Oktober 22, 2016

MAKALAH TEORI BELAJAR LENGKAP

Judul: MAKALAH TEORI BELAJAR LENGKAP
Penulis: M. Inangtya


BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu.  Belajar tidak hanya sekedar memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan, namun bagaimana cara yang efektif untuk melibatkan siswa secara aktif  membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi siswa. Pembelajaran merupakan suatu sistim yang membantu siswa belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan. 
Teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya.  Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.
Matematika dan IPA sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar, selain sebagai sumber dari ilmu yang lain juga merupakan sarana berpikir logis, analis, dan sistematis dan konsisten. Sebagai mata pelajaran yang berkaitan dengan konsep-konsep yang abstrak, maka dalam penyajian materi pelajaran, matematika dan IPA harus dapat disajikan lebih menarik dan sesuai dengan kondisi dan keadaan siswa. Hal ini tentu saja dimaksudkan agar dalam proses pembelajaran siswa lebih aktif dan termotivasi untuk belajar. Untuk itulah perlu adanya pendekatan dan metode khusus yang diterapkan oleh guru.
Salah satu hambatan dalam peningkatkan kualitas pendidikan MIPA, di antaranya adalah mitos yang telah melekat pada sebagian besar bangsa Indonesia. MIPA selama ini sering diasumsikan dengan berbagai hal yang berkonotasi negatif, dari mulai MIPA sebagai ilmu yang sangat sukar, ilmu hafalan tentang rumus, berhubungan dengan kecepatan hitung, ilmu abstrak yang tidak berhubungan dengan realita, sampai pada ilmu yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif. Semakin lengkap pula ketika mitos-mitos ini disertai dengan sikap guru matematika yang dalam menyampaikan pelajarannya, galak, tidak menarik, bahkan cenderung menciptakan rasa takut dan tegang pada anak. Situasi semacam ini semakin menjauhkan rasa ketertarikan siswa dalam mempelajari MIPA. Apa lagi jika siswa tersebut merasa dirinya memiliki kemampuan berfikir yang kurang dibandingkan teman-temannya.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
Bagaimanakah teori perkembangan mental dari Piaget?
Bagaimanakah teori belajar IPA menurut Gagne?
Bagaimanakah teori belajar matematika menurut Dienes?
Bagaimanakah teori belajar dari Bruner?
Bagaimanakah teori belajar verbal yang bermakna menurut Ausubel?
TUJUAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
Mengetahui bagaimana teori perkembangan mental menurut Piaget.
Mengetahui tentang teori belajar IPA menurut Gagne.
Mengetahui bagaimana teori belajar matematika menurut Dienes.
Mengetahui mengenai teori belajar dari Bruner.
Mengetahui tentang teori belajar verbal yang bermakna menurut Ausubel.
MANFAAT
Siswa sebagai pelajar dapat menggunakan teori-teori untuk mengembangkan cara belajar
Siswa sebagai calon guru dapat mengetahui teori belajar yang baik dan dapat diterapkan pada anak didiknya kelak

BAB II
PEMBAHASAN
TEORI PERKEMBANGAN MENTAL DARI J.PIAGET
Teori perkembangan kognitif piaget adalah teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian disekitarnya. Bagaimana anak mempelajari ciri-ciri dan fungsi dari objek-objek, seperti mainan, perabot, dan makanan, serta objek-objek social seperti diri, orang tua dan teman.
Tahap-Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Menurut Jean Piaget, perkembangan manusia melalui empat tahap perkembangan kognitif dari lahir sampai dewasa. Setiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan intelektual baru di mana manusia mulai mengerti dunia yang bertambah kompleks.
Tahap-Tahap Umur Kemampuan
Sensori-motorik 0-2 tahun Gerakan-gerakan sebagai akibat reaksi langsung.
Belum mempunyai kesadaran adanya konsep benda yang tetap
Perkembangan yang terjadi dari gerak refleks sampai kepada dapat berjalan dan berbicara
Pada akhir tahap anak mulai melakukan perbuatan coba-coba dan berkenalan benda-benda konkrit
Praoperasional 2-7 tahun Tahap berfikir pra konseptual sekitar 2-4 tahun, tahap berfikir intuitif sekitar 4-7 tahun
Belum dapat berfikir logis
Kata-kata digunakan untuk menyatakan suatu benda.
Memiliki sifat egosentris
Mengira bahwa benda tiruan memiliki sifat-sifat benda yang sebenarnya
Belum dapat membedakan fakta dan khayalan
Mengira bahwa benda yang kelihatannya berbeda juga berbeda. Anak belum memahami konsep kekekalan.
Anak mendapat kesukaran untuk memikirkan dua aspek atau lebih dari suatu benda secara serempak
Anak belum dapat berfikir secara induktif maupun deduktif.
Anak mulai bisa membilang menggunakan benda konkrit
Operasional 7-11 tahun Mulai butuh teman. Senang bermain dengan anak lain
Dapat mengelompokkan benda dengan berbagai karakteristik
Dapat membalikkan suatu prosedur dan melihat langkah suatu perubahan
Sudah memahami konsep kekekalan
Mulai dapat memahami lawak
Pada akhir tahap, dapat memberi alasan induktif dan deduktif
Belum dapat membuat definisi deskriptif yang tepat
Kekuatan penilaian dan pemberian alasan secara logis belum berkembang dengan baik
Belum dapat memahami pembuktian dalil dengan baik
Operasional Formal 11tahun-dewasa Mampu berpikir abstrak dan dapat menganalisis masalah secara ilmiah dan kemudian menyelesaikan masalah.
Periode Sensorimotor
Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan:
Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.
Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek).
Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.
Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kreativitas.
Tahapan praoperasional
Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.
Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.
Tahapan operasional
Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan).
Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.
Tahapan operasional formal
Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional.
Informasi umum mengenai tahapan-tahapan
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
Universal (tidak terkait budaya)
Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis. Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi). Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif.
Menurut Piaget, perkembangan masing-masing tahap tersebut merupakan hasil perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya. Setiap individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat invarian, selalu tetap, tidak melompat atau mundur. Perubahan ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur berpikir.
TEORI BELAJAR ROBERT M.GAGNE
Robert Mills Gagne adalah seorang ilmuwan psikologi yang lahir pada tahun 1916 di North Andover, MA. dan meninggal pada tahun 2002. Gagne merupakan seorang tokoh psikologi yang mengembangkan teori belajar dan pengajaran. Walaupun pada awal karirnya, dia adalah seorang behaviorist, namun belakangan dia memusatkan perhatian pada pengaruh pemrosesan informasi terhadap belajar dan memori.
Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne 
Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan indiviu seseorang meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia nantinya.
Ada beberapa unsur yang melandasi pandangan Gagne tentang belajar. Menurutnya, belajar bukan merupakan proses tunggal, melainkan proses yang luas yang dibentuk oleh pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku. Jadi, tingkah laku itu merupakan hasil dari efek kumulatif belajar. Artinya, banyak keterampilan yang telah dipelajari memberikan sumbangan bagi belajar keterampilan yang lebih rumit. Contohnya keterampilan belajar "menjumlah" akan berguna bagi siswa untuk belajar "membagi". Siswa tidak perlu belajar menjumlah lagi ketika belajar membagi.
Dalam belajar matematika ada 2 objek yang dapat diperoleh siswa : objek yang langsung dipelajari dan objek yang tidak langsung. Objek langsung antara lain :
Fakta. Contoh fakta adalah : angka, sudut, ruas garis, notasi, symbol, dll
Keterampilan. Keterampilan adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat. Contoh : membagi 2 sama besar sebuah sudut, menghitung cepat, dll
Konsep. Konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan anak mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh. Contoh : anak sudah mendapat konsep tentang segitiga. Maka anak akan dapat membedakan yang mana segitiga dan bukan segitiga
Aturan / Prinsip. Aturan adalah objek yang paling kompleks dan abstrak dan dapat berupa sifat, dalil dan teori. Contoh : segitiga dikatakan sama dan sebangun apabila dua sisi yang seletak dan sudut apitnya kongruen
Sistematika "Delapan Tipe Belajar"
Menurut Robert M. Gagne, ada 8 tipe belajar, yaitu:
Tipe belajar isyarat (Signal learning)
Belajar isyarat adalah belajar tentang sesuatu yang tidak disengaja tetapi sebagai akibat dari suatu rangsangan yang dapat menimbulkan reaksi emosional karena perasaan terkena. Contoh : anak membeci matematika bisa karena guru yang tidak meneynangkan atau anak itu tidak pernah memperhatikan pelajaran.
Tipe belajar stimulus respon (Stimulus-response learning)
Tipe ini hampir serupa dengan tipe satu, namun pada tipe ini, timbulnya respons karena disengaja. Pembelajaran ini harus ada stimulus dari luar agar anak dapat memberikan suatu respon yang memberikan penguatan pada diri siswa. Contoh : anak disuruh menyebutkan jenis segitiga setelah ditanya guru. Maka setelah itu anak tahu jenis segitiga.
Tipe belajar rangkaian gerak (Chaining Learning)
Rangkaian gerak adalah perbuatan fisik terurut dari beberapa stimulus respon. Contoh : anak disuruh memegang mistar, meletakkan mistar diantara 2 titik, kemudian membuat garis. Pada akhirnya anak akan bisa membuat garis.
Tipe belajar rangkaian verbal (Verbal association learning)
Tipe ini berhubungan dengan penggunaan bahasa, hasil belajarnya yaitu memberikan reaksi verbal. Contoh : menyatakan pendapat tentang definisi.
Tipe belajar membedakan (Discrimination learning)
Belajar membedakan adalah belajar memisah-misahkan rangkaian yang bervariasi. Ada 2 macam membedakan, yaitu membedakan jamak dan membedakan tunggal. Contoh membedakan tunggal : dapat membedakan lambang bilangan 5 dari yang lain. Contoh membedakan jamak : dapat mengenal perbedaan antara lambang 1,2,3,4,5,6,7,8,9 dan 0
Tipe pembentukan konsep (Concept Learning)
Tipe belajar pembentukan konsep adalag mengenal sifat-sifat bersama yang dimiliki oleh sekelompok benda konkrit.
Tipe belajar pembentukan aturan (RuleLearning)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas penggabungan beberapa konsep.
Tipe belajar pemecahan masalah (Problem solving)
Tipe belajar ini menghasilkan suatu prinsip yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan. 5 tahap pemecahan masalah :
Menyatakan masalah itu dalam bentuk yang lebih jelas
Menayatakn masalah dalam bentuk operasional
Menyusun beberapa alternatif hipotesis dan prosedur kerja yang diperkiranakn dapat digunakan untuk memecahkan masalah itu
Menguji hipotesis dan prosedur ekrja yang digunakan memperoleh suatu atau sekelompok alternatif jawaban
Memeriksa kembali jawaban mana yang bear atau yang paling cocok
Implikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran
Suciati dan Irawan menjelaskan sembilan peristiwa pembelajaran Gagne dalam bentuk bagan sebagai berikut :
No Peristiwa Pembelajaran Penjelasan
1 Menimbulkan minat dan memusatkan perhatian Peserta didik tidak selalu siap dan fokus pada awal pembelajaran.  Guru perlu menimbulkan minat dan perhatian anak didik melalui penyampaian sesuatu yang baru, aneh, kontradiktif atau kompleks
2 Menyampaikan tujuan pembelajaran Hal ini dilakukan agar peserta didik tidak menebak-nebak apa yang diharapkan dari dirinya oleh guru.  Mereka perlu mengetahui unjuk kerja apa yang akan digunakan sebagai indikator penguasaan pengetahuan atau keterampilan
3 Mengingat kembali konsep/prinsip yang telah dipelajari yang merupakan prasyarat Banyak pengetahuan baru yang merupakan kombinasi dari konsep, prinsip atau informasi yang sebelumnya telah dipelajari, untuk memudahkan mempelajari materi baru
4 Menyampaikan materi pembelajaran Dalam menjelaskan materi pembelajaran, menggunakan contoh, penekanan untuk menunjukkan perbedaan atau bagian penting, baik secara verbal maupun menggunakanfitur tertentu (warna, huruf miring, garisbawahi, dsb)
5 Memberikan bimbingan atau pedoman untuk belajar Biimbingan diberikan melalui pertanyaan-pertanyaan yang membiimbing proses/alur pikir peserta didik.  Perlu diperhatikan agar bimbingan tidak diberikan secara berlebihan
6 Memperoleh unjuk kerja peserta didik Peserta didik diminta untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari, baik untuk meyakinkan guru maupun dirinya sendiri
7 Memberikan umpan balik tentang kebenaran pelaksanaan tugas Umpan balik perlu diberikan untuk membantu peserta didik mengetahu sejauh mana kebenaran atau unjuk kerja yang dihasilkan
8 Mengukur/mengevaluasi hasil belajar Pengukuran hasil belajar dapat dilakukan melalui tes maupun tugas.  Perlu diperhatikan validitas dan reliabilitas tes yang diberikan dari hasil observasi guru
9 Memperkuat referensi dan transfer belajar Referensi dapat ditingkatkan melalui latihan berkali-kali menggunakan prinsip yang dipelajari dalam konteks yang berbeda.  Mondisi/situasi pada saat transfer belajar diharapkan terjadi, harus berbeda.  Memecahkan masalah dalam suasana di kelas akan sangat berbeda dengan susasana riil yang mengandung resiko
Dengan demikian, ada beberapa prinsip pembelajaran dari teori gagne, yaitu antara lain berkaitan dengan:
perhatian dan motivasi belajar peserta didik,
keaktifan belajar dan keterlibatan langsung/pengalaman dalam belajar,
pengulangan belajar,
tantangan semangat belajar,
pemberian umpan balik dan penguatan belajar,
adanya perbedaan individual dalam perilaku belajar.
Selain itu Gagne juga mementingkan akan adanya penciptaan kondisi belajar, termasuk lingkungan belajar, khususnya kondisi yang berbasis media, yaitu meliputi jenis penyajian yang disampaikan kepada peserta didik dengan penjadwalan, pengurutan dan pengorganisasian.
BELAJAR MATEMATIKA MENURUT Z.P DIENES
Zoltan P. Dienes adalah seorang guru matematika. Berbasiskan pada teori Piaget, ia mengembangkan sistem pengajaran matematika agar lebih menarik dan mudah untuk dipelajari siswa. Teori belajar Dienes yang menekankan pada tahapan permainan yang berarti pembelajaran yang diarahkan pada proses melibatkan anak didik dalam belajar. Hal ini berarti proses pembelajaran dapat membangkitkan dan membuat anak didik senang dalam belajar. Oleh karena itu teori belajar Dienes ini sangat terkait dengan konsep pembelajaran dengan pendekatan PAKEM (Pembelajaran Aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan).
Konsep Matematika Menurut Dienes
Menurut Dienes, ada tiga jenis konsep matematika yaitu konsep murni matematika, konsep notasi, dan konsep terapan.
Konsep murni matematis
Konsep matematis murni berhubungan dengan klasifikasi bilangan-bilangan dan hubungan-hubungan antar bilangan, dan sepenuhnya bebas dari cara bagaimana bilangan-bilangan itu disajikan. Sebagai contoh, enam, 8, XII, 1110 (basis dua), dan Δ Δ Δ Δ, semuanya merupakan contoh konsep bilangan genap; walaupun masing-masing menunjukkan cara yang berbeda dalam menyajikan suatu bilangan genap.
Konsep notasi
Adalah sifat-sifat bilangan yang merupakan akibat langsung dari cara penyajian bilangan. Fakta bahwa dalam basis sepuluh, 275 berarti 2 ratusan ditambah 7 puluhan ditambah 5 satuan merupakan akibat dari notasi nilai tempat dalam menyajikan bilangan-bilangan yang didasarkan pada sistem pangkat dari sepuluh. Pemilihan sistem notasi yang sesuai untuk berbagai cabang matematika adalah faktor penting dalam pengembangan dan perluasan matematika selanjutnya.
Konsep terapan
Adalah penerapan dari konsep matematika murni dan notasi untuk penyelesaian masalah dalam matematika dan dalam bidang-bidang yang berhubungan. Panjang, luas dan volume adalah konsep matematika terapan.
Konsep-konsep terapan hendaknya diberikan kepada siswa setelah mereka mempelajari konsep matematika murni dan notasi sebagai prasyarat. Konsep-konsep murni hendaknya dipelajari oleh siswa sebelum mempelajari konsep notasi, jika dibalik para siswa hanya akan menghafal pola-pola bagaimana memanipulasi simbol-simbol tanpa pemahaman konsep matematika murni yang mendasarinya. Siswa yang membuat kesalahan manipulasi simbol seperti 3x + 2 = 4 maka x + 2 = 4 – 3,  = x, a2 x a3 = a6, dan  = x +  berusaha menerapkan konsep murni dan konsep notasi yang tidak cukup mereka kuasai.
Tahap-Tahap Belajar
6 tahap belajar Dienes :
Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap tahap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep bermula dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.
Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Dalam permainan yang disertai aturan siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat dalam konsep tertentu tapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang telah memahami aturan-aturan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Makin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, akan semakin jelas konsep yang dipahami siswa, karena akan memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang dipelajari itu. Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tidak tipis (tebal), atau tidak merah (biru), hijau, kuning).
Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlu mengarahkan mereka dengan menstranslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula. Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut.
Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, Dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
Permainan dengan Simbolisasi (Symbolization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
Permainan dengan Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut. Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut.
6 Tahap belajar diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
Siswa belajar matematika harus melalui pemanipulasian benda-benda kongkrit dan membuat abstraksi dari konsep atau strukturnya.
Terdapat proses alam yang pasti yang harus dialami anak agar ia dapat memahami konsep matematik, yaitu :
Tahap bermain dengan benda-benda kongkrit maupun dengan ide abstrak
Tahap mengurutkan pengalaman, sehingga menjadi suatu kebulatan yang bermakna
Tahap pemahaman konsep
Tahap penearapan konsep yang telah difahami untuk menjangkau konsep baru
Matematika adalah seni yang kreatif. Oleh karena itu harus dipelajari dan diajarkan sebagai ilmu seni yang memiliki alat bantu.
Konsep baru harus dihubungkan derngan konsep dan struktur yang telah dipelajari sehingga ada transfer dari belajar konsep lama ke belajar konsep baru
Untuk memperoleh sesuatu dari belajar matematika, siswa harus mampu menerjemahkan situasi kongkrit ke dalam perumusan abstrak dengan menggunakan symbol-simbol
TEORI BELAJAR DARI J.BRUNER
Jerome S. Bruner lahir di New York tahun l915. Dalam memandang proses belajar, Brunner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut "(Free discovery learning)" (Budiningsih,2008). Ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Dengan kata lain, siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Misalnya untuk memahami konsep kejujuran, siswa pertama-tama tidak menghafal definisi kata kejujuran, tetapi mempelajari contoh-contoh konkret tentang kejujuran. Dari contoh-contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefinisikan kata "kejujuran".
Teorema Belajar Matematika
Teorema Penyusunan
Cara paling baik bagi anak untuk belajar konsep dalam matematika adalah dengan melakukan penyusunan representasinya. Dalam tahap permulaan belajar konsep, pengertian akan lebih melekat bila kegiatan rpresentasi konsep dilakukan oleh siswa itu sendiri, terutama bagi anak sekolah dasar tingkat rendah. Jika siswa diperkenankan membantu merumuskan dan menyusun aturan dalam matematika, ia akan lebih mudah mengingat-ingat aturan itu dan mampu menerapkannya dengan betul pada situasi yang tidak biasa.
Teorema Notasi
Penyajian suatu konsep pada tahap awal hendaknya digunakan notasi yang cocok dengan tahap perkembangan siswa.
Teorema Kontras dan Bervariasi
Untuk mengubah representasi kongkrit ke representasi yang lebih abstrak diperlukan representasi yang kontras dengan representasi konsep semula dengan tujuan agar konsep itu lebih mudah dipahami anak. Contoh : bilangan ganjil akan lebih dipahami jika dikontraskan dengan bilangan genap.
Teorema Pengaitan
Dalam matematika, setiap konsep berkaitan dengan konsep yang lain. Oleh karena itu agar berhasil dalam memepelajari matematika, siswa perlu diberi banyak kesempatan untuk mengemengenal kaitan-kaitannya
Salah satu model kognitif Bruner yang sangat berpengaruh adalah model yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning). Bruner menganggap bahwa belajar penemuan memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
TEORI BELAJAR VERBAL YANG BERMAKNA DARI D.P AUSUBEL
David Ausubel (1963) merupakan seorang psikolog pendidikan, melakukan beberapa penelitian rintisan menarik di waktu yang hampir sama dengan Burner. Ausubel menjelaskan bahwa dalam diri seorang pelajar sudah ada organisasi dan kejalasan tentang pengetahuan di bidang subjek tertentu. Beliau menyebut organisasi ini sebagai struktur kognitif dan percaya bahwa struktur ini menentukan kemampuan pelajar untuk menangani berbagai ide dan hubungan baru. Makna dapat muncul dari materi baru hanya bila materi itu terkait dengan struktur kognitif dari pembelajaran sebelumnya.
Jenis-jenis Belajar
Menurut David Ausubel, ada dua jenis belajar :
Belajar Bermakna (Meaningfull Learning)
Belajar Menghafal (Rote Learning)
Untuk Bab kali ini, hanya dibahas tentang Teori Ausubel mengenai belajar bermakna. Belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya sehingga peserta didik menjadi kuat ingatannya dan transfer belajarnya mudah dicapai. Struktur kognitif dapat berupa fakta-fakta, konsep-konsep maupun generalisasi yang telah diperoleh atau bahkan dipahami sebelumnya oleh siswa.
Kebermaknaan diartikan sebagai kombinasi dari informasi verbal, konsep, kaidah dan prinsip, bila ditinjau bersama-sama. Oleh karena itu belajar dengan prestasi hafalan saja tidak dianggap sebagai belajar bermakna. Maka, menurut Ausubel supaya proses belajar siswa menghasilkan sesuatu yang bermakna, tidak harus siswa menemukan sendiri semuanya. 
Pemerolehan informasi merupakan tujuan pembelajaran yang penting dan dalam hal-hal tertentu dapat mengarahkan guru untuk menyampaikan informasi kepada siswa. Dalam hal ini guru bertanggung jawab untuk mengorganisasikan dan mempresentasikan apa yang perlu dipelajari oleh siswa, sedangkan peran siswa di sini adalah menguasai yang disampaikan gurunya.
Prinsip-prinsip Teori Belajar
Ada beberapa prinsip teori belajar bermakna yang dikemukakan oleh Ausubel. Prinsip-prinsip teori belajar bermakna yang dikemukakan oleh Ausubel tersebut antara lain :
Pengatur awal (advance organizer)
Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru dalam membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi maknanya. 
Diferensiasi progresif
Dalam proses belajar bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-konsep. Caranya unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan dahulu kemudian baru yang lebih mendetail, berarti proses pembelajaran dari umum ke khusus.
Belajar superordinate
Belajar superordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses belajar tersebut akan terus berlangsung hingga pada suatu saat ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsep-konsep yang lebih luas dan inklusif.
Penyesuaian Integratif
Pada suatu saat peserta didik kemungkinan akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih satu konsep. Untuk mengatasi pertentangan kognitif itu, Ausubel mengajukan konsep pembelajaran penyesuaian integratif. Caranya materi pelajaran disusun sedemikian rupa, sehingga guru dapat menggunakan hierarkhi-hierarkhi konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu.
Langkah-Langkah Belajar Ausubel
Berikut merupakan langkah-langkah pembelajaran menurut teori Ausubel:
Menentukan tujuan pembelajaran.
Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik (kemampuan awal, motivasi, gaya belajar, dan sebagainya)
Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti.
Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang akan dipelajari peserta didik.
Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret.
Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.
Layaknya teori pada umumnya, teori belajar bermakna memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan belajar bermakna yaitu jika peserta didik tidak dapat mengaitkan pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya sebelumnya maka baik proses maupun hasil pembelajarannya dinyatakan sebagai hafalan dan akan lebih mudah dilupakan oleh peserta didik tersebut. Sedangkan untuk kelebihan belajar bermakna yaitu:
Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat.
Informasi yang dipelajari secara bermakna memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.
PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN DALAM PENGAJARAN
Secara garis besar, macam strategi belajar mengajar ditentukan oleh 4 hal : sumber materi, pembawa materi, pendekatannya dan penerima materi. Penggolongan strategi belajar mengajar dapat dibedakan berdasarkan : cara pendekatannya, besarnya kadar keterlibatan guru dan siswa, dan perbedaan kecepatan masing-masing siswa
Beberapa pendekatan pengajaran yang penting :
Pendekatan Konsep dan Proses
Pendekatan Konsep
Pendekatan konsep adalah pendekatan pengajaran dengan penyajian langsung pengertian dari konsep, tetapi siswa tidak mengalami sendiri proses penemuan atau penyusunan konsep itu
Pendekatan Proses
Pendekatan proses adalah pendekatan pengajaran yang menekankan pada keterlibatan siswa pada penyusunan atau penemuan konsep itu sendiri.
Pendekatan konsep cepat dan hemat, tetapi rendah dalam hal keterlibatan siswa. Pendekatan proses lebih tinggi dalam hal keterlibatan siswa tapi memerlukan banyak waktu dan fasilitas
Pendekatan Deduktif dan Induktif
Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif adalah cara mengajar yang berawal dari aturan umum (generalisasi) ke contoh-contoh khusus.
Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif adalah cara mengajar dengan cara penyajian kepada siswa suatu jumlah contoh spesifik untuk kemudian dapat disimpulkan menjadi aturan, prinsip atau hukum.
Metode induktif banyak digunakan dalam bidang studi IPA dan IPS, sedangkan metode deduktif banyak digunakan dalam matematika. Tidak ada metode belajar yang paling baik yang cocok untuk segala situasi. Masing-masing metode memiliki keunggulan dan kelemahan.
Pendekatan Ekpositori dan Heuristik
Pendekatan Eskpositori
Metode ekspositori adalah cara mengajar yang pada dasarnya menyampaikan informasi. Gambaran mengajar secara tradisional adalah menggunakan metode ekspositori
Pendekatan Heuristik (Penemuan)
Metode heuristic adalah cara mengajar dengan menyajikan sejumlah data atau informasi dan siswa diminta membuat kesimpulan dari data itu. Metode yang tergolong heuristic adalah :
Metode Penemuan
Metode penemuan adalah cara mengajar dengan cara membimbing siswa ke aarh penemuan konsep sendiri. Konsep yang ditemukan itu bukan hal baru, sebelumnya sudah ditemukan oleh guru, tetapi konsep tersebut merupakan hal baru bagi siswa.
Metode Inquiry
Metode inquiry adalah pendekatan pengajaran dimana siswa dengan bebas memilih atau mengatur objek belajarnya.
Keuntungan metode inquiry : dapat mengembangkan potensi intelektual siswa, dapat meningkatkan motivasi intrinsic, memperpanjang proses ingatan.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Teori perkembangan kognitif piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan dan menginterpretasikan objek dan kejadian-kejadian disekitarnya. Menurut Jean Piaget, perkembangan manusia melalui empat tahap perkembangan kognitif dari lahir sampai dewasa. Tahap tersebut adalah tahap sensori-motorik, tahap praoperasional, tahap operasiona, dan tahap operasional formal.
Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan indiviu seseorang meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Menurut Robert M. Gagne, ada 8 tipe belajar, yaitu:
Tipe belajar tanda (Signal learning)
Tipe belajar rangsang-reaksi (Stimulus-response learning)
Tipe belajar berangkai (Chaining Learning)
Tipe belajar asosiasi verbal (Verbal association learning)
Tipe belajar membedakan (Discrimination learning)
Tipe belajar konsep (Concept Learning
Tipe belajar kaidah (RuleLearning)
Tipe belajar pemecahan masalah (Problem solving)
Menurut Dienes, ada tiga jenis konsep matematika yaitu konsep murni matematika, konsep notasi, dan konsep terapan. Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1992:125-127), konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi enam tahap, yaitu permainan bebas, permainan dengan aturan, permainan kesamaan sifat, permainan representasi, permainan dengan simbolisasi, dan permainan dengan formalisasi.
Dalam memandang proses belajar, Brunner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut "(Free discovery learning)" (Budiningsih,2008). Ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya. Teori Bruner mempunyai ciri khas dari pada teori belajar yang lain yaitu tentang "discovery", yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri.
Belajar dikatakan menjadi bermakna (meaningful learning) yang dikemukakan oleh Ausubel adalah bila informasi yang akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta didik itu sehingga peserta didik itu mampu mengaitkan informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif peserta didik melalui proses belajar yang bermakna. Pada belajar bermakna peserta didik dapat mengasimilasi pada belajar bermakna secara penerimaan, materi pelajaran disajikan dalam bentuk final, sedangkan pada belajar bermakna secara penemuan, peserta didik diharapkan dapat menemukan sendiri informasi konsep atau dari materi pelajaran yang disampaikan.
Secara garis besar, macam strategi belajar mengajar ditentukan oleh 4 hal : sumber materi, pembawa materi, pendekatannya dan penerima materi. Penggolongan strategi belajar mengajar dapat dibedakan berdasarkan : cara pendekatannya, besarnya kadar keterlibatan guru dan siswa, dan perbedaan kecepatan masing-masing siswa
Beberapa pendekatan pengajaran yang penting :
Pendekatan Konsep dan Proses
Pendekatan Deduktif dan Induktif
Pendekatan Ekpositori dan Heuristik
SARAN
Sebagai seorang calon pendidik kita harus lebih memahami teori-teori pengajaran dan pengaplikasiaannya pada pelaksanaan belajar mengajar sehingga seorang guru dapat mencapai Tujuan Nasional Bangsa Indonesia. Teori-teori yang ada hanyalah membantu kita dalam merencanakan sistem pendidikan dan pengajaran, namun yang terpenting adalah bagaimana kita dapat mengajarkannya dengan baik, menjadi generasi penerus bangsa yang akan memperbaiki Bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, dkk. Psikologi Belajar. 1991. Jakarta: Rineka Cipta.
Budiningsih, Asri. Belajar dan Pembelajaran. 2005. Jakarta: Rineka Cipta.
Dahar, Ratna W. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. 2006. Jakarta: Erlangga.
Margono, dkk. Dasar-dasar Pendidikan MIPA. 1994. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Richard I. Arends. Learning To Teach: Belajar Untuk Mengajar. 2008. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suciati dan Irawan. Teori Belajar dan Motivasi. 2001. Jakarta: Depdiknas, Ditjen PT. PAUUT.
Sudjana, Nana. Teori-teori Belajar untuk Pengajaran. 1991. Jakarta: LP. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Wilis Dahar, Ratna. Teori-teori Belajar. 1989. Jakarta: Erlangga.


Download MAKALAH TEORI BELAJAR LENGKAP.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca MAKALAH TEORI BELAJAR LENGKAP. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

banner
Previous Post
Next Post

Akademikita adalah sebuah web arsip file atau dokumen tentang infografi, presentasi, dan lain-lain. Semua pengunjung bisa mengirimkan filenya untuk arsip melalui form yang telah disediakan.

0 komentar: