Oktober 24, 2016

MAKALAH PEMBERLAKUAN OTONOMI DAERAH

Judul: MAKALAH PEMBERLAKUAN OTONOMI DAERAH
Penulis: Muhammad Irsyad


MAKALAH
PEMBERLAKUAN OTONOMI DAERAH
DAN
FENOMENA PEMEKARAN WILAYAH
DI INDONESIA
Disusun oleh kelompok 7
Nama kelompok : NIM :
MUHAMMAD IRSYAD14180133
MUHAMMAD AMIRUL. A14180130
META TRIDIANA14180
Daftar IsiDaftar isi ii
Kata pengantar iii
Latar belakang ivRumusan masalah ivPembahasan 1
Definisi otonomi daerah 1
Prinsip otonomi daerah 2
Visi otonomi daerah 3
Dasar hukum otonomi daerah 3
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia 5
Penutup 7
Daftar pustaka 8
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kasih serta sayang-Nya sehingga kita semua masih diberi kesempatan untuk menikmati segala ciptaan-Nya yang dihamparkan di bumi ini. Salam beriring sholawat kita kirimkan kepada Nabi junjungan kita yakni  Nabi Muhammad SAW yang kita sadari bahwa beliaulah yang telah membawa kita semua dari alam yang begitu gelap menuju alam yang terang benderang yaitu keislaman seperti yang kita rasakan bersama-sama hingga saat ini. Adapun penulis menyusun makalah yang berjudul :
"Otonomi Daerah"
penulis sadar bahwa Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan, sehingga kedepannya kami dapat memperbaiki diri demi peningkatan kualitas Makalah selanjutnya. Adapun harapan dari penulis agar kiranya makalah ini dapat  bermanfaat bagi para pembaca.
LATAR BELAKANG
Pada masa sebelum 1998, kekuasaan Pemerintah Pusat negara Republik Indonesia sangat sentralistik dan semua daerah di republik ini menjadi perpanjangan tangan kekuasaan Jakarta (pemerintah pusat).Dengan kata lain, rezim Orde Baru mewujudkan kekuasaan sentripetal yakni berat sebelah memihak pusat bukan pinggiran (daerah).Daerah yang kaya akan sumber daya alam, ditarik keuntunganproduksinya dan dibagi-bagi di antara elite Jakarta, alih-alih diinvestasikan untuk pembangunan daerah. Akibatnya, pembangunanantara di daerah dengan di Jakarta menjadi timpang.B.J. Habibie yang menggantikan Soeharto sebagai presidenpasca-Orde Baru membuat kebijakan politik baru yang menguba hubungan kekuasaan pusat dan daerah dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah atau yang biasa disebut desentralisasi. Dengan terbitnya undangundang ini, daerah tidak lagi sepenuhnya bergantung pada Jakarta dan tidak lagi mau didikte oleh pusat. Bahkan, beberapa daerah, sepertiAceh, Riau dan Papua menuntut merdeka dan ingin berpisah dariRepublik Indonesia.Pada masa awal reformasi, selain adanya keinginan provinsi memisahkan dari republik, juga bermuncukan aspirasi dari berbagai daerah yang menginginkan dilakukannya pemekaran provinsi atau kabupaten.
RUMUSAN MASALAH
Mengetahui perangkat hukum tentang otonomi daerah di Indonesia
dampak pemberlakuan sistem otonomi daerah di indonesiapenyebab pemekaran wilayahPEMBAHASAN
 
A.Defenisi Otonomi Daerah
Otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai "mandiri" sedangkan
dalam makna yang lebih luas diartikan sebagai berdaya. Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan  pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Secara istilah "otonomi daerah" adalah "wewenang atau kekuasaan pada suatu wilayah atau daerah yang mengatur dan mengelola untuk kepentingan wilayah masyarakat itu sendiri." Otonomi daerah menurut UU No.32 tahun 2004 Pasal 1 ayat 5 adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan  peraturan perundang-undangan.
 Pelaksanaan otonomi daerah dipengaruhi oleh faktor-faktor yang meliputi kemampuan si pelaksana, kemampuan dalam keuangan, ketersediaan alat dan  bahan, dan kemampuan dalam berorganisasi. Otonomi daerah tidak mencakup  bidang-bidang tertentu, seperti politik luar negeri, pertahanan keamanan,  peradilan, moneter, fiskal, dan agama. Bidang-bidang tersebut tetap menjadi urusan pemerintah pusat. Pelaksanaan otonomi daerah berdasar pada prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman. Dalam otonomi daerah ada prinsip desentralisasi, dekonsentrasi dan pembantuan yang dijelaskan dalam UU No.32 tahun 2004 sebagai berikut:
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan  pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerinta kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
B.Prinsip Otonomi Daerah
Otonomi daerah diselenggarakan untuk menterjemahkan gagasan desentralisasi sebagai kritik atas kuatnya sentralisasi yang diselenggarakan pada masa  pemerintahan rezim Soeharto. Desentralisasi dipilih sebab ia memiliki kelebihan dibanding sentralisasi negara yang melahirkan problem bernegara. Otonomi daerah memiliki prinsip-prinsip yang harus ada untuk bisa mencapai tujuan. Prinsip-prinsip otonomi daerah dalam UU no. 22 tahun 1992:
1.Demokrasi keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah.
2.Otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
3.Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota.
4.Sesuai dengan konstitusi negara.
5.Kemandirian daerah otonom.
6.Meningkatkan peranan dan fungsi badan legislative daerah.
7.Asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi sebagai wilayah administrasi.
8.Asas tugas pembantuan.
C.Visi Otonomi Daerah
Politik Harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsive.
Ekonomi Terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya.
Sosial Menciptakan kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika kehhidupan disekitarnya.
D. Dasar Hukum Otonomi Daerah
Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk
Mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI,yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut
oleh undang-undang.Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, "Pemerintahan daerah provinsi,daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan."Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, "Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat." Dan ayat (6) pasal yang sama menyatakan, "Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Namun,
karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan,ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi otonomi
daerah sebagai berikut:
"Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonomsebagai berikut:
"Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam sistem otonomi daerah, dikenal istilah desentralisasi,dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, Sedangkan dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat didaerah dan/atay kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.Sementara itu, tugas pembantuan merupakan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.Sebagai konsekuensi pemberlakuan sistem otonomi daerah dibentuk pula perangkat peraturan perundang-undangan
mengatur mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusatdan daerah, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UUNomor 25 Tahun 1999) yang kemudian diganti dengan Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU Nomor 33 Tahun 2004).Selain itu, amanat UUD 1945 yang menyebutkan bahwa,"Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis" 7 direalisasikan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (PP Nomor 6 Tahun 2005
Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia
Pelaksanaan otonomi daerah yang dicanangkan sejak Januari 2001 telah membawa perubahan politik di tingkat lokal (daerah). Salah satunya adalah menguatnya peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Jika di masa sebelumnya DPRD hanya sebagai stempel karet dan kedudukannya di bawah legislatif, setelah otonomi daerah, peran legislatif menjadi lebih besar, bahkan dapat memberhentikan kepala daerah.
Pemberlakuan otonomi daerah beserta akibatnya memang amat perlu dicermati. Tidak saja memindahkan potensi korupsi dari Jakarta ke daerah, otonomi daerah juga memunculkan raja-raja kecil yang mempersubur korupsi, kolusi, dan nepotisme. Di samping itu, dengan adanya otonomi daerah, arogansi DPRD semakin tidak terkendali karena mereka merupakan representasi elite lokal yang berpengaruh.Karena perannya itu, di tengah suasana demokrasi yang belum terbangun di tingkat lokal, DPRD akan menjadi kekuatan politik baruyang sangat rentan terhadap korupsiSebagaimana diamanatkan UU Nomor 32 Tahun 2004, publik
seharusnya dilibatkan dalam pembuatan kebijakan. Namun, di beberapa daerah yang sudah mengadopsi sistem otonomi daerah, kenyataan yang terjadi masih jauh dari harapan. Pengambilankeputusa belum melibatkan publik dan masih berada di lingkaran elite lokal provinsi dan kabupaten/kota. Belum terlibatnya publik dalam pembuatan kebijakan itu tercermin dari pembuatan peraturan daerah(perda).Sebagai contoh dari kenyataan tersebut, sejak pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Deli Serdang,Sumatera Utara, telah membuat 43 perda. Dari 43 perda itu, sebagian berkaitan dengan peningkatan pendapatan daerah, yaitu perda tentang retribusi dan pajak. Pembuatan perda semuanya berasal dari eksekutif,kemudian dibawa untuk dibahas di DPRD. Biasanya, DPRD tinggal
mengesahkannya saja. Setelah dilakukan pengesahan, perda-perda itubaru disosialisasikan ke publik. Meskipun Pemkab Deli Serdang cukupproduktif dalam mengeluarkan peraturan, tidak demikian denganpelayanan publik yang mereka berikan.10Walaupun pelaksanaan otonomi daerah lebih memikirkan peningkatan pendapatan daerah, seperti yang ditunjukkan dari
ringkasan penelitian tentang desentralisasi di 13 kabupaten/kota diIndonesia, implementasi otonomi daerah selain telah mendekatkan pemerintah setempat dengan masyarakat, juga mendorong bangkitnyapartisipasi warga.
Otonomi daerah, di lain pihak, memperkenalkan kecenderungan baru, yaitu banyaknya lembaga sosial masyarakat baru yang bertujuan untuk mengatasi konflik, perbedaan etnis, dan masalah sosial-ekonomi dengan bantuan minimal dari pemerintah lokal. Pemerintah lokal jugamencoba mengadopsikan peran aktif mengasimilasi kepentingan golongan minoritas. Untuk mengatasi masalah asimilasi, pada awal1970-an, Presiden Soeharto membentuk Badan Kesatuan Bangsa dan Pembaruan Masyarakat (BKBPM), dan setelah reformasi, mengubah namanya menjadi Badan Kesatuan Bangsa (BKB). Badan inimemberikan dana kepada lembaga swadaya masyarakat (LSM) yangbertujuan untuk menjalankan program asimilasi dan membangkitkan sensitif suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan saling pengertian antarkelompok minoritas. Program BKB juga menggunakanLSM dan aparat pemerintah dalam membangun program asimilasikebudayaan dan kelompok etnis plural.12
Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkankesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnyawewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggidari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada didaerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripadayang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunandaerah serta membangun program promosi
PENUTUP
Kesimpulan.
Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai perangkat hukum yang mengatur pemerintahan daerah sesuai amanatUUD 1945, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004)yang mengatur secara jelas pemberlakuan otonomi daerah,begitu pula dalam hal pembentukan daerah atau pemekaran wilayah Dalam sistem otonomi daerah dikenal istilah-istilah yang amat penting dalam pelaksanaannya, yaitu desentralisasi,dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
Pemberlakuan sistem otonomi daerah telah membawa perubahan politik di tingkat lokal, hal ini memberikan dampak positif maupun dampak negatif.
Menunjangnya sebuah daerah dalam beberapa hal, seperti kemampuan ekonomi, potensi daerah, dan sebagainya menjadi penyebab utama sebuah wilayah menginginkan melepaskan diri dari wilayah induknya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemekaran wilayah.
Daftar pustaka


Download MAKALAH PEMBERLAKUAN OTONOMI DAERAH.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca MAKALAH PEMBERLAKUAN OTONOMI DAERAH. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

banner
Previous Post
Next Post

Akademikita adalah sebuah web arsip file atau dokumen tentang infografi, presentasi, dan lain-lain. Semua pengunjung bisa mengirimkan filenya untuk arsip melalui form yang telah disediakan.

0 komentar: