Februari 08, 2017

BAB II_Makalah Ilmu Kesehatan Olahraga_Aklimatisasi

Judul: BAB II_Makalah Ilmu Kesehatan Olahraga_Aklimatisasi
Penulis: Betrix Kusuma


BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai makhluk hidup yang diciptakan Tuhan sempurna dari makhuk hidup lainnya, di beri kemampuan berpikir dan menyesuaikan hidup di lingkungan yang berbeda-beda. Suatu upaya penyesuaian HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Fisiologi" \o "Fisiologi"fisiologis atau HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Adaptasi" \o "Adaptasi"adaptasi dari suatu HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Organisme" \o "Organisme"organisme terhadap suatu HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Lingkungan" \o "Lingkungan"lingkungan baru yang akan dimasukinya ini disebut dengan aklimatisasi (Pratama: 2011).
Olahraga memerlukan adanya penyesuaian tubuh terhdap kondisi lingkungan, termasuk panas lingkungan. Aklimatisasi harus dipahami oleh para atlet dan para pelatih,seorang atlet harus memahami kondisi lingkungan atau kondisi cuaca sebelum bertanding agar dapat mempersiapkan diri dengan maksimal.Untuk pelatoh menguasai ilmu aklimatisasi sangat wajib dimiliki,dengan ilmu aklimatisasi seorang pelatih akan dapat menentukan porsi yang sesuai dengan keadaan lingkungan dan cuaca di sekitar sehingga seorang altet akan dengan mudah menerima apa yang telah disampaikan seorang pelatih.
Dalam aklimatisasi program latihan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sangat dibutuhkan sehingga tidak asal berlatih,apabila progarm latihan yang dilakukan sesuai maka seorang altet akan cepat beradaptasi dengan lingkungan dan akan mendapatkan hasil yang memuaskan tetapi sebaliknya apabila program tidak sesuai seorang atlet akan susah beradaptasi dengan lingkungan dan hasilnya juga kurang memuaskan.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan aklimatisasi itu ?
Bagaimana hubungan aklimatisasi panas dengan Olahraga?
Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan aklimatisasi tubuh terhadap panas ?
Bagaimanakah cara pembuangan panas tubuh pada saat berolahraga ?
Apa sajakah cedera atau penyakit yang dapat timbul kegagalan aklimatisasi panas ?
Tujuan Penulisan Makalah
Untuk mengetahui pengertian aklimatisasi
Untuk mengetahui hubungan aklimatisasi panas dengan olahraga
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan aklimatisasi tubuh terhadap panas
Untuk mengetahui cara pembuangan panas tubuh pada saat berolahraga
Untuk mengetahui cedera atau penyakit yang dapat timbul akibat kegagalan aklimatisasi panas
BAB II AKLIMATISASI TUBUH TERHADAP PANAS
2.1 Suhu Tubuh
Suhu tubuh merupakan keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas (MarieB dan Hoehn dalam McCallum: 2012 ). Jika tingkat panas yang dihasilkan setara dengan tingkat panas yang hilang, suhu tubuh inti akan stabil (Tortora dan Derrickson dalam McCallum: 2012).
Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik.
Rata-rata suhu tubuh manusia normal adalah berkisar antara 36,5 sampai 37,5ºC, akan tetapi pada pagi hari akan berkurang sampai 36 ºC, daripada saat latihan suhu tubuh dapat meningkat sampai mendekati 40 ºC tanpa efek sakit, karena perubahan tersebut merupakan kondisi fisiologis yang normal. Akan tetapi, suhu tubuh juga dapat meningkat akibat adanya perbedaan suhu lingkungan dan kelembaban udara yang relatif tinggi.2.2 Faktor Eksternal dan Internal yang mempengaruhi Perubahan Suhu Tubuh
Tubuh selalu mempertahankan suhu normalnya agar tidak terjadi gangguan pada proses Homeostasis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suhu tubuh (Eliasih: 2012)
a.    Usia
Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme pengaturan suhu sehingga dapat terjadi perubahan suhu tubuh yang drastis terhadap lingkungan. Pastikan mereka mengenakan yang cukup dan hindari pajanan terhadap suhu lingkungan. Seorang bayi baru lahir dapat kehilangan 30 % panas tubuh melalui kepala sehingga dia harus menggunakan tutup kepala untuk mencegah kehilangan panas. Suhu tubuh bayi lahir berkisar antara 35,5˚C sampai 37,5˚C.Regulasi tubuh baru mencapai kestabilan saat pubertas. Suhu normal akan terus menerus menurun saat seseorang semakin tua. Para dewasa tua memiliki kisaran suhu tubuh yang lebih kecil dibandingkan dewasa muda.
b.    Olahraga
Aktivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta peningkatan pemecahan karbonhidrat dan lemak. Berbagai bentuk olahraga meningkatkan metabolisme dan dapat meningkatkan produksi panas sehingga terjadi peningkatan suhu tubuh. Olahraga berat yang lama seperti jalan jauh dapat meningkatkan suhu tubuh sampai 41 C.
c.    Kadar Hormon
Umumnya wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar. Hal ini dikarenakan adanya variasi hormonal saat siklus menstruasi. Kadar progesteron naik dan turun sesuai siklus menstruasi. Saat progesterion rendah suhu tubuh dibawah suhu dasar, yaitu sekitar 1/10"nya. Suhu ini bertahan sampai terjadi ovulasi. Saat ovulasi, kadar progesteron yang memasuki sirkulasi akan meningkat dan menaikan suhu tubuh ke suhu dasar atau suhu yang lebih tinggi. Variasi suhu ini dapat membantu mendeteksi masa subur seorang wanita. Perubahan suhu tubuh juga terjadi pada wanita saat menopause. Mereka biasanya mengalami periode panas tubuh yang intens dan perspirasi selama 30 detik sampai 5 menit. Pada periode ini terjadi peningkatan suhu tubuh sementara sebanyak 4 C, yang sering disebut hotflases. Hal ini diakibatkan ketidakstabilan pengaturan fasomor.
d.    Irama sircadian
Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 1 C selama periode 24 jam. Suhu terendah berada diantara pukul 1 sampai 4 pagi. Pada siang hari suhu tubuh meningkat dan mencapai maximum pada pukul 6 sore, lalu menurun kembali sampe pagi hari. Pola suhu ini tidak mengalami perubahan pada individu yang bekerja di malam hari dan tidur di siang hari.  Dibutuhkan 1 sampai 3 minggu untuk terjadinya pembalikan siklus. Secara umum, irama suhu sircadian tidak berubah seiring usia.
e.    Stres
Stres fisik maupun emosianal meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi hormonal dan syaraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan metabolisme, yang akan meningkatkan produksi panas. Klien yang gelisah akan memiliki suhu normal yang lebih tinggi.
f.    Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme kompensasi yang tepat, suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti suhu lingkungan. Suhu lingkungan lebih berpengaruh terhadap anak-anak dan dewasa tua karena mekanisme regulasi suhu mereka yang kurang efisien.
g.    Perubahan suhu
Perubahan suhu tubuh di luar kisaran normal akan mempengaruhi titik pengaturan hypotalamus. Perubahan ini berhubungan dengan produksi panas berlebihan, kehilangan panas berlebihan, produksi panas minimal, kehilangan panas minimal, atau kombinasi hal di atas. Sifat perubahan akan mempengaruhi jenis masalah klinis yang dialami klien.
2.3 Aklimatisasi Panas
Pengertian umum dari aklimatisai merupakan suatu upaya penyesuaian fisiologis atau adaptasi dari suatu organisme terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya. Hal ini didasarkan pada kemampuan organisme untuk dapat mengatur morfologi, perilaku, dan jalur metabolisme biokimia di dalam tubuhnya untuk menyesuaikannya dengan lingkungan (Pratama: 2011).
Aklimatisasi ini ditandai dengan (Robinson: 1967) :
( a) Berkurangnya kecepatan denyut jantung dan peningkatan stabilitas peredaran darah , berakibat pada bertambahnnya kefektifan vasokonstriksi kompensasi dalam viscera dan volume darah diperluas . perubahan ini memungkinkan aliran darah kulit meningkat dan konduktansi panas
( b ) perbaikan secara bertahap dalam efisiensi pendinginan evaporative , dan dalam sensitivitas dan kapasitas mekanisme berkeringat
( c ) perbaikan secara bertahap dalam pengaturan suhu , sehingga pada hari kedelapan paparan , jika panas yang bekerja tidak terlalu kuat , individu dapat melakukan pekerjaan dalam keadaan panas dengan peningkatan gradien antara suhu rektal dan kulit dan tanpa suhu inti yang lebih besar dan metabolisme daripada ketika mereka melakukan tugas yang sama dalam lingkungan yang dingin
( d ) berkurangnya kecepatan dalam pengeluaran air dari ginjal dan elektrolit , dan penurunan perlahan konsentrasi keringat sodium , ini merupakan akibat dari peningkatan berkeringat .
Berdasarkan suhu tubuh makhluk hidup tingkat tinggi seperti hewan dan manusi dibagi menjadi dua, yaitu makhluk hidup yang memiliki suhu tubuh relatif konstan (homeotherms), dan makhluk hidup yang suhu tubuhnya beradaptasi dengan perubahan lingkungan (poikilotherms) . Manusia memiliki kemampuan untuk tidak tergantung atau dipengaruhi oleh suhu lingkungannya karena dapat memelihara suhu tubuh yang konstan sedangkan pada makhluk hidup yang tergolong poikilotherms ketika suhu lingkungan dingin, suhu tubuhnya menjadi rendah dan laju metaboliknya menurun atau bahkan tidak aktif, akan tetapi pada suhu lingkungan yang panas, mereka harus mencari tempat untuk berlindung atau bahkan dapat mengalami kematian. Manusia sebagai makhluk hidup tingkat tinggi yang keberfungsian aktivitas fisiologis dalam tubuhnya, seperti pengangkutan oksigen, metabolisme selular dan kontraksi otot tidak begitu terpengaruh oleh suhu lingkungan, baik panas ataupun dingin pada batasan normal selama suhu internal tubuh terpelihara.
Saat berolahraga terjadi kontraksi otot yang menyebabkan perubahan energi menjadi panas. Panas yang terbentuk dialirkan secara cepat dari otot melalui darah kepermukaan tubuh. Panas tubuh kemudian dibebaskan ke atmosfer lewat keringat yang keluar dari tubuh. Hal ini sesuai dengan pendapat Irawan dalam Ronald (2009) yang menyatakan
"Hal lain yang sangat penting selama melakukan olahraga adalah mempertahankan atau memelihara suhu tubuh. Oleh karena, kontraksi otot menghasilkan energi. Energi yang terbentuk dari kontraksi otot sebagian besar berupa energi panas yaitu sebanyak 75% dan sisanya 25% berupa energi gerak."
Perubahan energi menjadi panas ketika berolahraga menyebabkan tubuh akan melakukan adaptasi terhadap kombinasi tekanan dari panas yang dihasilkan oleh metabolisme internal dan suhu lingkungan yang tinggi. Kemampuan seseorang untuk beradaptasi dan melakukan latihan pada suhu lingkungan yang panas disebut sebagai aklimatisasi tubuh terhadap panas (Heat Acclimatization / HA) (Indra: 2007).
Aklimatisasi panas meningkatkan kemampuan tubuh untuk mengendalikan suhu tubuh, meningkatkan berkeringat dan meningkatkan aliran darah melalui kulit, dan memperluas volume darah memungkinkan jantung untuk memompa darah lebih banyak untuk otot, organ dan kulit yang diperlukan (Pratama: 2011)
Tubuh selalu mempertahankan suhu normalnya , karena itu ketika berolahraga tubuh melakukan pembuangan panas yang bertujuan untuk mempertahankan suhunya
Lebih jauh Giriwijoyo dalam Ronald (2009) menjelaskan mekanisme pembuangan panas, tubuh mempunyai beberapa cara, yaitu:
1. pembuangan panas secara radiasi (pancaran)
Panas dipindahkan dengan cara dipancarkan. Hal ini contohnya pada waktu seseorang berdiri di dekat api, maka orang itu akan merasa hangat bahkan semakin lama akan merasa panas, hal ini terjadinya karena pancaran panas dari api ke sekitarnya termasuk kepada tubuh orang tersebut.
Radiasi diartikan sebagai kehilangan panas dalam bentuk gelombang panas infra merah (gelombang elektromagnetik). Tubuh manusia menyebarkan gelombang panas kesegala jurusan.
Pembuangan panas secara radiasi ini dapat bersifat positif dan negatif. Pada suhu lingkungan sekitar 21oC pembuangan panas tubuh secara radiasi meliputi jumlah 60% dari seluruh pembuangan panas tubuh. Pada suhu lingkungan 24-33oC pembuangan panas tubuh secara radiasi menjadi lebih sulit, sehingga peranannya menurun menjadi 20-35% dari seluruh pembuangan panas tubuh. Bila suhu lingkungan meningkat menjadi lebih tinggi dari suhu tubuh, maka tubuh tidak dapat membuang panas dari lingkungan melalui radiasi seperti halnya bila seseorang berdiri di dekat api.
2. pembuangan panas secara konduksi
Adalah pemindahan panas secara langsung dari tubuh ke suatu benda yang lebih dingin. Mis : tubuh pada kursi besi, meja, tempat tidur dll. Termasuk udara dan air. Bila seseorang telanjang maka akan kehilangan 3% dari kehilangan panas total. Dalam keadaan biasa, pembuangan panas tubuh secara konduksi berlangsung kecil saja, yaitu hanya kepada selapis tipis udara yang melekat ke tubuh. Hal ini disebabkan karena udara bukan penghantar panas yang baik.
3. pembuangan panas secara konveksi
Adalah kehilangan panas dengan cara pergerakan udara atau cairan. Pergerakan sesuai aliran udara/air yang menerpa kulit (angin, kipas angin). Bila seseorang telanjang maka kehilangan 15% dari kehilangan panas total.
4. pembuangan panas secara evaporasi (penguapan)
Kulit dilengkapi dengan kelenjar keringat dengan jumlah sekitar 2,5 juta dan tersebar di seluruh permukaan tubuh, terutama di telapak tangan, telapak kaki dan leher. Bilamana diperlukan maka kelenjar keringat akan membentuk keringat yang akan dicurahkan ke permukaan kulit, kemudian diuapkan. Besar pembuangan panas secara evaporasi ditentukan oleh banyaknya keringat yang berhasil diuapkan, bukan oleh banyaknya keringat yang dihasilkan.
Jumlah keringat yang diproduksi tergantung beberapa faktor dan meningkat seiring dengan peningkatan intensitas, aktivitas, temperatur dan kelembaban udara. Latihan yang lama menimbulkan hilangnya cairan dan elektrolit dari tubuh melalui keringat. Bahkan lebih jauh Bloomfield dikutip Giriwijoyo dalam Ronald (2009) menegaskan : "Faktor-faktor yang menentukan banyaknya keringat yang diuapkan yaitu : (1) suhu tubuh dan atau suhu lingkungan, (2) jumlah keringat yang dihasilkan, (3) besar aliran udara (konveksi), (4) kelembaban udara."
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Aklimatisasi Tubuh Terhadap Panas
Kemampuan aklimatisasi seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor (Indra: 2007) :
1. Usia
Suatu studi yang melakukan pengontrolan terhadap beberapa faktor seperti komposisi dan ukuran tubuh, tingkatan kebugaran aerobik, derajat kemampuan pengaturan suhu atau kemampuan untuk menyesuaikan pada iklim (aklimatisasi). Akan tetapi atlet yang lebih tua tidak dapat secara efektif mampu melakukan pemulihan dan dehidrasi, dihubungkan dengan suatu kontrol mekanisme haus, membuat mereka cenderung lebih rentan terkena status hypohydrasi kronis, sehingga menyebabkan kekurangan volume plasma dari kondisi optimal yang akan mempengaruhi kemampuan thermoregulatory (Mack dalam Indra: 2007)
2. Komposisi lemak tubuh
Panas yang di hasilkan oleh lemak lebih besar dibanding otot, insulator lemak memperlambat hantaran panas melalui konduksi ke permukaan tubuh. Akhirnya orang yang gemuk mempunyai rasio area permukaan yang lebih kecil untuk penguapan keringat dibandingkan dengan seorang yang lebih kecil atau kurus
3. Banyaknya kelenjar keringat
Kelenjar keringat merupakan salah satu media tubuh untuk mengeluarkan panas dari dalam ke lingkungan sekitarnya selain melalui urin dan fase ekspirasi bernafas. Semakin banyak jumlah kelenjar keringat seseorang, semakin tinggi kemampuannya melepaskan panas tubuh untuk mempertahankan keseimbangan suhu.
2.5 Olahraga dan Aklimatisasi Panas
Semua pengaturan dalam tubuh manusia menggunakan umpan balik negatif, dalam arti jika naik akan diturunkan, dan jika turun akan dinaikkan. Satu-satunya pengaturan dengan umpan balik positif hanya tekanan darah. Suhu tubuh akan diatur dengan umpan balik negatif. Ketika berolahraga efektivitas penggunaan energi maksimal 37 %. Oleh karena itu lebih dari 63 % energi akan menjadi panas, dan tidak akan lebih dari 37 % yang dapat menjadi energi gerak. Sudah barang tentu jika latihan berjalan cukup lama akan memungkinkan kenaikan suhu yang berlebihan. Untuk menghindari hal tersebut maka pembuluh-pembuluh darah tepi akan melebar, pori-pori kulit juga melebar agar dapat keluar banyak keringat.
Atlet memerlukan pemanasan sebelum melakukan aktivitas. Akan tetapi jika suhu terlalu tinggi otak yang akan mengalami gangguan pertama. Pada lari Marathon sangat memungkinkan terjadinya suhu tubuh yang berlebihan, karena panas akan terus diproduksi sampai lebih dari tiga jam. Oleh karena itu bagi pelari Marathon, dalam hal mengikuti lomba tidak diperkenankan melebihi tiga target dalam kurun waktu satu tahun. Hal demikian untuk menghindari otak agar tidak terlalu sering mengalami suhu yang terlalu tinggi sehingga menimbulkan kelainan fungsinya.
Produksi panas tubuh sangat tergantung pada Basal Metabolisme, tingkat kerja (katabolisme), dan Effisiensi kerja. Tingkat kerja yang makin besar, makin besar pula panas yang ditimbulkan metabolisme. Pada atlet terlatih effisiensi kerja (dinamis) cukup tinggi ± 37 %, sehingga produksi panas yang terjadi pada kerja dinamis - ± 63 %. Jadi orang terlatih yang melakukan gerak dinamis pada tingkat kerja yang sama dengan orang biasa, maka suhu yang diproduksi oleh tubuhnya lebih rendah. Akibatnya proses warming-up atlet terlatih relatif memerlukan waktu lebih lama.
Panas tubuh yang terjadi pada saat berolahraga akan sangat berbahaya apabila tidak ada upaya proses pendinginan tubuh. Banyak usaha tubuh untuk melakukan proses pendinginan tubuh, salah satunya adalah berkeringat. Pembuangan panas tubuh merupakan masalah keselamatan bagi semua orang khususnya olahragawan Bloomfield seperti yang dikutip Giriwijoyo dalam Ronald (2009) menjelaskan bahwa: "kegagalan membuang panas pada orang dalam keadaan istirahat akan menyebabkan kematian dalam waktu kurang dari 6 jam, sedangkan dalam olahraga dapat terjadi dalam waktu dari 30 menit."
Oleh karena itu harus ada pembuangan panas tubuh, pembuangan panas tubuh (tubuh kehilangan panas) yang paling besar dilakukan oleh kulit ± 87 %, baik secara radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi. Radiasi sangat tergantung pada suhu sekitar. Kalau suhu sekitar ± 35 º C maka proses radiasi tubuh ke udara sekitar mengalami gangguan. Konduksi adalah dengan rambatan karena bersinggungan dengan benda dingin. Makin tinggi suhu benda makin kecil proses konduksi panas. Misal mandi dengan air (yang suhunya ± 24 º C), berarti proses konduksi akan besar sehingga tubuh akan kehilangan panas besar. Konveksi adalah proses mengganti udara sekitar tubuh dengan udara baru, sehingga sebenarnya adalah proses radiasi angin. Evaporasi adalah proses penguapan cairan yang ada di kulit tubuh (normal adalah keringat), proses penguapan ini sangat tergantung pada kadar uap air udara (humidity) sekitar dan angin. Makin kecil kadar uap air (kering), maka proses evaporasi akan meningkat dan menyebabkan suhu tubuh turun atau pembuangan panas bertambah.
2.6 Pembuangan Panas Tubuh pada Olahraga
Saat berolahraga hanya sekitar 20-25 % dari energi yang dilepaskan oleh metabolisme otot, 75-80 % sisanya muncul sebagai panas (Ergen: 2009)
Seorang atlit harus memiliki kemampuan seseorang menyeimbangkan antara produksi panas tubuh akibat proses metabolisme dalam tubuh ketika berolahraga dan suhu lingkungan, dengan jumlah panas yang dilepaskan.
Keberfungsian dari sistem pengaturan suhu tubuh pada saat istirahat, aktivitas keseharian, maupun pada saat latihan, memiliki komponen sebagai berikut.
(1) pusat pengaturan suhu (thermoregulatory center), terdapat di hypotalamus berfungsi sebagai koordinator informasi yang masuk melalui sensor (afektor) untuk kemudian memberikan reaksi lanjutan.
(2) reseptor suhu (thermoreseptor) merupakan reseptor sensoris terbagi menjadi dua bagian, reseptor pusat (central reseptor) pada hypotalamus dan reseptor tepi (peripheral reseptor)yang terdapat pada kulit sangat sensitif pada stimulus suhu panas dan dingin dan memberikan input pada pusat pengaturan suhu yang terletak di sistem saraf pusat.
(3) Efektor suhu yang diperintah oleh pusat koordinasi melaksanakan proses pengaturan suhu, diantaranya kelenjar keringat, otot polos pada arteriola, otot rangka, dan kelenjar endokrin (Costill dalam Indra: 2007)
Berikut Gambar siklus pembuangan panas pada saat olahraga :
2.1 Siklus pembuangan panas pada saat olahraga

(Sumber: McCallum: 2012 - Measuring body temperature)
Mekanisme Pengaturan suhu tubuh seperti yang telah disebutkan di atas diatur oleh hipotalamus yang terletak diantara dua hemisfer otak. Fungsi hipotalamus adalah seperti termostart.
2.2 Penjalaran sinyal suhu pada sistem syaraf

(Sumber: Eliasih: 2012 - Pengaturan Suhu Tubuh)
Suhu yang nyaman merupakan set point untuk operasi system pemanas. Penurunan suhu lingkungan akan mengaktifkan pemanas
Penjalaran sinyal suhu hampir selalu sejajar, namun tidak persis sama seperti sinyal nyeri. Sewaktu memasuki medulla spinalis, sinyal akan menjalar dalam traktus lissaueri sebanyak beberapa segmen diatas atau dibawah dan selanjutnya akan berakhir terutama pada lamina I, II, III radiks dorsalis sama seperti untuk rasa nyeri. Sesudah ada percabangan satu atau lebih neuron dalam medulla spinalis maka sinyal akan menjalarkan keserabut termal asenden yang menyilang ke traktus sensorik anterolateral sesi berlawanan dan akan berakhir di (1) area reticular batang otak dan (2) kompleks vetro basal thalamus. Setelah dari thalamus sinyal di hantarkan ke hipotalamus. Dihipotalamus mengandung dua pusat pengaturan suhu. Hipotalamus bagian anterior berespon terhadap peningkatan suhu dengan menyebabkan vasodilatasi dan karenanya panas menguap. Sedangkan hipotalamus bagian posterior berespon terhadap penurunan suhu dengan menyebabkan vasokontriksi dan mengaktivasi pembentukan panas lebih lanjut.
2.7 Cedera atau Penyakit yang dapat Timbul Akibat Kegagalan Aklimatisasi Panas
Konsekuensi yang bisa terjadi bila seseorang melakukan olahraga atau aktivitas fisik ditempat bersuhu panas adalah bukan hanya berpengaruh pada penurunan pencapaian dari aktivitas tersebut, tapi juga meningkatkan resiko terserang salah satu atau beberapa jenis penyakit yang ditimbulkan oleh suhu yang panas. Kekacauan yang dapat terjadi pada tubuh kita adalah : heat cramps (kram panas), heat syncope (penyingkatan ucapan panas), heat exhaoustion (terdapat dua tipe : penghabisan air, penghabisan garam), heat stroke (serangan panas). Pengeluaran keringat berlebih pada saat kita melakukan olahraga, juga dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi (Fahey dalam Indra: 2007)
Heat cramps (kram panas) ditandai oleh kekejangan (spamus) pada kelompok otot yang digunakan selama latihan. Hal tersebut terjadi karen adanya suatu perubahan dalam hubungan kalium dan sodium di selaput otot dan diakibatkan oleh pengeringan dan kehabisan garam. Secara khusus biasanya terjadi pada orang-orang yang menjalankan aktivitas atau latihan yang berat dan mengeluarkan banyak keringat, gejala ini lebih sering terjadi pada individu-individu yang tidak dapat beraklimatisasi dengan baik.
Heat exhaustion-water depletion. Lelah kepanasan yang diakibatkan oleh kehilangan cairan, ditandai oleh adanya pengurangan keringat, penurunan berat badan yang cukup banyak, mulut dan lidah terasa kering ("mulut kapas"), kehausan peningkatan suhu inti dan suhu kulit, kelemahan dan hilangnya koordinasi. Tanda-tanda lainnya adalah air seni sangat kental, hampir menyerupai warna jeruk.
Heat stroke (serangan panas) merupakan kegagalan dari hipotalamus sebagai pusat pengontrolan suhu dalam menghadirkan suatu keadaan darurat medis utama. Hal tersebut terutama disebabkan oleh suatu kegagalan sudomotor pusat (pusat pengaturan keringat didalam hipotalamus), yang kemudian mengakibatkan peningkatan temperatu inti tubuh yang tinggi (>41oC), kulit panas, kering, dan keadaan pingsan atau kebingungan ekstrim komplikasi dari heat stroke meliputi: pingsan, tekanan pada sistem saraf pusat, kelainan fungsi tubuh, mata gelap, disfungsi ginjal, myglobinuria, pembekuan/pengentalan darah lemah, kerusakan pada, muntah-muntah dan diare.




BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Aklimatisai merupakan suatu upaya penyesuaian fisiologis atau adaptasi dari suatu organisme terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya. Pada saat olahraga tubuh melakukan aklimatisasi panas. Proses aklimatisasi panas juga dapat diartikan sebagai pembuangan panas tubuh. Mekanisme pembuangan panas tubuh ketika olahraga ada beberapa cara yaitu: pembuangan panas secara radiasi (pancaran), konduksi, konveksi, dan evaporasi (penguapan). Keberfungsian dari sistem pengaturan suhu tubuh pada saat istirahat, aktivitas keseharian, maupun pada saat latihan, memiliki komponen sebagai berikut pusat pengaturan suhu, reseptor suhu, dan efektor suhu.
Bila seseorang melakukan olahraga tanpa disertai kemampuan aklimatisasi panas yang baik maka akan berpengaruh pada penurunan pencapaian dari aktivitas tersebut, serta meningkatkan resiko terserang salah satu atau beberapa jenis penyakit yang ditimbulkan oleh suhu yang panas salah satunya adalah heat cramps (kram panas)


Download BAB II_Makalah Ilmu Kesehatan Olahraga_Aklimatisasi.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca BAB II_Makalah Ilmu Kesehatan Olahraga_Aklimatisasi. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

banner
Previous Post
Next Post

Akademikita adalah sebuah web arsip file atau dokumen tentang infografi, presentasi, dan lain-lain. Semua pengunjung bisa mengirimkan filenya untuk arsip melalui form yang telah disediakan.

0 komentar: