November 29, 2016

Makalah Ilmu Sosial Budaya Dasar

Judul: Makalah Ilmu Sosial Budaya Dasar
Penulis: Dwi Vita Purwardini


TUGAS ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR
KEKERASAN DAN PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK

Nama: Dwi Vita Ratna Purwardini
NIM: 1300029004
Kelas: A
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu'alaikum w.w.
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah swt. atas limpahan rahmat dan taufik-Nyalah sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul, "Kekerasan dan Pelecehan Seksual pada Anak" ini tepat pada waktunya.
Tentunya makalah ini tidak akan sempurna jika tidak mendapat dukungan dari orang tua, bimbingan dari dosen pengampu, serta dukungan rekan-rekan saya. Oleh sebab itu melalui makalah ini, saya haturkan terima kasih.
Demikian yang dapat saya sampaikan, saya harap dengan adanya makalah ini pembaca dapat mengetahui berbagai informasi dan pengetahuan yang saya sajikan yang tentunya akan bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu'alaikum w.w.
301688560325Yogyakarta, Juni 2014
Penulis
00Yogyakarta, Juni 2014
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantari
Daftar Isiii
BAB I
A. Pendahuluan1
Latar Belakang1
Permasalahan2
Tujuan2
BAB II
B. Pembahasan3
Definisi Pelecehan Seksual3
Tipe-Tipe Pelecehan Seksual4
Definisi Anak5
Pengertian Kekerasan6
Bentuk-Bentuk Kekerasan terhadap Anak8
Faktor yang Menjadikan Anak sebagai Korban Kekerasan Seksual9
Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan terhadap Anak11
Efek Kekerasan Seksual12
Dampak Kekerasan Seksual terhadap Anak13
Upaya Penanggulangan Kekerasan Seksual terhadap Anak14
Tips Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak17
BAB III
C. Penutup19
Kesimpulan19
Saran19
Daftar Pustaka21

BAB I
A. Pendahuluan
Latar Belakang
Tindakan kejahatan saat ini sedang maraknya terjadi. Masalah tindakan kejahatan terjadi di mana-mana dengan tingkat kejahatan kecil sampai besar, yang menyebabkan keresahan yang timbul di kalangan masyarakat. Dan korbannya tidak hanya dari kalangan remaja dan dewasa saja, tetapi juga anak-anak. Tindakan kejahatan yang akan dibahas pada makalah ini adalah tindak kejahatan pelecehan seksual khususnya pada anak-anak.
Masalah pelecehan seksual bukan lagi hal yang jarang terjadi. Bangsa Indonesia yang dahulu dianggap sebagai bangsa yang sejahtera, aman dan penuh dengan rasa sosial yang tinggi, kini telah mengalami kebobrokan moral yang sangat disayangkan. Tidak ada lagi rasa kekeluargaan di antara sesama, tidak lagi ada jiwa sosial yang tinggi, dan telah lunturnya budaya-budaya Indonesia yang dahulu pernah dijunjung tinggi.
Kasus pelecehan seksual kini semakin terdengar menghangat. Tidak hanya pelecehan seksual pada orang dewasa, tetapi malah mulai banyak merembet kabar tentang pelecehan seksual pada anak-anak. Kasus pelecehan seksual pada anak-anak di Indonesia saat ini sedang hangat-hangatnya terjadi. Kejadian ini tidak hanya menimbulkan efek negatif pada anak-anak, tetapi juga pada orang tua anak tersebut, yang harus menerima kenyataan pahit bahwa buah hatinya yang masih terlalu belia, sudah menjadi salah satu dari korban pelecehan seksual.
Pelecehan seksual pada anak-anak akan meninggalkan efek trauma yang mendalam. Terlebih lagi anak-anak akan mendapatkan tekanan secara psikis karena harus menuruti perintah pelaku. Tidak jarang ditemukan akibat dari pelecehan seksual tersebut ke depannya yaitu stress mental dan psikologis anak dapat terganggu. Dan tidak menutup kemungkinan juga anak-anak yang menjadi korban tersebut suatu saat kemudian dapat menjadi pelaku kejahatan tersebut. Karena rasa ingin tahu mereka untuk mencoba kembali dan karena batin mereka yang terlalu tertekan mengakibatkan mereka akan mengalami tekanan pada emosinya.
Permasalahan
Apakah definisi dari pelecehan seksual?
Apa saja tipe-tipe dari pelecehan seksual?
Apakah definisi dari anak?
Apakah pengertian dari kekerasan?
Apa saja bentuk-bentuk kekerasan pada anak?
Apakah faktor yang menjadikan anak sebagai korban kekerasan seksual?
Apakah faktor-faktor penyebab kekerasan terhadap anak?
Apakah efek dari kekerasan seksual?
Apakah dampak kekerasan seksual terhadap anak?
Bagaimanakah upaya penanggulangan kekerasan seksual terhadap anak?
Apa saja tips untuk mencegah kekerasan seksual pada anak?
Tujuan
Mengetahui definisi pelecehan seksual.
Mengetahui dan memahami tipe-tipe pelecehan seksual.
Mengetahui definisi anak.
Mengetahui pengertian kekerasan.
Mengetahui dan memahami bentuk-bentuk kekerasan pada anak.
Mengetahui dan memahami faktor yang menjadikan anak sebagai korban kekerasan seksual.
Mengetahui dan memahami faktor-faktor penyebab kekerasan terhadap anak.
Mengetahui dan memahami efek dari kekerasan seksual.
Mengetahui dan memahami dampak kekerasan seksual terhadap anak.
Mengetahui dan memahami upaya penanggulangan kekerasan seksual terhadap anak.
Mengetahui dan memahami tips untuk mencegah kekerasan seksual pada anak.

BAB II
B. Pembahasan
Definisi Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual merupakan bentuk diskriminasi seks dan juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Secara umum definisi pelecehan seksual adalah setiap tindakan/perilaku/gerak gerik seksual yang tidak dikehendaki dalam bentuk verbal (kata-kata) atau tulisan, fisik, tidak verbal, dan visual untuk kepentingan seksual, memiliki muatan seksual, sehingga menyebabkan kemarahan, perasaan terhina, malu, tidak nyaman, dan tidak aman bagi orang lain.
Pelecehan seksual adalah terminologi yang paling tepat untuk memahami pengertian kekerasan seksual. Pelecehan seksual memiliki rentang yang sangat luas, mulai dari ungkapan verbal (komentar, gurauan dan sebagainya) yang jorok/tidak senonoh, perilaku tidak senonoh (mencolek, meraba, mengelus, memeluk dan sebagainya), mempertunjukkan gambar porno/jorok, serangan dan paksaan yang tidak senonoh seperti, memaksa untuk mencium atau memeluk, mengancam akan menyulitkan si perempuan bila menolak memberikan pelayanan seksual, hingga perkosaan.
Perkosaan adalah hubungan seksual yang dilakukan tanpa kehendak bersama, dipaksakan oleh salah satu pihak pada pihak lainnya. Korban dapat berada di bawah ancaman fisik dan/atau psikologis, kekerasan, dalam keadaan tidak sadar atau tidak beradaya, berada di bawah umur, atau mengalami keterbelakangan mental dan kondisi kecacatan lain, sehingga tidak dapat menolak apa yang terjadi, tidak mengerti, atau tidak dapat bertanggungjawab atas apa yang terjadi padanya.
Pelecehan seksual dapat terjadi antara orang-orang berlainan maupun sesama jenis. Pelaku pelecehan biasanya memiliki pola perilaku yang memang melecehkan secara seksual (berulang-ulang), walaupun ada juga yang tidak berulang.
Pelecehan seksual merupakan bentuk kontak seksual atau bentuk lain yang tidak diinginkan secara seksual. Pelecehan seksual biasanya disertai dengan tekanan psikologis atau fisik. Perkosaan merupakan jenis pelecehan seksual yang spesifik. Perkosaan dapat didefiniskan sebagai penetrasi seksual tanpa izin atau dengan paksaan, disertai oleh kekerasan fisik.
Pelecehan seksual adalah perilaku dalam bentuk verbal ataupun fisik atau gerak tubuh yang berorientasi seksual, permintaan layanan seksual, atau perilaku lain yang berorientasi seksual yang membuat orang yang dituju merasa terhina, tersinggung dan/atau terintimidasi. Pelecehan seksual juga meliputi berbagai situasi di mana perilaku yang telah disebutkan sebelumnya disertakan ke dalam persyaratan kerja atau ketika perilaku yang sedemikian menciptakan lingkungan kerja yang mengintimidasi, tidak ramah atau tidak layak. Reaksi mereka yang menjadi korban harus terukur dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang dihadapi.
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran hingga menimbulkan reaksi negatif seperti rasa malu, marah, tersinggung dan sebagainya pada diri orang yang menjadi korban pelecehan. Pelecehan seksual terjadi ketika pelaku mempunyai kekuasaan yang lebih dari pada korban. Kekuasaan dapat berupa posisi pekerjaan yang lebih tinggi, kekuasaan ekonomi, kekuasaan jenis kelamin yang satu terhadap jenis kelamin yang lain, dan jumlah personal yang lebih banyak.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, pelecehan seksual adalah pelecehan yang berupa bentuk pembendaan dari kata kerja melecehkan yang berarti menghinakan, memandang rendah dan mengabaikan. Sedangkan seksual memiliki arti hal yang berkenaan dengan seks atau jenis kelamin, hal yang berkenaan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan pengertian tersebut maka pelecehan seksual berarti suatu bentuk penghinaan atau memandang rendah seseorang karena hal-hal yang berkenaan dengan seks, jenis kelamin atau aktivitas seksual antara laki-laki dan perempuan.
Tipe-Tipe Pelecehan Seksual
Meski berbagai kalangan berbeda pendapat dan pandangan mengenai pelecehan seksual, namun secara umum kriteria pelecehan seksual yang dapat diterima akal sehat, antara lain memiliki 10 tipe-tipe pelecehan seksual seperti:
Main mata atau pandangan yang menyapu tubuh, biasanya dari atas ke bawah seperti "mata keranjang" penuh nafsu.
Siulan nakal dari orang yang dikenal atau tidak dikenal.
Bahasa tubuh yang dirasakan melecehkan, merendahkan dan menghina.
Komentar yang berkonotasi seks. Atau kata-kata yang melecehkan harga diri, nama baik, reputasi atau pencemaran nama baik.
Mengungkapkan gurauan-gurauan bernada porno (humor porno) atau lelucon-lelucon cabul.
Bisikan bernada seksual.
Menggoda dengan ungkapan-ungkapan bernada penuh hasrat.
Komentar/perlakuan negatif yang berdasar pada gender.
Perilaku meraba-raba tubuh korban dengan tujuan seksual.
Pemaksaan berhubungan seksual dengan iming-iming atau ancaman kekerasan atau ancaman lainnya agar korban bersedia melakukan hubungan seksual, dan sebagainya. Perkosaan adalah pelecehan paling ekstrem.
Definisi Anak
Pengertian anak dari aspek religius atau agama
Anak adalah anugerah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, sehingga orang tua yang telah dianugerahi seorang anak oleh Tuhan, bertugas dan bertanggung jawab untuk mengasuh, membina, dan mendidik anak agar menjadi manusia yang seutuhnya.
Pengertian anak dari aspek sosiologis
Pengertian anak dari dalam makna sosial ini lebih mengarah kepada perlindungan anak secara kodrati, karena keterbatasan yang dimilikinya sebagai seorang anak. Anak tidak mungkin diharapkan untuk dalam waktu yang relatif singkat, tahu dan mengerti bagaimana ia harus bertingkah laku, bersikap, dan hidup bermasyarakat dengan orang lain dalam lingkungannya.
Pengertian anak dari aspek ekonomi
Dikaitkan dengan pemenuhan kebutuhan anak oleh orang tuanya, demi menciptakan kesejahteraan bagi anak tersebut, kesejahteraan anak dapat diperoleh oleh faktor-faktor internal anak itu sendiri maupun dari faktor eksternal keluarga anak yang bersangkutan. Anak dalam pengertian ekonomi ini berkaitan erat dengan kegiatan eksploitasi anak dan perdagangan manusia.
Pengertian anak dari aspek hukum
Pengertian anak dalam kedudukan hukum yaitu anak dipandang sebagai subjek hukum dan kedudukan anak sebagai subjek hukum dapat dikelompokkan sebagai sub-sistem sebagai berikut:
Pengertian anak menurut Undang-Undang Dasar tahun 1945
Di dalamnya tidak dijelaskan pengertian anak secara definitive, akan tetapi kita dapat melihat bahwa Undang-Undang Dasar memberikan perhatian secara khusus bagi anak-anak Indonesia, maka Undang-Undang Dasar tahun 1945 ini menegaskan adanya upaya-upaya Negara (dalam hal ini pemerintah) untuk melindungi anak-anak Indonesia, khususnya anak-anak yang tidak mendapatkan asuhan dan pemenuhan pasokan kebutuhan yang seharusnya diterima mereka dari orang tuanya ataupun dari orang dewasa lainnya. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum di dalam Pasal 34 Undang-Undang Dasar tahun 1945 "fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara".
Pengertian anak dalam Hukum Perdata
Di dalam ruang lingkup Hukum Perdata, anak dipandang sebagai subjek Hukum yang belum mempunyai kemampuan (tidak cakap) di dalam melakukan hubungan keperdataan, ketentuan Pasal 330 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mendudukkan anak sebagai berikut "belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin".
Pengertian anak menurut Hukum Pidana
Pengertian anak di dalam lingkup Hukum Pidana hanya di khususkan pada pengertian yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pengertian anak yang tercantum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diletakkan dalam pengertian anak yang bermakna penafsiran Hukum secara negatif, maksudnya adalah seorang anak yang berstatus sebagai subjek Hukum yang seharusnya bertanggung jawab terhadap tindak Pidana yang dilakukan oleh anak itu sendiri, dan mempunyai hak-hak khusus dan perlu untuk mendapatkan perlindungan khusus menurut Undang-Undang yang berlaku, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pengertian Kekerasan
Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO, kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
Menurut Kamus Sosiologi, kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau benda. Di dalam KUHP, pengertian kekerasan di atur dalam Pasal 89 KUHP yang menyatakan bahwa membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. Secara bahasa, kekerasan (violence) dimaknai sebagai serangan atau invasi (assault) terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan diartikan sebagai perihal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain, atau ada paksaan. Menurut penjelasan ini, kekerasan merupakan wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit, atau penderitaan pada orang lain. Dimana salah satu unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidakrelaan atau tidak adanya persetujuan pihak lain yang dilukai.
Pasal 1 Deklarasi Penghapusan kekerasan terhadap perempuan pengertian tentang kekerasan terhadap perempuan atau anak sebagai setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum atau di dalam kehidupan pribadi. Sementara Pasal 2 Deklarasi ini membagi kekerasan terhadap anak, meskipun membatasinya, ke dalam 3 kelompok yaitu kekerasan dalam keluarga, kekerasan dalam masyarakat luas, dan kekerasan yang dilakukan atau dibenarkan oleh negara.
Tindakan kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis terjadi dalam keluarga, termasuk pemukulan, penyalahgunaan seksual atas perempuan kanak-kanak dalam rumah tangga, kekerasan yang berhubungan dengan mas kawin, perkosaan dalam perkawinan, pengrusakan alat kelamin anak dan praktik-praktik kekejaman tradisional lain terhadap anak, kekerasan terhadap anak yang berhubungan dengan eksploitasi:
Kekerasan secara fisik, seksual, dan psikologis yang terjadi dalam masyarakat luas,
termasuk perkosaan, penyalahgunaan seksual, pelecehan dan ancaman seksual di rumah, dalam lembaga-lembaga pendidikan, dan sebagainya, perdagangan anak dan pelacuran paksa.
Kekerasan secara fisik, seksual dan psikologis yang dilakukan atau dibenarkan oleh negara, dimanapun terjadinya.
Bentuk-Bentuk Kekerasan terhadap Anak
1. Kekerasan Anak Secara Fisik
Kekerasan secara fisik adalah penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikan pinggang, atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin panas atau berpola akibat sundutan rokok atau setrika. Lokasi luka biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan, mulut, pipi, dada, perut, punggung atau daerah bokong. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orangtuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang air atau muntah di sembarang tempat, memecahkn barang berharga.
2. Kekerasan Anak Secara Emosional
Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Ia boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Orang tua yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan terus-menerus melakukan hal sama sepanjang kehidupan anak itu.
3. Kekerasan Anak secara Verbal
Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku biasanya melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli, atau juga mengkambinghitamkan.
4. Kekerasan Anak Secara Seksual
Kekerasan secara seksual dapat berupa perlakuan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibisionism), maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan, eksploitasi seksual).
5. Kekerasan Anak Secara Psikis
Kekerasan secara psikis meliputi penghardikan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar, dan film pornografi pada anak. Anak yang mendapatkan perlakuan ini umumnya menunjukkan gejala perilaku maladaptif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut ke luar rumah dan takut bertemu dengan orang lain.
6. Kekerasan Anak Secara Sosial
Kekerasan secara sosial dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh-kembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak. Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat.
Sebagai contoh, memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial, atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikisnya dan status sosialnya. Misalnya, anak dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan (pertambangan, sektor alas kaki) dengan upah rendah dan tanpa peralatan yang memadai, anak dipaksa untuk angkat senjata, atau dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya.
Faktor yang Menjadikan Anak sebagai Korban Kekerasan Seksual
Seks merupakan ancaman yang seringkali mengikuti perkembangan anak, khususnya anak perempuan. Banyak hal-hal yang memungkinkan anak menjadi korban pelampiasan seks orang-orang dewasa yang seharusnya melindunginya. Salah satunya adalah faktor media massa, baik elektronik maupun cetak, dengan tampilan adegan-adegan yang menimbulkan hasrat seks. Hal ini berhubungan dengan rendahnya kesadaran dan pengamalan nilai agama.
Faktor lainnya berasal dari lingkungan terdekat anak, yaitu keluarga, tetangga dan teman sebaya. Dan bisa juga oleh faktor ketidakharmonisan antara suami-istri di dalam berumah tangga sehingga menjadi pendorong seorang ayah untuk melampiaskan hawa nafsu seksnya kepada anak perempuannya.
Keadaan ini sangat mudah dilakukan karena selama ini ayah dianggap orang yang paling berkuasa di dalam rumah tangga, sehingga anak tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Meskipun ada anggota keluarga yang mengetahui adanya kekerasan seksual, maka mereka akan menyimpan masalah itu dalam keluarga. Keadaan ini secara tidak langsung memberikan peluang bagi orang-orang dewasa untuk menjadi pelaku-pelaku tindak kekerasan seksual, dengan beranggapan tindakannya tidak akan diketahui orang lain.
Jika demikian persoalannya, maka bukan tidak mungkin apabila kejadian-kejadian, seperti perkosaan terhadap anak perempuan yang dilakukan oleh anggota keluarga, juga dianggap sebagai suatu permasalahan dalam keluarga, dan tidak ada kaitannya dengan masyarakat.
Selain itu, keberadaan anak sebagai sosok yang lemah dan memiliki ketergantungan yang tinggi dengan orang-orang dewasa yang disekitarnya, membuat anak tidak berdaya saat dia diancam untuk tidak memberitahukan apa yang dialaminya.
Kondisi tersebut menempatkan anak perempuan pada situasi yang berbahaya dan menjadi sasaran empuk untuk perlakuan yang tidak adil. Marginalisasi, stereotip dan diskriminasi gender merupakan situasi yang sering dihadapi anak perempuan, sehingga bentuk-bentuk kekerasan yang dimotivasi oleh nafsu seks menjadi bahaya nyata yang mengancam anak perempuan, kapan dimana dan oleh siapa saja. Status sebagai perempuan pada satu sisi dan anak di sisi lain menyebabkan anak perempuan menjadi mangsa kebuasan seks laki-laki.
Secara kemanusiaan kekerasan terhadap anak yang terjadi dan dilakukan dalam lingkup domestik, lingkup komunitas, dan akibat kebijakan Negara. Artinya, kekerasan terhadap anak bukan saja menjadi praktek dalam relasi domestik, namun relasi komunitas. Selain itu, justru kekerasan seksual lebih eskalatif dibandingkan kekerasan fisik dan psikis. Fakta ini patut dicemaskan karena kekerasan bahkan eksploitasi atas alat atau organ seksual anak, menjadi semakin biasa dan kerap terjadi. Bahkan lebih kerap terjadi dibandingkan kekerasan fisik. Kekerasan seksual ini sangat menghujamkan derita psikologis bagi anak-anak. Akibatnya, kehidupan anak-anak yang diwarnai dengan rasa ketakutan, traumatik, mengulangi kekerasan terhadap anak lain (yang lebih kecil), bahkan bisa menggagalkan tumbuh dan kembang anak secara wajar.
Banyaknya faktor yang mendorong seseorang melakukan tindak pidana perkosaan terhadap anak di bawah umur. Dan untuk tiap-tiap kasus, faktor-faktor tidak selalu sama baik jenis atau macam maupun kadar atau tingkat mempengaruhi terhadap perbuatan tersebut, karena masing-masing dilandasi motivasi yang berbeda. Motivasi utama dilakukannya tindak Pidana perkosaan terhadap anak di bawah umur adalah dorongan nafsu seksual yang tidak mampu dikendalikan.
Tindak Pidana perkosaan terhadap anak di bawah umur sebagian dilakukan oleh orang-orang yang telah dikenal dengan cukup baik oleh korban. Perkosaan tersebut biasanya terjadi pada saat anak tersebut diluar pengawasan orang tua dan biasanya dilakukan saat suasana sepi.
Kejahatan tidak dikehendaki masyarakat, akan tetapi justru senantiasa ada dalam masyarakat dan dilakukan oleh anggota masyarakat juga. Oleh karenanya penanggulangan kejahatan hanya dapat dilakukan secara menekan atau mengurangi adanya kejahatan tersebut.
Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan terhadap Anak
Kekerasan terhadap anak (child abuse) terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor, yaitu:
Pewarisan Kekerasan Antar Generasi (intergenerational transmission of violance)
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan kepada anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan diwarisi (transmitted) dari generasi ke generasi. Studi-studi menunjukkan bahwa lebih kurang 30% anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan menjadi orangtua yang bertindak keras kepada anak-anaknya. Sementara itu, hanya 2 sampai 3 persen dari semua individu menjadi orangtua yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya. Anak-anak yang mengalami perlakuan salah dan kekerasan mungkin menerima perilaku ini sebagai model perilaku mereka sendiri sebagai orangtua. Tetapi, sebagian besar anak-anak yang diperlakukan dengan kekerasan tidak menjadi orang dewasa yang memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya.
Stres Sosial (Social Stress)
Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup: pengangguran (unemployment), penyakit (illness), kondisi perumahan buruk (poor housing conditions), ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger than average family size), kelahiran bayi baru (the presence of a new baby), orang cacat (disabled person) di rumah, dan kematian (the death) seorang anggota keluarga. Sebagian besar kasus dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap anak berasal dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi dalam keluarga kelas menengah dan kaya, tetapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak di antara keluarga miskin karena beberapa alasan.
Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah
Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orangtua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat.
Struktur Keluarga
Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orangtua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orangtua utuh. Selain itu, keluarga-keluarga dimana baik suami atau istri mendominasi di dalam membuat keputusan penting, seperti: dimana bertempat tinggal, pekerjaan apa yang mau diambil, bilamana mempunyai anak, dan beberapa keputusan lainnya, mempunyai tingkat kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga-keluarga yang suami-istri sama-sama bertanggung jawab atas keputusan-keputusan tersebut.
Efek Kekerasan Seksual
Kebanyakan korban perkosaan merasakan kriteria psychological disorder yang disebut post-traumatic stress disorder (PTSD), simtom-simtomnya berupa ketakutan yang intens terjadi, kecemasan yang tinggi, emosi yang kaku setelah peristiwa traumatis. Korban yang mengalami kekerasan membutuhkan waktu satu hingga tiga tahun untuk terbuka pada orang lain. Empat jenis dari efek trauma akibat kekerasan seksual, yaitu:
Betrayal (penghianatan)
Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan seksual. Sebagai anak individu percaya kepada orangtua dan kepercayaan itu dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan anak dan otoritas orangtua menjadi hal yang mengancam anak.
Traumatic sexualization (trauma secara seksual)
Perempuan yang mengalami kekerasan seksual cenderung menolak hubungan seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi korban kekerasan seksual dalam rumah tangga. Korban lebih memilih pasangan sesama jenis karena menganggap laki-laki tidak dapat dipercaya.
Powerlessness (merasa tidak berdaya)
Rasa takut menembus kehidupan korban. Mimpi buruk, fobia, dan kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit. Perasaan tidak berdaya mengakibatkan individu merasa lemah. Korban merasa dirinya tidak mampu dan kurang efektif dalam bekerja. Beberapa korban juga merasa sakit pada tubuhnya. Sebaliknya, pada korban lain memiliki intensitas dan dorongan yang berlebihan dalam dirinya.
Stigmatization
Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dirinya. Korban sering merasa berbeda dengan orang lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya akibat penganiayaan yang dialami. Korban lainnya menggunakan obat-obatan dan minuman alkohol untuk menghukum tubuhnya, menumpulkan inderanya, atau berusaha menghindari memori kejadian tersebut.
Dampak Kekerasan Seksual terhadap Anak
Anak merupakan individu yang belum matang baik secara fisik, mental maupun sosial. Karena kondisinya yang rentan, tergantung dan berkembang, jika dibandingkan dengan orang dewasa jelas anak lebih beresiko terhadap tindak kekerasan, eksploitasi, penelantaran dan lain-lain.
Secara umum akibat dari kekerasan terhadap anak adalah sangat serius dan berbahaya karena seseorang anak sedang berada pada masa pertumbuhan baik itu fisik maupun mentalnya. Seseorang anak yang mengalami kekerasan jika penanganannya tidak tepat maka ia akan mengalami cacat tetap yang bukan pada fisik saja tetapi juga pada mental dan emosinya. Kecacatan mental dan emosi inilah yang akan merubah hidupnya dan masa depannya serta akan dibawanya terus hingga dewasa.
Secara rinci dampak kekerasan terhadap anak adalah sebagai berikut:
Anak akan menjadi negative dan agresif serta mudah frustasi.
Menjadi sangat pasif dan apatis.
Tidak mempunyai kepribadian sendiri, apa yang dilakukan sepanjang hidupnya hanyalah memenuhi keinginan orang tuanya (parental extension).
Rendah diri.
Sulit menjalin relasi dengan individu lain.
Sementara khusus kekerasan dan penyalahgunaan seksual pada masa kanak-kanak dapat berdampak sangat serius. Di satu sisi, karena anak mengalami hal-hal yang menakutkan dan menjadi teror sepanjang hidupnya. Di sisi lain, bila tindakan seksual dari orang dewasa itu sedemikian rupa, anak juga akan mengalami perasaan nikmat. Selain itu berbagai bujukan, ancaman sekaligus langkah-langkah pelaku dapat menambah rumit perasaan bersalah dan berdosa pada diri anak. Karena masalah seksual adalah masalah yang ditutup-tutupi dan tabu dibicarakan, anak tidak dapat memahami apa yang terjadi padanya "secara sehat". Ketidakmampuan anak untuk memahami apa yang sesungguhnya terjadi dapat memunculkan gangguan-gangguan yang terbawa terus ke masa depan.
Dengan demikian dampak yang lebih dialami oleh korban kekerasan seksual adalah dampak psikologis yang muncul di kemudian hari berupa trauma yang berkepanjangan atas perbuatan pelaku, sementara trauma fisik kadang ditemukan, terkadang juga tidak ada terutama jika kekerasan seksual dilakukan tanpa pemaksaan fisik melainkan dengan membujuk atau merayu korbannya.
Upaya Penanggulangan Kekerasan Seksual terhadap Anak
Kejahatan atau tindakan kriminal merupakan salah satu bentuk dari perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat. Perilaku menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma sosial dan merupakan ancaman real atau potensial bagi berlangsungnya ketertiban sosial, ia juga merupakan masalah kemanusiaan.
Oleh sebab itu para praktisi hukum maupun pemerintah setiap negara selalu melakukan berbagai usaha untuk menanggulangi kejahatan dalam arti mencegah sebelum terjadi dan menindak pelaku kejahatan yang telah melakukan perbuatan atau pelanggaran atau melawan hukum. Usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan (politik kriminal) sudah tentu tidak hanya dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana), tetapi dapat juga menggunakan sarana yang non penal.
Upaya Penal
Penanggulangan secara penal yaitu penanggulangan setelah terjadinya kejahatan atau menjelang terjadinya kejahatan, dengan tujuan agar kejahatan itu tidak terulang kembali. Penanggulangan secara penal dalam suatu kebijakan kriminal merupakan penanggulangan kejahatan dengan memberikan sanksi pidana bagi para pelakunya sehingga menjadi contoh agar orang lain tidak melakukan kejahatan. Dengan diberikannya sanksi hukum pada pelaku, maka memberikan perlindungan secara tidak langsung kepada korban perkosaan anak di bawah umur ataupun perlindungan terhadap calon korban. Ini berarti memberikan hukuman yang setimpal dengan kesalahannya atau dengan kata lain para pelaku diminta pertanggung-jawabannya.
Upaya penanggulangan kejahatan dengan menggunakan sanksi (hukum) pidana merupakan cara yang paling tua, setua peradaban manusia itu sendiri. Sampai saat inipun, hukum pidana masih digunakan dan diandalkan sebagai salah satu sarana politik kriminal. Hukum pidana hampir selalu digunakan dalam produk legislatif untuk menakuti dan mengamankan bermacam-macam kejahatan yang mungkin timbul di berbagai bidang.
Penanggulangan kejahatan perkosaan terhadap anak di bawah umur melalui upaya penal dilakukan secara represif. Penanggulangan kejahatan yang bersifat represif, maksudnya adalah upaya penanggulangan kejahatan dengan memberikan tekanan terhadap pelaku kejahatan, dengan tujuan agar kejahatan itu tidak terjadi lagi. Penanggulangan kejahatan yang bersifat represif ditujukan pada pelaku kejahatan tersebut, yang dimulai dengan usaha penangkapan, pengusutan di peradilan, dan penghukuman. Penanggulangan yang bersifat represif ini adalah berupa tindakan penanggulangan yang dilakukan setelah terjadi kejahatan dengan memberikan sanksi hukum yang setimpal dengan perbuatan/kesalahan yang dilakukan oleh si pelaku atau dengan kata lain para pelaku diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya.
Oleh sebab itu dalam tindakan penanggulangan kejahatan secara penal ini peranan polisi, jaksa, dan hakim sangatlah penting. Pihak kepolisian perlu mengembangkan sistem responnya yang cepat dan tepat apabila mendapat laporan mengenai tindakan-tindakan kriminal. Setelah itu mengadakan pengusutan dengan kerjasama dari anggota masyarakat sehingga dapat mengajukan ke pengadilan untuk mendapatkan pembuktian, yang obyektif demi terciptanya keadilan bagi masyarakat. Upaya penanggulangan secara penal ini dalam kejahatan perkosaan terhadap anak di bawah umur diharapkan kepada pelaku dihukum lebih berat lagi karena terkadang pelaku dapat juga bebas.
Upaya Non-Penal
Usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan (politik kriminal) sudah tentu tidak hanya dengan menggunakan sarana penal, tetapi juga dapat menggunakan sarana non penal. Penanggulangan secara non penal maksudnya adalah penanggulangan dengan tidak menggunakan sanksi hukum, yang berarti bahwa penanggulangan ini adalah penanggulangan kejahatan yang lebih bersifat preventif. Usaha-usaha non penal bisa berupa penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui pendidikan moral, agama, dan sebagainya, peningkatan usaha dan kesejahteraan anak remaja, kegiatan patroli dan pengawasan lainnya secara kontinyu oleh polisi dan aparat keamanan lainnya dan sebagainya. Usaha-usaha non penal ini dapat meliputi bidang yang sangat luas sekali di seluruh sektor kebijakan sosial.
Upaya Preventif
Penanggulangan kejahatan perkosaan terhadap anak di bawah umur dapat dilakukan dengan cara yang bersifat preventif maksudnya adalah upaya penanggulangan yang lebih dititikberatkan pada pencegahan kejahatan yang bertujuan agar kejahatan itu tidak sampai terjadi. Kejahatan dapat dikurangi dengan melenyapkan faktor-faktor penyebab kejahatan itu sebab bagaimanapun kejahatan tidak akan pernah habis. Dalam hal ini usaha pencegahan kejahatan tersebut lebih diutamakan, karena biar bagaimanapun usaha pencegahan jelas lebih baik dan lebih ekonomis daripada tindakan represif. Disamping itu usaha pencegahan dapat mempererat kerukunan dan meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap sesama anggota masyarakat.
Dalam usaha pencegahan kriminalitas, kata pencegahan dapat berarti antara lain mengadakan usaha perubahan yang positif, dalam hal perkosaan khususnya perkosaan terhadap anak dibawah umur, seperti memberikan perlindungan terhadap anak karena anak merupakan orang yang paling mudah dibujuk dan selain itu anak belum dapat memberontak seperti yang dilakukan oleh orang-orang dewasa. Penanggulangan secara non penal kejahatan perkosaan terhadap anak di bawah umur adalah dengan meningkatkan kesadaran hukum bagi anggota keluarga untuk lebih memahami kepentingan anak di masa depan.
Upaya Reformatif
Upaya reformatif adalah segala cara pembaharuan atau perbaikan kepada semua orang yang telah melakukan perbuatan jahat yang melanggar undang-undang. Upaya ini bertujuan untuk mengurangi jumlah residivis atau kejahatan ulangan. Upaya ini dapat dilakukan dengan berbagai cara yang kesemuanya adalah menuju kepada kesembuhan, sehingga si pelaku kejahatan dapat menjadi manusia yang baik kembali.
Upaya reformatif ini dilakukan setelah adanya upaya-upaya yang lain serta upaya ini bertujuan mengembalikan atau memperbaiki jiwa si penjahat kembali, yang mana untuk kejahatan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur dapat dilakukan dengan metode reformatif dinamik (dalam hal ini metode klasik dan metode moralisasi) serta metode profesional service. Melalui metode reformatif dinamik, metode yang memperlihatkan cara bagaimana mengubah penjahat dari kelakuannya yang tidak baik, terdapat metode klasik dengan jalan memberikan hukuman yang berat. Walaupun metode ini tidak berlaku bagi semua kejahatan, mengingat hukuman yang berat semata-mata tidak menubah tingkah laku penjahat itu sendiri.
Metode moralisasi diterapkan dengan jalan memberikan bimbingan dan khotbah-khotbah keagamaan di dalam penjara sehingga dapat merubah perilakunya untuk menginsyafi semua perbuatannya yang tidak terpuji dan ia tidak akan mengulangi kembali perbuatan terkutuk tersebut di kemudian hari. Sedangkan melalui metode profesional service, diharapkan pengadilan dan penjara mendapat bantuan dari ahli-ahli profesional yang membantu di dalam penyelidikan sehingga mendapatkan penilaian yang obyektif terhadap keadaan si terdakwa.
Tips Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
Tidak ada rahasia
Ajarkan anak untuk selalu terbuka dalam menyampaikan perasaannya. Buat dia selalu bercerita perasaannya baik saat senang, sedih, takut dan gembira. Hal ini membuatnya tidak akan merahasiakan hal sekecil apapun, termasuk perlakuan yang diterimanya dari orang sekelilingnya. Dengan begitu orangtua akan tahu siapa saja yang ia temui dan dekat dengannya.
Jangan memakaikan aksesori yang terdapat namanya
Hindari memakaikan aksesori yang terdapat nama anak saat ia bermain di taman atau tempat bermain, dan orangtua tidak memperhatikannya dengan seksama. Bisa saja ada orang yang menghampiri dan menyebutkan namanya, kemudian berkata bahwa ia sedang dicari orangtuanya. Anakpun bisa langsung menurutinya karena merasa orang asing tersebut tahu namanya.
Ajarkan fungsi dan nama dari tiap organ tubuh anak
Ajarkan sedini mungkin fungsi dan nama dari setiap organ tubuhnya termasuk organ vitalnya. Tidak masalah jika ia menyebut vagina, penis atau payudara, karena memang itulah namanya. Hindari menggunakan istilah untuk menyebut organ vitalnya, hal itu malah bisa membuatnya bingung. Katakan pada anak organ intim yang mereka miliki harus dijaga baik-baik dan tidak boleh dipegang sembarang orang dan jika ada yang memegangnya ajarkan pada anak untuk berteriak dan lari sekencang-kencangnya.
Kondisikan situasi
Jika anak sudah cukup umur dan bisa mengerti buatlah cerita dengan awalan pertanyaan "bagaimana jika". Misalnya, "bagaiman jika ada orang dewasa yang kamu tidak kenal memberikan permen?". Jika jawaban anak yaitu menerima permen dan akan bermain bersamanya segera katakan padanya bahwa hal itu berbahaya. Buatlah anak mengerti bahwa situasi tersebut membahayakannya, dengan menyebutkan kemungkinan yang ada seperti bisa saja ia diculik atau disakiti dengan orang asing tersebut.

BAB III
C. Penutup
Kesimpulan
Pelecehan seksual merupakan bentuk kontak seksual atau bentuk lain yang tidak diinginkan secara seksual. Perkosaan merupakan jenis pelecehan seksual yang spesifik. Perkosaan dapat didefiniskan sebagai penetrasi seksual tanpa izin atau dengan paksaan, disertai oleh kekerasan fisik.
Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik, kekuasaan dan ancaman terhadap diri sendiri, perorangan, sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. Kekerasan pada anak dapat berbentuk kekerasan secara fisik, emosional, verbal, seksual maupun sosial.
Akibat kekerasan terhadap anak dapat mengganggu pertumbuhan baik fisik maupun mentalnya. Jika penanganannya tidak tepat maka akan mengalami cacat tetap yang bukan pada fisik saja tetapi juga pada mental dan emosinya. Kecacatan mental dan emosi akan merubah hidupnya dan masa depannya dan akan dibawanya terus hingga dewasa.
Upaya penanggulangan kekerasan seksual terhadap anak dapat dilakukan dengan upaya penal, non penal, preventif dan reformatif. Tips untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak dapat dilakukan dengan mengajarkan anak untuk tidak menyimpan rahasia dari orangtuanya, tidak memakaikan aksesori yang terdapat namanya, mengajarkan fungsi dan nama dari tiap organ tubuhnya dan mengajarkan kondisi situasi berbahaya disekitarnya.
Saran
Orangtua harus lebih memperhatikan sikap dan kebiasaan anak sehari-hari. Bila ada perubahan, seperti menjadi penakut, pemalu dan menarik diri dari pergaulan, segera lakukan pendekatan dan tanyai dia, dengan mengusahakan agar jika terjadi sesuatu dengannya maka orang pertama yang ia beritahukan adalah orangtuanya.
Selain itu orang tua harus lebih gencar memberikan pendidikan seks dini untuk mencegah tindakan kejahatan pada anak-anak. Dengan begitu ia akan mengetahui apa saja hal-hal yang tidak boleh dilakukan, bagaimana batasan antara dirinya dengan orang lain disekitarnya, organ apa saja dari tubuhnya yang penting untuk dijaga dan bagaimana seharusnya yang dilakukan jika ada orang asing yang mendekatinya, apalagi sampai menyentuh organ vital yang dimilikinya.
Dengan demikian, anak akan lebih berani untuk bertindak dalam menjaga dirinya. Tindakan tersebut akan membuat angka kejahatan pada anak-anak dapat menurun. Tidak hanya dari anak itu sendiri, melainkan dari orang tua, keluarga dan pihak sekolah juga harus turut mengawasi dan memberikan pendidikan seks dini pada anak-anak.

DAFTAR PUSTAKA
http://betterwork.org/indonesia/wp-content/uploads/Guidelines-on-the-Prevention-of-Workplace-Harassment_IND-3.pdfhttp://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/viewFile/1748/1389http://repository.library.uksw.edu/bitstream/handle/123456789/1680/T1_132007023_BAB%20II.pdf?sequence=3http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18417/1/equ-feb2008-13%20(2).pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22787/4/Chapter%20II.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25743/4/Chapter%20II.pdfhttp://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1hukum08/204711012/bab2.pdfhttp://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1hukum09/205711018/BAB2.pdfhttp://www.pulih.or.id/res/publikasi/news_letter%2015.pdf


Download Makalah Ilmu Sosial Budaya Dasar.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca Makalah Ilmu Sosial Budaya Dasar. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

banner
Previous Post
Next Post

Akademikita adalah sebuah web arsip file atau dokumen tentang infografi, presentasi, dan lain-lain. Semua pengunjung bisa mengirimkan filenya untuk arsip melalui form yang telah disediakan.

0 komentar: