syariah sehingga terjadi gap. Gap yang dimaksud adalah PSAK Syariah yang relevan dengan sektor riil sedangkan perbankan syariah adalah lembaga keuangan intermediari (sektor moneter).
Dua macam pola pengakuan pendapatan atau keuntungan dalam PSAK 104 rumit dan memberatkan back office serta membutuhkan investasi yang tinggi untuk IT dan SDM. Adapun tantangan yang dihadapi oleh bank syariah dalam implementasi PSAK 104 adalah investasi IT, investasi SDM dan kebijakan akuntansi internal untuk menerapkan PSAK tersebut. Solusi yang penulis tawarkan adalah mengikutsertakan Dewan Syariah dalam penyusunan PSAK Syariah dan juga mempertimbangkan kelaziman usaha di Indonesia.
Referensi:
Maulidha, E., (2012). Skripsi: Evaluasi Perekayasaan Pencatatan Akuntansi Istishna' Ditinjau Dari Distribusi Bagi Hasil dan Legalitas Kepemilikan pada Produk Apartemen (Studi Kasus Bank Syariah X). Depok: STEI SEBI
Antonio, M. S., (2001). Bank Syariah; Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press
Karim, A.A., (2010). Bank Islam; Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: Raja Grapindo Persada
DSN-MUI, (2006). Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI. Jakarta: MUI-BI
AAOIFI, (2001). Accounting, Auditing, and Governance Standar for Islamic Financial Institutions. Manama, Bahrain: AAOIFI
Rizal & Martawireja, R. Y., (2009). Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat
Nurhayati, S. & Wasilah, (2009). Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat
Alamsyah, H., (2011). Islamic Micro Finance Workshop. Jakarta, 11 November 2011
IAI., (2010). Hambatan dan Tantangan Penerapan PSAK Syariah di Bank Syariah. Kongres XI Ikatan Akuntan Indonesia, Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, 09 Desember 2010
Mihajat, M. I. S., (2011). Kritik terhadap Standar PSAK & Urgensi Memiliki Dewan Syariah. Artikel yang di publikasikan di blog imansastra.blogspot.com 03 June 2011
Suwarno, (2008). Analisis Hambatan dalam Penerapan Akuntansi Syariah. Jurnal Bisnis, Ekonomi & Akuntansi, Universitas Muhamadiyah Gresik, Februari 2008.
IAI., (2007). PSAK Syariah 104 tentang Akuntansi Istishna'. Jakarta: IAI
Ascarya. (2007). Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada
Buchori, N., S. (2009). Koperasi Syariah. Sidoarjo: Mashun


Download KENDALA DAN TANTANGAN PENERAPAN PSAK 104 AKUNTANSI ISTISHNA' PADA BANK SYARIAH.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca KENDALA DAN TANTANGAN PENERAPAN PSAK 104 AKUNTANSI ISTISHNA' PADA BANK SYARIAH. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

SISTEM AKUNTANSI PENGELUARAN KAS

Judul: SISTEM AKUNTANSI PENGELUARAN KAS
Penulis: Ethics Novita


SISTEM AKUNTANSI PENGELUARAN KAS
PENGERTIAN SISTEM AKUNTANSI PENGELUARAN KAS
Menurut Mulyadi (2001) dalam bukunya, sistem akuntansi adalah organisasi formulir, catatan dan laporan yang dikoordinasikan sedemikian rupa untuk menyediakan informasi akuntansi keuangan yang dibutuhkan oleh manajemen untuk menentukan kebijakan dalam pengelolaan kinerja perusahaan.
Menurut Soemarso (2002) dalam bukunya, kas didefinisikan segala sesuatu (baik yang berbentuk uang atau logam) yang dapat tersedia dengan segera dan diterima sebagai alat pelunasan kewajiban pada nilai nominalnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Sistem akuntansi pengeluaran kas pada umumnya didefinisikan sebagai organisasi formulir, catatan dan laporan yang dibuat untuk melaksanakan kegiatan pengeluaran baik dengan cek maupun uang tunai untuk mempermudah setiap pembiayaan pengelolaan perusahaan.
Ada juga pengertian lain, sIstem akuntansi pengeluaran kas merupakan sistem yang digunakan untuk mencatat seluruh transaksi pengeluaran kas, yang meliputi serangkaian proses kegiatan menerima, menyimpan, menyetor, membayar, menyerahkan dan mempertanggungjawabkan pengeluaran uang yang berada dalam pengelolaan suatu perusahaan. Sistem akuntansi pengeluaran kas terdiri dari dua sistem pokok, yaitu sistem akuntansi pengeluaran kas dengan cek dan sistem pengeluaran kas dengan uang tunai melalui sistem dana kas kecil.
SISTEM AKUNTANSI PENGELUARAN KAS DENGAN CEK
Sistem akuntansi pengeluaran kas dengan menggunakan cek biasanya ditujukan untuk pengeluaran yang jumlah nominalnya besar.
Pengeluaran kas dengan sistem cek ini mempunyai beberapa kebaikan ditinjau dari pengendalian intern, diantaranya :
Pengeluaran kas dengan cek dapat menjamin bahwa cek yang dikeluarkan diterima oleh pihak yang namanya tercantum dalam formulir cek.
Transaksi pengeluaran kas dapat direkam oleh bank sebagai pihak luar yang kemudian pihak bank akan mengirimkan rekening koran kepada perusahaan. Rekening koran ini dapat digunakan perusahaan untuk mengecek ketelitian catatan transaksi pengeluaran kas.
Pengeluaran kas dengan cek juga memberikan manfaat tambahan yaitu adanya cancelled chek yang merupakan tanda terima kas dari pihak yang menerima pembayaran. Dengan penggunaan cek dalam pengeluaran kas, check issuer secara otomatis menerima tanda terima kas dari pihak yang menerima pembayaran.
Berdasarkan uraian di atas maka pengeluaran kas dengan menggunakan cek sangat berguna sekali bagi perusahaan karena dapat ditelusur penggunaan cek tersebut. Penelusuran tersebut dapat dilakukan melalui rekonsiliasi bank. Berikut dokumen, catatan, fungsi terkait, jaringan prosedur dan unsur pengendalian intern yang membentuk sistem akuntansi pengeluaran kas dengan cek :
Dokumen yang digunakan
Dokumen yang digunakan dalam sistem akuntansi pengeluaran kas dengan cek adalah :
Bukti Kas Keluar (BKK)
Dokumen ini berfungsi sebagai perintah pengeluaran kas kepada bagian kasa sebesar yang tercantum dalam dokumen tersebut. BKK ini juga dikirimkan kepada kreditur sebagai surat pemberitahuan dan sebagai dokumen sumber bagi pencatatan berkurangnya utang.
Cek
Cek merupakan dokumen perintah kepada bank untuk melakukan pembayaran sejumlah uang kepada pihak/orang yang tercatum dalam dokumen tersebut.
Permintaan cek
Dokumen ini berfungsi sebagai permintaan dari fungsi yang memerlukan pengeluaran kas kepada fungsi akuntansi untuk membuat bukti kas keluar
Catatan Akuntansi yang Digunakan
Catatan akuntansi yang digunakan dalam sistem akuntansi pengeluaran kas dengan cek adalah :
Jurnal pengeluaran kas
Catatan ini digunakan untuk mencatat segala pengeluran kas yang dilakukan oleh perusahaan. Dokumen sumber yang dipakai sebagai dasar pencatatan dalam jurnal ini adalah faktur dari pemasok yang telah dicap "lunas" oleh fungsi kas.
Register cek
Register cek ini digunakan untuk mencatat cek-cek perusahaan yang dikeluarkan untuk pembayaran para kreditur perusahaan atau pihak lain.
Fungsi Terkait
Fungsi yang terkait dengan sistem akuntansi pengeluaran kas dengan cek adalah :
Fungsi yang memerlukan pengeluaran kas
Fungsi ini biasanya mengajukan cek kepada fungsi akuntansi (bagian utang) jika memerlukan pengeluaran kas untuk suatu kepentingan perusahaan. Permintaan cek ini harus mendapatkan persetujuan dari kepala fungsi yang bersangkutan. Jika perusahaan menggunakan voucher payable system maka bagian utang membuat bukti kas keluar untuk memungkinkan bagian kasa mengisi cek sejumlah permintaan yang diajukan oleh fungsi yang memerlukan pengeluaran kas.
Fungsi Kas
Fungsi ini bertanggung jawab dalam mengisis cek, memintakan otorisasi cek dan mengirimkan cek kepada kreditur via pos atau membayarkan secara langsung kepada kreditur atau melakukan pemindahbukuan melalui jasa perbankan.
Fungsi Akuntansi
Fungsi ini bertanggung jawab atas (a) pencatatan pengeluaran kas yang menyangkut biaya dan sediaan, pencatatan transaksi pengeluaran kas dalam jurnal pengeluaran kas atau register cek, dan pembuatan BKK yang memberikan otorisasi kepada fungsi kas dalam mengeluarkan cek sebesar yang tercantum dalam dokuemen tersebut.
Fungsi Pemeriksa Intern
Fungsi ini bertanggung jawab untuk melakukan penghitungan kas secara periodik dan mencocokkan hasil penghitungannya dengan saldo kas menurut catatan akuntansi. Selain itu, fungsi ini juga melakukan pemeriksaan secara mendadak terhadap saldo kas yang ada di tangan dan membuat rekonsiliasi secara periodik.
Jaringan Prosedur yang Membentuk Sistem
Berikut merupakan jaringan prosedur yang membentuk sistem akuntansi pengeluaran kas dengan cek :
Prosedur Permintaan Cek
Fungsi yang memerlukan pengeluaran kas mengajukan permintaan pengeluaran kas dengan mengisi permintaan cek. Dokumen ini dimintakan otorisasi dari kepala fungsi yang bersangkutan dan kirimkan ke fungsi akuntansi sebagai dasar pembuatan BKK.
Prosedur Pembuatan BKK
Dalam prosedur ini, bagian utang (Fungsi akuntansi) membuat BKK. BKK ini berfungsi sebagai perintah kepada fungsi kas untuk mengisi cek sejumlah yang tercantum pada dokumen cek dan mengirimkan cek kepada kreditur yang namanya ditulis dalam dokumen cek tersebut.
Prosedur Pembayaran Kasa
Dalam prosedur ini, fungsi kas mengisi cek, meminta tanda tangan atas cek kepada pejabat berwenang dan mengirimkan cek tersebut kepada kreditur yang namanya tercantum BKK.
Prosedur Pencatatan Pengeluaran Kas
Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat pengeluaran kas ke dalam jurnal pengeluaran kas atau register cek.
Unsur pengendalian intern
Organisasi
fungsi penyimpanan kas harus terpisah dari fungsi akuntansi
transaksi penerimaan & pengeluaran kas tidak boleh dilaksanakan sendiri oleh Bagian Kasa sejak awal sampai akhir, tanpa campur tangan dari fungsi lain
Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan
pengeluaran kas harus mendapat otorisasi dari pejabat yg berwenang
pembukaan & penutupan rekening bank harus mendapatkan persetujuan dari pejabat yg berwenang
pencatatan dalam jurnal pengeluaran kas (atau dalam metode pencatatan tertentu dalam register cek) harus didasarkan bukti kas keluar yg telah mendapat otorisasi dari pejabat yg berwenang & yg dilampiri dgn dokumen pendukung yg lengkap
Praktik yang sehat
saldo kas yg ada di tangan harus dilindungi dari kemungkinan pencurian atau penggunaan yg tidak semestinya
dokumen dasar & dokumen pendukung transaksi pengeluaran kas harus dibubuhi cap "lunas" oleh Bagian Kasa setelah transaksi pengeluaran kas dilakukan
penggunaan rekening koran bank (bank statement), yg merupakan informasi dari pihak ketiga, untuk mengecek ketelitian catatan kas oleh fungsi pemeriksa intern (internal audit function) yg merupakan fungsi yg tidak terlibat dalam pencatatan & penyimpanan kas
semua pengeluaran kas harus dilakukan dgn cek atas nama perusahaan penerima pembayaran atau dgn pemindah-bukuan
jika pengeluaran kas hanya menyangkut jumlah yg kecil, pengeluaran ini dilakukan sistem akuntansi pengeluaran kas melalui dana kas kecil, yg akuntansinya diselenggarakan dgn imprest system
secara periodik diadakan pencocokan jumlah fisik yg ada di tangan dgn jumlah kas menurut catatan akuntansi
kas yg ada di tangan (cash in safe) dan kas yg ada di perjalanan (cash in transit) diasuransikan dari kerugian
kasir diasuransikan (fidelity bond insurance)
kasir dilengkapi dgn alat-alat yg mencegah terjadinya pencurian terhadap kas yg ada di tangan (misalnya mesin register kas, almari besi, & strong room)
semua nomor cek harus dipertanggung-jawabkan oleh Bagian Kasa
Flowchart sistem akuntansi pengeluaran kas dengan cek
BAGIAN JURNAL BAGIAN UTANG BAGIAN KASA
3
MULAI


DARI BAG. PEMBELIAN


DP

FAKTUR DARI PEMASOK

FAKTUR DARI PEMASOK




4

JURNAL PENGELUARAN KAS

JURNAL PEMBELIAN

1

FDP= Faktur dari pemasok
DP= Dokumen pendukung

Selesai
N
Kartu utang
Pada saat faktur jatuh tempo
2
Disimpan menurut tgl jatuh tempo faktur bersama DP
FAKTUR DARI PEMASOK
DP
4
FAKTUR DARI PEMASOK
T
1
Ke Kreditur
3
FDP
CEK
DP
Mengisi cek dan meminta otorisasi cek
FAKTUR DARI PEMASOK
2

SISTEM AKUNTANSI PENGELUARAN KAS DENGAN UANG TUNAI MELALUI SISTEM DANA KAS KECIL
Sistem dana kas kecil digunakan perusahaan jika terjadi pengeluaran dengan nominal kecil. Sistem ini dilakukan dengan dua cara yaitu sistem saldo berfluktuasi (fluctuating fund balance system) dan sistem saldo tetap (imprest system). Flowchart  pengeluaran kas dengan dana kas kecil disajikan dalam lampiran.
Penyelenggaraan dana kas kecil dengan sistem saldo berfluktuasi dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
Pembentukan dana kas kecil dicatat dengan mendebit rekening Dana Kas Kecil
Pengeluaran dana kas kecil dicatat dengan mengkredit rekening Dana Kas Kecil sehingga setiap saat saldo rekening berfluktuasi
Pengisian kembali dana kas kecil dilakukan dengan jumlah sesuai keperluan, dan dicatat dengan mendebit rekening Dana Kas Kecil.
Dalam sistem saldo tetap, penyelenggaraan dana kas kecil dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
Pembentukan dana kas kecil dilakukan dengan cek dan dicatat mendebit rekening Dana Kas Kecil. Saldo ini tidak boleh berubah dari yang telah ditetapkan sebelumnya kecuali jika saldo yang ditetapkan telah dinaikkan atau dikurangi.
Pengeluaran dana kas kecil tidak dicatat dalam jurnal (rekening Dana Kas Kecil tidak dikredit). Bukti-bukti mengenai pengeluaran dana kas kecil dikumpulkan saja dalam arsip sementara yang diselenggarakan oleh pemegang dana kas kecil.
Pengisian kembali dana kas kecil dilakukan sejumlah rupiah yang tercantum dalam kumpulan bukti pengeluaran kas kecil.
Berikut dokumen, catatan akuntansi, fungsi terkait dan jaringan prosedur yang membentuk sistem dana kas kecil :
Dokumen yang Digunakan
Dokumen yang digunakan dalam sistem dana kas kecil antara lain:
BKK
Dokumen ini berfungsi sebagai perintah pengeluaran kas dari fungsi akuntansi kepada fungsi kas sebesar yang tercantum. Dokumen ini diperlukan saat pembentukan dana kas kecil dan pada saat pengisian kembali dana kas kecil.
Cek
Cek merupakan dokumen perintah kepada bank untuk melakukan pembayaran sejumlah uang kepada pihak / orang yang tercatum dalam dokumen tersebut.
Permintaan pengeluaran kas kecil
Dokumen ini digunakan oleh pemakai dana kas kecil untuk meminta uang ke pemegang dana kas kecil. Dokumen ini berfungsi sebagai bukti telah dikeluarkannya dana kas kecil bagi pemegang dana kas kecil dan selanjutnya diarsip menurut nama pemakai dana kas kecil.
Bukti pengeluaran kas kecil
Dokumen ini dibuat oleh pemakai dana kas kecil untuk mempertanggungjawabkan pemakaian dana kas kecil. Dalam sistem saldo tetap, bukti dokumen ini dilampiri dengan dokumen pendukungnya dan disimpan dalam arsip sementara oleh pemegang dana kas kecil untuk keperluan pengisian kembali, sedangkan dalam sistem saldo berfluktuasi, dokumen ini dilampiri dengan dokumen pendukungnya dan diserahkan oleh pemegang dana kas kecil kepada fungsi akuntansi untuk dicatat dalam jurnal pengeluaran dana kas kecil.
Permintaan pengisian kembali kas kecil
Dokumen ini dibuat oelh pemegang dana kas kecil untuk meminta kepada bagian utang agar membuat BKK untuk pengisian kembali dana kas kecil. Dalam sistem saldo tetap maka jumlah pengisian kembali dana kas kecil sebesar jumlah uang tunai yang dikeluarkan sesuai yang tercantum dalam bukti pengeluaran kas kecil yang dikumpulkan dalam arsip pemegang dana kas kecil. Dalam sistem saldo berfluktuasi, pengisian kembali didasarkan sesuaikebutuhan pengeluran uang tunai yang diperkirakan oleh pemegang dana kas kecil.
Catatan Akuntansi yang Digunakan
Catatan akuntansi yang digunakan dalam sistem dana kas kecil diantaranya :
Jurnal pengeluaran kas
Jurnal ini digunakan untuk mencatat pengeluaran kas dalam pembentukan dana kas kecil dan dalam pengisian kembali kas kecil.
Register Cek
Catatan ini digunakan untuk mencatat cek perusahaan yang dikeluarkan untuk pembentukan dan pengisian kembali dana kas kecil.
Jurnal pengeluaran kas kecil
Jurnal ini merupakan jurnal khusus untuk mencatat pengeluaran dana kas kecil sekaligus sebagai alat distribusi pendebitan yang timbul sebagai akibat pengeluaran dana kas kecil. Jurnal ini digunakan hanya dalam sistem saldo berfluktuasi.
Fungsi Terkait
Fungsi yang terkait dalam sistem akuntansi pengeluaran kas adalah :
Fungsi kas
Fungsi ini bertanggungjawab dalam mengisi cek, memintakan otorisasi cek, dan menyerahkan cek kepada pemegang dana kas kecil pada saat pembentukan dan pengisian kembali dana kas kecil.
Fungsi akuntansi
Fungsi ini bertanggungjawab atas pencatatan pengeluaran kas kecil yang menyangkut biaya dan persediaan, pencatatan transaksi pembentukan dan pengisian kembali dana kas kecil, pencatatan pengeluaran dana kas kecil dalam jurnal pengeluaran dana kas kecil dan pembuatan BKK yang memberikan otorisasi kepada fungsi kas dalam mengeluarkan cek sebesar yang tercantum dalam dokumen tersebut.
Fungsi pemegang kas kecil
Fungsi ini bertanggungjawab atas penyimpanan dana kas kecil, pengeluaran dana kas kecil sesuai dengan otorisasi dari pejabat tertentu yang ditunjuk, dan permintaan kembali dana kas kecil.
Fungsi yang memerlukan pembayaran tunai
Fungsi ini mengajukan permintaan untuk melakukan pembayaran tunai yang menggunakan dana kas kecil.
Fungsi pemeriksa intern
Fungsi ini bertanggungjawab atas penghitungan dana kas kecil secara periodic dan pencocokan hasil penghitungan dengan catatan kas.
Jaringan Prosedur yang Membentuk Sistem
Jaringan prosedur yang membentuk sistem akuntansi pengeluaran kas antara lain:
Prosedur pembentukan dana kas kecil
Prosedur dalam sistem saldo tetap dan berfluktuasi tidak berbeda jauh. Bagian utang mencatat pembentukan dana kas kecil dengan mendebet Dana Kas Kecil dan mengkredit BKK yang akan dibayar. BKK tersebut dilampiri dengan Surat keputusan pembentukan dana kas kecil yang diserahkan oleh bagian utang ke bagian kasa. Selanjutnya bagian kasa membuat cek atas nama dan memintakan otorisasi. Cek tersebut kemudian diserahkan kepada pemegang dana kas kecil dan BKK diserahkan kepada bagian jurnal stelah dibubuhi cap "lunas" oleh bagian kasa. Bagian jurnl selanjutnya mencatat pengeluaran kas dalam register cek.
Prosedur Permintaan dan Pertanggungjawaban Pengeluaran Dana Kas Kecil
Prosedur dana kas kecil yang menggunakan sistem saldo tetap sedikit berbeda dengan sistem saldo yang berfluktuasi. Pada sistem saldo tetap, pengeluaran dana kas kecil tidak dicatat dalam catatan akuntansi, pemegang dana kas kecil hanya mengarsipkan dokumen permintaan pengeluaran kas kecil berdasarkan abjad nama pemakai dana kas kecil. Pada sistem saldo berfluktuasi, saldo rekening dana kas kecil dalam buku besar dibiarkan berfluktuasi sesuai dengan jumlah pengisian dan pemakaian dana kas kecil.
Prosedur Pengisian Kembali Kas Kecil
Prosedur pengisian kembali dana kas kecil dalam sistem saldo tetap berbeda dengan sistem saldo berfluktuasi. Perbedaannya adalah dalam saldo tetap didasarkan atas jumlah uang tunai yang telah dikeluarkan menurut bukti pengeluaran kas kecil sedangkan dalam saldo berfluktuasi didasarkan atas taksiran jumlah uang tunai yang diperlukan oleh pemegang dana kas kecil.
Flowchart sistem akuntansi pengeluaran kas dengan uang tunai melalui dana kas kecil
BAGIAN UTANG BAGIAN KASA PEMEGANG DANA KAS KECIL BAGIAN JURNAL
3
MULAI



Surat keputusan

SK

BKK1


Membuat bukti kas keluar


4


SK

3

2

BKK1





Mencatat nomor cek pd register BKK

CEK

1

Dikirim ke bag. Kartu Persediaan dan Kartu biaya untuk diarsipkan



Register BKK

Setelah bag. Kasa membubuhkan cap lunas pd BKK dan dok. Pendukung dan mncatat no. cek pada BKK
3
2
SK
1
BKK 3
Mengisi cek dan memintakan tanda tangan atas cek
BKK1
3
SK
1
BKK = Bukti kas keluar
SK = Surat keputusan
N
Menyimpan uang tunai
Menguangkan cek ke bank
CEK
BKK 3
2
N
Register cek
BKK 1
SK
4

132.a. prosedur pengeluaran dana kas kecil dengan imprest systemDPPemegang Dana Kas KecilPemakai Dana Kas KecilMulaiMembuat permintaan pengeluaran kas kecil2PPKK 11Mengeluarkan uang & mengumpulkan bukti pendukung2PPKK 1NMembuat bukti pengeluaran kas kecilDPBPKK 34PPKK 2SelesaiN12PPKK 1Menyerahkan uang kpd peminta2PPKK 12Bersama dgn penyerahan uang tunai3DPPPKK 1BPKKMemeriksa pertanggung-jawaban pemakaian dana kas kecil2PPKK 1BPKKN4Dikembalikan kpd pemakai dana kas kecil setelah dibubuhi cap lunasADiarsipkan sampai dgn saat pengisian kembali kas kecilPPKK = Permintaan Pengeluaran Kas KecilBPKK = Bukti Pengeluaran Kas KecilDP = Dokumen Pendukung
142.b. prosedur pengeluaran dana kas kecil dengan fluctuating-fund-balance systemDPPemegang Dana Kas KecilPemakai Dana Kas KecilMulaiMembuat permintaan pengeluaran kas kecil2PPKK 11Mengeluarkan uang & mengumpulkan bukti pendukung2PPKK 1NMembuat bukti pengeluaran kas kecilDPBPKK 34PPKK 2SelesaiN12PPKK 1Menyerahkan uang kpd peminta2PPKK 12Bersama dgn penyerahan uang tunai3DPPPKK 1BPKKMemeriksa pertanggung-jawaban pemakaian dana kas kecil2PPKK 1BPKK4Dikembalikan kpd pemakai dana kas kecil setelah dibubuhi cap lunasAPPKK = Permintaan Pengeluaran Kas KecilBPKK = Bukti Pengeluaran Kas KecilDP = Dokumen Pendukung5DPPPKK 1BPKKDPPPKK 1BPKK5Jurnal pengeluaran dana kas kecil66Kartu biayaNBagian JurnalBagian Kartu Biaya
KESIMPULAN
Sistem akuntansi adalah organisasi formulir, catatan dan laporan yang dikoordinasikan sedemikian rupa untuk menyediakan informasi akuntansi keuangan yang dibutuhkan oleh manajemen untuk menentukan kebijakan dalam pengelolaan kinerja perusahaan. Kas didefinisikan segala sesuatu (baik yang berbentuk uang atau logam) yang dapat tersedia dengan segera dan diterima sebagai alat pelunasan kewajiban pada nilai nominalnya. Sistem akuntansi pengeluaran kas pada umumnya didefinisikan sebagai organisasi formulir, catatan dan laporan yang dibuat untuk melaksanakan kegiatan pengeluaran baik dengan cek maupun uang tunai untuk mempermudah setiap pembiayaan pengelolaan perusahaan. Ada juga pengertian lain, sIstem akuntansi pengeluaran kas merupakan sistem yang digunakan untuk mencatat seluruh transaksi pengeluaran kas, yang meliputi serangkaian proses kegiatan menerima, menyimpan, menyetor, membayar, menyerahkan dan mempertanggungjawabkan pengeluaran uang yang berada dalam pengelolaan suatu perusahaan. Sistem akuntansi pengeluaran kas terdiri dari dua sistem pokok, yaitu sistem akuntansi pengeluaran kas dengan cek dan sistem pengeluaran kas dengan uang tunai melalui sistem dana kas kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi. SISTEM AKUNTANSI. Edisi 3. 2001. Yogyakarta : Bagian Penerbitan Universitas GajahMada Yogyakarta.2001.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistemhttp://tjiaieming.blogspot.com/2012/04/sistem-informasi-akuntansi-pengeluaran.html
http://kartikaside.blogspot.com/2011/08/akuntansi-pengeluaran-kas.html


Download SISTEM AKUNTANSI PENGELUARAN KAS.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca SISTEM AKUNTANSI PENGELUARAN KAS. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

Strategi Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual di Negara Lain

Judul: Strategi Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual di Negara Lain
Penulis: Andang S


A.Pendahuluan
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki kualitas kinerja, tranparansi, dan akuntabilitas pemerintahan di Indonesia. Upaya ini mendapat momentum dengan dilakukannya reformasi keuangan negara berupa diterbitkannya tiga paket undang-undang di bidang keuangan negara yaitu UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Negara.
Perubahan dari basis kas menjadi basis akrual dalam akuntansi pemerintahan merupakan bagian reformasi bidang keuangan negara seperti yang diamanatkan dalam UU Nomor 17 tahun 2003.Banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan penggunaan basis akrual yakni dapat menghasilkan data keuangan yang rinci dalam hal penelusuran kejadian ekonomi suatu transaksi, sehingga mencapai tingkat transparasi, akuntabilitas dan auditabilitas yang dinginkan oleh pengguna akhir laporan keuangan.Tetapi ada juga pendapat bertentangan yang menyatakan tingginya transparabilitas dan akuntabilitas basis akrual daripada basis kas menimbulkan biaya implementasi yang lebih mahal, kinerja yang lebih banyak, interpretasi yang beragam dari pemakai sistem, dan secara keseluruhan lebih kompleks.Oleh karena itu ada negara yang berhasil dalam penerapan implementasi akuntansi basis akrual seperti New Zealand dan Australia, tetapi adapula yang gagal seperti Nepal dan Fiji.
Penentuan keberhasilan implementasi akuntansi secara akrual antara lain dipengaruhi oleh Kehati-hatian dalam memilih strategi penerapan akrual basis, komitmen politik, mengkomunikasikan tujuan, cukupnya tenaga akuntan yang handal, sistem akuntansi informasi yang memadai, badan audit tertinggi harus memiliki sumberdaya yang tepat. Untuk itulah, dengan memperhatikan seluruh aspek dan kondisi yang terjadi di Indonesia, Pemerintah mengambil strategi untuk menerapkan akuntasi berbasis akrual secara bertahap dibandingkan dengan big bang. Harapan besar agar Indonesia dapat berhasil menerapkan akuntansi akrual secara penuh di tahun 2015.
Akuntansi Berbasis Akrual
Dalam reformasi di bidang keuangan negara, perubahan yang paling signifikan adalah perubahan di bidang akuntansi pemerintahan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah pusat akan menerapkan akuntansi berbasis akrual. Pasal 12 dan 13 UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa pendapatan dan belanja dalam APBN dicatat menggunakan basis akrual. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa basis akrual dapat memberikan informasi keuangan yang lebih lengkap daripada basis lainnya.
Pengertian basis akrual berdasarkan PSAP 01 adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Basis akrual ini berbeda dengan basis kas yang pengakuan transaksi dan peristiwa lainnya tersebut ditentukan oleh ada tidaknya aliran kas baik untuk kas masuk maupun kas keluar. Dalam basis akrual, pendapatan diakui pada saat hak telah diperoleh (earned) dan beban (belanja) diakui pada saat kewajiban timbul atau sumber daya dikonsumsi. Pengakuan aset dilakukan pada saat potensi ekonomi masa depan diperoleh dan mempunyai nilai yang dapat diukur dengan andal, dan kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban timbul.
Secara sederhana, dikatakan bahwa penerapan akuntansi berbasis akrual ditujukan untuk mengatasi ketidakcukupan basis kas untuk memberikan data yang lebih akurat. Penggunaan basis akrual dapat memberikan gambaran keuangan pemerintah yang lebih informatif yang nantinya dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan pemerintah. Manfaat penerapan basis akrual, menurut H Thompson, mencakup hal-hal dibawah ini:
Menyediakan gambaran yang utuh atas posisi keuangan pemerintah
Menunjukkan bagaimana aktivitas pemerintah dibiayai dan bagaimana pemerintah dapat memenuhi kebutuhan kasnya.
Menyediakan informasi yang berguna tentang tingkat yang sebenarnya kewajiban pemerintah
Meningkatkan daya pengelolaan asset dan kewajiban pemerintah.
Basis akrual sangat familiar pada lebih banyak orang dan lebih komprehensif dalam penyajian informasinya.
Prinsip dan standar yang dapat diterima umum membentuk basis transaksi pelaporan.
Menyediakan data yang lebih meningkat ketika pemerintah melakukan kegiatan perencanaan dan pengambilan keputusan ekonomi.
Secara signifikan memperkuat pengelolaan dan pengembangan anggaran khususnya melalui pengakuan dan pengendalian asset dan kewajiban pemerintah.
Statistik Keuangan Pemerintah (GFS) yang dipraktekkan secara internasional berbasis akrual.
Perubahan basis akuntansi dari basis kas ke basis akrual di Indonesia tidak dilakukan secara spontan (big bang). Implementasi akuntansi berbasis akrual dilakukan secara bertahap dengan menggunakan basis kas menuju akrual (Cash Toward Accrual) sebagai jembatan pada masa transisi dari basis kas ke basis akrual.
B.Strategi Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual di Negara Lain
Sebelum Indonesia memutuskan untuk menerapkan sistem akuntansi pemerintahan berbasis akrual, sebelumnya telah banyak negara-negara lain di dunia yang telah menerapkan akuntansi berbasis akrual untuk pencatatan keuangan sektor publiknya. Namun,implementasi akuntansi berbasis akrual di negara-negara tersebut tidak semuanya berjalan sesuai harapan, ada negara yang sukses menerapkan akuntansi akrual di negaranya seperti Selandia Baru dan Australia, namun ada juga yang gagal misalnya Nepal dan Fiji.
Mempelajari strategi penerapan akuntansi akrual di negara lain sangat bermanfaat bagi Indonesia agar pemerintah mampu memilih dan memilah langkah dan strategi yang tepat untuk diterapkan di Indonesia serta mampu pula menghindari kesalahan penerapan sebagaimana negara-negara yang belum berhasil mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual. Berikut ini akan dijelaskan mengenai implementasi sistem akuntansi pemerintahan berbasis akrual di Selandia Baru, Australia, Nepal, dan Fiji termasuk latar belakang penerapan, faktor-faktor pendukung, dan upaya-upaya pemerintah di sana dalam menyukseskan program tersebut.
1.Selandia Baru
Latar Belakang
Pada tahun 1980-an terjadi fenomena perubahan gaya manajemen di sektor publik akibat stagnansi ekonomi yang menghantam beberapa negara seperti Selandia Baru, Australia dan Inggris. Fenomena perubahan ini popular disebut New Public Management. Alasan utamanya adalah ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja Pemerintah yang dianggap tidak efisien dan efektif dalam pengelolaan sumber daya pada tahun 1970-an dan 1980-an. Ketidakpuasan ini dipicu oleh keadaan utang pemerintah yang terus meningkat, pajak lebih tinggi, dan turunnya pertumbuhan ekonomi. Dalam banyak kasus pemerintah diminta untuk mereview perannya dalam kegiatan dan operasi serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Pemerintah diinginkan untuk berbuat lebih banyak dengan diiringi tuntutan agar manajer sektor publik menjadi lebih akuntabel (Buhr, 2010:12)..
Periode 1970an hingga periode 1980an, Selandia Baru terus mengalami pembengkakan utang, dari 21% di tahun 1975 hingga mencapai 57,2% dari total GDP di tahun 1987. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan bagi pemerintah untuk melakukan reformasi di sektor publiknya termasuk dengan sistem akuntansi yang digunakan. Pemerintah Selandia Baru mengeluarkan rekomendasi perbaikan tata kelola keuangan, antara lain dengan menyiapkan pengukuran kinerja yang lebih sesuai dan spesifik, pendefinisian kembali tujuan dari sistem yang akan digunakan, pengadopsian akuntansi akrual secara penuh, serta perubahan dalam penekanan pelaporan yang dihasilkan (dari pelaporan yang berorientasi input ke output).
Selandia Baru menjadi negara pertama yang sepenuhnya melaksanakan akuntansi akrual baik di tingkat nasional dan lembaga. Reformasi akuntansi akrual di Selandia Baru merupakan paling komprehensif di antara semua negara. Reformasi ini bertujuan untuk mencapai efisiensi. Untuk mencapai tujuan ini Selandia Baru menjalankan tiga kebijakan yaitu memisahkan fungsi komersial dari operasi pemerintah lainnya, menguatkan garis pertanggungjawaban menteri dan eksekutif dan merancang anggaran dan sistem manajemen keuangan untuk meningkatkan pengukuran kinerja sektor publik. Tiga kebijakan ini mempengaruhi adopsi akuntansi akrual di Selandia Baru.
Tahapan Implementasi
Departemen Keuangan Selandia Baru sudah mulai mempersiapkan akuntansi akrual pada tahun 1987. Public Finance Act diundangkan pada tanggal 1 Juli 1989. Undang-undang tersebut yang menjelaskan penggunakan metode akuntansi akrual untuk penganggaran dan pelaporan keuangan. Undang-undang juga mendefinisikan atribut dari manajemen fiskal yang baik, dan memastikan pemerintah memenuhi kriteria tertentu.
Pada tahun 1992 Selandia Baru berhasil membuat laporan keuangan dengan akuntansi akrual di seluruh entitas pemerintah. Selandia Baru butuh tiga tahun untuk menerapkan akuntansi akrual dan empat tahun untuk menghasilkan laporan keuangan konsolidasi untuk seluruh pemerintah (Beerson B,2011:17). Secara keseluruhan, reformasi keuangan di Selandia Baru menghasilkan perubahan positif yaitu peningkatan akuntabilitas, kinerja keuangan yang lebih baik, mencapai efisiensi dan pengurangan staf.
Sejak tahun 1994, pemerintah Selandia Baru telah berhasil mengeluarkan laporan keuangan konsolidasi bulanan, setengah tahun, dan tahunan untuk seluruh negara bagian, yang menyediakan gambaran yang lebih komprehensif terhadap seluruh sumber daya negara tersebut.
Lingkungan yang Mendukung Implementasi
Terdapat beberapa faktor yang mendukung Implementasi akuntansi pemerintahan berbasis akrual di Selandia Baru, diantaranya :
1. Key people, adalah orang-orang yang berperan penting dalam proses reformasi keuangan yang dilakukan. Orang-orang tersebut terdiri dari politisi di dewan, bendahara negara di kementerian (treasury), dan pejabat penyusun laporan keuangan (financial management support service).
2. Axial principles, mencakup pemikiran konseptual dan penerapan ide-ide dan pengetahuan teoritis ke dalam prinsip yang disepakati dan digunakan dalam praktik. Komitmen dalam menjalankan panduan yang telah disepakati membuat proses yang dijalankan menjadi lebih komprehensif dibandingkan di negara-negara lainnya. Komitmen tersebut berupa peniadaan intervensi politis selama adopsi sistem akuntansi akrual dilakukan serta pemberian insentif yang tepat dan sesuai bagi pelaksana keuangan negara untuk memacu kinerja dan tercapainya efektifitas di sektor publik.
3. Communicating ideas, merupakan penggunaan beragam sarana dalam penyampaian ide, informasi, dan rencana agar memperoleh timbal balik yang positif dari semua pelaksana keuangan negara selama proses reformasi keuangan dilakukan. Interaksi yang terjadi selama prosesnya juga semakin meluas tidak hanya melibatkan orang-orang dalam suatu atau antar organisasi pemerintah, tetapi juga telah melibatkan orang-orang di tataran international level (seperti OECD, IMF, dan Bank Dunia), national level (seperti antar kementerian dan antar partai di parlemen), community level (seperti organisasi formal dan informal di masyarakat), organizational/institutional level (seperti lembaga pengawas keuangan negara dan organisasi akuntan), dan sub-organizational/sub-institutional level (seperti antar unit-unit kerja di berbagai lembaga negara).
4. Contextual determinants, adalah kondisi atau peristiwa yang relevan dan berpengaruh dalam proses reformasi yang dilakukan di Selandia Baru. Peristiwa-peristiwa tersebut antara lain:
a. Krisis ekonomi di periode 1970an.
b.Pemilihan umum 1984 yang mengangkat David Lange sebagai Perdana Menteri dengan membawa gagasan ekonomi baru di tengah krisis keuangan yang menerpa Selandia Baru.
c.Political will para politisi yang mendukung reformasi yang dilakukan.
d. Sistem politik di Selandia Baru yang dijalankan dengan sistem satu kamar (one legislative chamber) sehingga segala rencana yang disusun pemerintah dan dimasukkan ke dewan untuk disetujui tidak memerlukan waktu yang relatif lama, sehingga sering diartikan bahwa proses yang dijalankan antara legislatif dan pemerintah essentially non-negotiable.
5. Ethos, merepresentasikan ide dimana orang-orang dari organisasi-organisasi yang berbeda saling bekerja sama dengan sikap terbuka untuk melakukan reformasi dalam pemerintahan. Hubungan kerja sama yang terjadi seperti antara perdana menteri David Lange dan para bendahara negara di kementerian dan lembaga negara lainnya. Hubungan tersebut menimbulkan simpati dari para pegawai pemerintah dimana mereka merasa dilibatkan dan memiliki peran dalam reformasi yang sedang dijalankan. Hal ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di periode-periode sebelumnya sehingga disebut sebagai bureaucratic revolution.
6. Knowledge, mencakup theoritical knowledge, experiential knowledge, dan precedents.
a.Theoritical knowledge, merupakan filosofi managerial dan pemahaman ekonomi yang diperoleh dari beragam literatur. Sebagai contoh, pemerintah membuat keseimbangan antara kebijakan ekonomi makro dan mikro yang berasal dari beragam literatur sebagai asal muasal reformasi sistem dan manajemen yang dilakukan.
b.Experiential knowledge, mengacu kepada pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari beberapa orang. Sebagai contoh, pemahaman mengenai masalah yang dihadapi oleh para pegawai pemerintah dan tata kelola yang dijalankan diperoleh melalui akumulasi pengalaman dari lembaga-lembaga pemerintah dari beberapa periode yang lalu.
c.Precedents, merepresentasikan waktu dan kebergunaan di masa lalu. Contohnya adalah penerapan akuntansi akrual bukan pertama kalinya diterapkan di Selandia Baru di periode 1980an tersebut. Hal tersebut pernah dipakai dalam penyusunan neraca keuangan pemerintah di tahun 1922-1940. Penelusuran lalu dilakukan dan ditemukan bahwa masalah yang terjadi dalam pelaporan keuangan saat itu adalah akuntansi berbasis kas yang digunakan tidak dapat merefleksikan keuntungan atau kerugian dari suatu aktivitas yang dilakukan, dan terdapat keragaman praktik akuntansi di berbagai organisasi pemerintah saat itu.
7. Innovation, merupakan ukuran terhadap metode atau pendekatan baru yang digunakan. Dalam konteks Selandia Baru, tekanan yang diperoleh pemerintah akibat krisis keuangan di tahun 1970an mengharuskan adanya inovasi yang belum pernah dilakukan guna mengatasi krisis tersebut dalam waktu singkat, dan berhasil dilakukan dalam kepemimpinan perdana menteri David Lange.
8. Information, diperoleh dari data hasil penelitian dan pengalaman yang relevan. Contohnya adalah dalam laporan keuangan yang baru dengan menggunakan basis akrual menyediakan gambaran yang lebih komprehensif mengenai pengelolaan sumber daya oleh pemerintah, yang berujung pada akuntabilitas dan transparansi, serta terfasilitasinya penilaian kinerja pemerintah secara keseluruhan.
9. Concequences, merupakan respon yang diterima akibat perubahan tata kelola sektor publik yang diperoleh melalui akumulasi pengetahuan dan pengalaman serta keinginan untuk menyediakan informasi yang lebih baik dalam pengambilan keputusan pemerintah. Konsekuensi yang diterima pemerintah Selandia Baru adalah akuntansi berbasis akrual yang dijalankan pemerintah secara penuh, serta dengan dukungan dari berbagai faktor di atas, telah berhasil meningkatkan kinerja pemerintah.
Permasalahan Dalam Implementasi dan Penyelesaiannya
Sebagai pionir dalam penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual, Selandia Baru tentu saja menemui berbagai permasalahan yang timbul ketika akan melaksanakan maupun ketika kebijakan tersebut telah dilaksanakan. Adapun jenis-jenis permasalahan dalam implementasi akuntansi pemerintahan berbasis akrual di Selandia Baru antara lain:
1.Akuntansi akrual memerlukan biaya implementasi yang besar
2.Terdapat risiko pengambilan keputusan yang buruk di awal implementasi. Hal ini diakibatkan pemerintah belum terbiasa menggunakan informasi akuntansi akrual
3. Faktor Sumber Daya Manusia
4.Masalah penilaian aset sebagai warisan dari sistem akuntansi berbasis kas yang digunakan sebelumnya.
Dalam menyikapi berbagai permasalahan yang timbul dalam proses implementasi, ada berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah Selandia Baru dalam rangka menyukseskan program transisi menuju akuntansi pemerintahan berbasis akrual, diantaranya :
1.Komitmen untuk Perubahan
Dukungan dari para pemimpin di sektor publik, baik politisi maupun birokrasi, adalah faktor kunci di dalam keberhasilan implementasi rezim manajemen keuangan baru. Pada level stratejik, komponen-komponen di dalam perubahan (reformasi) diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan manfaat lebih perbaikan untuk birokrasi
2.Manajemen Risiko
Beberapa implementasi perubahan membawa risiko signifikan. Manajemen risiko adalah elemen kunci dari implementasi reformasi. Hal ini akan dicapai secara bertahap selama proses reformasi. Contoh, kontrol input yang tersentralisasi akan dipertahankan sebelum suatu departemen berpindah pada rezim baru. Elemen lain dari manajemen risiko meliputi strategi komunikasi yang intensif, melalui sosialisasi/diklat, seminar, majalah, jurnal, artikel di koran, dsb. Upaya komunikasi ini sangat berhasil dalam menanamkan pemahaman umum mengenai kunci-kunci dasar dari reformasi kepada audiens secara luas
3.Penerapan di Departemen
Departemen secara individu menerima persetujuan untuk berpindah ke sistem yang baru. Untuk departemen secara individu, semua elemen kunci dari sistem baru yaitu penganggaran akrual, proses apropriasi, dan proses pelaporan berubah pada saat yang sama.
4.Pelatihan SDM
Undang-undang Keuangan Publik mengharuskan disusunnya laporan keuangan oleh pemerintah Selandia Baru (laporan konsolidasian) dan oleh setiap departemen pemerintah dengan berpedoman pada prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum (PABU/GAAP). Penggunaan PABU sangat memfasilitasi penerapan akuntansi di pemerintahan, dan akan memberikan hasil terbaik dengan didukung oleh orang-orang yang terlatih/berpengalaman, software, dan sistem.Di samping itu, Pemerintah Selandia Baru memiliki sebuah badan akuntansi profesional yang terdiri dari akuntan praktisi, akuntan korporat dan akuntan sektor publik. The Institute of Chartered Accountans of New Zealand (kemudian menjadi the New Zealand Society of Accountans) tertarik dan mendukung proses reformasi.
5.Sistem Akuntansi
Aktivitas besar selama masa reformasi adalah melakukan kontrak signifikan antara departemen departemen dengan perusahaan-perusahaan akuntansi dan penyedia software untuk mendukung sistem informasi dan manajemen keuangan.
6.Akurasi Neraca Pembukaan
Perhatian penting lainnya adalah upaya untuk menyusun neraca awal (pembukaan) dengan selengkap dan seakurat mungkin. Tanpa adanya disiplin untuk menyajikan neraca tahunan dan audit yang merekonsiliasikan antara catatan detil aset dengan buku besarnya, informasi aset di dalam neraca bisa menjadi kurang valid dan tidak informatif.
7.Biaya Modal (Charging for Capital)
Kelemahan umum dari sistem manajemen keuangan pemerintah adalah adanya tendensi ke arah maksimalisasi anggaran (belanja) dan tidak adanya perhatian terhadap pengakumulasian aset yang rendah nilai gunanya. Untuk mengatasi masalah ini Pemerintah Selandia Baru membuat sistem pengenaan biaya pada departemen atas modal yang digunakannya. Biaya modal ini dikenakan terhadap kekayaan bersih (net aset) dari setiap departemen. Sistem biaya modal ini memberikan dorongan agar departemen menghindari pengadaan aset yang kurang bernilai guna.Bagi departemen yang menarik biaya kepada para pengguna layanan yang diberikannya, akan berusaha untuk menghitung biaya produk/output dengan metode biaya penuh (full cost) atau dengan rasionalisasi struktur modal yang berhubungan dengan output (barang/jasa).
8.Alokasi Biaya
Satu persyaratan yang diperlukan untuk memfokuskan sistem manajemen keuangan pada output adalah membangun sistem akuntansi biaya yang dapat mengalokasikan biaya terhadap output. Karena biaya output sudah memasukkan biaya modal, maka dimungkinkan untuk membandingkan biaya output yang dihasilkan suatu departemen dengan biaya output yang serupa yang dihasilkan
pihak lain di sektor publik maupun swasta, dan juga dengan catatan tahun-tahun sebelumnya di departemen yang bersangkutan. Saat ini telah banyak kemajuan dalam area ini dimana departemen-departemen mengidentifikasi biaya per unit output untuk tujuan perbandingan internal maupun untuk benchmarking dengan organisasi-organisasi lain.
2.Australia
Latar Belakang
Australia merupakan negara persemakmuran dan tumbuh sebagai hasil dari migrasi warga inggris pada tahun 1800-an. Oleh karena itu, praktik akuntansi Australia lebih fokus pada informasi yang diperlukan oleh investor dibandingkan dengan keperluan pajak negara tersebut. Dalam perkembangannya, pemerintah Australia menilai bahwa penggunaan basis akrual akan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas informasi laporan keuangan yang kemudian berguna dalam pengambilan keputusan dan akuntabilitas publik. Dengan semakin berkualitas informasi yang didapat, maka pemerintah akan dapat mengambil keputusan yang efisien dan efektif dalam pengelolaan keuangan negara.
Sama halnya dengan Selandia Baru, adopsi akuntansi akrual di Australia untuk sektor publik terjadi selama periode reformasi ekonomi luas, meskipun reformasi Australia barangkali lebih sederhana dibandingkan dengan Selandia Baru. Tekanan muncul pada awal 1990-an untuk meningkatkan efisiensi pemerintah dan meningkatkan kinerja. Reformasi komprehensif pada akhirnya dilakukan dengan cara melaksanakan dua inisiatif yaitu Financial Management Improvement Program dan Program Management and Budgeting.
Tahapan Implementasi
Sebelum tahun 1990, pemerintah Australia menggunakan basis modifikasi kas (cash modified) untuk pelaporan keuangan dan pengganggaran. Kemudian sejak tahun 1990, terdapat pergeseran menuju implementasi akuntansi akrual untuk tujuan pelaporan keuangan. Hampir bersamaan dengan implementasi akuntansi akrual tersebut, sebagian besar pemerintah mengadopsi sistem penganggaran kinerja yang dikenal sebagai "accrual output budgeting" (AOB). Reformasi anggaran yang dikembangkan Australia, The Accrual Outputs and Outcomes Framework (Guthrie, 1999) menekankan pada kebutuhan akuntabilitas yang lebih kuat dari departemen sehingga ditujukan untuk meningkatkan akuntabilitas eksternal.
Pada tahun 1991, Standar akuntansi dibuat oleh Australian Accounting Standards Board (AASB). Aslinya, ASSB bekerja sama dengan Public Sector Accounting Standards Board untuk membuat standar akuntansi pemerintahan Australia. Urgent Issues Group (UIG) didirikan pada tahun 1994 untuk membantu membahas isu mendesak dalam bidang akuntansi kebanyakan seperti Emergency Issues Task Force (EITF) di Amerika Serikat.
Pada tahun 1995, diputuskan bahwa departemen harus menyusun pelaporan dengan basis akrual. Tiga instrumen kebijakan diperkenalkan untuk menggantikan the Audit Act of 1901 (Guthrie, 1998). Tiga instrumen kebijakan tersebut menjadi bagian dari legislasi yang diterapkan sekarang, yaitu Commonwealth Authorities and Companies (CAC) Act 1997, the Financial Management and Accountability (FMA) Act 1997 dan Auditor-General Act 1997. Pada tahun 1996, diputuskan bahwa kerangka penganggaran dan pelaporan berbasis akrual diperkenalkan pada sektor publik di Australia (Scheers dkk, 2005). Australia mulai mengimplementasikan accrual-based budgeting tersebut pada tahun anggaran 1999/2000. Secara garis besar, tahap-tahap penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual di Australia dapat dijabarkan sebagai berikut:
Periode sebelum 1989
Sebelum tahun 1989, Australia menggunakan basis kas untuk pelaporan akuntansi sektor pemerintah. Hal-hal yang terjadi masa ini seperti :
Buku besar kas yang tersentralisasi
Agency mencatat transaksi penerimaan dan pembayaran dalam buku besar pusat
Department of Finance and Deregulation Australia menyiapkan Laporan Penerimaan dan Pembayaran (Anggaran versus Realisasi) oleh Agency untuk setiap item apropriasi. Laporan ini diaudit penuh
Agency tidak disyaratkan untuk menghasilkan laporan keuangan berbasis kas sendiri sampai 1989-1990. Laporan kas telah dimasukkan dalam laporan tahunan agency dan telah diaudit
Periode tahun 1989 s.d. 1992
Dalam periode ini, pemerintah Australia mulai menerapkan akuntansi modifikasi kas. Hal-hal yang terjadi masa ini seperti:
Setiap agency disyaratkan untuk mempersiapkan satu set laporan keuangan basis modifikasi kas untuk pertama kalinya
Sebagai bagian dari laporan keuangan tahunan masing-masing agency, Pernyataan informasi tambahan keuangan meliputi debitur, kreditur, aktiva tetap dan kewajiban tertentu diperlukan
Tidak semua aset dan kewajiban, seperti long service leave, annual leave dan dana pensiun, diminta untuk diungkapkan
Dampak transaksi atau peristiwa non tunai terus diabaikan, termasuk penyusutan
Periode tahun 1992 s.d. 1994
Periode ini adalah periode dimana pemerintah melakukan transisi menuju akuntansi akrual penuh. Hal-hal yang terjadi pada periode ini yaitu : Tahun 1992, Menteri Keuangan mengumumkan tiap departemen untuk melaporkan dengan basis akuntansi akrual penuh pada tahun yang berakhir pada 30 Juni 1995. Tahun 1993, Menteri Keuangan mengeluarkan pedoman baru untuk laporan berbasis akrual, yang diterapkan secara progresif mulai 1993. Tiga laporan keuangan yang dipersyaratkan adalah :
Laporan Penerimaan dan Pembayaran (Kas)
Laporan Aset dan Kewajiban Tertentu (Akrual)
Laporan Apropriasi (Diterima dan Digunakan)
Catatan Penjelas
Periode tahun 1995 dan setelahnya
Proses memindahkan agency Pemerintah Australia dari akuntansi kas ke akuntansi akrual berlangsung stabil dan terukur. Implementasi akuntansi akrual penuh ditetapkan untuk tahun berakhir 30 Juni 1995. Sebuah program terhadap sepuluh agency menyiapkan laporan berbasis akrual untuk tahun 1992 hingga 1993. Sepuluh agency berikutnya pindah ke format akrual untuk 1993-1994, dan sisanya melaporkan untuk pertama kalinya di 1994 dan 1995. Laporan Akrual Penuh Agency dimasukkan dalam laporan tahunan mereka dan diaudit. Tahun 1995 Laporan Akrual Konsolidasi Percobaan dibuat oleh Department of Finance and Deregulation ( DOFAD ). Tahun 1996 dan 1997, Laporan Akrual Konsolidasi dipublikasikan dan diaudit. Pada Tahun 1998 – 1999, audit penuh atas Laporan Akrual Konsolidasi.
Lingkungan yang Mendukung Implementasi
Diperlukan waktu belasan tahun untuk menjadikan accrual budgeting and accounting di Australia dapat dikatakan baik. Proses adopsi penerapan basis akrual ini memakan waktu yang sangat lama dan meminta adanya beberapa prasyarat, antara lain:
1. Dukungan yang kuat dari sistem informasi manajemen
2. Pengaruh sumber daya manusia
3. Komitmen kepemimpinan
4. Kapasitas parlemen dan eksekutif
5. Proses implementasi yang bertahap.
Permasalahan dalam Implementasi
Berikut ini merupakan permasalahan yang timbul pada saat pemerintah Australia mencoba untuk menerapkan sistem akuntansi pemerintahan berbasis akrual secara menyeluruh, diantaranya:
Aset terdaftar tidak lengkap dan tidak up-to-date
Penetapan penilaian untuk aset
Kendala dalam perolehan informasi IT berbasis akrual
Staff tidak familiar dengan persyaratan laporan keuangan
Kekurangan dalam akuntansi/sistem IT manajemen keuangan.
Upaya yang dilakukan pemerintah Australia dalam usahanya untuk menyukseskan implementasi akuntansi pemerintahan berbasis akrual diantaranya:
Menyiapkan sistem akuntansi dan IT based system yang andal Pelajaran yang muncul jelas dari negara-negara berbasis akrual adalah untuk memilih perangkat lunak dan untuk menyesuaikan proses internal dalam pemerintahan untuk sistem mereka. Masalah muncul dengan sistem DOFAD yang telah dibangun dengan spesifikasinya dan tidak ada rasionalisasi proses
Komitmen kuat dari pimpinan
Menyediakan SDM yang kompeten. DOFAD dan lembaga lainnya tidak memiliki keterampilan akuntansi yang memadai sehingga DOFAD melakukan kemitraan jangka panjang dengan sektor swasta.
Mengantisipasi resistensi terhadap perubahan
Menyiapkan tahapan-tahapan implementasi dengan matang
Melakukan perubahan budaya kerja yang menyerupai bisnis:
Pembagian tanggung jawab dan akuntabilitas kepada manager
Budaya kinerja
Peningkatan akuntabilitas eksternal
Informasi akrual yang lebih komprehensif untuk pengambilan keputusan dan reformasi terkait
Memastikan adanya komunikasi yang memadai, baik di internal pemerintahan maupun dengan pihak eksternal
3.Nepal
Latar Belakang
Nepal merupakan salah satu negara termiskin di dunia yang sebagian besar perekonomiannya sangat bergantung kepada pertanian. Ekonomi Nepal sangat bergantung dari ekspor hasil pertaniannya serta dari kunjungan para wisatawan asing ke pegunungan Himalaya. Namun, nilai ekspor negara ini jauh lebih kecil daripada nilai impor, misalnya di tahun 2008 nilai ekspor Nepal sebesar $907 juta jauh dari nilai impor yang mencapai $33,25 milyar, yang menyebabkan negara ini menjadi sangat rentan terhadap gejolak ekonomi di dunia.
Contoh kegagalan penerapan akuntansi akrual dapat dilihat di Nepal. Nepal merupakan salah satu negara yang kurang mampu secara ekonomi. Keadaan ini menyebabkan Nepal sering menerima bantuan dana dari lembaga internasional. Lembaga internasional berharap dana ini dapat dipertanggungjawabkan dengan baik sehingga "memaksa" Nepal untuk mengadopsi akuntansi akrual. Ketergantungan pemerintah dari bantuan dan pinjaman luar negeri, baik itu dari negara-negara donor atau lembaga internasional lainnya, menjadi sangat tinggi karena banyak sumber daya di dalam negeri yang belum dikelola dengan layak.
Di awal tahun 1960, Pemerintah Nepal memperoleh pinjaman luar negerinya dari United States Agency for International Development (USAID). Lembaga tersebut bersama Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) membawa misi perbaikan ekonomi ke negara-negara berkembang, khususnya yang sedang mengalami krisis keuangan seperti Nepal. Agenda yang dibawa oleh USAID dan PBB adalah pengimplementasian program and performance budgeting (PPB) di lingkungan pemerintah Nepal. Pelaksanaan PPB diharapkan kemudian dapat menjadi alat yang digunakan oleh pemerintah dalam mengelola pinjaman dan bantuan luar negerinya dengan lebih efektif dan efisien. Langkah awal yang dilakukan adalah memperkenalkan dan melembagakan akuntansi berbasis kas di lingkungan pemerintah pusat. Hal ini menjadi kunci dari reformasi yang dilakukan selama periode 1960an di Nepal.
Namun, ternyata pelaksanaan PPB di Nepal menemui hambatan dalam pengelolaan dikarenakan sistem akuntansi pemerintah di Nepal tidak memungkinkan untuk melakukan analisis dan evaluasi dalam pengelolaan dana bantuan luar negeri tersebut. Di saat tersebut, muncullah pemikiran untuk beralih ke sistem akuntansi berbasis akrual yang dibawa oleh Bank Dunia agar pelaksanaan PPB dapat berjalan dengan lancar, yang kemudian saat itu pula menjadi awal dari era akrualisasi.
Tahapan Implementasi
Proses institusionalisasi akuntansi berbasis akrual diawali di tahun 1987 dimana pemerintah mulai menyusun kode, klasifikasi, dan format untuk pelaksanaannya di seluruh instansi pemerintah dan mulai diberlakukan di tahun 1989 pada beberapa proyek pembangunan yang didanai oleh bantuan dan pinjaman internasional.
Di awal tahun 1990, pemerintah lalu mencanangkan upaya perbaikan terhadap sistem akuntansi di negara tersebut. Dengan bantuan dari Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB), pemerintah mengeluarkan tiga rekomendasi perbaikan: penggunaan peralatan teknologi informasi, pengadopsian standar internasional, dan perubahan menuju akuntansi berbasis akrual secara menyeluruh.
Namun upaya tersebut mendapat sandungan karena ketidak mampuan seluruh pihak untuk membuat suatu technical assistance yang memadai untuk dapat diterapkan oleh seluruh instansi pemerintah. Hal ini menimbulkan tekanan publik yang besar kepada pemerintah karena telah banyak upaya yang telah dilakukan dalam proses perbaikan tata kelola keuangan pemerintah namun selalu menemui kegagalan dalam uji coba dan pelaksanaannya, dikarenakan beberapa sebab termasuk karena adanya konflik dalam negeri. Setelah menemui berbagai kendala dalam penerapannya, kemudian proyek itupun mandeg hingga awal periode 2000an.
Lingkungan yang Mendukung Implementasi
Pada dasarnya, implementasi akuntansi pemerintahan berbasis akrual di Nepal tidak dapat dikatakan berhasil. Akan tetapi, paling tidak Nepal sudah mencoba untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual di sektor pemerintahan negara tersebut. Faktor utama yang paling mendorong Nepal untuk mencoba menerapkan hal ini adalah intervensi lembaga asing yang menuntut suatu laporan pertanggungjawaban dana bantuan yang diberikan dalam bentuk laporan yang memiliki akuntabilitas yang baik serta lebih informatif melalui suatu pencatatan akuntansi berbasis akrual.
Permasalahan dalam Implementasi
Menilik kegagalan implementasi akuntansi pemerintahan berbasis akrual, setidaknya ada beberapa poin permasalahan yang mempengaruhi. Antara lain :
1.Kurangnya sumber daya manusia yang mampu menguasai pelaksanaan sistem akuntansi berbasis akrual
2.Kesiapan sarana dan prasarana yang tidak memadai di seluruh instansi pemerintah
3.Kebanyakan akuntan pemerintah tidak dilibatkan dalam upaya yang telah dilakukan karena sebagian besar tugas dan pekerjaan mereka dikerjaan oleh konsultan dan staf dari organisasi internasional yang membawa proyek akrualisasi akuntansi ke pemerintah Nepal
4.Tekanan dari lembaga-lembaga internasional tidak dibarengi dengan langkah nyata dalam membantu pemerintah untuk turut menyiapkan sarana dan prasarana yang perlu dalam implementasi akuntansi berbasis akrual.
Upaya yang dilakukan pemerintah Nepal dalam usahanya untuk menerapkan akuntansi pemerintahan berbasis akrual yaitu Di akhir tahun 2007, pemerintah dengan bekerja sama dengan Bank Dunia dan para akuntan pemerintah mulai manjalankan misi untuk mereformasi tata kelola keuangan negara tersebut kembali ke basis kas yang dulu digunakan sebelum tahun 1960. Pemerintah mulai mengisi beberapa kelemahan yang ditemukan di masa lalu dengan terus diiringi dengan perbaikan aturan terhadap sistem akuntansi yang akan diimplementasikan di seluruh instansi. Sistem akuntansi kas yang digunakan mengacu kepada basis kas dari IPSAS karena ini dianggap akan sangat membantu pemerintah dalam menyiapkan jalan guna kembali melakukan reformasi akuntansi di masa depan menuju sistem akuntansi berbasis akrual.
4.Fiji
Latar Belakang
Di awal periode 1990an di tengah tuntutan untuk melakukan reformasi birokrasi sektor publik, Pemerintah Fiji memandang bahwa pengenalan akuntansi akrual di departemen pemerintah dibutuhkan untuk menyediakan manajemen suatu sistem informasi manajemen yang lebih efisien dan akurat dibanding sistem keuangan secara tunai. Sebagaimana yang telah sukses dijalankan oleh negara tetangganya yakni Selandia baru, maka pada tahun 1994 Fiji pun mencoba untuk menerapkan sistem akuntansi pemerintahan yang berbasis akrual di negaranya.
Tahapan Implementasi
Pada tahun 1994 pemerintah Fiji menetapkan proses adopsi akuntansi akrual melalui dua tahap. Tahap pertama akuntansi akrual dilaksanakan oleh tiga Departemen (kehutanan, kelautan dan keuangan) sebagai pilot project. Tahap kedua adalah implementasi secara penuh di seluruh departemen. Departemen pilot project menyediakan informasi anggaran akrual bulan Maret 1995 dan menyelesaikan migrasi tanggal 1 Januari 1996. Departemen yang tersisa menyediakan informasi anggaran akrual pada Maret 1996 dan menyelesaikan migrasi tanggal 1 Januari 1997. Akan tetapi rencana ini tidak berjalan dengan mulus karena sampai tahun 1999 Fiji belum dapat mengadopsi akuntansi akrual. Proyek ini terhenti pada tahun 1999 akibat gejolak politik.
Lingkungan yang Mendukung Implementasi
Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu faktor yang mendasari mengapa Fiji mencoba untuk menerapkan akuntansi pemerintahan berbasis akrual adalah dikarenakan adanya kebutuhan akan reformasi sektor publik, oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem pelaporan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel, namun sayangnya niatan ini tidak didukung oleh langkah yang cermat dari pemerintah Fiji
Permasalahan dalam Implementasi
Tickell (2010:75) menjelaskan bahwa faktor kegagalan Fiji disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:
1. penerapan akuntansi akrual yang tergesa–gesa tanpa perencanaan yang baik.
2. pengembangan sistem informasi akuntansi yang kurang baik.
3. terlalu bersandar dengan konsultan internasional.
4. kemampuan tenaga akuntansi yang rendah
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah setelah proyek ini sempat terhenti pada tahun 1999 adalah melakukan perbaikan sistem implementasi pada tahun 2004. Pemerintah Fiji berusaha merencanakan kembali model implementasi yang baik melalui pengembangan komprehensif untuk mengatasi faktor kegagalan pada percobaan sebelumnya. Fiji memulai proyek adopsi akuntansi meningkatkan kemampuan akuntan dan membuat pilot project yang lebih kecil. Usaha – usaha ini relatif membutuhkan waktu yang cukup panjang sehingga adopsi akuntansi akrual berjalan lambat.

C.Strategi penerapan Akuntansi Berbasis Akrual di Indonesia
Untuk mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual secara penuh pada tahun 2015 nanti, tentu Indonesia memerlukan strategi transisi dan implementasi yang tepat agar dapat mengikuti keberhasilan penerapan akuntansi berbasis Akrual di New Zealand dan Australia.
Prasyarat pelaksanaan strategi terbagi atas dua kondisi, yaitu necessary condition dan sufficient condition.Necessary condition adalah prasyarat yang dibutuhan agar suatu kondisi dapat tercapai.Setelahnya, pemerintah dapat mengembangkan beberapa hal sehingga kondisinya bisa berubah menjadi kondisi yang mencukupi (sufficient condition).Necessary condition adalah komitmen pemimpin dan pejabat (DPR dan BPK), kapasitas SDM (akuntan dan auditor), dan dana pemeliharaan. Persyaratan tambahan untuk mengubah kondisi menjadi sufficient condition tersebut adalah sistem akuntansi berbasis IT (SPAN dan SAKTI), kebijakan akuntansi, manajemen resiko, dan reformasi birokrasi.
Penerapan akuntansi berbasis akrual di Indonesiasesuai dengan amanat Undang-Undang nomor 17 Tahun 2013 mengalami banyak dorongan dan hambatan, yakni:
Politik dan Birokrasi
Dukungan Politik dan Birokrasi dalam pemerintah Indonesia dapat dilihat dengan pemberlakuan 3 (tiga) paket undang-undang dan peraturan mengenai pengelolaan keuangan publik.Diberlakukannya undang-undang ini merupakan dukungan konkrit dari DPR, sebagai badan legislatif negara, dan penerapannya merupakan dukungan dari pemerintah, sebagai badan eksekutif.Komitmen politik dalam penerapan basis akrual bagi negara berkembang menjadi sangat esensial, sehingga komitmen politik ini diperlukan untuk menghilangkan adanya kepentingan yang tidak sejalan.
Dukungan Profesional dan Akademisi
Dukungan professional dan akademis dapat dilihat pada Memorandum Pembahasan Penerapan Basis Akrual Dalam Akuntansi Pemerintahan di Indonesia yang disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (2006).Pembahasan tersebut dilakukan dengan menampung pendapat-pendapat dari profesional dan akademisi akuntansi pemerintahan terkait dengan masalah komponen laporan keuangan dan berbagai permasalahan konseptual dan teknis sehubungan dengan pengakuan, pencatatan, dan pengungkapan/pelaporan.
Strategi Komunikasi
Hasil dan manfaat yang ingin dicapai dengan penerapan basis akrual harus secara intens dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan.Strategi komunikasi (CS) di pemerintah pusat dapat dilihat dengan adanya buletin khusus yang membahas tentang penerapan akuntansi akrual seperti Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat.Kolom "Klinik Akuntansi Pemerintah Pusat" memiliki format tanya-jawab atas masalah-masalah teknis yang muncul pada penerapan basis akrual.Selain itu, perlu adanya Sosialisasi dan Pelatihan yang berjenjang hingga pada tingkat daerah.
Teknologi Informasi
Informasi akuntansi berbasis kas merupakan titik penting dalam pergantian basis ke akrual. Jika suatu negara belum memiliki sistem akuntansi berbasis kas yang dapat diandalkan, maka negara tersebut terlebih dahulu berkonsentrasi pada peningkatan sistem dan proses yang telah ada, sebelum mempertimbangkan perpindahan ke akuntansi akrual. Infrastruktur berupa teknologi informasi juga belum siap.Penerapan basis akrual membutuhkan teknologi informasi yang terintegrasi untuk membutuhkan laporan yang lengkap dan menyeluruh.Kerumitan penyiapan teknologi informasi menjadi permasalahan tersendiri.
Kompetensi
Tenaga akuntan yang profesional akan sangat diperlukan untuk rekruitmen dan pelatihan yang cukup. Kekurangan tenaga akuntan akan menyebabkan penundaan penerapan akrual basis pada akuntansi pemerintah, seperti yang terjadi di Kepulauan Marshall.Persoalan kompetensi SDM ini sangat mendasar.Tuntutan penerapan basis akrual tidak diimbangi dengan kompetensi SDM yang ada.Kompetensi SDM di bidang akuntansi akrual dirasakan masih sangat kurang.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harun (2012) masih banyak pemerintah daerah dan organisasi pemerintah lainnya yang belum memiliki tenaga-tenaga handal di bidang akuntansi. Dalam penelitian tersebut juga disebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan dan BPKP yang memiliki kapasitas dan kualitas SDM yang lebih baik dibandingkan organisasi pemerintah lainnya. Kurangnya kompetensi SDM juga menimbulkan persoalan baru.
Geografis
Data per Mei 2013 terdapat 34 provinsi dan 508 kabupaten/kota di seluruh wilayah Indonesia. Banyaknya pemerintah daerah menimbulkan persoalan tersendiri dalam akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan.Berkembangnya jumlah pemerintah daerah tidak dibarengi dengan penyiapan infrastruktur dan kapasitas dalam pengelolaan keuangan negara.Isu implementasi basis akrual yang terjadi adalah pemerintah pusat terlalu dominan dalam penyusunan standar akuntansi akrual, tidak melibatkan pemerintah daerah dalam penyusunan standar akuntansi sehingga kesulitan dalam memahami dan mengimplementasikannya di daerah yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
Pendekatan perancangan akuntansi berbasis akrual
Pertanyaan utama dari sebuah penerapan akuntansi berbasis akrual adalah mencakup pendekatan perancangan apakah dapat dilakukan secara bertahap atau langsung secara frontal atau sering disebut big bang.Para ahli hampir sepakat bahwa pendekatan bertahap sangat disarankan, terutama bagi pemerintah di negara yang sedang berkembang mengingat keterbatasan sumber daya manusia dan komitmen politik dari pimpinan negara yang masih diragukan.Budi Mulyana dalam jurnal Penggunaan Akuntansi Akrual di Negara-Negara Lain: Tren di Negara-Negara Anggota OECD menyatakan bahwa penerapan akuntansi akrual dalam time frame pendek (1-3 tahun)akan beresiko timbulnya 'reform fatigue' yaitu hilangnya sense of urgent danantusiasme dari para penyelenggara akuntansi khususnya karena merasalelah dengan perubahan-perubahan yang terus menerus tanpa merasakanmanfaatnya secara langsung. Untuk mengatasi resiko itu disarankan agarpenerapan basis akrual dilakukan secara bertahap dalam time frame medium(4-6 tahun), dengan cara:
terapkan pada beberapa entitas akuntansi tertentu di Pemerintah Pusat yang sudah dianggap mapan dalam proses akuntansinya, sebagai pilot project
apabilapilot project sudah berhasil, maka pengalaman praktek akuntansi akrual dapat ditransfer dan digunakan untuk bahan sosialisasi ke instansi-instansi pemerintah lainnya.
Menurut Bambang Widjajarso, pendekatan big bang paling pas untuk kondisi di Indonesia untuk menghindari hilangnya momentum perubahan menuju basis akrual. Dari segi biaya, pendekatan big bang ini dirasa paling murah karena basis kas – meskipun perlu adanya pengungkapan secara khusus dalam laporan keuangan berbasis akrual, termasuk pengaruhpengaruhnya – segera dieliminasi dari sistem berbasis akrual, kecuali pada aspek-aspek khusus, misalnya anggaran. Permasalahannya adalah mana yang paling tepat untuk kondisi di pemerintah Indonesia.
Menimbang segala dorongan dan hambatan yang ada di Indonesia dalam penerapan basis akuntansi akrual, maka pemerintah Indonesia menerapkan strategi penerapan akuntansi akrual secara bertahap, yakni:
TAHUN KEGIATAN
2009 LKPP Berbasis Kas Menuju Akrual (CTA), dilengkapi Informasi Pendapatan dan Belanja secara Akrual
Penyiapan SAP Akrual dan Kajian Akrual
Penyiapan Informasi Teknologi/IT (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara/SPAN)
2010 Penerbitan dan sosialisasi PP 71/2010 tentang SAP (Berbasis Akrual)
2011 Sosialisasi PP 71/2010 tentang SAP (Berbasis Akrual)
Penerbitan Pedoman Umum Sistem Akuntansi Pemerintahan (PUSAP)
2012 Penyiapan kebijakan akuntansi berbasis akrual
2013 Ujicoba SPAN, penyiapan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI)
Deklarasi Akuntansi Berbasis Akrual pada Pemerintah Pusat dan pemda
Penyiapan kebijakan dan peraturan akuntansi berbasis akrual (RPMK Kebijakan Akuntansi, SAPP, BAS, JURNAL), serta modulnya
High Level Meeting (Menkeu, Ketua BPK, Mendagri, dan Ketua KSAP)
Sosialisasi dan training reformasi akuntansi akrual untuk Pejabat K/L dan trainer
2014 LKPP CTA, dilengkapi Informasi Pendapatan dan Belanja secara Akrual
Rollout SPAN dan Piloting SAKTI
Penyiapan kebijakan dan peraturan akuntansi berbasis akrual
Sosialisasi dan training reformasi akuntansi akrual untuk BPK, DPR, DPD, BAKN dan end user
Monitoring dan evaluasi persiapan implementasi akuntansi berbasis akrual
2015 LKPP Berbasis Akrual
Training reformasi akuntansi akrual untuk end user
Monitoring dan evaluasi implementasi akuntansi berbasis akrual
Penyusunan Draft SAP yang berbasis akrual tersebut dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan antara lain:
SAP berbasis kas menuju akrual (PP Nomor 24 Tahun 2005 – cash towards accrual) baru saja diterbitkan dan belum sepenuhnya diimplementasikan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
SAP berbasis akrual yang akan disusun sesuai Undang-undang Keuangan Negara mengharuskan perubahan/penyempurnaan pada bidang perencanaan dan penganggaran, dimana KSAP tidak dalam posisi untuk membuat ketentuan/peraturan di bidang tersebut (misalnya keharusan untuk menganggarkan terhadap kewajiban-kewajiban yang harus dibayar pada akhir tahun buku). Penyusunan SAP berbasis akrual dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: menyusun PSAP berbasis akrual seluruhnya dari awal; atau menyesuaikan PSAP berbasis kas menuju akrual (sesuai PP Nomor 24 Tahun 2005) menjadi PSAP berbasis akrual dengan referensi IPSAS, dengan mempertimbangkan praktik-praktik yang berlaku, administrasi pemerintahan yang ada dan kemampuan sumber daya manusia. Atas dua strategi tersebut, KSAP sepakat menggunakan strategi yang ke-2, dengan pertimbangan sebagai berikut:
SAP berbasis kas menuju akrual telah disusun dengan mengacu pada beberapa referensi bertaraf internasional antara lain IPSAS, Governmental Accounting Standards Board (GASB), dan Government Finance Statistics (GFS), sehingga diharapkan SAP berbasis kas menuju akrual yang akan disesuaikan menjadi akrual sudah dapat diterima umum;
Mengurangi resistensi dari para pengguna SAP (PP Nomor 24 Tahun 2005) terhadap perubahan basis akuntansi. Pengguna PP Nomor 24 Tahun 2005 masih dalam tahap pembelajaran dan perlu waktu yang cukup lama untuk memahaminya sehingga apabila SAP akrual berbeda jauh dengan SAP berbasis kas menuju akrual akan menimbulkan resistensi;
Penyusunan SAP berbasis akrual relatif menjadi lebih mudah karena sebagian dari PSAP berbasis kas menuju akrual telah berbasis akrual sehingga hanya memerlukan penyesuaian beberapa PSAP berbasis akrual;
Penerapan SAP berbasis akrual yang disusun sesuai pola SAP berbasis kas menuju akrual lebih mudah bagi para pengguna standar karena sudah disosialisasikan, dan para pengguna telah memiliki pemahaman dan pengalaman terhadap SAP berbasis kas menuju akrual.

D.Faktor Penentu Keberhasilan Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual di Indonesia
Akuntansi berbasis akrual akan diimplementasikan secara penuh pada tahun 2015. Berbagai strategi telah dilakukan dalam upaya keberhasilan implementasi basis akrual dalam pelaporan keuangan pemerintah. Keberhasilan implementasi akuntansi basis akrual harus dapat diwujudkan. Selain karena amanat peraturan perundang-undangan, hal ini juga didasarkan atas pertimbangan akan keunggulan yang dimiliki basis akrual dibanding basis akuntansi lainnya. Penggunaan basis akrual lebih informatif dalam memberikan gambaran mengenai posisi keuangan pemerintah. Selain itu, penggunaan basis kas ini juga bermanfaat dalam mengevaluasi kinerja pemerintah.
Keberhasilan implementasi akuntansi pemerintahan dengan menggunakan basis akrual memerlukan upaya dan kerja sama dari berbagai pihak. Tanpa adanya kerjasama dan komitmen dari berbagai pihak, penerapan akuntansi berbasis akrual ini akan banyak mengalami kendala atau bahkan mengalami kegagalan. Keberhasilan implementasi akuntansi berbasis akrual di Indonesia ditentukan oleh beberapa faktor.
Kesiapan dan Kemauan Menerima Perubahan
Kesiapan dan kemauan menerima dan melaksanakan perubahan sangat penting dalam implementasi akuntansi akrual karena akuntansi akrual akan mengubah banyak hal dalam sistem dan prosedur organisasi yang selama ini sudah dijalankan. Entitas pelaporan perlu merencanakan dan melakukan sosialisasi secara periodik kepada seluruh pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan akuntansi akrual. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan perlunya perubahan basis akuntansi menjadi basis akrual. Perubahan basis akuntansi ini sebaiknya juga dimasukkan dalam kerangka kerja reformasi birokrasi setiap entitas pelaporan yang bersangkutan.
Pimpinan dari masing-masing entitas pelaporan juga perlu memastikan bahwa sistem dan prosedur operasional keuangan secara umum, khususnya sistem dan prosedur akuntansi, telah dijalankan dengan baik. Jika terdapat hal-hal yang masih harus diperbaiki, perbaikan harus segera dilakukan, termasuk perbaikan dalam sistem pengendalian internal. Perbaikan ini sangat diperlukan terutama untuk entitas pelaporan yang hasil pemeriksaan atas laporan keuangannya masih mendapatkan opini tidak wajar atau tidak memberikan pendapat. Jika perbaikan tidak segera dilakukan, entitas tersebut kemungkinan akan menghadapi kesulitan yang lebih besar dalam melaksanakan akuntansi akrual.
Komitmen dari Pimpinan
Dukungan politik dan komitmen dari pimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam keberhasilan implementasi akuntansi berbasis akrual ini. Dengan telah ditetapkannya PP 71 Tahun 2010 sebenarnya dukungan politis sudah ada, yang kemudian perlu dipersiapkan adalah komitmen dari pimpinan dari setiap entitas pelaporan untuk menerapkan akuntansi akrual. Selain itu, pimpinan dari setiap entitas pelaporan juga harus mempunyai komitmen yang tinggi untuk membangun tata kelola dan sistem pengendalian internal organisasi yang baik.
Sistem Akuntansi dan Information Technology (IT) Based System (Simanjuntak, 2010) dan (Bastian,2006)
Kompleksitas implementasi akuntansi berbasis akrual mengakibatkan perlunya sistem akuntansi dan IT based system yang lebih rumit. Selain itu, sistem pengendalian intern yang memadai perlu juga dibangun untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka mendukung penerapan basis akuntansi akrual, penggunaan teknologi yang andal amat diperlukan guna mendukung keberhasilan pengolahan data pada masa penerapan basis akrual secara penuh. Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) dan Sistem Akuntansi Tingkat Instansi (SAKTI) harus bisa berfungsi optimal dalam mewujudkan keberhasilan implementasi akuntansi basis akrual di lingkungan pemerintah.
Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang Kompeten
Keberhasilan implementasi akuntansi berbasis akrual juga ditentukan oleh ketersediaan SDM yang kompeten. Hal ini disebabkan oleh kompleksitas akuntansi berbasis akrual. Oleh karena itu, berbagai pelatihan dan sosialisasi secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan penerapan akuntansi berbasis akrual ini. Sosialisasi dan pelatihan ini dilakukan secara berjenjang yang meliputi level pimpinan sampai dengan pelaksana teknis. Pelatihan kepada stakeholders diperlukan untuk menguatkan komitmen, penguatan kompetensi SDM dan meminimalisasi risiko ketidakandalan data keuangan.
Pemerintah pusat dan daerah juga perlu secara serius menyusun perencanaan SDM di bidang akuntansi pemerintahan. Termasuk di dalamnya memberikan sistem insentif dan remunerasi yang memadai untuk mencegah timbulnya praktik korupsi oleh SDM yang terkait dengan akuntansi pemerintahan. Di samping itu, peran dari perguruan tinggi dan organisasi profesi tidak kalah pentingnya untuk memenuhi kebutuhan akan SDM yang kompeten di bidang akuntansi pemerintahan.

Pengelola Isu-Isu Akutansi Spesifik dengan Baik
Dalam implementasi akuntansi akrual, ada kemungkinan setiap entitas pelaporan mempunyai isu-isu akuntansi yang spesifik. Untuk itu setiap entitas pelaporan harus mampu mengidentifikasi isu-isu akuntansi akrual yang ada di entitas pelaporannya. Beberapa isu akuntansi yang perlu diperhatikan pada saat implementasi basis akrual misalnya neraca awal, penilaian kembali atas asset, dan pengakuan pendapatan pajak.
Terdapat kemungkinan di mana setiap entitas pelaporan harus mengecek kembali kebenaran dari nilai neraca pada saat awal sistem akuntansi berbasis akrual dilaksanakan. Demikian juga entitas pelaporan mungkin memiliki aset yang belum diketahui nilainya sehingga harus dilakukan penilaian kembali agar dapat dicantumkan di dalam neraca. Hal ini untuk menjaga validitas data yang tercantum di neraca.
Pengakuan pendapatan pajak secara akrual juga merupakan isu akuntansi yang perlu mendapat perhatian. Dalam self assessment system, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Pajak yang terutang ini bisa saja dimintakan restitusi pada akhir tahun. Di sisi yang lain, berdasarkan hasil pemeriksaan, terhadap pajak yang terutang tersebut bisa saja jumlahnya bertambah yang mengakibatkan munculnya piutang pajak. Oleh karena itu, pengakuan pendapatan pajak secara akrual harus mendapat perhatian.
Saluran Komunikasi
Keberhasilan New Zealand dalam implementasi akuntansi basis akrual tidak ada salahnya untuk dicontoh, seperti adanya fungsi Financial Management Assurance yang memberikan pelayanan konsultasi selama proses perubahan. Saluran konsultasi ini penting sebagai sarana untuk menampung segala permasalahan yang ada sekaligus memberikan solusinya. Dengan demikian berbagai pertanyaan dan keraguan akibat kurangnya pemahaman terkait penerapan akuntansi basis akrual ini segera mendapatkan jawabannya. Konsultasi dan koordinasi ini dapat dilakukan dengan pihak eksternal, seperti dengan penyusun standar akuntansi dan akademisi.
Ketersediaan Pendanaan
Dalam rangka pelaksanaan pelatihan akuntansi berbasis akrual, pemerintah membutuhkan dana yang sangat besar dengan mempertimbangkan jumlah satuan kerja yang tersebar di seluruh Indonesia, kelompok stakeholders (pemangku kepentingan) serta jenis komunikasi dan pelatihan yang dibutuhkan untuk berbagai level. Untuk itu, selain dana yang berasal dari APBN, pemerintah juga perlu mendapat komitmen untuk bantuan dan dukungan dari negara-negara sahabat dan lembaga internasional, seperti dari World Bank.
Lingkungan/Masyarakat
Apresiasi dan dukungan dari masyarakat sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan penerapan akuntansi pemerintahan. Masyarakat perlu didorong untuk mampu memahami laporan keuangan pemerintah, sehingga dapat mengetahui dan menyadari penggunaan atas penerimaan pajak yang diperoleh dari masyarakat maupun pengalokasian sumber daya yang ada. Hal ini akan mendorong pemerintah untuk lebih transparan dan akuntabel dalam menjalankan kebijakannya.
REFERENSI
Tenry Nur Amriani, Menyongsong Penerapan Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual, (http://www.bppk.kemenkeu.go.id/berita-makassar/19410-menyongsong-penerapan-akuntansi-pemerintahan-berbasis-akrual, diakses pada 18 Oktober 2014)
Muhammad Ichsan , Kajian Variabel-Variabel Kesuksesan Penerapan Basis Akrual Dalam Sistem Akuntansi Pemerintahan, (http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CB0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fstar.bpkp.go.id%2Fdownload%2F7%2Fmodul-program-beasiswa-star&ei=p71CVJGwLZC8uASYmYDIAw&usg=AFQjCNET__W9xsuJ2uVnjtuKYmtYRF9ykQ&sig2=9C-JfAhBMVg7VI22PHcGCQ&bvm=bv.77880786,d.c2E diakses pada 18 Oktober 2014)
Budi Mulyana , Penggunaan Akuntansi Akrual di Negara-Negara Lain: Tren di Negara-Negara Anggota OECD, (http://www.academia.edu/5284245/PENGGUNAAN_AKUNTANSI_AKRUAL_DI_NEGARA-NEGARA_LAIN_TREN_DI_NEGARA-_NEGARA_ANGGOTA_OECD diakses pada 18 Oktober 2014)
Bambang Widjajarso, Penerapan Basis Akrual Pada Akuntansi Pemerintah Indonesia: Sebuah Kajian Pendahuluan (http://www.academia.edu/5284245/PENGGUNAAN_AKUNTANSI_AKRUAL_DI_NEGARA-NEGARA_LAIN_TREN_DI_NEGARA-_NEGARA_ANGGOTA_OECD diakses pada 18 Oktober 2014)


Download Strategi Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual di Negara Lain.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca Strategi Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual di Negara Lain. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat