Desember 14, 2016

MAKALAH HUKUM ADAT

Judul: MAKALAH HUKUM ADAT
Penulis: Elfryda Prahandini


MAKALAH HUKUM ADAT
112966535242500
Disusun oleh :
Elfryda Prahandini
E1A014281
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI JENDRAL SOEDIRMAN
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia, hidayah, dan nikmatNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Hukum Adat.
Makalah ini ditulis oleh penulis yang bersumber dari Buku dan Jurnal sebagai refrensi. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada rekan rekan mahasiswa yang tealah mendukung sehingga dapat diselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat
bagi kita semua. Makalah ini secara fisik dan substansinya diusahakan relevan dengan pengangkatan judul makalah yang ada, Keterbatasan waktu dan kesempatan sehingga makalah ini masih memiliki banyak kekurangan yang tentunya masih perlu perbaikan dan penyempurnaan maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju ke arah yang lebih baik.
Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya, sehingga menambah wawasan dan pengetahuan tentang bab ini. Amin.
Purwokerto, Maret 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTARi
DAFTAR ISIii
BAB I PENDAHULUAN:
A. Latar Belakang1
B. Rumusan Masalah2
C. Tujuan2
BAB II PEMBAHASAN:
A. Pengertian Hukum Adat 3
B. Sejarah Penemuan Hukum Adat5
C. Ciri-ciri Hukum Adat7
D. Sumber-sumber Hukum Adat8
E.Asas-asas Hukum Adat10
F. Sistem Hukum Adat11
G. Corak dan Sifat Hukum Adat11
H. Lingkungan dan Masyarakat Hukum Adat14
I. Kedudukan Hukum Adat18
BAB III PENUTUP:
A. Kesimpulan20
B. Saran20
DAFTAR PUSTAKA21
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Hukum Adat, jika kita mendengar kata itu yang terlintas di fikiran kita mungkin adalah suatu Corak kedaerahan yang begitu kental didalamnya. Karena sifatnya yang tidak tertulis, majemuk antara lingkungan masyarakat satu dengan lainnya, maka sangat perlu dikaji perkembangannya. Pemahaman ini akan diketahui apakah hukum adat masih hidup , apakah sudah berubah, dan ke arah mana perubahan itu.
Di era Modern ini terkadang kita lupa akan latar belakang lahirnya hukum yang kita kenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara asia asia lainnya seperti Jepang, India, dan Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan
Ada banyak istilah yang dipakai untuk menamai hukum lokal: hukum tradisional, hukum adat, hukum asli, hukum rakyat, dan khusus di Indonesia – hukum "adat".[1]Bagaimana tempat dan bagaimana perkembangannya hukum adat dalam masyarakat tergantung kesadaran, paradigma hukum, politik hukum dan pemahaman para pengembannya- politisi, hakim, pengacara, birokrat dan masyarakat itu sendiri.
RUMUSAN MASALAH
Apa Pengertian Hukum Adat?
Bagaimana Sejarah penemuan Hukum Adat?
Apa Ciri-ciri Hukum Adat?
Apa Sumber-sumber Hukum Adat?
Apa Asas-asas Hukum Adat?
Bagaimana Sistem Hukum Adat?
Apa Corak dan Sifat Hukum Adat?
Bagaimana Lingkungan dan Masyarakat hukum adat?
Bagaimana Kedudukan Hukum Adat?
TUJUAN
Agar pembaca mengetahui dan memahami sejarah penemuan hukum adat sehingga pembaca dapat melestarikan hukum adat di Indonesia ini pada era Modern.
Agar pembaca memahami bagaimana kedudukan Hukum Adat di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
Istilah hukum adat dikemukakan pertama kali oleh Prof.Dr.Christian Snouck Hurgronye dalam bukunya yang berjudul "De Accheers"(Orang-orang Aceh), yang kemudian diikuti oleh Prof.Mr.Cornelis Van Vollen Hoven dalam bukunya yang berjudul "Het Adat Recht Van Nederland Indie"[2]
Dengan adanya istilah ini, maka pemerintah kolonial Belanda pada akhir tahun 1929 mulai menggunakan secara resmi dalam peraturan perundangan Belanda.[3] Hukum adat pada dasarnya merupakan sebagian dari adat istiadat masyarakat. Adat istiadat mencakup konsep yang sangat luas.
Hukum Adat adalah Hukum Non Statuir yang berarti Hukum Adat pada umumnya memang belum/ tidak tertulis. Oleh karena itu dilihat dari mata seorang ahli hukum memperdalam pengetahuan hukum adatnya dengan pikiran juga dengan perasaan pula. Jika dibuka dan dikaji lebih lanjut maka akan ditemukan peraturan-peraturan dalam hukum adat yang mempunyai sanksi dimana ada kaidah yang tidak boleh dilanggar dan apabila dilanggar maka akan dapat dituntut dan kemudian dihukum.
Definisi dari hukum adat sendiri adalah suatu hukum yang hidup karena dia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat sesuai dengan fitrahnya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.[4]
Prof. Mr. B. TerHaar BZN menyebutkan bahwa hukum adat ialah keseluruhan aturan yang menjelma dalam keputusan para fungsionaris hukum yang mempunyai wibawa dan pengaruh dan yang dalam pelaksanaannya berlaku secara spontan dan dipatuhi dengan sepenuh hati.
Prof. Dr. Mr. Sukanto menyatakan bahwa hukum adat adalah komplek adat-istiadat yang kebanyakan tidak dikodifikasikan dan bersifat memaksa, mempunyai sanksi atau akibat hukum.
Prof. Dr. Mr. R. Supomo, Hukum adat adalah hukum yang non statuter, yang sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil adalah hukum islam.
Prof. Mr. Kusumadi Pujosewoyo, hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku yang "adat" dan sekaligus "hukum" pula.[5]
Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku positip yang disatu pihak mempunyai sanksi (hukum) dan dipihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasi (adat).[6]
Dari beberapa pendapat para ahli hukum mengenai pengertian Hukum Adat, dapat disimpulkan bahwa Hukum Adat ialah Norma-norma yang bersumber pada perasaan peradilan rakyat yang meliputi aturan tingkah laku dan perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-hari, yang sebagian besar tidak tertulis, tetapi senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai sanksi atau akibat tertentu.[7]
SEJARAH PENEMUAN HUKUM ADAT
Pemahaman mengenai hukum adat selama ini, yang terjadi, bila meminjam istilah Spradley dan McCurdy (1975), ialah adanya sikap legal ethnocentrism, yakni: the tendency to view the law of other cultures through theconcepts and assumptions of Western. Padahal, sikap legal ethnocentrism itu mengundang kritik, antara lain: a) cenderung meniadakan eksistensi dari hukum pada pelbagai masyarakat; dan b) cenderung mengambil bentuk sistem hukum barat sebagai dasar dari penelaahan dan penyusunan kebijakan.
Hukum adat dieksplorasi secara ilmiah pertama kali dilakukan oleh William Marsden (1783), orang Irlandia yang melakukan penelitian di Bengkulu, semasa dikuasai Inggris, kemudian diikuti oleh Muntinghe, Raffles. Namun kajian secara sistimatis dilakukan oleh Snouck Hourgronye, yang pertama kali menggunakan istilah "adatrecht" (hukum adat), dan ia sebagai peletak teori Receptie, ia memandang hukum adat identik dengan hukum kebiasaan. Istilah Hukum Adat atau adatrecht pertama kali digunakan pada tahun 1906, ketika Snouck Hurgronye menggunakan istilah ini untuk menunjukkan bentuk-bentuk adat yang mempunyai konsekwensi hukum[8].
Kemudian dilanjutkan oleh van Vallenhoven dengan pendekatan positivisme sebagai acuan berfikirnya, ia berpendapat ilmu hukum harus memenuhi tiga prasyarat, yaitu: (1). memperlihatkan keadaan (gestelheid), (2)kelanjutan (veloop), dan (3) menemukan keajekannya (regelmaat), berdasarkan itu, ia mempetakan Hindia Belanda (Indonesia-sekarang) ke dalam 19 lingkungan hukum adat secara sistematik, berdasarkan itu ia sering disebut Bapak Hukum Adat. Ia mengemukakan konsep hukum adat, seperti: masyarakat hukum atau persekutuan hukum (rechtsgemeenschap), hak ulayat atau pertuanan (beschikings-rechts), lingkaran hukum adat (adatrechtskringen).
Untuk memperoleh suatu pengertian tentang hukum adat itu, dapat di kemukakan beberapa pertanyaan seperti di bawah ini.
a. sejak kapan di peroleh pengertian yang di kemukakan di atas itu?
b. sejak kapan timbul sedikit perhatian atas hukum adat?
c. sejak kapan orang mulai meninjau dan memeriksa hukum adat di lapangan?
d. sejak kapan hukum adat itu di dapatkan atau di ketemukan orang?
Apa gunanya pertanyaan-pertanyaan tersebut? Bukankah kita ini bangsa indonesia yang hidup dalam hukum adat kita sendiri? Apakah hukum adat kita harus di ketemukan?
Memang, kita adalah orang indonesia yang hidup dalam suasana adat kita sendiri, akan tetapi adat ini harus di ungkapkan, di ketahui, dan dimengerti untuk menyadari bahwa, hukum adat kita adalah hukum yang tidak dapat di abaikan begitu saja. Hukum ini harus di temukan supaya mendapat penghargaan yang selayaknya, bukan oleh kita sendiriakan tetapi juga oleh bangsa lain.[9]
Tokoh-tokoh penemu hukum adat yaitu
 Wilken ,wilken adalah pangreh praja belanda, mula-mula ia di buru, kemudia di gorontalodan minahasa barat, selanjutnya di sipirok dan mandailing. Tentang semua daerah ituia membukukan segala sesuatu yang di lihatnya seperti tentang hak hutan di buru, hak tanah hakullah di sipirok, tentang agraria di minahasa.
 Liefrinck menjalankan tugasnya di lapangan hukum sebagai pegawai pangreh praja belanda di indonesia. Seperti halnya dengan wilken, ia juga memberi tempat tersendiri kepada hukum adat. Tetapi ia lebih membatasi penyelidikanya hanya hanya pada satu lingkungan hukum adat yaitu bali dan lombok.
 Snouck Hurgronje adalah sarjana sastra yang menjadi politikus. Dia mendapat gelar doktor dalam bahasa semit ( rumpun bahasa yang meliputi bahasa yahudi dan arab). Karya utamanya yaitu de atjehers yang terkonsentrasi pada satu lingkungan hukum.[10]
CIRI-CIRI HUKUM ADAT
1. Bercorak Relegiues- Magis :
Menurut kepercayaan tradisionil Indonesia, tiap-tiap masyarakat diliputi oleh kekuatan gaib yang harus dipelihara agar masyarakat itu tetap aman tentram bahagia dan lain-lain. Tidak ada pembatasan antara dunia lahir dan dunia gaib serta tidak ada pemisahan antara berbagai macam lapangan kehidupan, seperti kehidupan manusia, alam, arwah-arwah nenek moyang dan kehidupan makluk-makluk lainnya.
Adanya pemujaan-pemujaan khususnya terhadap arwah-arwah darp pada nenek moyang sebagai pelindung adat-istiadat yang diperlukan bagi kebahagiaan masyarakat. Setiap kegiatan atau perbuatan-perbuatan bersama seperti membuka tanah, membangun rumah, menanam dan peristiwa-pristiwa penting lainnya selalu diadakan upacara-upacara relegieus yang bertujuan agar maksud dan tujuan mendapat berkah serta tidak ada halangan dan selalu berhasil dengan baik.
2. Bercorak Komunal atau Kemasyarakatan
Artinya bahwa kehidupan manusia selalu dilihat dalam wujud kelompok, sebagai satu kesatuan yang utuh. Individu satu dengan yang lainnya tidak dapat hidup sendiri, manusia adalah makluk sosial, manusia selalu hidup bermasyarakatan, kepentingan bersama lebih diutamakan dari pada kepentingan perseorangan.
3. Bercorak Demokrasi
Bahwa segala sesuatu selalu diselesaikan dengan rasa kebersamaan, kepentingan bersama lebih diutamakan dari pada kepentingan-kepentingan pribadi sesuai dengan asas permusyawaratan dan perwakilan sebagai system pemerintahan.
Adanya musyawarah di Balai Desa, setiap tindakan pamong desa berdasarkan hasil musyawarah dan lain sebagainya.
4. Bercorak Kontan
Pemindahan atau peralihan hak dan kewajiban harus dilakukan pada saat yang bersamaan yaitu peristiwa penyerahan dan penerimaan harus dilakukan secara serentak, ini dimaksudkan agar menjaga keseimbangan didalam pergaulan bermasyarakat.
5. Bercorak Konkrit
Artinya adanya tanda yang kelihatan yaitu tiap-tiap perbuatan atau keinginan dalam setiap hubungan-hubungan hukum tertentu harus dinyatakan dengan benda-benda yang berwujud. Tidak ada janji yang dibayar dengan janji, semuanya harus disertai tindakan nyata, tidak ada saling mencurigai satu dengan yang lainnya.
SUMBER-SUMBER HUKUM ADAT
Yang dimaksud dengan sumber hukum adat disini adalah sumber mengenal hukum adat, atau sumber dari mana hukum adat kita ketahui, atau sumber dimana asas-asas hukum adat menyatakan dirinya dalam masyarakat, sehingga dengan mudah dapat kita ketahui. Sumber-sumber itu adalah :
1. Kebiasaan atau adat kebiasaan
Sumber ini merupakan bagian yang paling besar yang timbul dan tumbuh dalam masyarakat yang berupa norma-norma aturan tingkah laku yang sudah ada sejak dahulu. Adat kebiasaan ini meskipun tidak tertulis tetapi selalu dihormati dan ditaati oleh warga masyarakat, sebagai aturan hidup manusia dalam hubungannya dengan manusia lain. Oleh karena itu tidak tertulis, maka adat kebiasaan ini hanya dapat dicari dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan, atau dalam berbagai peribahasa, Pepatah, kata-kata mutiara atau dalam perbuatan simbolik yang penuh dengan arti kiasan.
2. Keputusan para petugas hukum
Hukum adat juga dapat diketahui dari berbagai macam keputusan para petugas hukum adat, seperti Kepala Adat, Kepala Suku, Hakim Adat, rapat Desa (rembug Desa) dan sebagainya.
3. Hukum Islam
Norma hukum islam atau yang lebih dikenal dengan istilah Hukum FIQH, juga merupakan sumber hukum adat, terutama mengenai ajaran hukum Islam yang sudah meresap dalam kesadaran hukum masyarakat yang sebagian besar beragama Islam. Misalnya mengenai perkawinan, warisan, wakaf dsb.
4. Piagam Raja-raja dan kitab Hukum Adat
Hukum Adat Indonesia sekarang ini ada juga yang bersumber pada hukum tertulis dalam Piagam dan Pranatan Raja-raja dahulu seperti : Pranatan Bekel dari Kraton Yogyakarta, Angger-angger Arubiru dari Surakarta, kitab hukum kertagama dari Majapahit, kitab hukum Kutaramanawa dari Bali dsb.
5. Peraturan-peraturan Perkumpulan Adat
Beberapa perhimpunan yang dibentuk oleh masyarakat juga sering membuat ketentuan-ketentuan yang mengikat para anggotanya, awig-awig untuk para anggota perkumpulan pengairan/subak di Bali, Perkumpulan kematian, Perkumpulan arisan dsb.
6. Buku-buku standart mengenai hukum adat
Buku-buku mengenai hukum adat, terutama yang merupakan hasil penelitian dan pengamatan para sarjana hukum adat yang terkenal, merupakan sumber adat yang penting, terutama bagi para pelajar dan mahasiswa yang sedang mempelajari hukum adat, seperti misalnya: Beginselen en Stelsel van Het Adatrecht susunan Ter Haar, Het Adatrecht van Nederlansch Indie susunan van Vollen Hoven, Het Adatsprivaat recht van Middel java susunan Joyodiguno dan Tirawinata. Het Adatsprivaat recht van West Java susunan Soepomo dan sebagainya.
ASAS-ASAS HUKUM ADAT
Didalam hukum pidana ini terdapat beberapa Asas-asas yang memiliki kompleksitas antara satu dengan yang lain, dalam makalah ini kami akan menybutkan beberapa asas-asas Hukum Adat, yang diantaranya adalah:[11]
ü Asas Hukum Perorangan
ü Asas Hukum Kekeluargaan
ü Asas Hukum Perkawinan
ü Asas Hukum Adat Waris
ü Asas Hukum Tanah
ü Asas Hukum Hutang Piutang
ü Asas Hukum Adat Delik
SISTEM HUKUM ADAT
Sistem hukum adat pada dasarnya bersendikan pada alam fikiran bangsa Indonesia yang tidak sama dengan alam pikiran masyarakat Barat.[12] Oleh karena itu sistem hukum adat dan sistem hukum Barat terdapat beberapa perbedaan diantaranya :
Hukum Barat
Hukum Adat
Mengenal hak suatu barang dan hak orang seorang atas sesuatu objek yang hanya berlaku terhadap sesuatu orang lain yang tertentu
Tidak mengenal dua pembagian hak tersebut, perlindungan hak
ditangan hakim
Mengenal Hukum Umum dan Hukum Privat
Berlainan daripada batas antara lapangan public dan lapangan privat pada Hukum Barat
Ada Hakim Pidana dan Hakim Perdata
Pembetulan hukum kembali kepada hakim (kepala adat) dan upaya adat (adat reaksi)

CORAK DAN SIFAT HUKUM ADAT
Corak Hukum Adat
Hukum adat sebagai hasil budaya bangsa Indonesia bersendi pada dasar pikiran dan kebudayaan Barat, dan oleh karena itu untuk dapat memahami hukum adat kita harus dapat menyelami dasar alam pikiran yang hidup pada masyarakat Indonesia.
Hukum adat yang bersendi pada alam pikiran Indonesia itu mempunyai corak yang khusus, yaitu :
i. Corak Komunal (communal)
Corak komunal atau kebersamaan terlihat apabila warga desa melakukan kerja bakti ataugugur gunung, Nampak sekali adanya kebiasaan hidup bergotong-royong, tolong-menolong atau saling bantu-membantu. Rasa solidaritas yang tinggi menyebabkan orang selalu lebih mengutamakan kepentingan umum daripada diri sendiri.
ii. Corak Religio Magis (magisch-religieus)
Corak religio magis terlihat jelas sekali pada upacara-upacara adat dimana lazimnya diadakan sesajen-sesajen yang ditujukan kepada roh-roh leluhur yang ingin diminta restu serta bantuannya. Juga selamatan pada setiap kali menghadapi peristiwa penting, seperti : kelahiran, khitanan, perkawinan, kematian, mendirikan rumah, pindah rumah, dan sebagainya.
iii. Corak Konkrit (concreeto)
Corak konkrit, tergambar dalam kehidupan masyarakat bahwa : pikiran penataan serba konkrit dalam realitas kehidupan sehari-hari menyebabkan satunya kata dengan perbuatan (perbuatan itu betul-betul merupakan realitasi dari perkataannya).
iv. Corak Visual
Corak visual atau kelihatan menyebabkan dalam kehidupan sehari-hari adanya pemberian tanda-tanda yang kelihatan sebagaibukti penegasan atau peneguhan dari apa yang telah dilakukan atau dalam waktu dekat akan dilakukan.[13]
Disamping Coraknya yang berbeda, hukum adat juga mempunyai sifat-sifat yang berbeda pula dengan hukum Barat, karena adanya perbedaan alam pikiran dan corak yang mendasari hukum tersebut.
Sifat Hukum Adat
Dr. Holleman, dalam pidato inaugurasinya yang berjudul De Commune trek in Indonesische rechtsieven, menyimpulkan adanya empat sifat umum hukum adat Indonesia, yang hendaknya dipandang juga sebagai suatu kesatuan. yaitu sifat religio-magis., sifat komunal, sifat contant dan sifat konkret. "Religio-magis" itu sebenarnya adalah pembulatan atau perpaduan kata yang mengandung unsur beberapa sifat atau cara berpikir seperti prelogis, animisme, pantangan, ilmu gaib, dan lain-lain. Koentjaraningrat dalam tesisnya menulis bahwa alam pikiran religio-magis itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: [14]
a. Kepercayaan terhadap makhluk-makhluk halus, roh-roh dan hantu-hantu yang menempati seluruh alam semesta dan khusus.
b. Gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, tubuh manusia dan benda- benda;
c. Kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan sakti yang meliputi seluruh alam semesta dan khusus terdapat dalam peristiwa-peristiwa yang luar biasa, binatang yang luar biasa, tumbuh-tumbuhan yang luar biasa, tubuh manusia yang luar biasa, benda-benda yang luar biasa dan suara yang luar biasa;
d. Anggapan bahwa kekuatan sakti yang pasif itu dipergunakan sebagai magische kracht dalam berbagai perbuatan••perbuatan ilmu gaib untuk mencapai kemauan manusia atau untuk menolak bahaya gaib;
e. Anggapan bahwa kelebihan kekuatan sakti dalam alam menyebabkan keadaan krisis, menyebabkan timhulnya berbagai macam bahaya yang hanya dapat dihindari dengan berbagai macam pantangan.

F. D. Hollemen juga memberikan uraian yang menjelaskan tentang sifat-sifat Hukum Adat yaitu :[15]
a. Sifat Commune, kepentingan indibvidu dalam hukum selalu diimbangi dengan kepentingan umum.
b. Sifat Concreet, yang menjadi objek dalam hukum adat itu harus konkret atau harus jelas
c. Sifat Constant, penyerahan masalah transaksi harus dilakukan dengan konstan
d. Sifat Magisch, hukum adat mengandung hal-hal yang gaib yang apabila dilanggar akan menimbulkan bencana terhadap masyarakat.

LINGKUNGAN DAN MASYARAKAT HUKUM ADAT
Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19 lingkungan Hukum adat (rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya seragam disebutnya sebagai rechtskring. Setiap lingkungan hukum adat tersebut di bagi lagi dalam beberapa bagian yang disebut Kukuban Hukum (Rechtsgouw).
Lingkungan hukun adat tersebut adalah sebagai berikut :
1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
2. Tanah Gayo, Alas dan Batak
- Tanah Gayo (Gayo Lueus)
- Tanah Alas
- Tanah Batak (Tapanuli)
Ø Tapanuli Utara : Batak Pakpak (Barus), Batak Karo, Batak Simelungun, Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu).
Ø Tapanuli Selatan : Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola Mandailinag (Sayurmatinggi).
Ø Nias (Nias Selatan).
3. Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, Tanah Kampar, Kerinci).
4. Mentawai (Orang Pagai)
5. Sumatra Selatan
- Bengkulu (Renjang).
- Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Reban, Gedingtataan, Tulang Bawang).
- Palembang (Anak Lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
- Jambi (Orang Rimba, Batin dan Penghulu).
- Enggano.
6. Tanah Melayu (Lingga-Riau,Indragiri, Sumatra Timur, Orang Banjar)
7. Bangka dan Belitung
8. Kalimantan ( Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak, Kenya, Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, Long Glatt, Dayak Maayan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayat Ot Danum, Dayak Penyambung Punan).
9. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Boalemo).
10. Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai).
11. Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar, Muna).
12. Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Tobelo, Kep. Sula).
13. Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei, Kep. Aru, Kisar).
14. Irian
15. Kep. Timor (Kep. Timor-timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima).
16. Bali dan Lombok (Bali Tanganan-pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa).
17. Jawa Pusat, Jawa Timur, serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo, Tulungagug, Jawa Timur, Surabaya, Madura).
18. Daerah Kerajaan (Surakarta dan Yogyakarta)
19. Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten).
Masyarakat Hukum Adat
Sebelum kita mempelajari suatu sistem hukum tertentu, perlu kita ketahui terlebih dahulu susunan (struktur) masyarakat yang mempunyai hukum itu, karena bentuk dan system hokum yang berlaku itu merupakan pencerminan dari masyarakat yang menetapkan hukum tersebut.
Susunan masyarakat hukum Indonesia dalam garis besarnya dapat dibedakan dalam empat system, yaitu :
1. Masyarakat hukum yang Genealogis (tunggal Darah), ialah suatu masyarakat hukum yang anggota-anggotanya merasa bersatu karena adanya persamaan asal-usul keturunan atau nenek moyangnya.
Masyarakat genealogis ini dapat dibedakan dalam :
a. Masyarakat Patrilineal, yaitu yang pertalian kekeluargaannya dilacak dari garis keturunan laki-laki; misalnya : Marga di Batak.
b. Masyarakat Matrilineal, yaitu yang pertalian kekeluargaannya dilacak dari garis keturunan perempuan, misalnya Paruik di Minangkabau.
c. Masyarakat Parental, yaitu yang pertalian kekeluargaannya dilacak dari garis keturunan laki-laki dan perempuan (kedua orang tuanya) seperti : Pandam di Dayak (Kalimantan Tengah).
Masyarakat dalam susunan Patrilineal dan Matrilineal termasuk dalam susunan yang Unilateral/ satu Garis, sedangkan yang Parental termasuk susunan yang Bilateral (Dua garis)
2. Masyarakat hukum territorial (tunggal daerah), ialah masyarakat hukum yang anggota-anggotanya mewrasa bersatu karena bersama-sama menempati suatu dearah tertentu. Masyarakat yang semacam ini biasanya disebut masyarakat Desa, yang mempunyai bentuk bermacam-macam, Antara lain :
a. Desa Kesatan atau Persekutuan Desa, yaitu suatu tempat tinggal bersama yang merupakan pusat dimana warga desa bersama-sama tinggal dalam wilayahnya sendiri. Misalnya : Desa di Jawa dan Bali.
b. Desa Serikat atau Persekutuan wilayah, yaitu suatu tempat tinggal yang terdiri dari beberapa pusat yang masing-masing berdiri sendiri, tetapi bersama-sama merupakan bagian yang tercakup dalam suatu masyarakat territorial yang lebih besar. Misalnya : Kuria dengan huta-hutanya di Mandailing, Marga dengan dusun-dusunnya di Sumatra Selatan.
c. Perserikatan Desa-desa (Dorpen bond), ialah perserikatan beberapa desa yang berdiri sendiri dengan tujuan menyelenggarakan kepentingan bersama. Misalnya : Perserikatan Desa di Bali dalam mengatur masalah pengairan sawah-sawah dan sebagainya.
3. Masyarakat hokum yang merupakan campuran dari keduasistem diatas; jadi mempunyai bentuk genealogis tetapi juga territorial, misalnya : Marga di Tapanuli yang menempati suatu daerah tertentu Nagari di Minagkabau yang di dalamnya terdapat Paruik-paruik dan Jurai yang genealogis, Kurai dan Huta-hutanya di Batak,Dusun di daerah Rejang (Bengkulu) dan sebagainya.
4. Masyarakat hokum yang bedasarkan pemufakatan, ialah suatu masyarakat hukum adat yang terjadi karena adanya kehendak bersama dari para anggotanya untuk menyelenggarakan kepentingan bersama./ misalnya Subak di Bali, Darma Tirta di Jawa dan sebagainya.
KEDUDUKAN HUKUM ADAT
Warganegara Indonesia asli masih berelaku hukum adat. Keadaan semacam ini masih berlaku sampai sekarang, karena adanya Pasal II Aturan UUD 1945 yang menegaskan bahwa : Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini.
UUD 1945 memang tidak mengatur sacara tegas bagaimana sikapnya terhadap ketentuan hukum adat yang masih berlaku dalam masyarakat, namun pada dasarnya masih mengakui perlunya hukum dasar yang tidak tertulis (lihat Penjelasan UUD 1945). Berbeda halnya dengan konstitusi RIS dan UUD 1950 yang tegas-tegas mengakui berlakunya hukum adat, seperti tercantum pada pasal 31 Konstitusi RIS (Pasal 32 UUDS) yang menegaskan bahwa : "Setiap orang yang ada di daerah Negara hurus patuh pada undang-undang, termasuk aturan-aturan hukum yang tak tertulis, dan kepada penguasa-penguasa yang sah dan yang bertindak sah". Bahkan dalam pasal 146 Konstitusi RIS/ps. 104 UUDS ditegaskan bahwa : "Segala keputusan kehakiman (Pengadilan) harus berisi alas an-alasan dan dalam perkara hukuman harus menyebut aturan-aturan undang-undang dan aturan-aturan hukum adat yang dijadikan dasar hukum itu".
Meskipun UUD 1945 tidak mengatur secara tegas tentang berlakunya hukum adat, namun Tap.MPRS No. II/MPRS/1960 menegaskan bahwa: pembangunan hukum nasional harus di arahkan kepada homoge nitet hukum dengan memperhatikan kenyataan-kenyataan yang hidup di Indonesia, harus sesuai dengan Haluan Negara dan berlandaskan hukum adat yang tidak menghambat perkembangan masyarakat yang adil dan makmur .
Dalam GBHN 1993 [Tap. MPR No. II/MPR/1993], meskipun tidak secara tegas menjamin berlakunya hukum adat, namun digariskan bahwa pembangunan hukum ini dilaksanakan melalui pembaharuan hukum dengan tetap memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku dalam masyarakat, terutama dalam lingkungan hukum adat mereka. Sedang mengenai materi hukum yang digariskan oleh GBHN 1993 untuk ditaati oleh masyarakat, tidak hanya materi hukum yang tertulius, melainkan juga materi hukum yang tidak tertulis yang berlaku dalam penyelenggaraan segenap dimensi kehidupan bermasyarakat.
Di samping kedudukan hukum adat sebagai hukum yang tak tertulis ini di sebutkan pula dalam UU. No. 19 tahun 1964 tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman (LN. 1964 No. 107) yang telah diganti dengan UU. No. 14 tahun 1970 juga tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman (LN. tahun 1970 No. 74) yang dalam pasal 23 ayat 1 menegaskan bahwa:" segala putusan pengadilan selain memuat alas an-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili".
Dengan adanya ketentuan tersebut diatas yang harus di taati oleh semua hakim yang mengadili perkara pada semua lingkungan pengadilan, maka hukum adat mempunyai kedudukan yang kuat, karena hukum adat yang sebagian besar tidak tertulis itu tidak hanya dapat dijadikan landasan untuk mengambil keputusan, melainkan juga dianggap setaraf dengan hukum yang tertulis. Dengan menyebut istilah "atau sumber hukum yang tidak tertulis" berarti hukum adat sendiri tanpa hukum tertulis sudah dapat menjadi landasan untuk mengambil keputusan hakim.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sejak awal manusia diciptakan telah dikarunia akal, pikiran dan prilaku yang ketiga hal ini mendorong timbulnya "kebiasaan pribadi ", dan apabila kebiasaan ini ditiru oleh orang lain, maka ia akan menjadi kebiasaan orang itu dan seterusnya sampai kebiaasaan itu menjadi adat, jadi adat adalah kebiasaan masyarakat yang harus dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan.
Adat sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal, ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan ajaran agama dan lain-lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena "adat" adalah suatu aturan tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di masyarakat kecuali menyangkut soal dosa adat yang erat berkaitan dengan soal-soal pantangan untuk dilakukan (tabu dan kualat). Terlebih lagi muncul istilah-istilah adat budaya, adat istiadat, dll.
Hukum Adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dan memiliki sanksi riil yang sangat kuat, yang sebagian besar tidak tertulis, tetapi senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai sanksi atau akibat tertentu.
B. SARAN
Saya berharap kepada pembaca khususnya mahasiswa Fakultas Hukum bahwa kita harus melihat Hukum Adat sebagai latar belakang Historis dari kelahiran Hukum itu sendiri dari aspek psikologis Hukum adat tidak bisa dihilangkan dan dipisahkan dengan hukum yang ada sekarang ini. Dan diadakannya studi khususnya mahasiswa Hukum untuk langsung turun ke lapangan Hukum Adat yang ada dalam masyarakat agar pendatailan data dan esensi Hukum Adat sendiri lebih nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Bushar, Muhammad. 1981. Asas-Asas Hukum Adat (suatu pengantar). Jakarta: _______Pradnya Paramitha.
H.A.M. Effendy. 1994. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Mahdi Offset.
Id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat
Keebet von Benda-Beckmann. 2006. Pluraisme Hukum. Jakarta: Ford Fondation.
Lukito, Ratno. 1998.  Pergumulan Antara Hukum Islam Dan Adat Di Indonesia. ______Jakarta: INIS.
Soekanto. 1981. Meninjau Hukum Adat Indonesoia. Jakarta: CV.Rajawali.
Soepomo. 1993. Hukum Adat. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Sudiyat, Imam. 1978. Asas-asas Hukum Adat, sebagai Bekal Pengantar. ________Yogyakarta:  Liberty.
Wignjodipoero, Soerojo. 1967. Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat. Jakarta: _____________CV. Haji Masagung.
Warjiyati, Sri. 2006. Memahami Hukum Adat. Surabaya: IAIN Surabaya.


Download MAKALAH HUKUM ADAT.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca MAKALAH HUKUM ADAT. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

banner
Previous Post
Next Post

Akademikita adalah sebuah web arsip file atau dokumen tentang infografi, presentasi, dan lain-lain. Semua pengunjung bisa mengirimkan filenya untuk arsip melalui form yang telah disediakan.

0 komentar: