November 28, 2016

KOMPARASI STRATEGI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA (BEBAS AKTIF) PADA MASA PEMERINTAHAN SOEKARNO DAN GUS DUR

Judul: KOMPARASI STRATEGI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA (BEBAS AKTIF) PADA MASA PEMERINTAHAN SOEKARNO DAN GUS DUR
Penulis: Cahya Fauzi


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring perkembangan waktu dan perkembangan zaman, kita tidak akan pernah melupakan peristiwa-peristiwa yang dilakukan oleh para petinggi negeri untuk berpolitik. Seperti cara-cara mereka berpolitik membela negara kita tercinta ini dengan bahasa-bahasa diplomasinya. Seperti kita ketahui bahwasannya Indonesia dapat berkembang pesat sebagai negara yang memiliki kedaulatan dan sudah mulai dianggap oleh negara-negara lain tidak terlupakan dari adanya peran-peran penting dari sistem politik luar negerinya itu sendiri. Sistem politik luar negeri Indonesia inilah sangat bermacam-macam strateginya. Seperti kita ketahui juga bahwa setiap kepala pemerintahan khususnya kepala pemerintahan Indonesia sangat berbeda dari segi strategi politik luar negerinya.
Politik luar negeri adalah strategi dan taktik yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Dalam arti luas, politik luar negeri adalah pola perilaku yang digunakan oleh suatu Negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Politik luar negeri berhubungan dengan proses pembuatan keputusan untuk mengikuti pilihan jalan tertentu.
Pada dasarnya setiap prinsip politik luar negeri Indonesia di buat melihat unsur penting yaitu kepentingan nasional atau national interest. Bukan hanya Indonesia tetapi juga negara-negara lain di dunia. Selain komitmen pada kepentingan nasioanal (national interest), politik luar RI juga tetap mengedepankan perinsip dasar bangsa Indonesia yang anti kolonialisme. Dalam memutuskan setiap kebijakan politik luar negeri Indonesia mengedepankan nilai-nilai dan prinsip yang dijunjung teguh. Politik luar negeri bebas aktif menjadi dasar pelaksanaan setiap kebijakan yang akan dibuat, selain melihat kondisi dalam negeri pemerintah Indonesia juga mengedepankan prinsip-perinsip yang telah tertera dalam pembukaan UUD 1945.
Di bidang hubungan luar negeri, sikap politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif dan selalu diarahkan untuk mendukung terciptanya perdamaian dunia, telah menempatkan Indonesia dalam posisi dan peranan yang makin mantap dan dipercaya dalam percaturan politik regional dan global. Di samping itu telah berhasil pula ditingkatkan kerjasama bilateral dan multilateral dengan berbagai negara sahabat dan berbagai lembaga internasional untuk mendukung kepentingan pembangunan nasional.
Tampak jelas bahwa ide dasar politik luar negeri bebas aktif yang dikemukakan oleh Hatta sama sekali bukan retorika kosong mengenai kemandirian dan kemerdekaan, akan tetapi dilandasi pemikiran rasional dan bahkan kesadaran penuh akan prinsip-prinsip realisme dalam menghadapi dinamika politik internasional dalam konteks dan ruang waktu yang spesifik. Bahkan dalam pidato tahun 1948 tersebut, Hatta dengan tegas menyatakan, percaya akan diri sendiri dan berjuang atas kesanggupan kita sendiri tidak berarti bahwa kita tidak akan mengambil keuntungan daripada pergolakan politik internasional.
1.2 Fokus Masalah
Penyusun memfokuskan penyusunan makalah ini pada masalah sistem politik luar negeri RI pada masa pemerintahan Soekarno dan Gus Dur mengenai perbedaan-perbedaan strategi dari sistem politik luar negerinya.
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas yang telah dipaparkan, maka peneliti merumuskan masalah penelitian tersebut sebagai berikut :
"Komparasi Strategi Politik Luar Negeri Indonesia (Bebas Aktif)
Pada Masa Pemerintahan Soekarno dan Gus Dur"
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan makalah ini mencakup dua maksud yaitu, tujuan umum dan tujuan khusus :
1.4.1 Tujuan Umum
Diharapkan dapat mengetahui perbedaan strategi politik luar negeri Indonesia (Bebas Aktif) pada masa pemerintahan Soekarno dan pada masa pemerintahan Gus Dur.
1.4.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui seperti apa keberhasilan dari strategi politik luar negeri Indonesia (Bebas Aktif) dengan masing-masing presiden yang berbeda pada era nya.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
1.5.1.1 Sebagai sumbangan bagi pengembangan kajian tentang strategi politik luar negeri Indonesia pada masa Soekarno dan pada masa Gus Dur
1.5.2 Manfaat Praktis
Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Politik Luar Negeri Indonesia pada Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jenderal Achmad Yani.
1.6 Sistematika Penulisan
Penyusun membagi makalah ini kedalam lima bab yang disesuaikan dengan penelitian ini. Adapun sistematika penulisannya ialah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang melandasi penyusunan penulisan yang berisi antara lain : Latar Belakang Penelitian, Fokus Masalah, Perumusan Masalah, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : KERANGKA PEMIKIRAN DAN TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang kajian atau studi literatur dalam menyusun landasan atau kerangka teori yang relevan dengan masalah yang disusun, penyusun menggunakan kerangka berfikir untuk membantu dalam melakukan penelitian masalah yang dikaji. Kerangka pemikiran itu berupa pendekatan teori yang dianggap relevan untuk digunakan dalam menganalisis masalah yang dikaji.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini memaparkan secara singkat metode penelitian kualitatif, strategi penelitian kualitatif, lokasi dan waktu penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik pengujian keabsahan data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini dipaparkan mengenai strategi politik luar negeri Indonesia pada masa jabatan Soekarno dan strategi politik luar negeri Indonesia pada masa jabatan Gus Dur.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan hasil penelitian dan saran, baik bagi pihak-pihak terkait, maupun bagi penelitian berikutnya.
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Pemikiran
Dalam setiap menganalisis sebuah permasalahan, maka diperlukan kerangka pemikiran yang sangat penting sebagai perangkat untuk membedah, membahas, dan menelaah setiap gejala, kejadian, peristiwa dan fenomena dalam hubungan internasional. Kerangka pemikiran sangat dibutuhkan untuk menganalisis sebuah permasalahan sehingga hasil analisis akan bersifat valid, reliabel, logis, dan objektif. Kerangka pemikiran akan menuntun penyusun untuk terfokus, terarah dan terpusat pada analisis yang tajam dan ilmiah. Demikian pula dengan penelitian dalam bentuk makalah ini yang sangat diperlukan sebuah kerangka pemikiran.
Pada umumnya ide dasar politik luar negeri bebas aktif yang dikemukakan oleh Hatta sama sekali bukan retorika kosong mengenai kemandirian dan kemerdekaan, akan tetapi dilandasi pemikiran rasional dan bahkan kesadaran penuh akan prinsip-prinsip realisme dalam menghadapi dinamika politik internasional dalam konteks dan ruang waktu yang spesifik. Bahkan dalam pidato tahun 1948 tersebut, Hatta dengan tegas menyatakan, percaya akan diri sendiri dan berjuang atas kesanggupan kita sendiri tidak berarti bahwa kita tidak akan mengambil keuntungan daripada pergolakan politik internasional.
2.2 Tinjauan Pustaka
Tinjauan / Studi Pustaka pada dasarnya berkaitan dengan kajian teoritis dan referensi lain yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan. Tinjauan pustaka merupakan hasil penelusuran tentang pustaka atau literatur yang mengupas topik yang relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan, baik yang mendukung maupun yang bertentangan dengan pendapat peneliti. Hal ini merupakan bukti pendukung bahwa topik atau materi yang diteliti merupakan suatu permasalahan yang penting karena merupakan concern banyak orang, sebagaimana ditunjukkan oleh pustaka yang dirujuk.
Dengan demikian, diperoleh gambaran yang lengkap tentang pokok dan duduk permasalahan yang akan diteliti. Studi pustaka juga dapat berupa teknik, metode, strategi atau pendekatan yang dipilih dalam melaksanakan penelitian. Dalam kaitan ini, akan diuraikan dua tinjauan pustaka yang ditetapkan dalam makalah ini sehingga dapat dibedah untuk dijelaskan apa isi atau substansinya, apa kesamaan dan perbedaannya dengan makalah yang peneliti tetapkan.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan rencana dan prosedur penyusunan meliputi asumsi-asumsi luas hingga metode-metode rinci dalam mengumpulkan dan analisis data. Rancangan tersebut melibatkan sejumlah keputusan. Secara keseluruhan, keputusan ini melibatkan rancangan seperti apa yang seharusnya digunakan untuk meneliti topik tertentu.
Dalam penyusunan ini penyusun menggunakan metode Penyusunan Kualitatif, yang merupakan metode-metode untuk mendemakalahkan dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial kemanusiaan. Proses penyusunan kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema umum, dan menafsirkan makna data. Laporan akhir untuk penyusunan ini memiliki struktur atau kerangka yang fleksibel. Siapa pun yang terlibat dalam bentuk penyusunan ini harus menerapkan cara pandang penyusunan yang bergaya induktif, berfokus terhadap makna individual, dan menterjemahkan kompleksitas suatu persoalan.1
1 John Creswell W, 2010, Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Campuran, fYogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 1-5.
Penyusunan kualitatif adalah penyusunan yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penyusunan misalnya perilaku, persepsi, motivasi, serta aktivitas.2
3.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis. Istilah deskriptif berasal dari bahasa Inggris to describe, yang berarti memaparkan atau menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kejadian, peristiwa, kegiatan, dan lain-lain. Dengan demikian, yang dimaksud dengan penyusunan deskriptif adalah sebuah penyusunan yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kejadian, atau peristiwa tertentu, dan setelah selesai lalu memaparkan hasilnya dalam bentuk laporan penelitian.3
Penyusunan deskriptif yaitu penyusunan yang berusaha mendemakalahkan suatu gejala, peristiwa yang terjadi pada saat itu (masalah aktual). Dalam penyusunan ini, penyusun berusaha memotret peristiwa yang menjadi pusat perhatiannya kemudian dilukiskn sebagaimana adanya. Masalah yang disusun adalah masalah yang terjadi pada saat penelitian dilaksanakan, sehingga pemanfaatan temuan penyusunan ini berlaku pada saat itu dan belum tentu relevan jika digunakan dimasa yang akan datang. Karena itu, penelitian deskriptif tidak selamanya menuntut hipotesis.
2 Lexy J Moleong, 2006, Metode Penelitian Kualitatif, edisi revisi, Bandung, hlm.10.
3 Wasilah Chaedar, 2004, Pokoknya Kualitatif, Bandung, Pustaka Jaya Setia, hlm. 28.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang berusaha menggambarkan objek atau subjek yang diteliti sesuai dengan apa adanya, dengan tujuan menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek yang diteliti secara tepat.4
Dari batasan di atas diketahui bahwa dalam penelitian deskriptif, ketersediaan data secara detail merupakan hal yang vital. Sebab, sesuai dengan karakteristik penelitian ini yang bersifat memaparkan, maka penelitian ini akan mengutamakan pemaparan informasi sejelas mungkin.
Oleh sebab itu, tidak jarang dalam penyusunan deskriptif dujumpai banyak ilustrasi menggunakan gambar, grafik, dan ilustrasi lain yang bertujuan untuk mendukung penjelasan yang diberikan terhadap objek yang dikaji.5
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penyusunan ini, penyusun menggunakan dua macam teknik pengumpulan data, yaitu sebagai berikut:

4 Nasution, 1992, Metode Research, Bandung, Jemmars, hlm. 39.
5 Sudyana Nana dan Ibrahim, 1998, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung, Penerbit Sinar Baru, hlm. 52.
Studi Kepustakaan
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk dokumentasi. Sifat utama data ini tidak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada penyusun untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi di waktu silam.
Teknik ini dilakukan dengan mempelajari dan menyusun dokumen yang berhubungan dengan objek yang disusun dan diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap data yang diperoleh. Misalnya mempelajari buku, jurnal, laporan pemerintah daerah, dokumen pemerintah, atau data-data yang bersumber dari media massa seperti informasi yang diakses melalui internet.
3.3 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sedemikian rupa sehingga dapat ditekankan tema. Ada tiga langkah cara untuk menganalisis data kualitatif yaitu:
Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah penyusun untuk mengumpulkan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.6
6 Ibid., hlm. 247.
Display Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data sehingga data terorganisasikan, tersusun pola hubungan dan mudah dipahami. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data yang paling sering digunakan adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan mempermudah untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.7
Kesimpulan dan Verifikasi Data
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.8 Kesimpulan dalam penyusunan kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi, hubungan kausal/interaktif, hipotesis atau teori.
7 Ibid., hlm. 249.
8 Ibid., hlm. 253.BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
4.1.1 Strategi Politik Luar Negeri Indonesia
Dalam mempelajari politik luar negeri, penegertian dasar yang harus kita ketahui yaitu politik luar negeri itu pada dasarnya merupakan "action theory", atau kebijakasanaan suatu negara yang ditujukan ke negara lain untuk mencapai suatu kepentingan tertentu. Secara pengertian umum, politik luar negeri (foreign policy) merupakan suatu perangkat formula nilai, sikap, arah serta sasaran untuk mempertahankan, mengamankan, dan memajukan kepentingan nasional di dalam percaturan dunia internasional. Suatu komitmen yang pada dasarnya merupakan strategi dasar untuk mencapai suatu tujuan baik dalam konteks dalam negeri dan luar negeri serta sekaligus menentukan keterlibatan suatu negara di dalam isu-isu internasional atau lingkungan sekitarnya.9
Politik luar negeri adalah strategi dan taktik yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Dalam arti luas, politik luar negeri adalah pola perilaku yang digunakan oleh suatu Negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain.
9 Yanyan Mochamad Yani, Drs., MAIR., Ph.D., - , Politik Luar Negeri, Bandung, Unpad, http://pustaka.unpad.ac.id/archives/50129/. diakses pada 2 Januari 2014 pukul 22:29 WIB.
Politik luar negeri berhubungan dengan proses pembuatan keputusan untuk mengikuti pilihan jalan tertentu. Menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1988), politik luar negeri diartikan sebagai "Suatu kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usaha untuk mencapai tujuan nasional". Melalui politik luar negeri, pemerintah memproyeksikan kepentingan nasionalnya ke dalam masyarakat antar bangsa".
Dari uraian di muka sesungguhnya dapat diketahui bahwa tujuan politik luar negeri adalah untuk mewujudkan kepentingan nasional. Tujuan tersebut memuat gambaran mengenai keadaan negara dimasa mendatang serta kondisi masa depan yang diinginkan. Pelaksanaan politik luar negeri diawali oleh penetapan kebijaksanaan dan keputusan dengan mempertimbangkan hal-hal yang didasarkan pada faktor-faktor nasional sebagai faktor internal serta faktor-faktor internasional sebagai faktor eksternal.
Dasar hukum pelaksanaan politik luar negeri Republik Indonesia tergambarkan secara jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea I dan alinea IV. Alinea I menyatakan bahwa "kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan". Selanjutnya pada alinea IV dinyatakan bahwa " ... dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial". Dari dua kutipan di atas, jelaslah bahwa politik luar negeri RI mempunyai landasan atau dasar hukum yang sangat kuat, karena diatur di dalam Pembukaan UUD 1945. Selain dalam pembukaan terdapat juga dalam beberapa pasal contohnya pasal 11 ayat 1, 2,3; pasal 13 ayat 1,2,3 dan lain-lain.
Pasal 11
(1)  Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
(2)  Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3)  Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang. ***)
 
Pasal 13
(1)  Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2)  Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.*)
(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.*).10
10 A.T. Sugeng Priyanto dkk, Buku Sekolah Elektronik, hlm. 76 -91
4.1.1.1 Pada Masa Pemerintahan Soekarno (Orde Lama)
Kekuasaan dan politik Soekarno ketika memimpin Indonesia, pernah mengalami berbagai pergantian sistem pemerintahan. Pada awal pemerintahannya, Soekarno dan Hatta menetapkan bahwa Indonesia menganut sistem demokrasi yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Namun seiring berjalannya waktu, ternyata dalam kepemimpinannya terjadi beberapa friksi, mungkin karena politik Indonesia masih "bayi" jadi Soekarno mudah dipengaruhi oleh unsur luar, bahkan puncak friksi tersebut, membuat Moh. Hatta tak lagi sejalan dengan kekuasaan Soekarno, dan mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden.
Periode Orde Lama dimulai ketika Soekarno menyatakan dekrit 1959 yang berisi tentang pemberlakuan kembali UUD 1945 sebagai konstitusi negara dan menghapus UUD RIS. Akan tetapi secara teknis, Soekarno memimpin era ini semenjak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Dengan demikian, ulasan mengenai politik luar negeri RI pada era Orde Lama tidak bisa hanya dipantau semenjak tahun 1959 semata, melainkan ditarik semenjak awal kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945.
Dalam memimpin, Soekarno dipandang sebagai sosok yang sangat kontroversial namun populer. Sejarahnya yang penuh dengan orasi kebangsaan yang mampu membakar semangat segenap pemuda bangsa menunjukkan bahwa ia seorang yang penuh percaya diri dan daya tarik. Di masanya, Soekarno merupakan sosok pemimpin yang penuh inisiatif dan inovatif. Kekayaannya akan ide dan gagasan baru didukung dengan keberanian dalam mengambil keputusan yang saat itu dinilai tidak biasa. Salah satu tindakan Soekarno yang drastis dan populer pasca kemerdekaan ialah nasionalisasi aset- aset negara yang dulu dimiliki Belanda juga Jepang, serta melakukan sosialisasi kedaulatan Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari Sabang sampai Merauke kepada dunia internasional.11 Hal ini menjadi agenda utama kebijakan luar negeri Soekarno yang dilandasi dengan prinsip- prinsip pancasila sebagai ideologi negara dan amanat UUD 1945 sebagai tolak ukur pembangunan pasca kemerdekaan yang anti terhadap imperialisme Barat.
Sikap anti Soekarno terhadap imperialisme Barat semakin kental pada tindakannya yang menyeru negara- negara di dunia untuk tidak tunduk terhadap blok- blok yang saling berseteru di kala itu sehingga kemudian lahir Gerakan Non-Blok yang diinisiasi dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Non Blok di Bandung pada tahun 1955.12 Indonesia kemudian menjadi inisiator Gerakan Non- Blok yang banyak mendorong kemerdekaan di negara- negara Asia- Afrika pada masa itu. Banyaknya inisiatif yang muncul dari kebijakan luar negeri Indonesia pada masa itu menunjukkan bahwa

11 http://umum.kompasiana.com/2010/01/31/sang-presiden-%E2%80%93-kebijakan-politik-luar-dan-dalam-negeri-sambungan-menyerah-tanpa-syarat/ diakses pada 2 Januari 2014 pukul 22:36 WIB.
12 http://politik.kompasiana.com/2011/01/16/periodisasi-politik-luar-negeri-indonesia-dari-masa-orde-lama-hingga-masa-reformasi-335055.html diakses pada 2 Januari 2014 pukul 22:41WIB.
Soekarno secara serius mengagendakan pengakuan eksistensi Indonesia di mata internasional dan pembentukan aliansi anti kolonialisme serta imperialism Barat dalam setiap kebijakan luar negeri Indonesia. Hal ini selaras dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif yang dianut Indonesia. Prinsip ini dicetuskan oleh Muhammad Hatta melalui pidatonya di depan Komite Nasional Indonesia Pusat pada tanggal 2 September 1948 yang berisikan pernyataan bahwa Indonesia tidak boleh memihak baik ke Blok Barat maupun Blok Timur dalam politik internasional demi tercapainya cita- cita Indonesia Merdeka. Pidato yang kemudian dikenal dengan judul "Mendayung Di Antara Dua Karang" ini meskipun esensinya tidak lantas langsung dimasukkan ke dalam konstitusi negara, namun ia kemudian menjadi landasan moral yang membentuk politik luar negeri Indonesia pada masa itu.
Meskipun demikian, sejarah perjuangan Soekarno dalam merebut kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme Barat telah membentuk pandangan Soekarno menjadi anti terhadap Barat. Sehingga secara sikap politik pun, Soekarno nampak cenderung pro terhadap ideologi kiri atau timur. Kedekatan ini ditunjukan dengan keberpihakan Soekarno terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) yang kemudian membawa Soekarno terhadap peristiwa pidato penyampaian pidato manifesto politik (manipol) yang mengidentifikasikan imperialis barat sebagai musuh nasional.13
13 http://rofiuddarojat.wordpress.com/2011/11/03/284/ diakses pada 2 Januari 2014 pukul 22:44 WIB.
Hal ini ditunjukkan secara gamblang dalam ketidaksukaan Soekarno terhadap keberadaan Belanda di Irian Barat. Tindakan militer kemudian diambil untuk mengambil alih kembali Irian Barat ketika diplomasi dianggap gagal membuat Belanda angkat kaki dari Irian Barat. Dukungan Amerika Serikat yang kemudian didapatkan Soekarno muncul sebagai akibat konfrontasi kedekatan Jakarta dengan Moskow.
Taktik yang konfrontatif ini kemudian digunakan kembali oleh Soekarno ketika terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia akibat pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap Indonesia pro terhadap imperialisme Barat. Hal ini dianggap mengancam keberkembangan Nefos (New Emerging Forces) oleh Oldefos (Old Established Forces), yakni dua kategorisasi negara yang dibentuk oleh Soekarno. Berbagai kebijakan luar negeri kemudian muncul dengan landasan kepentingan nasional yang berorientasi pada penguatan eksistensi Indonesia dan Nefos. Salah satu tindakan yang paling terkenal ialah pembentukan poros Jakarta-Peking dimana Indonesia pada saat itu menjadi sangat dekat dengan China. Tidak hanya sampai di situ,Jakarta pada era tersebut digambarkan sebagai pusat pemerintahan yang akrab dengan Moskow, Beijing dan Hanoi serta garang terhadap Washington dan sekutu Barat.14

14 http://www.scribd.com/doc/24673774/Politik-Luar-Negeri-Indonesia-Kebebasaktifan-Yang-Oportunis diakses pada 2 Januari 2014 pukul 22:47 WIB.
Sebagai dampak, ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi terbatas pada seputar negar- negara komunis semata. Hal ini pun mencederai prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas- aktif.
Munculnya kebijakan Dwikora pada 3 Mei 1964 menunjukkan bahwa Soekarno secara serius ingin menyingkirkan Barat dari seputar Indonesia karena dinilai dapat memojokkan Indonesia. Kebijakan Dwikora tersebut berisi tentang  perintah untuk memperhebat ketahanan revolusi Indonesia dan untuk membantu perjuangan rakyat Malaysia membebaskan diri dari neokolonialisme Inggris. Hal ini lantas disusul dengan pencetusan Politik Mercusuar yang mendorong Indonesia untuk tampil megah agar terlihat sebagai pemimpin Nefos yang mampu menerangi jalan baru bagi negara- negara Nefos lainnya. Puncak sikap kontra Soekarno terhadap Barat ditunjukkan dengan keluarnya Indonesia dari PBB pada tanggal 7 Januari 1965 sebagai bentuk ketidaksukaan Indonesia terhadap pengangkatan Malaysia yang dinilai pro Barat sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Namun sayangnya kebijakan- kebijakan luar negeri yang diinisiasi Soekarno untuk Indonesia rupanya kurang memperhatikan sektor domestic. Di kala Soekarno dengan gencar melancarkan politik luar negeri yang garang, aktif dan militant, kondisi perekonomian dalam negeri tampak morat-marit akibat inflasi yang terjadi secara terus- menerus, penghasilan negara merosot sedangkan pengeluaran untuk proyek- proyek Politik Mercusuar seperti GANEFO (Games of The New Emerging Forces) dan CONEFO (Conference of The New Emerging Forces) terus membengkak. Belum lagi kecamuk politik dalam negeri yang diwarnai dengan bentrok antara militer dan PKI membuat situasi di Indonesia pada saat itu semakin carut marut. Puncak kecarut- marutan ini ialah terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang kemudian membuat kepemimpinan Soekarno di Indonesia melemah dan bahkan terpojok. Tahun 1968 menjadi akhir dari kepemimpinan Soekarno di Indonesia yang dengan demikian mengakhiri pula era Orde Lama di Indonesia.
Secara umum, kepentingan nasional yang terus menjadi agenda utama Indonesia di era Orde Lama ialah kepentingan untuk menjaga kesatuan dan persatuan NKRI, mempromosikan Indonesia sebagai negara berkekuatan yang baru merdeka, menunjukkan eksistensi Indonesia di dunia internasional dan menunjukkan sikap pro-perdamaian yang anti-kolonialisme Barat. Metode yang ditempuh Soekarno untuk memenuhi kepentingan nasional ini sangat beragam, mulai dari cara negosiasi, pengerahan kekuatan militer, containment, politik berdikari hingga mengundang bantuan asing. Karakter utama yang banyak ditunjukkan politik luar negeri Indonesia pada masa ini ialah karakter high profile yang tegas namun masih belum terarah.15

15 http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/01/change_and_continuity_in_indonesia_for eign_policy.pdf diakses pada 2 Januari 2014 pukul 22:51 WIB.
Meskipun banyak penyimpangan yang terjadi pada masa ini di mana prinsip moral bebas-aktif politik luar negeri Indonesia justru dilangkahi oleh kedekatan Indonesia terhadap blok Timur, namun tidak dipungkiri banyak keberhasilan yang dicapai pada masa Orde Lama yang hingga kini imbas baiknya masih dapat dirasakan.
Sejumlah keberhasilan politik luar negeri pada masa Soekarno atau pada era Orde Lama antara lain:
1. Indonesia berhasil merebut kembali Irian Barat dari Belanda melalui jalur diplomasi dan militer
2. Indonesia berhasil menginisiasi berdirinya Gerakan Non- Blok melalui KTT Asia- Afrika di Bandung pada tahun 1955
3. Indonesia berhasil menunjukkan eksistensi yang patut diperhitungkan oleh kedua blok raksaksa dunia pada masa itu
Sejumlah halangan yang banyak mengusik keberlangsungan politik luar negeri Indonesia pada era Orde Lama yaitu:
1. Baru terbentuknya NKRI sehingga masih banyak ancaman disintegrasi nasional
2. Instabilitas politik dan perekonomian domestik
3. Situasi Perang Dingin dan terbentuknya dua blok raksaksa dunia yang saling berusaha mendominasi
4. Infrastruktur yang baru dibangun tidak sesuai dengan ambisi Soekarno untuk segera membuat Indonesia menjadi negara adidaya
4.1.1.2 Pada Masa Pemerintahan Gus Dur (Reformasi)
Semasa reformasi pemerintah Indonesia dianggap tidak memiliki seperangkat formula kebijakan luar negeri yang tepat dan tegas dalam menunjukan citra negara Indonesia. Pemerintah semasa reformasi dari kepemimpinan Gus Dur, Megawati hingga Susilo Bambang Yudhoyono mengklaim bahwa pemerintahannya tetap menerapkan politik luar negeri yang bebas dan aktif.
Menelaah kembali semasa pemerintahan presiden Gus Dur, dimana Indonesia baru memasuki tahapan baru dalam pemerintahannya. Setelah menggulingkan rezim presiden Soeharto yang dianggap rezim yang diktator, Indonesia memasuki tahapan dimana Demokrasi lebih ditegakkan. Pemerintahan Gus Dur dianggap yang paling kontroversial, beliau ingin membuka hubungan diplomatik dengan Israel namun menuai begitu banyak tentangan dari dalam negeri. Politik luar negeri yang dijalankannya masih menggunakan formula lama yaitu politik luar negeri bebas aktif
Mengingat situasi internasional selalu berkembang, politik luar negeri suatu negara kerap mengalami perubahan. Indikator dari perubahan itu di antaranya dalam hal gaya pelaksanaan, dari low profile menjadi high profile atau mungkin sebaliknya; dalam hal titik berat, dari titik berat di bidang politik ke bidang ekonomi atau dari bidang ekonomi ke militer atau mungkin sebaliknya; atau dalam hal arah hubungan, dari yang berorientasi ke salah satu negara adikuasa ke Dunia Ketiga atau sebaliknya.
Bagaimana pun situasi internasional merupakan salah satu faktor yang harus diantisipasi dan diperhitungkan secara matang oleh setiap negara dalam rangka pembuatan kebijakan luar negerinya. Alasannya, karena situasi internasional tidak statis, melainkan selalu berkembang secara dinamis.
Dari pemaparan secara umum di atas mengenai politik luar negeri masing-masing presiden, tampak perubahan-perubahan gaya pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yang pada masa Soekarno (1945-1965), politik luar negeri Indonesia bersifat high profile, flomboyan dan heroik, yang diwarnai sikap anti-imperialisme dan kolonialisme serta konfrontasi, begitu juga Gus Dur masih bergaya High Profile, namun hingga masa presiden-presiden berikutnya menjadi semakin Low profile.
Sisi lain dari kepemimpinan Gus Dur sebagai presiden adalah dominasinya dalam pelaksanaan politik luar negeri. Dominasi itu ditunjukkan "tur keliling dunia" yang menghabiskan 23 dari 40 hari pertama masa pemerintahannya, rekor baru yang fantastis dalam sejarah kepresidenan.
Wajar Ketua MPR Amien Rais dan Ketua DPR Akbar Tandjung mengkritik Gus Dur jangan terlalu sering melawat karena banyak persoalan domestik yang harus diselesaikan, seperti konflik Aceh. Namun Gus Dur menjawab, tujuan tur mengembalikan nama baik Indonesia, berharap investor menanamkan modal lagi, dan mencari dukungan internasional terhadap keutuhan Aceh sebagai bagian dari kita.
Dominasi Gus Dur bukan penyimpangan politik luar negeri. Bung Karno dan Pak Harto juga merupakan figur dominan dengan gaya berbeda. Bagi mereka bertiga, menteri luar negeri merupakan pembantu aktif yang menjalankan diplomasi dan wajib mengikuti panduan kepala negara.
Ada beda sedikit: Pak Harto lebih bersikap pasif menyerahkan otoritas kepada para menlu, sedangkan Bung Karno dan Gus Dur jauh lebih aktif bukan cuma menentukan arah, tetapi juga nuansa-nuansanya.
Peranan kepala negara vital karena posisi politis dan geografis Indonesia yang amat strategis. Negara-negara Asia dan Afrika mengandalkan kepemimpinan Indonesia di Gerakan Non blok, Asia Tenggara menempatkan kita sebagai saka guru ASEAN.
Saat Perang Dingin berkecamuk, Indonesia menjadi rebutan Blok Barat dan Timur. Barat menjalankan kebijakan subversif agar Indonesia tidak jatuh ke tangan komunis, China dan Uni Soviet ingin menjadikan kita sebagai satelit.
Dominasi Bung Karno tampak dari peranannya menggalang Konferensi Asia-Afrika, Gerakan Nonblok, dan Conference of New Emerging Forces (Conefo). Bung Karno bahkan memerintahkan Perwakilan Tetap RI di New York memutuskan Indonesia keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Di tingkat regional, Bung Karno menggagas pembentukan poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Beijing-Pyongyang yang cenderung berkiblat ke Blok Timur. Sikap agresif Bung Karno ditunjukkan pula melalui politik konfrontasi terhadap Malaysia.
Dominasi Pak Harto tecermin dari perubahan orientasi politik luar negeri yang pro-Barat dan "diabdikan untuk pembangunan ekonomi". Bantuan dana untuk Orde Baru berdatangan dari negara-negara Barat berkat politik luar negeri yang antikomunis. Pak Harto memutuskan hubungan diplomatik dengan China.
Politik luar negeri Pak Harto berhasil menjaga kesinambungan kepemimpinan Indonesia di Asia Tenggara dengan melanjutkan gagasan Bung Karno mengenai kerja sama regional melalui pembentukan ASEAN lewat Deklarasi Bangkok 8 Mei 1967. Ini tindak lanjut dari cita-cita Bung Karno membentuk Association of Asian States (ASA) 31 Juli 1961 dan Maphilindo (5 Agustus 1963).
Pada masa Orde Baru pemerintah Indonesia menerapkan politik luar negeri bebas aktif secara efektif. Peranan Indonesia pada masa Orde Baru terlihat jelas dengan peran aktif dalam acara-acara tingkat dunia. Kerjasama diperluas dalam berbagai sektor terutama sektor perekonomian, Indonesia juga secara cepat memberikan tanggapan akan isu-isu yang muncul dalam dunia internasional. Politik Luar negeri Indonesia yang bebas aktif pada masa Orde Baru dapat membawa Indonesia baik di mata dunia. Namun beberapa pihak menilai bahwa pada masa presiden Soeharto yang jelas anti komunisme hubungan dengan negara-negara komunis tidak terlalu baik. Kecenderungan hubungan Indonesia pada masa Orde Baru adalah mengarah kepada negara-negara Barat yang pada masa presiden Soekarno terabaikan.
Parlemen Orde Lama dan Orde Baru tidak terlalu mempersoalkan dominasi kepala negara kecuali untuk isu-isu kontroversial. Keterlibatan aktor-aktor masyarakat terbatas karena tak begitu peduli dengan proses pengambilan keputusan politik luar negeri yang elitis.
Namun, saat Gus Dur memimpin, asumsi itu berubah. Globalisasi memaksa rakyat dan parlemen giat mengikuti perkembangan internasional dan regional yang berpengaruh terhadap situasi domestik. di era pemerintahan Abdurrahman Wahid sebagai presiden ke-4 Republik Indonesia, mulai menapaki terminologi dari sebuah Demokratisasi yang baru. George Kahin dalam bukunya Indonesian Foreign Policy and the Dilemma of Dependence (1976), menyebutkan bahwa politik luar negeri Indonesia senantiasa sangat dipengaruhi oleh politik domestik. Hal ini terbukti ketika dimulainya masa pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa "Gus Dur" ini. Jika dilihat kembali beberapa karakteristik cara diplomasi yang dilakukan oleh Soekarno hingga Habibie yang cenderung melakukan diplomasi yang multilateral, dalam pemerintahan Gus Dur ketika memimpin Republik Indonesia ini, lebih mengedepankan diplomasi secara Bilateral. Gus Dur selalu menampakan moment-moment pertemuan antar negara dengan sikap yang bisa dikatakan fun. Fun disini berarti bahwa ketika Gus Dur melakukan kunjungan kenegaraan, suasana yang bisa dibilang "formal" bisa dibuat menjadi terkesan lucu atau dapat mencairkan suasana yang memanas. Teori fun yang dilakukan untuk mencairkan suasana ini dapat memudahkan transaksi kepentingan dan bahkan mempermulus pertarungan strategis, dan juga bisa meningkatkan bargaining position terhadap posisi Indonesia yang saat itu sedang melemah.
Memang benar, posisi Indonesia ketika dipimpin oleh presiden Abdurrahman Wahid pada tahun 1999 ini mengalami depresi yang teramat berat. Ketika Indonesia dihadapkan dengan tragedi kerusuhan Mei 1998, kemudian Negara Timur Leste yang memerdekakan diri, dan beberapa kasus-kasus lainnya, mengakibatkan bahwa Gus Dur harus mampu memulihkan citra positif dari Indonesia. Hal ini dibuktikan, ketika Gus Dur melakukan lawatan atau kunjungan ke Luar Negeri lebih sering, tercatat bahwa Gus Dur pernah melakukan kunjungan ke 10 Negara Eropa – Asia hanya dalam waktu 17 hari saja. Walaupun hal ini terkesan sebagai sebuah Tour presiden, namun lebih menekankan bahwa kunjungan kenegaraan ini digunakan untuk menghadirkan citra positif bagi bangsa Indonesia dan kemudian dapat terbentuknya lagi bantuan perekenomian dari negara-negara Eropa maupun Asia. Tak mudah menilai sukses tur keliling dunia Gus Dur karena usia pemerintahannya yang pendek.
Pernyataan politik luar negeri perdana Gus Dur mengumumkan rencana pembukaan hubungan dagang dengan Israel. Ada dua alasan: pertama, menggairahkan hubungan dengan lobi Yahudi. Indonesia paling tidak bisa minta tokoh Yahudi, George Soros, tak mengacaukan pasar uang/modal untuk menghindari krisis moneter. Kedua, meningkatkan posisi tawar Indonesia menghadapi Timur Tengah yang tak pernah membantu Indonesia mengatasi krisis moneter.
Melalui Menlu Alwi Shihab, Gus Dur memperkenalkan tiga elemen politik luar negeri. Pertama, menjaga jarak sama dengan semua negara, kedua hidup bertetangga baik, dan ketiga "kebajikan universal".
Seperti Bung Karno, Gus Dur berambisi mewujudkan "poros kekuatan" di Asia. Ia sempat memulai prakarsa tersebut dengan menggagas Forum Pasifik Barat yang terdiri dari Indonesia, Timor Timur, Papua Niugini, Australia, dan Selandia Baru yang sempat disuarakan ke sembilan negara ASEAN.
Masih segar dalam ingatan, Gus Dur membujuk Singapura menyetujui pembentukan Forum Pasifik Barat dalam KTT ASEAN di Singapura, November 2000. Menteri Senior Lee Kuan Yew menolak permintaan itu. Wajar jika Gus Dur langsung ngamuk, membuat Singapura gempar. "Pada dasarnya orang Singapura melecehkan Melayu. Kita dianggap tak ada. Lee Kuan Yew menganggap saya sebentar lagi turun (dari jabatan presiden). Singapura mau enaknya sendiri, cari untungnya saja," kata Gus Dur.
Sebelum itu Gus Dur mengemukakan pembentukan poros (axis) Indonesia-China-India. Tak lama kemudian ia memprakarsai pula poros ekonomi Indonesia, Singapura, China, Jepang, dan India. Sayang, sejumlah negara Barat dan beberapa sekutu mereka di kawasan ini—merasa khawatir dengan fenomena "kebangkitan Asia" ala Doktrin Wahid ini.
Gus Dur minta bantuan Mensesneg Bondan Gunawan dan sejumlah teman untuk merumuskan pembentukan organisasi Dewan Keamanan Nasional. Sebagai presiden, Gus Dur juga menampakkan ketegasannya seperti ia berkeinginan setiap sarapan sudah di-brief tentang perkembangan politik dan keamanan regional/internasional yang mutakhir dan apa yang harus dilakukan pemerintah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Seperti yang dipaparkan di atas mengenai strategi dan gaya diplomasi dalam politik luar negerinya masing-masing, presiden atau kepala pemerintahan pada masa itu cenderung berbeda, adapun perbedaan itu yakni strategi dan gaya diplomasinya. Soekarno merupakan sosok pemimpin yang penuh inisiatif dan inovatif. Kekayaannya akan ide dan gagasan baru didukung dengan keberanian dalam mengambil keputusan yang saat itu dinilai tidak biasa menjadi tolak ukur keberhasilan strategi politik luar negeri Indonesia pada masa itu. Soekarno pada masanya cenderung melakukan strategi atau gaya diplomasi yang multilateral. Sedangkan Gus Dur lebih menekankan strategi atau gaya diplomasi bilateral. Gus Dur selalu menampakan moment-moment pertemuan antar negara dengan sikap yang bisa dikatakan fun. Fun disini berarti bahwa ketika Gus Dur melakukan kunjungan kenegaraan, suasana yang bisa dibilang "formal" bisa dibuat menjadi terkesan lucu atau dapat mencairkan suasana yang memanas. Teori fun yang dilakukan untuk mencairkan suasana ini dapat memudahkan transaksi kepentingan dan bahkan mempermulus pertarungan strategis, dan juga bisa meningkatkan bargaining position terhadap posisi Indonesia yang saat itu sedang melemah.
Gus Dur memperkenalkan tiga elemen politik luar negeri. Pertama, menjaga jarak sama dengan semua negara, kedua hidup bertetangga baik, dan ketiga "kebajikan universal".
Kesimpulan yang dapat diambil dari penyusunan ini yakni keberhasilan dari strategi politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan Soekarno (Orde Lama) yakni sejumlah keberhasilan politik luar negeri pada masa Soekarno atau pada era Orde Lama antara lain:
1. Indonesia berhasil merebut kembali Irian Barat dari Belanda melalui jalur diplomasi dan militer
2. Indonesia berhasil menginisiasi berdirinya Gerakan Non- Blok melalui KTT Asia- Afrika di Bandung pada tahun 1955
3. Indonesia berhasil menunjukkan eksistensi yang patut diperhitungkan oleh kedua blok raksaksa dunia pada masa itu
Sejumlah halangan yang banyak mengusik keberlangsungan politik luar negeri Indonesia pada era Orde Lama yaitu:
1. Baru terbentuknya NKRI sehingga masih banyak ancaman disintegrasi nasional
2. Instabilitas politik dan perekonomian domestik
3. Situasi Perang Dingin dan terbentuknya dua blok raksaksa dunia yang saling berusaha mendominasi
4. Infrastruktur yang baru dibangun tidak sesuai dengan ambisi Soekarno untuk segera membuat Indonesia menjadi negara adidaya.
Sedangkan sejumlah keberhasilan politik luar negeri pada masa Gus Dur atau pada era Reformasi ialah perbaikan citra Indonesia sehingga investasi asing pun dapat mengalir membantu perekonomian Indonesia yang masih terseok akibat krisis. Kebanyakan keberhasilan Gus Dur lebih berpusat pada pengelolaan konflik melalui agregasi kepentingan yang baik. Namun dengan kepemimpinan yang banyak dianggap menyimpang, Gus Dur tidak sempat menghasilkan catatan keberhasilan lebih banyak dari apa yang telah direncanakan.
Berikut sejumlah hambatan yang muncul pada era kepemimpinan Gus Dur:
1. Transisi demokrasi menyebabkan ketidakstabilan politik
2. Perekonomian masih belum bangkit dari krisis
3. Konflik horizontal dan vertical semakin bermunculan dan mengancam keamanan nasional
4. Kurangnya kepercayaan internasional terhadap citra Indonesia yang memburuk
5. Kurangnya dukungan dari dalam negeri terhadap kebijakan yang diambil Gus Dur
6. Transisi politik dan demokrasi menyebabkan kepercayaan terhadap pemerintah dari rakyat masih minim.
5.2 Saran
Saran untuk kajian ini, yakni saya berharap pemerintah sekarang atau pemerintah yang menjabat lebih mempertimbangkan lagi setiap pengambilan kebijakan politik luar negeri Indonesia dengan harus berlandaskan alasan atau disesuaikan dengan kepentingan negaranya itu sendiri, bukan malah menjerumuskan negaranya. Maksud dari menjerumuskan disini yakni pemerintah Indonesia harus bisa membagi tugas untuk menyelesaikan permasalahan dalam negeri dan luar negeri tanpa melupakan permasalahan lain yang lebih penting seperti kemiskinan atau krisis ekonomi di dalam negeri, seperti kita ketahui tadi saat Gus Dur sedang intim-intimnya memperjuangkan nama baik negara atau citra negara di percaturan internasional namun rakyatnya sendiri malahan memiliki masalah kemiskinan atau krisis ekonomi. Mungkin masalah citra lebih baik namun masalah lain muncul yakni krisis ekonomi mulai melanda. Jadi yang saya inginkan pemerintah lebih bijak dalam membagi tugas (permasalahan luar negeri / International Issue dan permasalahan dalam negeri / Domestic Issue).
DAFTAR PUSTAKA
W, John Creswell, 2010, Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan jjjjjjjjjjjjCampuran, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Moleong , Lexy J, 2006, Metode Penelitian Kualitatif, edisi revisi, Bandung.
Chaedar, Wasilah, 2004, Pokoknya Kualitatif, Bandung, Pustaka Jaya Setia.
Nasution, 1992, Metode Research, Bandung, Jemmars.
Sudyana Nana dan Ibrahim, 1998, Penelitian dan Penilaian Pendidikan, Bandung, jjjjjjjjjjjjPenerbit Sinar Baru.
Ikrar Nusa Bhakti. Reinterpretasi Politik Luar Negeri Indonesia dan Kemandirian Regional Asia Tenggara (Studia Politika 2). Jakarta:1998.
Ananda, Azwar dan Junaidi Indrawati (2008) Hubungan Internasional konsep dan teori. UNP Press: Padang
MacDonald, David B., Robert G. Patman and Betty Mason-Parker (2007) THE ETHICS OF FOREIGN POLICY. Ashgate Publishing Company: Burlington USA
http://pustaka.unpad.ac.id/archives/50129/. diakses pada 2 Januari 2014 pukul 22:29 WIB.
A.T. Sugeng Priyanto dkk, Buku Sekolah Elektronik, hlm. 76 -91
http://umum.kompasiana.com/2010/01/31/sang-presiden-%E2%80%93-kebijakan-politik-luar-dan-dalam-negeri-sambungan-menyerah-tanpa-syarat/ diakses pada 2 Januari 2014 pukul 22:36 WIB.
http://politik.kompasiana.com/2011/01/16/periodisasi-politik-luar-negeri-indonesia-dari-masa-orde-lama-hingga-masa-reformasi-335055.html diakses pada 2 Januari 2014 pukul 22:41WIB.
http://rofiuddarojat.wordpress.com/2011/11/03/284/ diakses pada 2 Januari 2014 pukul 22:44 WIB.
http://www.scribd.com/doc/24673774/Politik-Luar-Negeri-Indonesia-Kebebasaktifan-Yang-Oportunis diakses pada 2 Januari 2014 pukul 22:47 WIB.
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/01/change_and_continuity_in_indonesia_for eign_policy.pdf diakses pada 2 Januari 2014 pukul 22:51 WIB.


Download KOMPARASI STRATEGI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA (BEBAS AKTIF) PADA MASA PEMERINTAHAN SOEKARNO DAN GUS DUR.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca KOMPARASI STRATEGI POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA (BEBAS AKTIF) PADA MASA PEMERINTAHAN SOEKARNO DAN GUS DUR. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

banner
Previous Post
Next Post

Akademikita adalah sebuah web arsip file atau dokumen tentang infografi, presentasi, dan lain-lain. Semua pengunjung bisa mengirimkan filenya untuk arsip melalui form yang telah disediakan.

0 komentar: