November 29, 2016

ISLAM DAN KEADILAN SOSIAL EKONOMI

Judul: ISLAM DAN KEADILAN SOSIAL EKONOMI
Penulis: Wahyu Saripudin


ISLAM DAN KEADILAN SOSIAL:
MELAWAN KEMISKINAN DAN MEMBANGUN KESEJAHTERAAN SOSIAL PERSPEKTIF AL-QUR'AN
Pendahuluan
Kemiskinan merupakan masalah terbesar umat manusia, sekaligus musuh bersama (common enemy) yang dihadapi seluruh bangsa. Ismail Raj'i al-faruqi sebagaimana dikutif oleh Amirullah (2007:175) mengatakan: "kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan merupakan tiga permasalahan besar yang saat ini dihadapi oleh hampir seluruh negara yang berkembang termasuk Indonesia. Namun dari ketiganya, kemiskinan merupakan yang paling berbahaya. Sebab kebodohan dan keterbelakangan itu muncul akibat adanya kemiskinan".
Di Indonesia jumlah orang miskin sebagaimana yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS) hingga maret 2013 mencapai 28,07 juta. Sedangkan data perserikatan bangsa-bangsa untuk anak (UNICEF) menyatakan dua sampai tiga juta anak Indonesia disebut sebagai generasi kekurangan pangan, penyakitan dan tidak berpendidikan karena alasan miskin. Serta dapat kita lihat realita dilapangan secara langsung, berapa ribu orang yang mengalami busung lapar?, berapa juta orang yang tidak memiliki rumah tinggal? Berapa juta anak-anak yatim dan anak jalanan yang terlantar tidak mendapatkan pendidikan?
Di sisi lain kemiskinan tersebut tidak berlaku bagi orang-orang yang memiliki kekuatan modal dan kekuasaan. kemiskinan hanya berlaku untuk orang-orang yang lemah (mustad'afiin) tidak memiliki kekuatan apapun. Inilah realita yang dihadapi bangsa ini, bukan hanya kemiskinannya namun juga kesenjangan sosial, serta ketidak adilan sosial dan ekonomi yang berdampak "yang msikin semakin miskin yang kaya semakin kaya". Para ilmuwan sosial menyebut situasi ini dengan (deprivation) yang selanjutnya berdampak terhadap keresahan sosial (sosial unrest) yang akan menimbulkan disintegrasi sosial (Jalaludin 1996: 233).
Inilah femomena dan realitas yang dihadapi bangsa ini, jika tanpa dibenahi dan dicarikan akar permaslahan serta solusinya disintegrasi sosial tidak akan terelakan lagi. Dicari tahu apa penyebab kemiskinan yang menimpa bangsa ini? al-Quran sebagai petunjuk dalam kehidupan, Bagaimanakah al-Qur'an menawarkan formula dan strategi untuk mengentaskan kemiskinan? Bagaimana konsep al-Qur'an dalam membangun kesejahteraan umat? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi latar belakang penulisan makalah dan menjadi kajian di dalam makalah ini.
Besar harapan penulis, Semoga tulisan ini bisa menjadi refleksi dan memberikan kontribusi pemikiran yang nyata dalam memberantas kemiskinan dan membangun kesejahteraan bangsa.
Konsep Dasar dan Penyebab Kemiskinan
Dalam tulisan ini akan membahas tentang pemeberantasan kemiskinan berbasis al-Qur'an maka hakikat dari kemiskinan itu harus diketahui dan dibatasi dahulu dilihat dari berbagai interpretasi yang ada, sebagai sebuah landasan ontologis mencari konsep dasar kemiskinan secara etimologis dan terminologisnya. Seperti apa yang disebut miskin itu? Serta apa kemiskinan itu? Misalnya, di wilayah satu kondisi "A" ini tidak disebut orang miskin namun untuk di wilayah lain kondisi "A" itu masuk kategori penyebutan kemiskinan. Sehingga, kajian ontologis ini dianggap penting dalam membedah makna dan asal-usul dari kata miskin, sebab pada hakikatnya kajian ontologis adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana menemukan hakikat makna dan esensi dari segala sesuatu (Amsal Bakhtiar, 2010: 17). Dengan demikian nantinya akan mudah untuk memetakan masalah kemiskinan secara sistematis.
Secara etimologis dalam KBBI, kata "miskin" artinya tidak berharta benda; serba kekurangan (berpenghasilan rendah). Istilah miskin juga semakna dan sering disandingkan sdengan istilah "faqir" diartikan sebagai orang yang sangat berkekurangan; sangat miskin. Selanjutnya jika dilihat dari bahasa aslinya (arab) kata miskin terambil dari kata sakana yang berarti diam atau tenang, sedangkan faqir asal kata faqr yang berarti tulang punggung atau "iftiqara" yang berarti membutuhkan. Quraish Sihab (1997:449) menyampaikan Faqir adalah orang yang patah tulang punggungnya, alam arti bahwa beban yang dipikulnya sedemikian berat sehingga "mematahkan" tulang punggungnya.
Dalam buku orang miskin dilarang sekolah, Eko Prasetyo (2006:7) mengatakan, bahwa kemiskinan sejak dulu susah didefinisikan. Termasuk di dalam al-Qur'an pun tidak ada definisi yang jelas tentang kedua istilah Faqir dan miskin, sehingga para ulama pun berbeda pendapat dalam menetapkan tolok ukur kemiskinan dan kefaqiran. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa faqir adalah orang yang berpenghasilan kurang dari setengah kebutuhan pokoknya, sedangkan miskin adalah yang berpenghasilan di atas itu. Ada juga yang mengatakan, kalau kemiskinan diukur dari tingkat biaya konsumsi. Sedang yang lain, indikator kemiskinan adalah depriviasi atau kehilangan kemampuan, seperti penurunan tingkat gizi, buta huruf, dan buruknya akses kesehatan. Beberapa yang lain melihat kemiskinan dari pendapatan yang mereka terima termasuk 'garis kemiskinan' juga bisa diukur dari bentuk bangunan rumah yang dimiliki.
Untuk itulah, Badan Pusat Statistika Nasional menetapkan garis kemiskinan dari rupiah yang diraih seseorang dalam sehari, yakni tidak lebih dari 15.000 perhari, sehingga ia tidak bisa memenuhi kebutuhan primernya seperti sandang, pangan, perumahan, kesehatan dan pendidikan. Sedangkan dalam Al-Qur'an dan Hadis tidak ditetapkan angka tertentu lagi pasti sebagai ukuran kemiskinan. Namun al-Qur'an menjadikan setiap orang yang memerlukan sesuatu sebagi fakir atau miskin harus dibantu. Yusuf Qardawi sebagimana dikutif oleh Sihab (1997) menurut pandanngan Islam, tidak dapat dibenarkan seseorang yang hidup di tengah masyarakat Islam, sekalipun ahl al-Dzimmah (warga non muslim), menderita lapar , tidak berpakaian, menggelandang dan membujang.
Jika ditinjau dari sudut pandang ilmu sosial, maka kemiskinan termasuk di antara penyakit masyarakat yang dapat menumbuh suburkan kerentanan sosial dan keresahan sosial (sosial unrest). Penyakit ini terjadi karena berbagai faktor. Selain dari faktor struktural, seperti faktor ekonomi, sosial politik, dan budaya yang masih mencerminkan struktur yang tidak adil yang sudah tidak sesuai dengan Syari'at Islam. Sebagaimana firman Allah QS. al-Jin : 16

"Dan bahwasanya: Jikalau mereka tetap berjalan Lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezki yang banyak)."
Dalam ayat ini kemiskinan disebabkan karena tidak berjalannya sistem tauhid (pelaksanaan syariat). Menurut Islam bahwa prinsip dari hubungan khusus antara bertindak sesuai dengan perintah-peritah Tuhan di satu sisi dengan kemakmuran disisi lain atau dalam bahasa modernnya, hubungan antara distribusi yang adil dengan peningkatan produksi, yakni bahwa tidak akan terjadi kekurangan produksi dan kemiskinan bila distribusi yang adil dilaksanakan.
Tidak kalah pentingnya, bahwa kemiskinan juga disebabkan oleh aspek kultural /mentalitas (Amirullah 2013: 88). Sebagaimana firman Allah dalam (Q.S. Ibrahim : 34)

"Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)."

Dalam ayat ini manusia sendirilah yang membuat dirinya menjadi miskin. Kemiskinan terjadi akibat adanya ketidak seimbangan dalam prolehan atau penggunaan sumber daya alam itu, yang disitilahkan dalam ayatdiatas dengan sikap aniaya, atau karena keengganan manusia menggali sumberdaya alam itu untuk mengangkatnya kepermukaan, atau untuk menemukan alternatif pengganti. Dan kedua ayat terakhir inilah yang disitilahkan dengan sikap kufur. (Sihab 1997: 450).
Oleh karena itu, jika dilihat dari faktor penyebabnya, kemiskinan dapat dibagi menjadi dua, yaitu kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Kemiskinan kultural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor keturunan dan lingkungan yang telah terpola sebagai sebagai orang miskin. Kemiskinan ini bersumber dari kualitas diri dan etos kerja yang rendah sehingga kreativitas dan produktivitas relatif sangat kecil.
Adapun kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh kekalahan dalam bersaing merebut status sosial sehingga selalu tersingkir. Kemiskinan ini timbul akibat dari kebijaksanaan pemerintah atau pemodal besar atau juga adanya kolusi di antara kedua kelompok tersebut sehingga membatasi kesempatan membangun ekonomi bagi rakyat atau pemodal kecil. Dengan analisis fungsional Robert K. Merton sebagaimana dikutif oleh Jalaludin Rahmat 1996: 235) kita dapat melihat baha kemiskinan berfsifat fungsional. Kemiskinan perlu dipertahankan untuk kelestarian sistem yang ada. Oleh karena itu, kemiskinan jenis ini disebut sebagai kemiskinan buatan (Amirullah 2013: 89).
Dampak dari Kemiskinan
Sebenarnya, menurut Jalaudin Rahmat (1996: 232) bahwa kemiskinan itu tidak dengan sendirinya menimbulkan keresahan. Kemiskinan akan meresahkan bila secara kontras berhadapan dengan kemewahan. Perbedaan yang mencolok antara simiskin dan sikaya, antara pejabat dan rakyat itulah yang membuat dampak kemiskinan membuat resah serta menimbulkan gejala sosial yang negatif. Misalnya dengan adanya kemiskinan yang disebabkan krisis, semua orang makannya dengan singkong, maka kemiskinan tersebut tidak akan menimbulkan dampak keresahan yang signifikan. Namun, dikala Anda memakan nasi aking kawan Anda secara mencolok makan dengan makanan yang mewah, bagaimanakah perasaan Anda? Masih kata Jalaludin tidak lah normal jika tidak merasakan keresahan dengan kondisi seperti itu.
Melawan kemiskinan: Perubahan Sosial Profetik
Pada dasarnya tidak ada manusia yang menginginkan dirinya menjadi orang miskin. Timbul pertanyan, Apakah kondisi miskin yang dialami seseorang adalah taqdir dari Tuhan (ketetapan yang tidak bisa dirubah)? Jika Tuhan menaqdirkan manusia untuk miskin berati Tuhan telah dzalim, sedangkan Tuhan mustahil dzalim kepada makhluknya karena Tuhan maha adil. Dengan demikian, kemiskinan yang dialami seseorang merupakan akibat/dampak dari apa yang dilakukan oleh orang tersebut (Ibnu khaldun 2001: 701). Serta dampak dari perilaku-perilaku ekonom yang membuat kemiskinan secara struktural.
Kemiskinan yang diakibatkan oleh kultural maupun struktural keduanya dapat dirubah dan dapat diberantas. Sebagaimana firman Allah dalam (Q.S. ar-Ra'du ayat 11) dalam ayat tersebut ada kata Qaum dan anfus ini mengisyaratkan bahwa perubahan harus dilakukan oleh secara bersama-sama. Banyak cara yang harus ditempuh dalam melakukan perubahan dan pengentasan kemiskinan, yang secara garis besar dapat dibagi pada tiga hal pokok.
1. kewajiban setiap individu
2. Kewajiban orang lain/ masyarakat.
3. kewajiban pemerintah.
1. Kewajiban terhadap setiap individu tercermin dalam kewajiban bekerja dan berusaha.
Dalam melakukan perubahan melawan kemiskinan harus ada niatan dalam diri individu. Kerja dan usaha merupakan cara pertama dan utama yang ditekankan oleh kitab suci al-Qur'an, karena hal ini sejalan dengan naluri manusia, sekaligus juga merupakan kehormatan dan harga dirinya. Sebagaimana frimnan Allah SWT:

" Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)."
Dalam ayat ini ada dua naluri kemanusiaan yaitu naluri seksual yang dilkiskan sebagai "kesenangan kepada syahwat wanita" dan naluri kepemilikan yang dipahami dari ungkapan (kesenangan ) "kepada harta yang banyak" (Syihab : 453).
Ibnu khaldun dalam muqaddimah-nya, menjelaskan bagaimana naluri kepemilikan itu kemudian mendorong manusia bekerja dan berusaha. Hasil kerja tersebut apabila mencukupi kebutuhannya- dalam istilah agama-disebut rizki dan bila melebihunya disebut kasb (hasil usha).
Dari sini dapat disimpulkan bahwa langkah pertama dan utama dalam melawan kemiskinan adalah kerja dan usaha yang diwajibkan atas setiap individu yang mampu. Al-Qur'an mengecam segala bentuk pengangguran dan memuji segala bentuk usaha yang halal. Dalam al-Qur'an surat al-insyirah :7-8. Rasulullah bersabda: "salah seorang di antara kamu mengambil tali kemudian membawa seikat kayu bakar di atas punggungnya lalu dijualnya, sehingga ditutup Allah air mukanya, itu lebih baik dari pada meminta-minta kepada orang, baik diberi maupun ditolak. (HR. Bukhori).
2. Kewajiban orang laintercermin pada jaminan satu rumpun keluarga, dan jaminan sosial dalam bentuk zakat dan sedekah wajib.
Orang sering kali tidak merasa bahwa mereka mempunyai tanggung jawab sosial, walaupun ia telah memiliki kelebihan harta kekyaan. Karena itu diperlukan adanya penetapan hak dan kewajiban agar tanggung jawab keadalian sosial dapat ter;laksana dengan baik.
Pemeberantasan kemiskinan merupakan tugas dari Nabi dan para pengikutnya(QS. 7: 157).
" orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka..."
Dalam ayat diatas, ada tiga utama tugas seorang rasul dan para pengikutnya. Tugas pertama ialah menyuruh yang ma'ruf dan melarang yang munkar dan mengajak orang beramal shaleh. Tugas kedua adalah menerangkan syariat yang diturunkan Allah SWT. Dan Tugas ketiga yang sering dilupakan orang, termasuk para ulama- ialah melepaskan manusia dari penderitaan , melepaskan manusia dari kemiskinan atau bahasa al-Qur'an, melepaskan manusia dari belenggu yang mendidih kuduk mereka (jalaludin 1991: 64).
Dalam rangka mengentaskan
Membangun kesejahteraan umat perspektif al-qur'an
Membangun etos kerja yang tinggi

" Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan"
Imam Ali as-Shabuni menafsikan ayat ini dengan اي اعملوا ما شءتم "berkaryalah kamu sesuai dengan skill dan profesi masing-masing." Kalimat" اعملوا" merupakan sigat amar. Sebagaimana kaidah dalam ushul fiqh الاصل فيالامر للوجوب "pada dasarnya perintah itu wajib". Dengan demikian wajib hukumnya kita berbuat kasab untuk mendapatkan rizki dan berusaha untuk terhindar dari kemiskinan. Apa yang kita dapatkan akan sesuai dengan apa yang kita lakukan sebagaimana menurut Ibnu Khaldun "Pendapatan yang diperoleh umat manusia merupakan hasil dari nilai pekerjaan mereka. Berdasarkan usaha dan integritasnya hasil yang didapat oleh manusia" (Ibn Khaldun 2001:701).
Menurut Quraish Syihab ayat ini menjelaskan secara eksplisit tiga perintah kepada kita semuayaitu harus memiliki mental yang kuat seperti baja, tidak mudah menyerah dalam berusaha, kedua harus bisa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, ketiga kewajiban berdo'a memasrahakan apa yang telah kita ushakan kepada Allah.
Sebenarnya jika bangsa ini memiliki etos kerja yang tinggi tidak akan ada yang kelaparan dan menjadi miskin
Islam tidak mengajarkan kemalasan, islam tidak mengajarkan untuk rajin beribadah tetapi lupa bekerja, tetapi islam mengajarakan agar kita memiliki mental yang kuat, disiplin yang tinggi, setelah beribadah diperintahkan untuk rajin berusaha. Firman Allah suart al-Jumu'ah ayat 10:

" Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung."
Khalid 'Abdurrahman al-'Aki dalam showal al-bayan limani al-Qur'an menjelaskan :اي اذا قضيت الصلاة تفروا للتصرف في حواءجكم "jika kamu telah menunaikan shalat maka berpencarlah untuk bekerja memnuhi kebutuhan mu".
Janji Allah ketika etos kerja tinggi dan beramal shaleh surat an-Nahl ayat 97:

97. Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
Pemerataan pendidikan
Sosiologi of education or education of sosiologi, bahwa pendidikan itu akan menyelsaikan permasalahan sosial termasuk masalah kemiskinan (mahmud).

11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Hadis Rasulullah : Barang siapa yang ingin mendapatkan kebaikan di dunia maka tuntutlah ilmu, dan barang siapa yang ingin mendapatkan kebaikan di akhirat maka tuntul=tlah ilmu, dan barang siapa yang ingin mendapatkan kebahagiaan kedua-duanya, maka tuntutlah ilmu (HR. Muslim).
Pemberdayaan zakat
Sejak 14 abad yang silam Islam telah menwarkan konsep tentang prinsip keseimbangan dalam mendistribusikan harta, agar harta tidak hanya bergulir pada orang-orang kaya tapi mengalir pada kaum dhu'afa. Prinsip ini diaplikasikan dalam ibadah zakat sebagaimana firman Allah (Q.S. at-Taubah: 103)

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui."
Jika kita kaji sababun nuzul ayat ini, menurut Imam as-Suyuti dalam "Lubabnun nuqul fi asbabin nuzul" Bahwa ayat ini turun berkenaan dengan permintaan Abi Lubabah kepad Rasul. Dia berkata " ya Rasul, harta kami banyak, ambillah dan shadaqahkanlah atas namakuserta mintakan amupnan bagi kami". Rasul menjawab "maaf ya lubabah, saya tidak diperintahkan oleh Allah untuk mengambil harta siapapun". Tatakala itu turun lah ayat ini emerintahkann kepada Rasul untuk mengambil harta lubabah sebagai zakat. Ditafsirkan oleh Imam Ali Ashabuni dalam Shafwatut Tafasir اي خذ يا محمد من هؤلاء اللذين اعترفوا بذنوبهم صدقة "Ambillah zakat dari harta mereka yang berbuat dosa".
Banyak hikmah yang dapat dipetik dari mengeluarkan zakat, setidaknya ada tiga hikmah diwajibkannya zakat. Pertama تطهرهم"" untuk membersihkan harata dari hak-hak orang lain, hak-hak faqir miskin. Kedua تزكيهم untuk menyucikan jiwa dari berbagai penyakit tercela. Ketiga سكن لهم, untuk menimbulkan ketenganan dalam kehidupan. Sebagai jawaban dari adanya keresahan sosial (Amirullah 2007: 177). Dengan demikian jika orang sudah mengeluarkan zakat maka akan lahir ketengan sosial. Yang kaya mengasihi yang miskin melindungi.
Potensi zakat yang begitu besarnya jika dikelola dengan manajemen yang baik tentu akan menciptakan kesejahteraan umat khususnya umat islam. Tidak ada kata orang muslim yang kelaparan. Pengelolaan zakat yang baik yaitu penyaluran zakat sesuai dengan aturan/ standar opersional prosedur dalam al-Qur'an Surat at-taubah ayat 60:

"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana"
Jika kita kaji ayat di atas dari segi semantik ayat ini diawali dengan kata "انما" dalam ilmu balagah ayat ini disebut dengan ادة للقصر yang berfungsi untuk menspesifikan (ak-Khadari jauhar maknun). Imam at-thabari menafsirkan ayat ini لا تنال الصدقات الا للفقراء ومن سماهم الله جل ثناءه "tidaklah berhak atas harta zakat itu kecuali para fakir, para miskin dan orang-orang yang disebutkan Allah dalam ayat tadi".
Pada akhirnya melalui zakat ini kemiskinan akan dapat dikurangi bahkan diberantas. Ada tiga hal untuk mengoptimalkan Zakat, menurut Didin Hafifuddin sebagaimana dikuti yaitu harus memasyarakatkan gerakan sadar zakat, mengoptimalkan lembaga zakat yang profesional, memberdayakan harta zakat untuk mensejahterkan umat.
Tugas siapakah membangun kesejahteraan? Pendapatan yang diperoleh umat manusia merupakan hasil dari nilai pekerjaan mereka. Berdasarkan usaha dan integritasnya hasil yang didapat oleh manusia (Ibn Khaldun 2001:701)
Nabi Muhammad bersabda :"serahkan sedekahmu sebelum datang suatu masa ketika engkau berkeliling menawarkan sedekah mu. Orang-orang miskin akan berkata :'hari ini kami tidak perlu bantuanmu. Yang kami perlukan darah mu'."
Penutup
Daftar pustaka
Ibnu khaldun. Mukaddimah ibnu khaldun, terjemahan. Beirut: dar al-Kitab al"arabi.


Download ISLAM DAN KEADILAN SOSIAL EKONOMI.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca ISLAM DAN KEADILAN SOSIAL EKONOMI. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

banner
Previous Post
Next Post

Akademikita adalah sebuah web arsip file atau dokumen tentang infografi, presentasi, dan lain-lain. Semua pengunjung bisa mengirimkan filenya untuk arsip melalui form yang telah disediakan.

0 komentar: