Oktober 20, 2016

Tugas Makalah HUKUM DAGANG

Judul: Tugas Makalah HUKUM DAGANG
Penulis: Badrul Munir


ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION (ADR)
PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI ARBITRASE
Studi Kasus: Permasalahan dalam penyelesaian arbitrase dalam sengketa antara
PT Berkah Karya Bersama melawan PT. Cipta TPI dkk
LATAR BELAKANG
Arbitrase adalah suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan, diselengarakan dan diputuskan oleh arbiter atau majelis arbitrase, yang merupakan "hakim swasta".
Pengertian arbitrase menurut Rv, arbitrase merupakan suatu bentuk peradilan yang diselenggarakan oleh dan berdasarkan kehendak serta etikad baik dari pihak –pihak yang berselisih agar perselisihan mereka tersebut diselesaikan oleh hakim yang mereka tunjuk dan angkat sendiri, dengan pengertian bahwa putusan yang diambil hakim tersebut merupakan putusan yang bersifat final (putusan pada tingkat terakhir) dan mengikat kedua belah pihak untuk melaksanakannya.
Menurut Abdul Kadir Muhammad, "arbitrase adalah badan peradilan swasta diluar lingkungan peradilan umum, yang dikenal khusus dalam dunia perusahaan. Arbitrase adalah peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela oleh pihak-pihak pengusaha yang bersengketa. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan negara merupakan kehendak bebas para pihak. Kehendak bebas ini dapat dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mereka buat sebelum atau sesudah terjadinya sengketa sesuai dengan azas kebebasan berkontrak dalam hukum perdata."
Arbitrase menurut pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa
Sedangkan arbiter menurut pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, "Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih para pihak yang bersengketa ataupun yang ditunjuk oleh pengadilan negeri atau lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase.
Secara umum orang mengenal dua macam arbitrase dalam praktek :1. Arbitrase Ad-Hoc (Volunter Arbitrase)
2. Arbitrase Institusional (Lembaga Arbitrase)
Di Indonesia dikenal beberapa macam lembaga arbitrase, diantaranya:
BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia)
BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional)
Lembaga Arbitrase lainnya (BAORI, BAKI, dll)
Di Indonesia sendiri, minat untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur arbitrase ini meningkat semenjak diundangkannya UU No. 30 Tahun 1999 tersebut. Adapun beberapa hal yang menjadi keuntungan Arbitrase dibandingkan menyelesaikan sengketa melalui jalur litigasi adalah:
Sidang tertutup untuk umum;
Prosesnya cepat (maksimal enam bulan);
Putusannya final dan tidak dapat dibanding atau kasasi;
Arbiternya dipilih oleh para pihak, ahli dalam bidang yang disengketakan, dan memiliki integritas atau moral yang tinggi;
Walaupun biaya formalnya lebih mahal daripada biaya pengadilan, tetapi tidak ada 'biaya-biaya lain';
Khusus di Indonesia, para pihak dapat mempresentasikan kasusnya dihadapan Majelis Arbitrase dan Majelis Arbitrase dapat langsung meminta klarifikasi oleh para pihak. 
Untuk menyelesaikan sebuah sengketa melalui arbitrase, ada beberapa syarat yang diperlukan oleh lembaga-lembaga arbitrase tertentu, hal tersebut dikenal dengan istilah klausula arbitrase.
Klausula arbitrase adalah suatu klausula dalam perjanjian antara para pihak yang mencantumkan adanya kesepakatan untuk menyelesaiakan sengketa yang timbul antara para pihak melalui proses arbitrase.
Klausula arbitrase sebagaimana yang disarankan oleh BANI isinya adalah sebagai berikut : Semua sengketa yang timbul dari perjanjian ini, akan diselesaikan dan diputus oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan administrasi dan peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir."
Sedangkan BASYARNAS menentukan klausula baku arbitrasenya adalah: "Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan diantara para pihak maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah"
Berbeda dengan putusan Lembaga Peradilan umum yang masih dapat mengajukan banding dan kasasi. Putusan arbitrase yang diputus oleh Lembaga Arbitrase adalah merupakan suatu putusan pada tingkat akhir (final) dan secara langsung mengikat (binding) bagi para pihak yang bersengketa.
Namun dalam kenyataannya putusan arbitrase bisa dibantah atau perlawanan (challenge) terhadap putusan yang sudah di putus oleh lembaga arbitrase, yang didasarkan pada tuduhan tentang telah terjadinya penyelewengan, kecurangan atau kekhilafan seorang atau beberapa arbiter, dan perlawanan atau bantahan ini tidak boleh dilepaskan oleh para pihak, jadi selalu dapat dilakukan.
Adapun unsur-unsur sebagai berikut:
surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu.
setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan.
Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
SENGKETA ANTARA PT BERKAH KARYA BERSAMA (PT. BKB) MELAWAN PT. CIPTA TPI dkk
Sengketa antara PT Berkah Karya Bersama (Hary Tanoesoedibjo) melawan PT. Cipta TPI dkk (Siti Hardiyanti Rukmana/Mbak Tutut) mengenai Perebutan hak kepemilikan TPI atau MNC TV adalah sebuah perseteruan yang menarik untuk dipelajari karena karakter sengketanya yang melibatkan dua cara penyelesaian sengketa yang terlihat saling tarik menarik.
Perseteruan antara PT Berkah Karya Bersama dengan PT. Cipta TPI dkk adalah tentang perebutan hak kepemilikan TPI atau MNC TV bermula dari kepemilikan saham TPI oleh PT Berkah Karya Bersama, perjanjian investasi keduanya yang mengatur penyelesaian sengketa melalui BANI. Akar masalahnya tak jauh dari masalah utang piutang. PT. Cipta TPI dkk yang memiliki utang USD 55 juta, termasuk di antaranya kewajiban obligasi TPI ke PT Indosat Tbk. Namun, PT. Cipta TPI dkk tak bisa bayar. Hingga akhirnya pada Agustus 2002, PT. Cipta TPI dkk membuat perjanjian dengan PT Berkah Karya Bersama.
Isinya, utang PT. Cipta TPI dkk akan dihibahkan ke PT Berkah Karya Bersama. Tidak hanya itu, PT Berkah Karya Bersama juga bersedia menyuntikkan dana agar kinerja TPI makin baik. Timbal baliknya, PT. Cipta TPI dkk memberikan saham TPI pada PT Berkah Karya Bersama. PT. Cipta TPI dkk juga memberikan surat kuasa agar PT Berkah Karya Bersama bisa mengendalikan penuh operasional stasiun televisi TPI. Maka terhitung Juni 2003, TPI berada di bawah bendera grup MNC (PT Berkah Karya Bersama).
Perseteruan mulai memanas saat Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) TPI pada 18 Maret 2005 memutuskan memangkas kepemilikan saham PT. Cipta TPI dkk dari 100 persen menjadi 25 persen.
Selanjutnya para pihak melanjutkan sengketa ini kepada Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai salah satu Alternative Dispute Resolution yang pernah disepakati para pihak, dan selanjutnya BANI telah mengeluarkan keputusan memenangkan PT Berkah Karya Bersama dalam perkara sengketa kepemilikan saham Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).
Putusan BANI telah didaftarkan ke PN Jakpus pada Januari 2015 untuk dilaksanakan eksekusi.
Dalam putusan BANI tertanggal 12 Desember 2014, pihak PT. Cipta TPI dkk dianggap lalai karena tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang tercantum dalam perjanjian bisnis dengan PT Berkah Karya Bersama.
Dengan kata lain, PT. Cipta TPI dkk dianggap wanprestasi. BANI menilai PT. Cipta TPI dkk terbukti beriktikad buruk dan melanggar penjanjian bisnis sehingga diwajibkan membayar kerugian utang sebesar Rp510 miliar kepada PT Berkah Karya Bersama.
Disisi lain, dengan menggunakan instrumen hukum yang berbeda, PT. Cipta TPI dkk mengambil langkah hukum dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan pengadilan lalu memenangkan pihak PT. Cipta TPI dkk.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memerintahkan PT Berkah Karya Bersama mengembalikan kepemilikan 75 persen saham TPI pada PT. Cipta TPI dkk. Tergugat juga dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp 680 miliar dan bunga 6 persen per tahun. Kalah di Pengadilan Negeri, pihak MNC lewat PT Berkah Karya bersama tak tinggal diam. Di Pengadilan Tinggi Jakarta, pihak PT Berkah Karya Bersama menang lewat putusan Nomor 629/PDT/2011/PT. DKI pada 20 April 2012 yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 10/Pdt.G/2010/PN.Jkt Pst. pada 14 April 2011.
Kalah di tingkat Pengadilan Tinggi, pihak PT. Cipta TPI dkk mengajukan kasasi ke MA. Pada 2 Oktober 2013, MA mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh PT. Cipta TPI dkk terkait kasus TPI yang selama ini dikuasai oleh MNC Grup (PT Berkah Karya Bersama).
Perkara yang bernomor registrasi 862 K/PDT/2013 kemudian diputus:
"Mengabulkan gugatan penggugat (pemohon kasasi) untuk sebagian. Menyatakan para tergugat (termohon kasasi) telah melakukan perbuatan melawan hukum, menyatakan sah dan sesuai hukum keputusan RUPS yang tertuang dalam akta....," demikian petikan singkat putusan MA dalam perkara aquo. Setelah kalah di kasasi, PT Berkah Karya Bersama juga kalah saat mengajukan PK.
Putusan BANI yang pernah diputus ternyata kemudian digugat, diperiksa dan diputus juga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. .
Kisruh perebutan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) antara PT Berkah Karya Bersama masih berlanjut, Pihak PT. Cipta TPI dkk mengajukan permohonan pembatalan putusan BANI ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dan pada putusannya kemudian ternyata Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membatalkan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) soal sengketa kepemilikan TPI pada 29 April 2015.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mengeluarkan putusan permohonan pembatalan BANI dengan Perkara Nomor: 24/Pdt.G/2015/PN.Jkt/Pst., majelis hakim telah memutuskan mengabulkan sebagian permohonan para pemohon. Dalam hal ini bertindak sebagai pemohon antara lain Siti Hardiyanti Rukmana, PT Tridan Satriaputra Indonesia, PT Citra Lamtoro Persada, Yayasan Purna Bakti Pertiwi, Mohamad Jarman, dan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia.

Sedangkan termohon dalam perkara ini antara lain Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan PT Berkah Karya Bersama. Berdasarkan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dinyatakan bahwa putusan BANI itu tidak mempunyai keputusan hukum.
"Menyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum putusan BANI Nomor 547/XI/ARB-BANI/2013 pada 12 Desember 2014,"
Menurut sebagian ahli hukum, langkah MA yang memutus kasus Televisi Pendidikan Indonesia itu kontroversial dan dinilai melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa sebab kasus yang telah ditangani BANI seharusnya tidak boleh lagi ditangani MA.
PERMASALAHAN
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, maka ditemukan beberapa rumusan permasalahan, yaitu:
Apakah MA berhak mengadili sengketa TPI yang telah diproses BANI. Karena sebelumnya kedua pihak yang bersengketa telah bersepakat menyelesaikan masalahnya di BANI.
Apa batasan kewenangan Mahkamah Agung dalam memeriksa sengketa antara PT. BKB dan PT. TPI yang telah menentukan klausula abitrase dalam perjan jiannya.
Apakah MA melanggar UU No 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
ANALISA PENYELESAIAN MASALAH
Lembaga Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa Non Litigasi (BANI) juga terdapat prosedur-prosedur yang sama dengan proses Peradilan Umum, mulai dari masuknya surat permohonan dalam register BANI, prosedur pemeriksaan, dimana ketua BANI sudah merasa bahwa perjanjian yang menyerahkan pemutusan sengketa kepada arbiter atau badan arbitrase atau klausula arbitrase dianggap sudah mencukupi, maka prosedur pemeriksaan ini dapat dilakukan dan akhirnya nanti akan sampai pada suatu putusan, dimana nantinya apabila ketua BANI menganggap pemeriksaan telah cukup, maka ketua akan menutup pemeriksaan itu dan menetapkan suatu hari sidang untuk mengucapkan putusan yang akan diambil.
Berbeda dengan putusan Lembaga Peradilan umum yang masih dapat mengajukan banding dan kasasi. Putusan arbitrase yang diputus oleh Lembaga Arbitrase adalah merupakan suatu putusan pada tingkat akhir (final) dan secara langsung mengikat (binding) bagi para pihak yang bersengketa
Lalu apa yang terjadi atas sengketa antara PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) antara PT Berkah Karya Bersama.
Pada putusan Lembaga Peradilan umum, PT. BKB telah mengajukan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembli (PK). Dalam permohonannya PT. BKB mendalilkan alasan PK tentang lingkup kompetensi absolut: karena majelis kasasi melakukan kekhilafan atau kekeliruan yang nyata dengan menyatakan sengketa ini merupakan kewenangan peradilan umum dan bukan kewenangan arbitrase.
 Pada akhirnya di tingkat Peninjauan Kembali, Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan pihak Hary Tanoesoedibjo (HT) terhadap putusan MA Nomor 862 K/Pdt/2013, tertanggal 2 Oktober 2013, yang memenangkan pihak PT. Cipta TPI dkk sebagai pemilik sah stasiun televisi TPI.
MA berpendapat alasan-alasan peninjauan kembali dari Pemohon PK (PT Berkah Karya Bersama),  tersebut tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah Majelis PK meneliti dengan saksama memori PK dan kontra memori PK dihubungkan dengan pertimbangan putusan Judex Juris dalam tingkat kasasi dan putusan Judex Facti, dalam perkara a quo ternyata tidak terdapat  kekhilafan Hakim dengan beberapa pertimbangan (lihat : putusan MA).
Pertama,sengketa dalam perkara nomor 238 PK/Pdt/2014 ini adalah perbuatan melawan hukum, bukan sengketa hak berdasarkan Investment Agreement. Sebab terdapat pihak yang tidak terikat dengan Investment Agreement tersebut ikut digugat dalam perkara a quo yang tidak terikat dengan perjanjian tersebut. Sehingga tidak termasuk pada ketentuan yang diatur dalam Investment Agreement tanggal 23 Agustus 2002. Perjanjian Investment Agreement terjadi antara Penggugat dengan Tergugat I dan Turut Tergugat I, sedangkan Tergugat II dan Turut Tergugat lainnya tidak terikat dengan isi perjanjian tersebut sehingga Pengadilan Negeri berwenang mengadili perkara tersebut.
Kedua,MA menyatakan para Tergugat terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana telah dipertimbangkan oleh Judex Facti (Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) dan Judex Juris dengan tepat.
Ketiga,surat-surat bukti Pemohon PK I hingga PK IV semuanya dibuat pada tanggal 18 Oktober 2013, yaitu setelah adanya putusan kasasi dalam perkara a quo (tanggal 2 Oktober 2013). Akibatnya tidak bernilai sebagai novum yang menentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 (b) Undang-Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009.
Keempat, alasan Pemohon PK lainnya merupakan pengulangan yang hanya mengenai perbedaan pendapat antara Pemohon PK dengan Judex Facti (Pengadilan Negeri ) dan Judex Juris.
 "Berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali PT BERKAH KARYA BERSAMA tersebut adalah tidak beralasan sehingga harus ditolak," (seperti dikutip dari laman mahkamahagung.go.id)
 Dalam hal putusan arbitrase, Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) jelas tidak dapat membatalkan putusan MA karena BANI hanyalah lembaga yang diatur oleh UU sementara kedudukan MA jelas diatur dalam UUD 1945, jadi MA jauh lebih superior.
Dalam konteks ini berlakulah azas  hukum universal yang juga berlaku di Indonesia yaitu azas "lex superior derogat legi inferiori" yaitu putusan lembaga hukum yang lebih tinggi mengesampingkan putusan lembaga hukum yang lebih rendah.
Putusan MA juga tidak bisa dihadap-hadapkan dengan putusan BANI karena hal yang diputuskan sangat berbeda. Sudah sangat jelas bahwa MA memutus sengketa kepemilikan TPI dengan mengesahkan RUPS 17 Maret 2005, sementara BANI memutus dugaan wanprestasi.
"Lagipula BANI secara tegas juga menolak mengabulkan tuntutan PT Berkah Karya Bersama untuk mensahkan RUPS LB 18 Maret 2005 versi mereka dan menyatakan tidak sah RUPS 17 Maret 2005 versi Siti Hardiyanti Rukmana," tambahnya.
Atas putusan BANI, Pihak PT. Cipta TPI dkk mengajukan permohonan pembatalan putusan BANI ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dan pada putusannya kemudian ternyata Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membatalkan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) soal sengketa kepemilikan TPI pada 29 April 2015 melalui Perkara Nomor: 24/Pdt.G/2015/PN.Jkt/Pst., majelis hakim telah memutuskan mengabulkan sebagian permohonan para pemohon. Dalam hal ini bertindak sebagai pemohon antara lain Siti Hardiyanti Rukmana, PT Tridan Satriaputra Indonesia, PT Citra Lamtoro Persada, Yayasan Purna Bakti Pertiwi, Mohamad Jarman, dan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia. Sedangkan termohon dalam perkara ini antara lain Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan PT Berkah Karya Bersama. Putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan putusan BANI itu tidak mempunyai kekuatan hukum.
"Menyatakan batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum putusan BANI Nomor 547/XI/ARB-BANI/2013 pada 12 Desember 2014,"
Dengan pertimbangan: "putusan BANI tersebut telah bertentangan dengan ketertiban umum dan putusan pengadilan sehingga patut untuk dibatalkan"
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan:
Mahkamah Agung berhak mengadili sengketa TPI yang telah diproses BANI. Sepanjang mengenai mengenai hal-hal:
Pembatalan putusan BANI yang bertentangan dengan asas keteriban umum.
Perkaranya adalah perbuatan melawan hukum, bukan sengketa hak.
Terdapat pihak yang tidak terikat dengan Investment Agreement tersebut ikut digugat dalam perkara perjanjian tersebut. Sehingga tidak termasuk pada ketentuan yang diatur dalam Investment Agreement tanggal 23 Agustus 2002.
Mahkamah Agung berwenang memeriksa sengketa antara PT. BKB dan PT. Cipta TPI dkk yang telah menentukan klausula abitrase dalam perjanjiannya, sepanjang batasan-batasan sebagai berikut:
"Bukan sengketa hak berdasarkan Investment Agreement, sebab terdapat pihak yang tidak terikat dengan Investment Agreement tersebut ikut digugat dalam perkara tersebut".
Mahkamah Agung tidak melanggar UU No 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001, Hukum Aritrase, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
http://digilib.uir.ac.id/dmdocuments/s2,saut%20mt%20manik.pdf.
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54c06922d0403/arbitrase-sebagai-salah-satu-alternatif-penyelesaian-sengketa-diluar-pengadilan-angkatan-keempat.
https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Arbitrase_Nasional_Indonesia..
Jimmy Joses sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan; negosiasi, konsiliasi, dan arbitrase, 2011, Visimedia, Jakarta.
Rachmadi Usman, 2002,Hukum Arbitrase Nasional, PT Grasindo, Jakarta.


Download Tugas Makalah HUKUM DAGANG.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca Tugas Makalah HUKUM DAGANG. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

banner
Previous Post
Next Post

Akademikita adalah sebuah web arsip file atau dokumen tentang infografi, presentasi, dan lain-lain. Semua pengunjung bisa mengirimkan filenya untuk arsip melalui form yang telah disediakan.

0 komentar: