Desember 05, 2016

Makalah Naskh-Mansukh (Ushul Fiqh)

Judul: Makalah Naskh-Mansukh (Ushul Fiqh)
Penulis: Aisyatul Maghfiroh


NASIKH MANSUKH
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ulumul Qur'an
Dosen Pengampu: Dra. Hj. Siti Munawaroh. M. Ag

Disusun Oleh:
Ina Fatahna (134411045)
Aisyatul Maghfiroh (134411046)
Siti Mudzakiroh (134411047)
FAKULTAS USHULUDDIN (TP)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Al-Qur'an sebagai mu'jizat Nabi Muhammad merupakan panduan dasar bagi umat Islam selain Hadis dalam menetapan hukum Islam. Diakui atau tidak turunnya al-Qur'an secara bertahap adalah terkait dengan problem masyarakat arab waktu itu. Dalam menetapkan dan menggali hukum Islam yang tertuang dalam al-Qur'an, tentunya dibutuhkan alat untuk mengupas dimensi hukumnya. Antara lain ilmu Qur'an yang didalamnya terdapat kajian seperti tafsir, muhkam mutasyabih, Al-Nasakh Wa al-Mansukh dan yang lainnya serta pemahaman kaidah ushuliyah dan fiqhiyah.
Nasikh dan Mansukh sebagai salah satu bagian dalam kajian ulumul Qur'an, memiliki kontribusi yang sangat penting, sebab dengan memahaminya kita akan mampu memahami apakah hukum yang termaktum dalam ayat-ayat Qur'an tersebut masih berlaku atau tidak.
Oleh karena itu, makalah ini mencoba menguraikan apa, dan bagaimana sebenarnya Al-Nasakh Wa al-Mansukh. Namun demikian harus dipahami bahwa makalah ini hanya merupakan acuan dasar yang patut mendapatkan pembahasan dan kajian ulang.
Rumusan Masalah
Bagaimana pengertian Nasikh Mansukh?
Apa saja dasar, rukun dan syarat Naskh?
Bagaimana pembagian dan macam naskh dalam Al Qur'an?
Bagaimana pendapat para ulama tentang Naskh?
Apa saja hikmah adanya Naskh?
Tujuan
Mengetahui pengertian Nasikh Mansukh
Mengetahui dasar, rukun, dan syarat Naskh
Mengetahui pembagian dan macam naskh dalam Al Qur'an
Mengetahui pendapat para ulama' tentang naskh
Mengetahui hikmah adanya naskh
PEMBAHASAN
Pengertian Nasikh dan Mansukh
Nasikh-Mansukh berasal dari kata naskh. Nasikh menurut bahasa ialah hukum syara' yang menghapuskan, menghilangkan, atau memindahkan atau juga yang mengutip serta mengubah dan mengganti. Adapun makna Nasikh menurut para Ulama' secara bahasa ada empat:
Bermakna izalah atau menghilangkan
Bermakna tabdil atau mengganti
Bermakna tahwil atau memalingkan
Bermakna menukil atau memindah dari satu tempat ke tempat lain
Bermakna takhsis atau mengkhususkan
Adapun dari segi terminologi, para ulama' mendefinisikan mendefinisikan naskh dengan "raf'u Al-hukm Al-syar'I "(menghapuskan hukum syara' dengan dalil syara' yang lain). Menghapuskan dalam definisi tersebut adalah terputusnya hubungan hukum yang dihapus dari seorang mukalaf, dan bukan terhapusnya substansi hukum itu sendiri.
Sedangkan, Mansuhk menurut bahasa ialah sesuatu yang di hapus atau dihilangkan atau dipindah atau disalin atau dinukil. Sedangkan menurut istilah para ulama' ialah hukum syara' yang diambil dari dalil syara' yang sama, yang belum diubah dengan di batalkan dan diganti dengan hukum syara' yang baru yang datang kemudian.
Rukun dan Syarat Naskh
Rukun Naskh:
Adat Naskh, adalah pernyataan yang menunujukkan adanya pembatalan hukum yang telah ada.
Nasikh, yaitu dalil kemudian yang menghapus hukum yang telah ada. Pada hakikatnya, nasikh itu berasal dari Allah karena Dialah yang membuat hukum dan Dia pula yang menghapusnya.
Mansukh, yaitu hukum yang dibatalkan dihapuskan atau dipindahkan.
Mansukh 'anh, yaitu orang yang dibebani hukum.
Syarat-syarat Naskh:
Yang dibatalkan adalah hukum syara'
Pembatalan itu datangnya dari tuntutan syara'
Pembatalan hukum tidak disebabkan oleh berakhirnya waktu pemberlakuan hukum, seperti perintah Allah tentang kewajiban berpuasa tidak berarti di naskh setelah selesai melaksanakan puasa tersebut.
Tuntutan yang mengandung Naskh harus datang kemudian.
Dasar Dasar Penetapan Naskh dan Mansukh
Manna Al Qaththan menetapkan tiga dasar untuk menegaskan bahwa suatu ayat dikatakan naskh (menghapus) ayat lain mansukh (dihapus), antara lain:
Melalui pentransmisian yang jelas (an-Naql as-Sharih) dari nabi atau para sahabatnya, seperti hadis: "kuntu nahaitukum 'anziyarat al-qubur ala fazuruha" (Aku (dulu) melarang kalian ziarah kubur, (sekarang) berziarahlah).
Melalui kesepakatan umat bahwa ayat ini naskh dan ayat itu mansukh.
Melalui studi sejarah, mana ayat yang lebih belakang turun, sehingga disebut naskh dan mana yang duluan turun, sehingga disebut mansukh.
Ruang Lingkup Naskh
Naskh hanya terjadi pada perintah dan larangan, baik yang diungkapkan dengan tegas dan jelas maupun yang diungkapkan dengan kalimat berita (khabar) yang bermakna amar (perintah) atau nahi (larangan), jika hal tersebut tidak berhubungan dengan persoalan akidah, yang berfokus kepada zat Allah, sifat-sifatnya, kitab-kitabnya, rasul-rasulnya, dan hari kemudian, serta tidak berkaitan pula dengan etika dan akhlak atau dengan pokok-pokok ibadah dan muamalah. Hal ini karena semua syariat ilahi tidak lepas dari pokok-pokok tersebut. Sedang dalam masalah pokok (ushul) semua syari'at adalah sama. Naskh tidak terjadi dalam berita, khabar yang jelas-jelas tidak bermakna tholab (tuntutan; perintah atau larangan ), seperti janji (al-wa'd) dan ancaman (al-wa'id).
Pembagian Naskh
Naskh ada 4 bagian :
Naskh al-qur'an dengan al-qur'an.
Bagian ini disepakati kebolehannya oleh ulama' dan telah terjadi dalm pandangan mereka yang mengatakan adanya naskh. Misalnya, ayat tentang iddah 4 bulan 10 hari.
Naskh al-qur'an dengan as-sunnah.
Naskh ini ada 2 macam :
Naskh Al Qur'an dengan hadis ahad.
Jumhur berpendapat Qur'an tidak boleh dinaskh oleh hadis ahad sebab Qur'an adalah mutawatir dan menunjukkan yakin, sedang hadis ahad zanni (bersifat dugaan). Disamping tidak sah pula menghapuskan sesuatu yang ma'lum (jelas diketahui) dengan maznun (diduga).
Naskh Qur'an dengan hadis mutawatir.
Naskh demikian diperbolehkan oleh imam Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad dalam satu riwayat sebab masing-masing keduanya adalah wahyu. Namun dalam suatu riwayat lain, as Syafi'i, Ahli Zahir, dan Ahmad menolak naskh seperti ini, berdasarkan firman Allah QS. Al Baqarah: 106
ماننسخ من اية اوننسهانأت بخيرمنهااومثلها
"Apa saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya."
Sedang hadis tidak lebih baik dari atau sebanding dengan Al Qur'an.
Naskh Sunnah dengan Al Qur'an.
Ini dibolehkan oleh jumhur. Sebagai contoh ialah masalah menghadap ke Baitul Maqdis yang ditetapkan dengan sunnah dan di dalam Al Qur'an tidak terdapat dalil yang menunjukkannya.
Naskh Sunnah dengan Sunnah
Dalam kategori ini terdapat 4 bentuk:
Naskh mutawatir dengan mutawatir
Naskh ahad dengan ahad
Naskh ahad dengan mutawatir
Naskh mutawatir dengan ahad
Tiga bentuk pertama diperbolehkan, sedang dalam bentuk keempat terjadi silang pendapat seperti halnya naskh Qur'an dengan hadis ahad, yang tidak diperbolehkan oleh jumhur.
Macam-Macam Naskh dalam Al Qur'an
Berdasarkan kejelasan dan cakupannya, naskh dalam Al Qur'an dibagi menjadi empat macam:
Naskh Sharih, yaitu ayat yang secara jelas menghapus hukum yang terdapat pada ayat terdahulu. Misalnya ayat tentang perang pada QS. An Nahl: 65 yang mengharuskan satu muslim melawan sepuluh kafir.
Ayat ini di-naskh oleh ayat yang mengharuskan satu orang mukmin melawan dua orang kafir pada ayat 66 dalam surat yang sama.
Naskh dzimmi, yaitu jika terdapat dua naskh yang saling bertentangan dan tidak dikompromikan. Serta keduanya turun untuk sebuah masalah yang sama, keduanya diketahui waktu turunnya, dan ayat yang datang kemudian menghapus ayat yang terdahulu. Cotohnya, ketetapan Allah yang mewajibkan berwasiat bagi orang-orang yang akan mati, yag terdapat dalam QS. Al baqarah: 180.
Ayat ini menurut pendukung naskh di-naskh oleh hadis la washiyyah li waris (tidak ada wasiat bagi ahli waris).
Naskh kully, yaitu menghapus hukum yang sebelumnya secara keseluruhan. Contohnya, ketentuan iddah empat bulan sepuluh hari pada QS. Al Baqarah: 234 di naskh oleh ketentuan iddah satu tahun pada ayat 240 dalam surat yang sama.
Naskh juz'iy, yaitu menghapus hukum umum yang berlaku bagi semua individu dengan hukum yang hanya berlaku bagi sebagian individu, atau menghapus hukum yang bersfat mutlaq dengan hukum yang muqoyyad. Contohnya, hukum dera 80 kali bagi orang yang menuduh seorang wanita tanpa adanya saksi pada surat An Nur ayat 4, dihapus oleh ketentuan li'an, yaitu bersumpah empat kali dengan nama Allah jika si penuduh suami yang tertuduh, pada ayat 6 dalam surat yang sama.
Dilihat dari segi bacaan dan hukumnya, mayoritas ulama membagi naskh tiga macam:
Penghapusan terhadap hukum (hukm) dan bacaan (tilawah) sekaligus, yaitu bacaan dan tulisan ayatnya pun tidak ada lagi termasuk hukum ajarannya telah terhapus dan diganti dengan hukum yang baru. Ayat-ayat yang terbilang kategori ini tidak dibenarkan dibaca dan diamalkan. Misalnya, penghapusan ayat tentang keharaman kawin dengan saudara satu susuan karena sama-sama menyusu kepada seorang ibu dengan 10 kali susuan dengan 5 kali susuan saja.
Penghapusan terhadap hukumnya saja, sedang bacaannya tetap ada. Yaitu tulisan dan bacaannya tetap ada dan boleh dibaca, sedangkan isi hukumnya sudah dihapus atau tidak boleh diamalkan. Misalnya, pada surat Al Baqarah ayat 240 tentang istri-istri yang dicerai suaminya harus beriddah 1 tahun dan masih berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal selama iddah. Kemudian dihapus ayat 234 surat Al Baqarah, sehingga keharusan iddah 1 tahun tidak berlaku lagi.
Penghapusan terhadap bacaanya saja, sedangkan hukumnya tetap berlaku. Sebagaimaa hadits Umar bin Khattab dan Ubay bin Ka'ab:
"Orang tua laki-laki dan perempuan yang berzina, maka rajamlah keduanya itu dengan pasti sebagai siksaan dari Allah....."
Pendapat tentang Naskh
Dalam masalah naskh, para ulama' terbagi atas emapat golongan:
Orang Yahudi. Mereka tidak mengakui adanya naskh, karena menurutnya naskh mengandung konsep al bada', yakni nampak jelas setelah kabur (tidak jelas). Naskh itu adakalanya tanpa hikmah, dan ini mustahil bagi Allah. Dan adakalanya karena sesuatu hikmah yang sebelumnya tidak nampak. Ini berarti terdapat suatu kejelasan yang didahului oleh ketidakjelasan dan ini pun mustahil bagiNya.
Orang Syi'ah Rafidah. Mereka sangat berlebihan dalam menetapkan naskh dan meluaskannya. Mereka memandang konsep al bada' sebagai suatu hal yang mungkin terjadi bagi Allah. Dengan demikian, posisi mereka sangat kontradiktif dengan orang Yahudi.
Abu Muslim al-Asfahani. Menurutnya, secara logika naskh dapat saja terjadi, tetapi tidak mungkin terjadi menurut syara'. Dikatakan pula bahwa ia menolak sepenuhnya terjadi naskh dalam Al Qur'an, dengan pengertian bahwa hukum-hukum Qur'an tidak akan dibatalkan untuk selama-lamanya. Dan mengenai ayat-ayat tentang naskh semuanya ia takhsiskan.
Jumhur ulama'. Mereka berpendapat, naskh adalah suatu hal yang dapat diterima akal dan telah pula terjadi dalam hukum-hukum syara', berdasarkan dalil-dalil:
Perbuatan Allah tidak bergantung pada alasan dan tujuan. Dia boleh saja memerintahkan sesuatu pada suatu waktu dan melarangnya pada waktu yang lain. Karena hanya Dialah yang lebih mengetahui kepentingan hamba-hambaNya.
Nash-nash Kitab dan Sunnah menunjukkan kebolehan naskh dan terjadinya, antara lain:
QS. An Nahl: 101
ماننسخ من اية اوننسهانأت بخيرمنهااومثلها
"Apa saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik atau yang sebanding dengannya."
Dalam sebuah hadis Shahih, dari Ibn Abbas ra., Umar ra berkata: "yang paling paham dan paling menguasai Qur'an diantara kami adalah Ubai. Namun demikian kami pun meninggalkan sebagian perkataanya, karena ia mengatakan: 'aku tidak akan meninggalkan sedikitpun segala apa yang pernah aku dengar dari Rasulullah saw.' Padahal Allah telah berfirman: apa saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya.... ".
Hikmah Keberadaan Naskh
Memelihara kepentingan hamba.
Pengembangan pensyariatan hukum sampai kepada tingkat kesempurnaan seiring dengan perkembangan dakwah dan kondidsi umat manusia.
Cobaan dan ujian bagi orang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak.
Merupakan kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika naskh ituu beralih ke hal yang lebih berat maka didalamnya terdapat tambahan pahala. Dan jika beralih ke hal yang lebih ringan maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.
Klasifikasi Surat Al Qur'an Kaitannya dengan Naskh
Pertama, surat yang tidak terdapat naskh dan mansukh, yaitu 43 surat.
Kedua, surat yang mengandung nasikh mansukh, yaitu 25 surat.
Ketiga, surat yang mengandung mansukh saja, yaitu 40 surat.
Keempat, surat yang mengandung nasikh saja, yaitu 6 surat.

Contoh-contoh Naskh
As suyuti menyebutkan dalam al Itqan sebanyak 21 ayat yang dipandang terdapat naskh, diantaranya:
Firman Allah:
ولله المشرق والمغرب فاين ماتولوافثم وجه الله
"Dan kepunyaan Allahlah Timur dan Barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah " (QS. Al Baqarah: 115)
Dinasakh oleh:
فولوجهك شطرالمسجدالحرام
"maka palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram."(Al Baqarah: 144)
Firman Allah:
كتب عليكم اذاحضراحدكم الموت ان ترك خيرا الوصية للوالدين والاقربين
"Diwajibkan atas kamu apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia menunggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk bapak ibu dan karib kerabatnya....."(QS. Al Baqarah: 180)
Dikatakan, ayat ini mansukh oleh ayat tentang kewarisan dan oleh hadis ke: "Sesungguhnya Allah telah memberikan pada setiap orang yang mempunyai hak akan haknya, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris."
Firman Allah:
وعلى الذين يطيقونه فدية
"Dan wajib bagi mereka yang kuat menjalankan puasa (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah......"(Al Baqarah:184)
Ayat ini dinaskh oleh:
فمن شهدمنكم الشهرفاليصمه
"Maka barang siapa yang menyaksikan bulan ramadhan, hendaklah ia berpuasa...."(Al Baqarah:185)
Naskh dengan Pengganti dan Tanpa Pengganti
Nasakh itu adakalanya disertai dengan badal (pengganti) dan ada pula yang tanpa badal. Nasakh dengan badal terkadang badalnya itu lebih ringan, sebanding dan terkadang pula lebih berat.
Nasakh tanpa badal. Misalnya penghapusan keharusan bersedekah sebelum menghadap Rasulullah sebagaimana diperintahkan dalam firman Allah surah al-Mujadilah ayat 12. Ketentuan ini dinasakh dengan firman-Nya surat al-Mujadilah ayat 13.
Nasakh dengan badal yang lebih ringan. Misalnya surah al-Baqarah ayat 187. Ayat ini menasakh ayat 183 surah al-Baqarah. Karena maksud ayat 183 ini adalah agar puasa kita sesuai dengan ketentuan puasa orang-orang terdahulu; yaitu diharamkan makan, minum dan becampur dengan istri apabila mereka mengerjakan shalat petang atau telah tidur, sampai dengan malam berikutnya, sebagaimana disebutkan oleh para ahli.
Nasakh dengan badal yang sepadan. Misalnya penghapusan kiblat shalat menghadap ke Baitul Maqdis dengan menghadap ke Ka'bah. Sebagaimana disebutkan dalam surah al-Baqarah ayat 144.
Nasakh dengan badal yang lebih berat. Seperti penghapusan hukuman penahanan di rumah (terhadap wanita yang berzina) dalam ayat 15 surah an-Nisa' dengan hukuman cambuk dalam surah an-Nuur ayat 2.
KESIMPULAN
Naskh ada dua perkara yakni nasikh dan mansukh. Nasikh adalah perkara yang menghilangkan perkara lain, sedangkan Mansukh adalah perkara yang dihilangkan oleh perkara lain dan diperbolehkan menaskhkan ayat Al-qur'an dengan Al-qur'an, Al-qur'an dengan hadist, hadist dengan Al-qur'an dan hadist dengan hadist. Dalam Naskh terdapat syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Banyak perbedaan pendapat dari para ulama' mengenai nasikh mansukh yang menimbulkan setuju tidaknya naskh diterapkan. Di sisi lain juga banyak hikmah yang bisa kita ambil dari pengetahuan tentang naskh.
PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami susun Kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan pengembangan sangat kami harapkan. Dan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kita dan bermanfaat. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Manna Khalil.1973.Studi Ilmu-Ilmu Qur'an.Jakarta:Litera Antar Nusa
Anwar, Rosihan.2013.Ulum Al-Qur'an Bandung:CV Pustaka Setia
Hamzah, Mukhotob.2003.Studi Al-Qur'an Komprehensif. Yogyakarta: Gama Media
Hermawan, Acep.2011.'Ulumul Qur'an. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset
Suparta, Munzier. 2003. Ilmu Hadis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Zaid, Nasr Hamid Abu.2005. Tekstualitas Al Qur'an. Yogyakarta: PT LkiS Pelangi Aksara


Download Makalah Naskh-Mansukh (Ushul Fiqh).docx

Download Now



Terimakasih telah membaca Makalah Naskh-Mansukh (Ushul Fiqh). Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

banner
Previous Post
Next Post

Akademikita adalah sebuah web arsip file atau dokumen tentang infografi, presentasi, dan lain-lain. Semua pengunjung bisa mengirimkan filenya untuk arsip melalui form yang telah disediakan.

0 komentar: