Oktober 13, 2016

MAKALAH 3

Judul: MAKALAH 3
Penulis: Yuli Cahya


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teori pembelajaran merupakan penyedia panduan bagi pengajar untuk membantu siswa didik dalam mengembangkan kognitif, emosional, sosial, fisik, dan spiritual. Pendidikan merupakan salah satu usaha manusia untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut serta sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat ataupun budaya. Usaha-usaha yang dilakukan untuk menanamkan dan mewariskan nilai-nilai tersebut terjadi dalam suatu proses pendidikan atau proses pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar di sekolah, pada umumnya siswa hanya mengharapkan informasi dari guru semata tanpa berusaha untuk mencari informasi dan pengalaman belajar sendiri. Padahal waktu yang disediakan untuk proses belajar mengajar di sekolah amatlah singkat.
Konsep yang dipelajari oleh siswa relatif banyak dan membutuhkan waktu yang banyak pula agar materi atau konsep yang diberikan oleh guru dapat diterima oleh siswa dengan baik. Sebagian siswa tidak dapat menerima konsep yang diberikan dengan alasan waktu yang tersedia untuk memahami konsep sangat sedikit, sehingga kebanyakan siswa hanya melakukan proses belajar yang singkat dan praktis yaitu dengan cara menghafal konsep dasar yang diberikan oleh guru dari pada harus menggali dan mencari konsep sendiri. Metode belajar menghafal pada umumnya menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam menguasai pelajaran-pelajaran selanjutnya yang memerlukan penerapan dari konsep-konsep dasar yang telah di pelajari sebelumnya.
Namun, jika guru dan siswa mencoba menerapkan metode pembelajaran yakni metode belajar penemuan, hal ini akan lebih meningkatkan daya kreatifitas serta daya nalar siswa, dimana siswa terlibat dalam menggunakan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip. Dengan belajar penemuan (Discovery Learning) siswa akan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi untuk mengeksplorasi dan belajar sendiri.
Pemahaman terhadap konsep yang didapat siswa terjadi melalui proses. Dengan demikian, konsep yang ditemukan sendiri oleh siswa akan tersimpan lebih lama dalam memori otak siswa. Demikian pula bagi guru, hal tersebut meringankan peran atau tugas guru karena guru tidak perlu menjelaskan semua pelajaran secara mendetail/lengkap yang telah lalu karena siswa sudah menguasai konsepnya.
Berdasarkan pemaparan mengenai pentingnya peran siswa dan guru dalam menemukan konsep sendiri oleh siswa, maka penulis akan membahas lebih jelas mengenai teori yang berkaitan dengan belajar penemuan (discovery of learning) oleh Jerome Bruner.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka ada beberapa rumusan masalah yang dapat dipaparkan penulis yaitu:
Bagaimana konsep Teori Belajar Penemuan (Discovery Learning) menurut Jerome S. Burner?
Bagaimana ciri-ciri Teori Belajar Penemuan menurut Jerome S. Burner?
Bagaimana Pengajaran atau instruksi yang akan dilaksanakan sesuai dengan teori belajar penemuan (Discovery Learning) menurut Jerome S. Burner?
Bagaimana menerapkan Teori Belajar Penemuan menurut Jerome S. Burner?
Bagaimana kekurangan dan kelebihan dari Teori Balajar Penemuan menurut Jerome S. Burner?
Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini, sesuai dengan rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut:
Memahami konsep Teori Belajar Penemuan menurut Jerome S. Burner.
Megetahui ciri-ciri Teori Belajar Penemuan menurut Jerome S. Burner.
Memahami teori Intruksi sesuai dengan Teori Belajar Penemuan menurut Jerome S. Burner?
Mengetahui bentuk penerapan Teori Belajar Penemuan menurut Jerome S. Burner.
Mengetahui kelebihan dan kekurangan Teori Belajar Penemuan menurut Jerome S. Burner.
Manfaat
Adapun beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
Bagi Penulis
Manfaat untuk penulis adalah memberikan pengalaman dalam menulis makalah secara umum. Memberikan pengalaman dalam membuat sistematika karya tulis ilmiah yang baik dan benar. Serta mengetahui secara mendalam tentang Teori Belajar Penemuan (Discovery Learning) menurut Jerome S. Burner.
Bagi Pembaca
Manfaat untuk pembaca adalah memberikan pengetahuan mengenai Teori Belajar Penemuan (Discovery Learning) menurut Jerome S. Burner baik ciri-cirinya, penerapannya maupun kelebihan dan kekurangannya.
Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode pustaka yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun informasi dari internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Pengertian Teori Belajar Penemuan
Jerome S. Burner (1915) adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologis adalah eklektik. Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan pemikir dan pencipta informasi.
Disamping sebagai tokoh psikologi, Bruner juga dikenal sebagai tokoh reformasi pendidikan karena ia mampu mengubah haluan dari yang biasa menggunakan teori behavioristik di dalam belajar berubah menjadi kognitif. Salah satu judul bukunya yang terkenal mengenai ihwal belajar kognitif adalah "The Proses of Education", yang diterbitkan oleh Harvard University Press, Amerika Serikat pada tahun 1960, merupakan rangkuman dari hasil Konferensi Woods Hole yang diadakan pada tahun 1959, suatu konferensi yang membawa banyak pengaruh pada pendidikan pada umumnya, pengajaran sains pada khususnya (Wilis,1989: 97).
Menurut Bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya, karena belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan akan bertahan lama dan mempunyai efek transfer yang lebih baik karena dengan belajar penemuan dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan berpikir secara bebas serta melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan berbagai masalah.
Penelitian Bruner banyak meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar, dan berpikir. Dalam mempelajari manusia, beliau menganggap manusia sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Bruner sependapat dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif anak-anak adalah melalui peringkat-peringkat tertentu. Namun, Bruner lebih menekankan pembelajaran secara penemuan yaitu mengolah apa yang diketahui peserta didik itu kepada satu corak dalam keadaan baru (lebih kepada prinsip konstruktivisme). Apabila seseorang mempelajari suatu pengetahuan, misalnya suatu konsep matematika, pengetahuan tersebut perlu dipelajari dalam tahapan-tahapan tertentu agar pengetahuan tersebut dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Dimana suatu proses internalisasi akan terjadi sungguh-sungguh (proses belajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari dilaksanakan dalam tiga tahapan menurut macam dan urutannya, sebagai berikut:
Tahap Enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran suatu pengetahuan, dimana pengetahuan tersebut dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkrit atau dengan situasi yang nyata.
Tahap Ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran suatu pengetahuan, dimana pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, dan diagram yang menggambarkan kegiatan dan situasi konkrit yang terdapat pada tahap enaktif.
Tahap Simbolik, yaitu suatu tahap pembelajaran, dimana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract symbol) yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kaliamat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain.
2.2. Ciri-ciri Teori Belajar Penemuan
2.2.1 Empat Tema tentang Pendidikan.
Dalam bukunya (Bruner, 1960), Bruner mengemukakan empat tema pendidikan. Adapun tema pendidikan yang dikemukakan oleh Bruner, sebagai berikut:
Tema Pertama
Pada tema pertama mengemukakan arti pentingnya struktur pengetahuan. Suatu kurikulum pendidikan hendaknya mementingkan struktur pengetahuan karena dengan struktur pengetahuan kita dapat menolong peserta didik melihat bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungannya, dapat dihubungkan satu dengan yang lain, dan pada informasi yang telah mereka miliki.
Tema Kedua
Tema kedua mengenai kesiapan (readines) untuk belajar. Menurut Bruner, kesiapan terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi. Dimana, kesiapan dapat dicapai dengan memberikan kesempatan bagi para peserta didik untuk membangun kontruksi-kontruksi yang kompleks dengan menggunakan poligon-poligon.
Tema Ketiga
Tema ketiga menekankan pada nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi teraktif tanpa melalui langkah-langkah analisis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan yang salah atau tidak.
Tema Keempat
Tema keempat adalah motivasi atau keinginan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada guru untuk merangsang motivasi itu. Adapun pengalaman-pengalaman pendidikan yang merangsang motivasi ialah pengalaman-pengalaman dimana para peserta didik berpartisipasi secara aktif dalam menghadapi alamnya. Menurut Bruner, pengalaman belajar seperti ini dapat dicontohkan oleh pengalaman belajar penemuan yang intuitif dan implikasi dari asumsi ini akan dibahas dalam bagian-bagian yang akan datang.
2.2.2Model dan Kategori Teori Belajar Bruner
Pendekatan Bruner terhadap belajar didasarkan pada dua asumsi (Rosser, 1984 dalam Wilis,1989: 98). Asumsi pertama adalah bahwa perolehan pengetahuan merupakan proses interaktif. Hal tersebut berlawanan dengan teori belajar perilaku (behavioristik), dimana Bruner yakin bahwa orang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, maka perubahan tidak hanya terjadi di lingkungan tetapi juga dalam diri orang itu sendiri. Sedangkan, asumsi kedua adalah bahwa orang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya, dimana yang disebut dengan suatu model alam (model of the world).
Model of the world ini sangat mendekati struktur kognitif Ausubel. Dengan menghadapi berbagai aspek dari lingkungan kita dapat membentuk suatu struktur atau model yang mengizinkan kita untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal-hal yang telah diketahui (Wilis, 1989: 99). Kemampuan-kemampuan yang mewakili sebagian dari model alam ini yang bagi kita tidak asing lagi, dimanna ditunjukkan oleh Gambar 1. (Wilis, 1989: 99).
Makhluk hidup
Hewan
Tumbuhan
Vertebrata
Invertebrata
ikan
Burunggg
Kuda
Appaloosas
Percherons
Gambar 1. Suatu susunan hierarki sebagai bagian dari struktur kognitif.

Gambar di atas merupakan bagian dari model alam (model of the world) yang kita miliki. Anggaplah ada suatu benda di alam yang dikenal dan dimasukkkan dalam struktur kognitif kita. Saat kita melihat benda itu bergerak, maka salah satu hipotesis yang mungkin ialah, "bila suatu organisme bergerak, maka organisme itu ialah hewan". Dalam model kita tentang alam ini, kita telah mempunyai beberapa ciri-ciri tentang hewan sehingga kita dapat mencari ciri-ciri yang lain dari benda itu untuk melihat apakah hipotesis kita betul atau tidak. Apabila benda tersebut mempunyai ciri-ciri lain dari hewan, maka benda itu dimasukkan ke dalam kategori hewan dan bukan kategori tumbuhan. Selanjutnya, kita mungkin mengamati bahwa hewan tersebut mempunyai tulang belakang sehingga kita dapat menggolongkan ke dalam kategori yang lebih khusus, yaitu vertebrata.
Dalam belajar, hal-hal yang mempunyai kemiripan dihubungkan menjadi suatu struktur yang memberikan arti pada hal-hal itu. Dalam berinteraksi dengan lingkungan, orang mengembangkan model dalam (inner mode) atau sistem koding untuk menyajikan alam sebagaimana yang diketahuinya. Jika benda itu gagal untuk dimasukkan ke dalam klasifikasi-klasifikasi yang lebih khusus tentang kuda (Appaloosa, Percheron, dan lain-lain) kita harus menambahkan suatu kategori baru untuk menerimanya. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar dapat terjadi melalui pengembangan kategori-kategori dengan menghubungkan kategori-kategori serta menambah kategori-kategori baru.
2.2.3Belajar Sebagai Proses Kognitif
Dalam teori belajarnya, Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini, menurut Jerome S. Bruner belajar melibatkan tiga (3) proses yang berlangsung hampir bersamaan, yaitu:
Tahap Memperoleh Informasi Baru.
Informasi baru merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang. Tahap informasi disini berarti tahap awal untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman baru. Sebagai contoh, seseorang setelah mempelajari bahwa darah itu beredar, barulah ia mempelajari secara terperinci sistem peredaran darah atau sistem sirkulasi darah.
Tahap Transformasi Informasi.
Transformasi informasi/pengetahuan menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan agar cocok atau sesuai dengan tugas baru. Dimana, informasi yang kita peroleh kemudian dianalisis dan diubah ke dalam bentuk yang lebih konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas.
Tahap Evaluasi.
Evaluasi merupakan proses menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Dimana, pada tahap ini untuk mengetahui apakah hasil transformasi pada tahap kedua benar atau tidak. Kita menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan dengan menilai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan itu cocok dengan tugas yang ada (Wilis, 1989: 101).
Bruner menyebut pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan kognitif sebagai konseptualisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada dua prinsip, yaitu: (1) pengetahuan tentang alam didasarkan pada model-model tentang kenyataan yang dibangunnya, (2) model-model semacam itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, kemudian model-model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang bersangkutan (Wilis, 1989: 101).
Pendewasaan pertumbuhan intelektual atau pertumbuhan kognitif seseorang, menurut Bruner adalah sebagai berikut:
Pertumbuhan intelektual ditunjukkan oleh bertambahnya ketidak-tergantungan respons dari sifat stimulus. Melalui pertumbuhan seorang memperoleh kebebasan dari pengontrolan stimulus melalui proses-proses perantara yang mengubah stimulus sebelum respons.
Pertumbuhan intelektual tergantung pada bagaimana seseorang menginternalisasi peristiwa-peristiwa menjadi suatu sistem simpanan (storage system) yang sesuai dengan lingkungannya pada suatu kesempatan.
Pertumbuhan intelektual menyangkut peningkatan kemampuan seseorang untuk berkata pada dirinya sendiri atau pada orang-orang lain dengan pertolongan kata-kata dan simbol-simbol apa yang telah dilakukannya atau akan dilakukannya. Kesadaran dari ini mengizinkan suatu transisi dari perilaku ketaraturan ke perilaku logika. Ini merupakan suatu proses yang membawa manusia melampaui adaptasi empiris (Wilis, 1989: 102).
2.2.4Belajar Penemuan
Belajar penemuan (discovery learning) merupakan salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik (Wilis, 1989: 103). Adapun beberapa kebaikan yang diperoleh dengan belajar penemuan, yaitu:
Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat, atau lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain.
Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya.
Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran peserta didik dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Sedangkan, secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan-keterampilan kognitif peserta didik untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
Belajar penemuan meningkatkan keingintahuan peserta didik dan memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban.
Belajar penemuan (discovery learning) memerlukan waktu, sehingga disarankan agar belajar penemuan hanya diterapkan pada batas-batas tertentu yaitu dengan mengarahkannya pada struktur bidang studi.
2.3Teori Intruksi Jerome S. Bruner
Dalam teori intruksi Bruner dibahas bagaimana pengajaran atau intruksi dilaksanakan sesuai dengan teori yang telah dikemukakan tentang belajar. Menurut Bruner suatu teori intruksi (Bruner 1966) hendaknya meliputi:
Pengalaman-pengalaman optimal bagi siswa untuk mau dan dapat belajar
Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal
Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajaran secara optimal
Bentuk dan pemberian reinforsemen
Pengalaman-Pengalaman Optimal Bagi Siswa untuk Mau dan Dapat Belajar
Menurut Bruner belajar dan pemecahan masalah bergantung pada penyelidikan alternatif-alternatif. Oleh karena itu pengajaran atau intruksi harus memperlancar dan mengatur penyelidikan alternatif-alternatif, ditinjau dari segi siswa (Wilis,1989:104).
Penyelidikan alternatif-alternatif membutuhkan aktivasi, pemeliharaan, dan pengarahan. Kondisi untuk aktivasi adalah adanya suatu tingkat ketidaktentuan dan optimal. Keingintahuan merupakan suatu respons terhadap ketidaktentuan dan kesangsian. Suatu tugas yang begitu terperinci menghendaki sedikit penyelidikan, tugas yang begitu tidak tentu dapat menimbulkan kebingungan dan kecemasan, dengan akibat mengurangi penyelidikan.
Setelah penyelidikan teraktifkan situasi ini dipelihara dengan membuat resiko seminimal mungkin dalam penyelidikan itu. Arah penyelidikan tergantung pada dua hal yang saling berkaitan yaitu tujuan dari tugas yang diberikan sampai batas-batas tertentu harus diketahui, dan sampai seberapa jauh tujuan itu telah tercapai pun harus diketahui.
Penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman optimal
Penstrukturan suatu domain pengetahuan mempunyai tiga ciri dan setiap ciri itu mempengaruhi kemampuan siswa untuk menguasainya. Ketiga ciri itu antara lain: cara penyajian (mode of representation), ekonomi, dan kuasa (power). Cara penyajian ekonomi dan kuasa berbeda bila dihubungkan dengan usia, "gaya" para siswa, dan jenis bidang studi (Wilis,1989:104).
Banyak bidang studi mempunyai berbagai alternatif cara penyajian. Ekonomi dalam penyajian pengetahuan dihubungkan dengan sejumlah informasi yang dapat disimpan dalam pikiran, dan diproses untuk mencapai pemahaman. Kuasa dari suatu penyajian dapat juga diterangkan sebagai kemampuan penyaji itu untuk menghubung-hubungkan hal-hal yang keliatannya sangat terpisah-pisah.
Perincian urutan-urutan penyajian materi pelajaran secara optimal
Dalam mengajar, siswa dibimbing melalui urutan pernyataan-pernyataan dari suatu masalah atau sekumpulan pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan siswa. Jadi, urutan materi pelajaran dalam suatu domain pengetahuan memenuhi kesulitan yang dihadapi siswa dalam mencapai penguasaan. Biasanya ada berbagai urutan yang setara dalam kemudahan dan kesulitan bagi para siswa. Tidak ada satu urutan khas bagi semua siswa, dan urutan yang optimal tergantung pada berbagai faktor, misalnya belajar sebelumnya, tingkat perkembangan anak, sifat materi pelajaran, dan perbedaan individu ( Wilis,1989:104).
Bruner mengemukakan bahwa perkembangan intelektual bergerak dari penyajian enaktif, melalui penyajian ekonik ke penyajian simbolik. Karena itu urutan optimum materi pelajaran juga mengukuti arah yang sama.
Bentuk dan Pemberian Reinforsemen
Dalam teorinya, Bruner mengemukakan bahwa bentuk hadiah, pujian dan hukuman harus diberikan sesuai dengan kondisinya pada saat proses belajar mengajar. Secara intuitif, jelas bahwa selama proses belajar mengajar berlangsung ada suatu ketika hadiah ekstrinsik bergeser ke hadiah intrinsik. Sebagai hadiah ekstrinsik misalnya pujian dari guru, sedangkan hadiah intrinsik timbul karena berhasil memecahkan masalah. Sedikit sekali diketahui ketetapan waktu pergesaran dari hadiah ekstrinsik ke intrinsik, dari hadiah intrinsik ke ekstrinsik, dan dari hadiah langsung ke hadiah yang tangguhkan, karena itu penting untuk diperhatikan (Wilis,1989:104).
Patut ditekankan, bahwa tujuan mengajar adalah untuk menjadikan siswa merasa puas. Umpan balik berupa perbaikan-perbaikan apapun juga membawa bahaya bagi siswa, karena siswa bersangkutan menjadi tetap bergantung pada guru atau tutor. Tutor seharusnya hanya membantu dan menemani siswa dalam belajar bukan membantu dengan mengkatrol nilai-nilai siswa, sehingga akhirnya siswa itu dimungkinkan untuk menggantikan fungsi tutor itu.
Penerapa Teori Belajar Penemuan (Discovery Learning)
Teori belajar penemuan oleh Jerome S. Bruner sangat berpengaruh terhadap perkembangan kognitif siswa. Pada bagian ini dibahas bagaimana menerapkan belajar penemuan pada siswa, ditinjau dari segi metode, tujuan, serta peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar.
2.4.1Metode dan Tujuan
Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan yang diajukan serta diterapkan tidak sepenuhnya beriringan. Dimana tujuan belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja, namun tujuan belajar sepenuhnya ialah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan intelektual siswa dan merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan melalui belajar penemuan (Wilis,1989:106).
Metode yang digunakan untuk menerapkan hal-hal yang menjadi tujuan dalam proses pembelajaranpun beraneka ragam. Sehingga apa yang menjadi tujuan pembelajaran belum tentu dijalankan sesuai atau beriringan dengan metode yang ada, dan mungkin saja metode yang ada menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan.
2.4.2Peranan Guru 
Langkah guru sebagai fasilitator pembelajaran dalam belajar penemuan adalah sebagai berikut (Wilis,1989:107-108):
a.Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.
b.Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah.
c.   Guru harus menyajikan dengan cara enaktif, ikonik dan simbolik. Enaktif adalah melaui tindakan atau dengan kata lain belajar sambil melakukan (learning by doing). Ikonik adalah didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan melalui gambar-gambar yang mewakili suatu konsep. Simbolik adalah menggunakan kata-kata atau bahasa-bahasa.
d. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis, guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor.
e.Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar penemuan. Secara garis besar belajar penemuan ialah mempelajarai generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri suatu konsep.
Jadi dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan proses pembelajaran. Guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada penemuan dan pemecahan masalah.
Kekurangan Dan Kelebihan Teori Belajar Penemuan Menurut Jerome Bruner
Teori adalah hasil kesimpulan yang ditemukan secara ilmiah. Ilmiah artinya dapat berlaku dalam waktu tertentu sampai ada pembaharuan atau hasil penemuan yang baru dan teruji kebenarannya secara ilmiah pula. Teori yang dihasilkan juga tentu ada sisi kelebihan dan kelemahan tersendiri. Berikut kelebihan atau keunggulan pengetahuan yang diperoleh dengan belajar discovery atau penemuan menunjukkan adalah sebagai berikut:
Pengetahuan itu akan bertahan lebih lama atau lama untuk diingat, mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara yang lain.
Sebagian itu belajar penemuan memiliki hasil belajar yang mempunyai efek transfer yang lebih baik dari hasil belajar lainnya. Artinya konsep-konsep yang ditemukan menjadi milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi baru atau pada saat dibutuhkan.
Disisi lainnya secara menyeluruh belajar penemuan dapat meningkatkan penalaran belajar suatu topik, meningkatkan kemampuan untuk berpikir secara bebas dan sistimatis ( Buto,Tt).
Selain teori ini memiliki sisi keunggulan tersendiri ia juga memiliki kekurangan dari analisis penulis dari paparan di atas sebagai berikut:
Dari sekian bidang studi yang ada tidak semua bidang studi atau sub judul bidang studi dapat dilakukan dengan teori belajar penemuan.
Tidak semua peserta didik mampu diajak kerja sama melakukan proses berpikir sebagaimana yang diharapkan.
Sulitnya teori ini diterapan pada budaya masyarakat yang berlainan antara satu daerah dengan daerah yang lain.
Teori ini relatif sulit karena akan memakan waktu yang relative lama, dikarenakan siswa kurang terbiasa untuk melakukan proses berpikir individu juga kelompok.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan akan bertahan lama dan mempunyai efek transfer yang lebih baik karena dengan belajar penemuan dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan berpikir secara bebas serta melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan berbagai masalah.Ada tiga tahapan menurut macam dan urutannya yaitu Tahap enaktif, Tahap ikonik, dan Tahap simbolik.
Teori Belajar Penemuan menurut Bruner memiliki ciri-ciri yakni Empat Tema tentang Pendidikan yaitu struktur pengetahuan, kesiapan (readines), nilai intuisi, motivasi atau keinginan. Model dan Kategori Teori Belajar Bruner yang terdiri dari dua asumsi yakni pengetahuan merupakan proses interaktif dan pengetahuan sebagai konstruksi. Bruner juga menyatakan cir-ciri teorinya yaitu dengan pemodelan "model of the world", selain itu cirri selanjutnya yaitu belajar sebagai proses kognitif.
Menerapkan belajar penemuan pada siswa, ditinjau dari segi metode, tujuan, serta peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar.
Teori Belajar Penemuan menurut Bruner juga memiliki kekurangan dan kelemahan, dari kekurangan dan kelemahan itu maka dalam bukunya the relevance of education dan menyarankan agar penggunaan belajar penemuan ini hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu, yaitu dengan mengarahkan pada struktur bidang studi.
Saran-Saran
Pada tahap perkembangan kognitif, sesuai dengan teori Penemuan oleh Jerome S. Bruner, mana kita hendaknya dapat meniru cara atau teori belajar Penemuan, yakni kita tidak hanya akan bergantung terhadap guru ataupun dosen, namun kita berusaha menggali informasi dan pengetahuan sendiri melalui berbagai cara sesuai dengan kaidah yang berlaku.


Download MAKALAH 3.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca MAKALAH 3. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

banner
Previous Post
Next Post

Akademikita adalah sebuah web arsip file atau dokumen tentang infografi, presentasi, dan lain-lain. Semua pengunjung bisa mengirimkan filenya untuk arsip melalui form yang telah disediakan.

0 komentar: