Oktober 03, 2016

MAKALAH INTRODUCTION TO MASS COMMUNICATION

Judul: MAKALAH INTRODUCTION TO MASS COMMUNICATION
Penulis: Evi Frisnawaty Aruan


MAKALAH INTRODUCTION TO MASS COMMUNICATION
THE RECORDING INDUSTRY
DOSEN HERSINTA SUROSO M.Si
114300025146000
DISUSUN OLEH :AGUNG JUNA
DIAN NOVITA
EVI FRISNAWATY ARUAN
MUHAMMAD IVAN
REZA PAHLEVY
LONDON SCHOOL OF PUBLIC RELATIONS JAKARTA
CLASS 17-23A
2013
lefttop00PEMBAHASAN
Music: Dari yang Kuno sampai ke Digital
SEJARAH INDUSTRI REKAMAN
Recording (rekaman) pada dasarnya adalah memindahkan signal-signal audio (suara manusia, binatang, alat musik dan lain-lain) ke dalam suatu media penyimpanan elektro-magnetis, yang dapat diperdengarkan kembali kepada para pendengar (audience). Proses recording (rekaman) ini pertama kali dilakukan pada tahun 1859 lewat sebuah alat yang dinamakan phonautogram oleh Édouard-Léon Scott de Martinville. Dan pada tahun 1860  HYPERLINK "http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Phonautogram&prev=/search%3Fq%3Drecording%26hl%3Did%26prmd%3Divnsbl&rurl=translate.google.co.id&twu=1&usg=ALkJrhjRmgAB_orGypZwwZ9WhuYeL9S8YA" \o "Phonautogram" phonautogram merekam suara manusia untuk yang pertama kalinya dan inilah SUARANYA. (silahkan klik dan tinggal download jika anda ingin mendengarkannya).
Rekaman suara praktis yang pertama kali direproduksi dengan seperangkat alat yang disebut dengan mekanik silinder fonograf ditemukan oleh Thomas Edison pada tahun 1877 dan dipatenkan pada tahun 1878. Penemuan ini segera menyebar ke seluruh dunia dan selama dua dekade mendatangkan distribusi komersial yang tidak kecil bagi dunia industri Internasional.Teknis pengembangan utama berikutnya adalah penemuan disc gramafon , yang ditemukan oleh Emile Berliner dan dipasarkan secara komersial  di Amerika Serikat pada 1889. Perkembangan selanjutnya adalah The microgroove Vinyl yang diciptakan oleh seorang insinyur Hongaria Peter Carl Goldmark dan diperkenalkan di akhir tahun 1940-an.
Pita magnetik membawa perubahan besar di dunia radio maupun industri rekaman. Suara (audio) dapat dicatat, dihapus dan direkam ulang pada tape yang sama berkali-kali, disamping itu suara  (audio) dapat digandakan dari satu kaset ke kaset lainnya dengan hanya kehilangan sedikit kualitas.
Rekaman Digital
Penemuan rekaman suara digital dan kemudian compact disc pada tahun 1982 membawa kemajuan yang signifikan dalam hal ketahanan dari hasil rekaman itu sendiri. Namun, pengenalan sistem digital ini pada awalnya ditentang keras oleh industri rekaman yang  takut akan terjadinya pembajakan pada media lain yang mampu menghasilkan salinan (copy) sempurna dari rekaman  aslinya. Tetapi pada kenyataannya tehnologi digital ini tidak dapat dielakkan sebagai bagian dari kemajuan tehnologi.Perkembangan terbaru dari dunia rekaman khususnya yang berkaitan dengan musik digital adalah pada tahun 2010 kemarin, yaitu dengan ditemukannya format musik digital baru yang disebut dengan format DNA.
-1028700000PIRINGAN HITAM DIPUTAR DENGAN GRAMOPHONE
Awalnya, piringan hitam merupakan sebuah alat yang memiliki pena yang bergetar untuk menghasilkan bunyi dari sebuah disc. Ide ini berasal dari Charles Cros dari Perancis pada tahum 1887. Namun sayangnya tidak pernah terwujud. Pada tahun yang sama, Thomas A. Edison menemukan Phonograph (pemutar piringan hitam) yang berfungsi untuk merekam suara yang kebanyakan digunakan untuk keperluan kantor. Nama Gramophone berasal dari Emilie Berliner yang pada tahun 1888 menemukan piringan hitam jenis baru dan mematenkannya di bawah label Berliner Gramaphone. Pada tahun 1918 masa pematenan berakhir, semua label pun berlomba-lomba untuk memproduksi piringan hitam. Pada masa itu, kebanyakan pemilik gramophone masih terbatas pada kalangan menengah atas saja.
-1143000582930000PIRINGAN HITAM
Berawal dari Emile Berliner yang menemukan grammophone (pemutar rekaman berbentuk piringan hitam) pada tahun 1887, piringan hitam pun menjadi populer menggeser pendahulunya. Padahal grammophone awalnya di buat untuk mainan anak-anak. Baru pada tahun 1894 grammophone mulai digunakan untuk menjual musik dengan label Berliner Gramphone. Setelah masa patennya berakhir pada tahun 1918 semua label mulai bersaing menjual piringan hitam. Walau sekarang piringan hitam mulai tergantikan kepopulerannya, namun sampai saat ini piringan hitam masih sering di buru oleh beberapa kalangan, entah itu kolektor music maupun para DJ (Disc Jokey).

-1257300125730000
KASET DIPUTAR DENGAN WALKMAN
Compact audio cassette diperkenalkan oleh Philips sebagai media penyimpanan audio di Eropa pada tahun 1963. Kemudian pada tahun 1965 mulai diproduksi secara massal. Pada tahun 1971, Advent Corporation memperkenalkan Model 201 tape deck yang mengkombinasikan Dolby Type B dan chromium dioxide (Cr02). Inilah cikal
bakal music cassette player. Tahun 1980an muncul Walkman dari Sony sebagai media pemutar kaset portable. Pita kaset dapat merekam lagu dengan durasi hingga 1 jam di setiap sisinya. Kualitasnya cukup baik namun kerap kali terjadi penurunan kualitas suara yang dihasilkan ketika pita kaset mengalami gangguan, kotor atau rusak.See more at: http://musikdigital67.blogspot.com/2011/03/pengetahuan-dasar-musik-digital.html#sthash.EcBUF8bk.dpuf-1257300-34290000
CD, VCD, DVD diputar dengan CD plaer, discman
CD dibuat dalam usaha merampingkan media penyimpanan musik dengan memperbaiki kualitas suara yang dihasilkan. Pada November 1984, dua tahun setelah CD diproduksi secara massal, Sony mengeluarkan Discman sebagai media pemutar portable. Musik dalam format CD, VCD maupun DVD memiliki kualitas suara yang lebih baik tetapi tetap mengalami gangguan jika disc tersebut tergores, berdebu ataupun rusak.
- See more at: http://musikdigital67.blogspot.com/2011/03/pengetahuan-dasar-musik-digital.html#sthash.EcBUF8bk.dpu
-1143000422910000Musik Digital diputar dengan MP3 Player, iPod
Musik Digital enggunakan sinyal digital dalam proses reproduksi suaranya. Sebagai proses digitalisasi terhadap format rekaman musik analog, lagu atau musik digital mempunyai beraneka ragam format yang bergantung pada teknologi yang digunakan, yaitu :MP3
MP3 (MPEG, Audio Layer 3) menjadi format paling populer dalam musik digital. Hal ini dikarenakan ukuran filenya yang kecil dengan kualitas yang tidak kalah dengan CD audio. Format ini dikembangkan dan dipatenkan oleh Fraunhofer Institute. Dengan bitrate 128 kbps, file MP3 sudah berkualitas baik. Namun MP3 Pro-format penerus MP3-menawarkan kualitas yang sama dengan bitrate setengah dari MP3. MP3 Pro kompatibel dengan MP3. Pemutar MP3 dapat memainkan file MP3 Pro-namun kualitas suaranya tidak sebagus peranti yang mendukung MP3 Pro
WAV
WAV merupakan standar suara de-facto di Windows. Awalnya hasil ripping dari CD direkam dalam format ini sebelum dikonversi ke format lain. Namun sekarang tahap ini sering dilewati karena file dalam format ini biasanya tidak dikompresi dan karenanya berukuran besar.AAC
AAC adalah singkatan dari Advanced Audio Coding. Format ini merupakan bagian standar Motion Picture Experts Group (MPEG), sejak standar MPEG-2 diberlakukan pada tahun 1997. Sample rate yang ditawarkan sampai 96 KHz-dua kali MP3. Format ini digunakan Apple pada toko musik online-nya, iTunes. Kualitas musik dalam format ini cukup baik bahkan pada bitrate rendah. iPod, pemutar musik digital portabel dari Apple, adalah peranti terkemuka yang mendukung format ini.
WMA
Format yang ditawarkan Microsoft, Windows Media Audio (WMA) ini disukai para vendor musik online karena dukungannya terhadap Digital Rights Management (DRM). DRM adalah fitur untuk mencegah pembajakan musik, hal yang sangat ditakuti oleh studio musik saat ini. Kelebihan WMA lainnya adalah kualitas musik yang lebih baik daripada MP3 maupun AAC. Format ini cukup populer dan didukung oleh peranti lunak dan peranti keras terbaru pada umumnya.Ogg Vorbis
Ogg Vorbis merupakan satu-satunya format file yang terbuka dan gratis. Format lain yang disebutkan di atas umumnya dipatenkan dan pengembang peranti lunak atau pembuat peranti keras harus membayar lisensi untuk produk yang dapat memainkan file dengan format terkait.
Dari segi kualitas, kelebihan Ogg Vorbis adalah kualitas yang tinggi pada bitrate rendah dibandingkan format lain. Peranti lunak populer, Winamp dan pelopor pemutar MP3 portabel Rio sudah mendukung format ini dalam model terbarunya. Walaupun demikian dukungan peranti keras terhadap format ini masih jarang.Real Audio
Salah satu format yang biasa ditemukan pada bitrate rendah. Format dari RealNetworks ini umumnya digunakan dalam layanan streaming audio. Pada bitrate 128 kbps ke atas RealAudio menggunakan standar AAC MPEG-4.MIDI
-914400445770000
Format audio satu ini (yang biasanya berextention xxxx.mid) lebih cocok untuk suara yang dihasilkan oleh synthesizer atau peranti elektronik lainnya, tetapi (biasanya) tidak cocok untuk hasil konversi dari suara analog karena tidak terlalu akurat (kecuali digunakan proses tambahan). File dengan format ini berukuran kecil dan sering digunakan dalam ponsel sebagai ringtone. –
Sumber :
http://musikdigital67.blogspot.com/2011/03/pengetahuan-dasar-musik-digital.html#sthash.EcBUF8bk.dpufwww.dolananmusik.blogspot.com

PRODUKSI DAN INDUSTRI REKAMAN
PRODUKSI   Perkembangan teknologi yang semakin pesat dalam industri musik membuat kita semakin mudah memproduksi musik sendiri. Ini terbukti dari semakin menjamurnya studio skala sedang hingga studio rumahan. Musisi zaman sekarang pun memiliki studio rumahan sendiri, yang berguna untuk menuangkan karya.    Zaman telah berevolusi dengan teknologi Digital, khususnya seperti yang dibahas disini, yaitu Musik Digital, sangat membantu para musisi dengan biaya produksi yang murah, cepat, efisien dan mudah. Dalam sejarahnya, Digital Audio Workstation bermula pada tahun 1970, dengan  percobaan pertama berbasis CPU pada tahun 1980 menggunakan Apple machintos dan Atari TS. Kemudian sekitar awal tahun 1992, produksi Musik Digital pertama pada basis operasi Windows lahir oleh perusahaan Soundscape Digital Technology, SADiE, Echo Digital Audio, Spectral Synthesis, dan diikuti oleh Mackie kemudian Solid State Logic. Pada tahun 1996 perusahaan Jerman, Steinberg, memperkenalkan produknya bernama Cubase yang dapat merekam dan memutar sebanyak 32 channel tanpa harus menggunakan Digital Signal Prosessor Outboard.   Steinberg adalan teknologi yang merevolusi sistem Musik produksi digital didunia sampai sekarang, sehingga banyak perusahaan musik produksi digital yang memasarkan produknya dengan sistem serupa Steinberg. Hal ini terus berkembang di dunia sampai saat ini. Digital Audio Workstation adalah sebuah sistem software rekaman berbasis komputer yang dirancang untuk menggantikan studio rekaman tradisional. Interfase Analog to Digital – Digital to Analog, atau biasa disebut sound converter, berfungsi untuk merubah signal analog menjadi digital, dan sebaliknya. Mic Condenser, berfungsi sebagai transducer yang merubah gelombang suara diudara menjadi variasi voltase, kemudian akan dirubah menjadi data digital oleh converter dalam bentuk angka biner yang berupa data WAVE.
Tahapan-tahapan Rekaman Sebuah Album Musik Dari Mentah (Materi Lagu) sampai berbentuk CD.Tahapan paling awal adalah menyiapkan materi. Dan ini berarti ada proses penciptaan lagu. termasuk pula proses pembuatan aransemen musik (bila memainkan lagu yang sudah ada). Penciptaan segala sesuatu itu membutuhkan pemikiran yang dalam. Seperti halnya produk-produk lain, (obat, pasta gigi, majalah, handphone, sabun cuci) untuk menciptakan sebuah produk umumnya diperlukan riset yang panjang dan rumit sebelum akhirnya bisa diproduksi.dan dipasarkan secara luas. Dalam bidang seni (apa pun jenis seni-nya), proses penciptaan bisa jadi lebih kompleks. Mungkin dibutuhkan suasana hati yang sesuai, bahkan ada karya seni indah yang baru tercipta setelah sang pencipta mengalami dan merasakan penderitaan akibat suatu tragedi. Bila kita berhasil menciptakan satu lagu atau gagasan aransemen, itu suatu keberhasilan. Namun itu baru satu. Sedangkan untuk sebuah album, umumnya diperlukan belasan lagu. Semakin banyak lagu yang tercipta, semakin banyak pula pilihan kita dalam menentukan mana yang terbaik untuk masuk ke dalam album kita. Untuk tahapan ini, waktu yang diperlukan bisa sangat lama. Dari jangka berbulan-bulan, hingga bertahun-tahun.
Artis mencari label atau Label mencari Artis. Setelah sekian lama pada proses penciptaan, materi pun harus telah siap. Bagi yang memiliki modal, dapat langsung menyewa studio rekaman dan memulai proses rekam. Namun tidak semua seniman seberuntung itu. Banyak cerita musisi yang begitu sulit mendapatkan produser yang mau memproduksi karya mereka. Band-band papan atas yang sekarang pun, umumnya pernah mengalami banyak penolakan oleh perusahaan rekaman. Susahnya perjalanan untuk bisa masuk studio rekaman ini terkadang bisa membuat frustasi dan menyerah bagi musisi atau seluruh personel band.
Poses Tracking. Katakanlah bila akhirnya berhasil mendapat perusahaan rekaman yang mau memproduksi karya kita. Kita sudah berlatih habis-habisan untuk mempersiapkan diri. Di sini perjuangan berikut dimulai. Bagi yg memiliki grup band dan sudah sering berlatih, proses rekaman tidaklah sama dengan pertunjukkan di panggung atau di video klip di mana seluruh musisi bermain (atau mengiringi penyanyi). Karena di studio, proses rekaman dilakukan per-instrumen dan biasanya music yg terakhir. Perkecualian adalah rekaman dari sebuah live show (pertunjukkan langsung) yang menuntut persiapan teknis dan kerumitan penataan suara yang lebih canggih. Proses dimulai dengan persiapan partitur dan menentukan tempo yang tepat. Lalu penyetingan suara untuk music(seperticheck sound di panggung) setelah itu baru mulai satu per satu. Biasanya music bas yang mulai lebih dulu. Lalu baru drum dan seterusnya. Setiap music membutuhkan waktu 1 sampai 3 hari untuk menyelesaikan satu album. Ini pun sangat tergantung pada kesiapan sang musisi. Bila ia sudah berlatih sebelumnya, maka waktu sewa studio akan lebih singkat. Biaya pun dapat dihemat. Hasil rekam suara per music biasa disebut dengan satu track. Untuk sebuah grup music, agar mendapat hasil yang maksimal umumnya memerlukan puluhan track. Untuk drum misalnya, memerlukan beberapa track sekaligus karena setiap elemennya (kick, tam, snare, hi-hat, symbal, dll) direkam dengan mikrofon yang berbeda. Solo gitar seperti album saya hanya memerlukan satu track. Namun bila saya hendak menambahkan bunyi music lain, tentu diperlukan lagi track baru. Waktu yang diperlukan untuk merekam seluruh music hingga habis satu album sangat lama. Patokan yang lebih akurat adalah shift rekaman studio. Satu shift adalah 6 jam. Untuk solo gitar dibutuhkan kurang lebih 5 shift rekaman. Jumlah ini bisa lebih besar atau kecil tergantung dari jumlah music yang akan direkam dan juga tingkat kerumitan lagu-lagunya. Saat rekaman berlangsung, bisa saja terjadi pengulangan rekam untuk mendapatkan hasil paling sempurna. Pendeknya, diupayakan agar hasil rekam sesempurna mungkin dengan kesalahan sesedikit mungkin. Dari semua proses merekam, music manusia paling sulit dari pada music lain. Instrumen music umumnya sudah memiliki nada yang pasti. Namun music amatlah sulit. Mengatur pita suara memerlukan keterampilan dan latihan yang intens. Bagi yang jago menyanyi atau penyanyi sekalipun dapat mengalami kesulitan dalam proses rekaman di studio yang begitu detail. Berbeda dengan benyanyi di panggung, di studio rekaman, fals sedikit pun akan terdengar dan proses rekam harus diulang berkali kali.
Setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan, proses rekaman bisa selesai. Mungkin kita bisa bersenang-senang. Namun perjalanan belum selesai. Hasil rekaman harusmelewati dulu proses mixing. Ibarat makanan, hasil rekaman kita masih sebatas menyediakan bahan-bahan baku dan bumbu. Mixing adalah proses memasaknya hingga menjadi makanan yg lezat. Di sini sang koki (sound engineer) yang menentukan berapa banyak tiap bahan diperlukan, dan berapa banyak garam atau terasi, untuk setiap jenis masakan. Proses mixing menentukan enak tidaknya lagu ini terdengar di kuping kita. Misalnya, apakah suara gitarnya pas, tidak terlalu keras Atau apakah suara bas sudah hendak ditebalkan atau ditipiskan, dan masih banyak lagi pertimbangan yang rumit. Di sinilah keterampilan dan pengalaman sound engineer diperlukan. Proses mixing bisa memakan waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan karena setiap track harus diolah dengan hati-hati dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahan.
Setelah proses mixing selesai, hasil rekaman maju ke tahap berikut yang disebutmastering. Di sini hasil mixing master diperindah dan disesuaikan kualitas audionya untuk format, kaset, CD, ataupun yang lainnya. Proses mastering memakan waktu 2 sampai 5 hari karena dilakukan per lagu.
Sementara proses mixing dan mastering berlangsung, umumnya anggota band bisa melakukan sesi foto untuk keperluan sampul atau kemasan album. Bisa dari foto di depan kelurahan atau menyewa fotografer terkenal. Proses ini biasanya cukup menyenangkan. Desain untuk cover album mestinya sudah dirampungkan di tahap ini. Bersamaan dengan selesainya mastering, siaplah master rekaman dibawa ke pabrik penggandaan. Album rekaman pun akhirnya siap.
Sampai di sini, tim marketing mulai beraksi menerapkan strategi promosi(yang biasanya sudah dibahas sejak awal rekaman agar sesuai dengan tema dan sasaran pasar). Kegiatan mereka antara lain menyiapkan materi promosi (termasuk pembuatan video klip yang kelak akan kita bahas di tulisan terpisah), mengirimkannya ke media massa, menjalin hubungan dengan jaringan distributor dan Jika memang dananya ada, bisa juga dilakukan acara launching. Dana untuk pemasaran dan promosi biasanya sangat besar. Misalnya saja untuk memasang iklan di berbagai media massa cetak dan elektronik, konser promo keliling berbagai kota. Tanpa dukungan marketing dan jaringan distribusi, tentu produk kita tidak akan sampai ke penjual. Tanggung jawab tim marketing adalah memastikan agar semakin banyak orang yang membeli album kita. Jika tidak ada yang beli, tentunya pengorbanan waktu, pikiran, yang telah dicurahkan dalam menghasilkan album rekaman akan jadi tidak berarti.
Akhirnya, setelah berjuang sekian lama, siap sudah music kita beredar (dalam bentuk CD ) di jagat pasar musik Indonesia. Diterima atau tidaknya oleh pendengar itu soal lain lagi. Terlebih bagi grup atau penyanyi baru. Namun jika kualitas produk kita bagus dan penerapan strategi marketing-nya tepat, peluang album ini dibeli tentu akan lebih besar. Bila album sukses secara komersial, tentu ini menjadi kabar baik. Bagi perusahaan rekaman, keuntungan ini menjamin perusahaan tetap berdiri dan bisa terus menggarap album-album berikut. Bagi seniman, haknya mendapat nafkah dari bermain musik pun terpenuhi. Hal ini dapat mendorongnya terus berkarya. Namun bila angka penjualan album minim, maka kerugianlah yang didapat produser dan seniman. Yang lebih menyedihkan adalah bila kecilnya angka penjualan ini bukan disebabkan tidak adanya pembeli, tapi karena pembajakan. Jika kabar buruk seperti ini yang terus terjadi, maka tidak mustahil sang produser enggan berproduksi lagi dan seniman pun kehilangan salah satu sumber periuk nasinya. Pada kasus yang ekstrem, sebuah grup yang karya-karyanya begitu hebat dan melegenda bisa "mogok" tidak ingin lagi membuat album rekaman komersial.SUMBER :Sumber
http://malay.cari.com.my/viewthread.php?tid=270280&extra=page%3D1&page=6http://pedeepro.multiply.com/journal/item/31/Dampak_Musik_Indie_Bagi_Perkembangan_Industri_Musik_Indonesiahttp://www.inilah.com/berita/inilah-artis/2008/12/21/70306/industri-rekaman-temui-ajal/www.blogger.com/blog orang kampung
www.scrapbook.bangwinet.comwww.pedeepro.multiply.com/pedeepro:journal:31www.inilah.com/inilah artis
http://jubingfantasy.multiply.com/journal/item/3http://scrapbook.bangwinet.com/2007/01/masa-depan-industri-rekaman/http://id.wikipedia.org/wiki/Musica_Studioshttp://id.wikipedia.org/wiki/Billboard_(perusahaan_rekaman_Indonesia)Penjelasan bagaimana cara Artis atau Label rekaman memperoleh keuntungan.
Memproduksi CD sendiri untuk dijual
Untuk banyak penyanyi dan musisi berjuang yang tidak memiliki kontrak dengan perusahaan rekaman, ada cara lain untuk memperoleh keuntungan dari CD yang sudah diproduksi.Mengingat sulitnya mendapatkan perhatikan bahkan dari perusahaan independen, seniman dapat memutuskan untuk memproduksi CD mereka sendiri untuk dijual dan menjualnya di pertunjukan, dan mungkin bahkan di beberapa toko. Dengan biaya terjangkau, peralatan berkualitas, baru-baru ini tersedia di studio rekaman.
Seniman tidak perlu repot-repot dengan studio . Hal ini dimungkinkan untuk membuat rekaman yang bisa dibuat di ruang bawah tanah seseorang , dan sering dilakukan orang . Selain itu, karena persaingan yang ketat dalam bisnis manufaktur CD , harga jual CD yang telah anjlok juga .Dan siapa yang mengatakan Anda membutuhkan CD di awal ? Banyak musisi membebankan pekerjaan mereka ke situs seperti MySpace dan Revver dengan harapan mereka akan mendapatkan perhatian dari masyarakat dan juga perusahaan rekaman.
MySpace menyatakan pada tahun 2007 bahwa ia memiliki lebih dari delapan juta band menggunakan situs ini . Siaran pers menyatakan bahwa " musik MySpace telah memungkinkan band untuk berbagi musik dan video , mengumumkan jadwal tur dan berkomunikasi dengan penggemar dan orang lain di MySpace masyarakat, mulus mengintegrasikan web ke online dan offline berbagi pengalaman . " Dan , pada kenyataannya , melalui berbagai genre musik MySpace , dan Anda akan menemukan band dengan spektrum yang luas dari publik terkenal . Pada akhir 2007 , Anda bisa melihat Justin Timberlake ( ditangani oleh label Zomba Sony BMG ) , Sparta ( ditandatangani oleh Disney milik Hollywood Records ) , Senyum Kosong Jiwa ( yang berisi label independen) Penyanyi Ingrid Michaelson naik ke popularitas tanpa kontrak rekaman - label dengan mendistribusikan musiknya melalui situs MySpace-nya terlihat di sini. Lagu nya yang digunakan pada acara televisi seperti Anatomi Grey dan One Tree Hill dan eksposur yang dikirim salah satu lagu nya ke nomor 13 di iTunes chart musik pop .Sebagai Bieler Bros Record / MRAfia Records) , dan The Morning Light yang mengatakan ia tidak memiliki label rekaman . Beberapa seniman yang mulai di MySpace melanjutkan untuk mendapatkan kontrak dengan perusahaan rekaman dan penyiaran radio substansial . Contohnya adalah Colby Caillat ( " Bubbly " ) dan Sara Bareilles ( " Love Song " ) .

Penyanyi Ingrid Michaelson naik ke popularitas tanpa kontrak rekaman-label dengan mendistribusikan musiknya melalui situs MySpace-nya terlihat di sini. Lagu nya yang digunakan pada acara televisi seperti Anatomi Grey dan One Tree Hill dan eksposur yang dikirim salah satu lagu nya ke nomor 13 di iTunes chart musik pop.
MySpace adalah , tentu saja , tempat distribusi, tetapi Anda tidak perlu membayar apapun untuk mendapatkan nya. Anda dapat menjual musik Anda dari situs itu , dan sementarasitus dapat mengambil potongan penjualan , jumlahnya jauh lebih sedikit daripada label yang membuatnya. Jika The Morning Light dapat menghasilkan musik di ruang bawah tanah dan mendistribusikan lagu pada MySpace hanya dengan sekali klik dari Justin Timberlake , mengapa beberapa orang/artis memilih untuk mendaftar dengan perusahaan rekaman, baik independen atau besar?Ini adalah pertanyaan yang bagus , terutama jika Anda memperhatikan cerita Ingrid Michaelson itu . Pengalamannya membuat distribusi dengan MySpace tampak sangat menarik . Seorang penyanyi / penulis lagu / pianis dan guru paruh waktu teater anak-anak , Michaelson yang berusia 24 tahun ketika pada tahun 2005 ia mendirikan sebuah halaman di MySpace dengan tujuan membuat jaringan dengan musisi dan penggemar musik yang potensial. Dalam setahun , vokal lembut dan piano romantisnya menarik manajemen perusahaan yang mengkhususkan diri dalam mencari bakat untuk acara TV , pengiklan , perusahaan film dan video game . Perusahaan menempatkan tiga lagunya yang populer di ABC " Grey Anatomy , " dan eksposur yang dikirim salah satu dari lagu-lagunya , " The Way I Am , " ke nomor 13 di iTunes chart musik pop .Dia harus membayar 15-20 persen dari royalti musiknya kepada manajemen perusa-haan . Tapi karena tidak memiliki label memungkinkannya untuk menyimpan sebagian dari apa yang tersisa . Seperti Wall Street Journal menunjukkan, " Karena Ms Michaelson tidak memiliki kontrak rekaman - label , dia berdiri untuk membuat substansial lebih dari penjualan online musiknya . Untuk setiap penjualan 99 sen di iTunes , Ms Michaelson mendapatkan 63 sen , dibandingkan bergabung dengan mungkin hanya mendapat 10 atau 15 sen khas seniman besar yang menerima melalui label mereka . " Pada Juni pertengahan tahun 2007 , telah terjual sekitar 60.000 eksemplar dari lagu-lagunya pada iTunes dan toko - digital lainnya . Dia menggunakan sebagian uang itu untuk menekan ( memproduksi dan menjual ) CD sendiri , mengatur pembagian untuk mereka , membuat T- shirt untuk konser , dan menyewa sebuah perusahaan pemasaran untuk menghasilkan podcast promosi .Apa, kemudian , label membawakarier seorang artis ? Jawaban singkatnya adalah paparan lintas media sus - dipertahankan . Mendapatkan telinga promotor konser kuat , eksekutif program radio , dan gatekeeper kabel yang memilih musik untuk besar , meskipun penonton targeted adalah tugas yang membutuhkan organisasi yang kuat dengan banyak pengalaman . Jangan mengabaikan bahwa bahkan Michaelson tidak mendapatkan eksposur TV-nya sendiri , sebuah perusahaan pengelolaan memimpin jalan . Label rekaman memiliki kemampuan untuk mendorongnya lebih lanjut. Karena dia tidak memiliki label rekaman atau distributor , dua CD -nya , " Memperlambat Rain " dan " Girls and Boys , " yang ia memadamkan dirinya pada tahun 2004 dan 2006 , tidak dilakukan oleh banyak toko musik tradisional bahkan pada tahun 2007 .Manajer untuk beberapa band , termasuk Death Cab Cutie , menambahkan bahwa seorang seniman unsigned berisiko kehilangan momentum . " Ada lebih banyak komponen banyak untuk karier seorang artis daripada yang menonjol pada acara , seperti ada lebih dari pada memiliki satu hit di radio , " ujarnya . Michaelson setuju . Dia mengatakan kepada Wall Street Journal pada tahun 2007 bahwa ia berharap suatu hari nanti dia bisa bekerjasama dengan label. Tapi mengetahui perangkap bisnis yang bermain pintar . Pertama , katanya , dia ingin membangun reputasi dan basis penggemar . " Saya ingin membuat kehadiran saya dikenal sebelum itu terjadi , sehingga saya dapat memiliki beberapa kekuatan , " katanya,
Semua komentar ini menekankan titik bahwa distribusi memegang kunci untuk potensi sukses di industri rekaman . Seperti dalam industri media massa lainnya , mempunyai jalan distribusi yang baik tidak menjamin bahwa rekaman akan menjadi hit . Tanpa kemampuan yang kuat untuk menempatkan rekaman di toko-toko dan area pameran lain, bagaimanapun , kemungkinan bahwa rekaman akan menjadi hit berkurang jauh . Dan mempunyai album hit dengan label besar membangun dirinya sendiri sehingga label dapat membuat kesepakatan untuk jenis visibilitas di situs musik MySpace dan lainnya yang sebuah band tanpa kekuatan marketing tidak akan bisa .
Distribusi tidak hanya berarti mampu mengirim rekaman ke toko . Meskipun perusahaan-perusahaan besar seperti RCA mengirim rekaman ke nasabah ritel terbesar mereka secara langsung, banyak album mereka , single , dan video berakhir di toko-toko melalui grosir besar . Grosir bekerja dengan semua jurusan serta dengan perusahaan distribusi kemerdekaan - ent yang menangani beberapa rekaman yang dihasilkan oleh perusahaan - ent kemerdekaan . Kekuatan sebenarnya distribusi RCA , Sony Music , Warner , dan lainnya produsen - distributor utama terletak pada kemampuan mereka untuk menghasilkan buzz di kalangan penggemar potensial seorang artis yang akan mendorong pengecer untuk membawa nya catatan dan display yang benar .Tugas adalah salah satu yang mengesankan . Statistik harus menakutkan bagi siapa saja yang berharap untuk memukulnya besar tanpa Big Four - Universal Music Group , Sony BMG , EMI , dan Warner Music - yang bersama-sama mengendalikan 75 persen dari penjualan musik global. Distributor Powerfull mendapatkan manfaat dari tim promosi besar , penghubung dengan stasiun radio , dan uang untuk iklan koperasi .
MySpace Yang Habis Manis Sepah Dibuang

Kejatuhan HYPERLINK "http://www.myspace.com" \t "_blank" MySpace terasa makin parah. Situs yang dulunya menjadi pahlawan musisi bawah tanah ini semakin hari semakin ditinggalkan. Chart dari Business Insider ini mengungkapkan menurunnya jumlah pengunjung situs MySpace bulan kebulan dalam satu tahun. Sayangnya, banyak usaha yang dilakukan MySpace dengan rebranding dan juga bekerja sama dengan Facebook pun tidak mampu mendongkrak kembali popularitasnya.
Atas jasa-jasanya memperkenalkan musisi bawah tanah ke ranah mainstream, MySpace seakan tidak ada yang menolong balik. Banyak penggemar musik saat ini lebih memilih YouTube untuk menemukan musik-musik baru. Streaming macam Last.fm pun makin banyak digemari karena kemudahannya. Meskipun musisi masih menilai MySpace adalah tempat yang pas untuk 'showcase' musik, namun penggemar musik sudah punya tools nya sendiri untuk music discovery yang lebih mudah dan nyaman.
Hal yang mungkin mirip-mirip terjadi pada Friendster yang makin hari makin dilupakan setelah munculnya Facebook. Apa mungkin perlu dibuat aksi 'Koin MySpace' untuk membantu MySpace bangkit kembali?Cara label rekaman memperoleh keuntungan
Pertama, dari basil penjualan CD/kaset. Tentu Anda pernah mendengar, di masa lalu ada penyanyi yang CD atau kasetnya laku sampai jutaan keping, sehingga si artis dan produser menjadi kaya raya karenanya. Namun, dewasa ini sangat sulit untuk bisa menjual CD/kaset sampai jutaan keping. Bisa laku ratusan ribu atau malah puluhan ribu saja sudah sangat hebat. Kenapa demikian? Karena saat ini banyak sekali artis bermunculan, sehingga di antara mereka terjadi persaingan yang ketat. Lebih dari itu, lagu-lagu si antis diputar di berbagai radio, sehingga para penikmat musik, lebih suka mendengarkan lewat radio dan belum tentu rnau membeli CD/ kaset dari si artis.
Kedua, ring back tone. Inilah alternatif baru dalam industri musik yang berkembang pesat dalam sate dasawarsa terakhir. Para pengguna telepon melakukan download terhadap lagu yang disukainya dan menjadikannya sebagai nada sambung pribadi. Sebagai suatu tren, fenomena ring back tone (RBT), sangat luar biasa. Karena sebuah lagu yang disukai bisa di download oleh jutaan pengguna handphone. Dan pendapatan yang diperoleh seorang produser serta artis dari bisnis RBT ini bisa jauh lebih tinggi dibandingkan basil penjualan CD.Ketiga, pertunjukan si artis. Ketika si artis mulai beranjak populer, biasanya akan ada permintaan untuk show yang dilakukan di daerah-daerah. Untuk show tersebut tentu si artis dan produser selaku manajemen pengelola artis akan memperoleh pendapatan, yang nilainya bisa jutaan hingga puluhan juta rupiah untuk sekali manggung. Bayangkan, jika dalam sebulan ada 4 kali penampilan, dan honor sekali tampil adalah Rp10 juta, maka akan diperoleh Rp40 juta. Apalagi, jika sekali tampil dibayar sebesar Rp 30-40 juta, maka perolehan honor show bisa di atas pendapatan basil penjualan CD.
DISTRIBUSI DALAM DUNIA INDUSTRI MUSIK.Dari begitu banyak faktor penunjang dalam dunia industri rekaman musik, dapat dikatakan bahwa faktor distribusi menempati posisi yang amatlah penting bagi berhasil atau tidaknya satu karya musik mencapai target penjualan yang diharapkan.Satu produk materi yang bagus dengan promosi yg gencar tidak menjadi jaminan bahwa produk itu akan menghasilkan angka penjualan yang diharapkan jika tidak didukung oleh distribusi yang layak. Bagaimana dapat terjual apabila produk tidak ada di toko/outlet, tidak ada kode rbt, tidak dapat di download, atau tidak mempunyai hal hasil distribusi yang memungkinkan terjadinya transaksi. Distribusi dalam Industri musik, secara umum saat terbagi dalam 2(dua) kategori.1.Distribus materi fisik untuk kaset, CD, VCD .2.Distribusi New Media atau digital yang meliputi: RBT, MP3 download.MATERI UNTUK DISTRIBUSIDistribusi materi fisik cenderung lebih rumit dibanding distribusi digital. Produsen harus menduplikasi master, membuat design cover, mencetak cover untuk kemasan, menyediakan casing atau kotak kemasan, membayar/membeli stiker Ppn, membuat/membeli hologram, memesan barcode dan lain lain yang semuanya memakan biaya yang tidak sedikit. Uraiannya sebagai berikut: :- Duplikasi CD biayanya Rp 1500/CD dengan minimum cetak 1000 cakram. ditambah biaya pembuatan stamper CD sekitar Rp 700 000.(Bila jumlah cetak 5000 cakram maka bebas dari biaya stamper)-Design Cover biayanya bervariasi tergantung pada siapa disainer/ fotografernya. Kisaran angkanya antara 2-5 juta rupiah termasuk pembuatan photo. - Ppn resmi harganya Rp 2000,-/CD. dan Rp 1000 untuk VCD Ekonomis- Barcode bisa didapat dari pihak2 yang telah menjadi anggota GS 1, biasanya kisarannya antar 500 ribu hingga 750 ribu untuk satu judul produksi. ( Bila memang memungkinkan dapat pula mendaftarkan diri untuk menjadi anggota, namun jika produksi hanya lah sedikit hal tersebut tidak perlu dilakukan karena membutuhkan biaya ekstra dan prosesnya lumayan lama). - Hologram harganya antara 100 - 200 rupiah/CD tergantung kualitas dan disain .- Cetak cover harga bervariasi tergantung mutu/ kualitas kertas, jumlah lipatan yang mempengaruhi jumlah kertas yg digunakan, kisaran nya antara 2000 - 3000 rupiah/ Cover- Casing atau kotak kemasan plastik harganya bervariasi tergantung kualitasnya. harga berkisar antara 1500 - 2000 rupiah/kotak- Packaging/ pengemasan semua komponen menjadi satu produk layak jual biayanya 500 rupiah/ CD. Dari uraian di atas kita mendapat gambaran proses pre distribusi materi fisik yang lumayan rumit, memakan biaya, waktu, dan tenaga yang tidak sedikit. Maka dari itu di masa sekarang ini pihak produser lebih cenderung untuk melakukan penjualan produk dalam bentuk new media atau digital lewat distribusi yang dalam hubungannya.- Prosesnya hanya tinggal mengkonversi format materi lagu dalam bentuk Mp3 untuk penjualan full track download serta,- Memotong dan mengambil bagian lagu yang dianggap paling mengena dengan selera konsumen sepanjang 30 detik untuk dijual dalam bentuk RBT lewat perusahaan penyedia jasa telpon selular seperti Telkomsel, Indosat, dll.Format digital yang digunakan untuk RBT adalah wav 16/44.DISTRIBUSI MATERI FISIK .Distribusi fisik dilakukan agar materi karya musik yang sudah dikemas dapat berada di outlet atau toko tempat dimana konsumen dapat membeli produk tersebut. Toko atau outlet tersebut pada saat ini biasanya dimiliki oleh satu group perusahaan agen distribusi seperti.. Disc Tara, Aquarius, Lucky Store, dll,yang mempunyai beberapa/ banyak outlet yang tersebar di kota2 besar di Indonesia. Ada juga satu perusahaan agen distribusi yang mendistribusikan materi karya musik ke hampir semua group yang tersebut diatas seperti Harika ..Lalu ada satu network distribusi lain yang menyalurkan materi produk ke outlet2 yg tempat penjualannya lebih ke 'bawah', artinya outlet mereka bukan di Mall atau dept.store akan tetapi di lapak2 yang mirip kaki lima namun tetap terkoordinir dengan sistim baik.. Itu di lakukan oleh Akalliar. Untuk dapat menggunakan jalur2 distribusi ini, kita mesti membuat perjanjian kerjasama keagenan dengan kantor pusat masing masing agen..(Perlu diketahui perjanjian hanya dpt dilakukan antar badan usaha, bukan pribadi)Hal hal yang perlu disiapkan untuk dapat melakukan kerjasama adalah:1.Materi produk yang sudah dikemas dengan layak serta sudah menyertakan ppn,hologram, barcode dalam kemasannya.2. Detail strategi promosi yang sudah dan akan dijalankan oleh pihak produser.Seperti:- Biodata band : Personel, judul album, data lagu, - Launching album- Promosi TV ( Video klip dan jadwal serta tempat pemutarannya) - Promosi Media Radio ( pengiriman single hits untuk airplay, jadwal interview )- Promosi Media print out atau cetak ( kliping berita ttg artis nya)Semua detail di atas di kemas dalam satu proposal yg disebut Info Release. 3. Materi Promosi yaitu: Poster (40x60), Standing Banner, T shirt, Stiker. 4. Surat pernyataan bahwa pembawa materi benar mempunyai hak untuk mengedarkan produk karya musik tersebut.Proses awal untuk melakukan perjanjian adalah pemilik hak edar mengirimkan surat penawaran keagenan kepada perusahaan agen distribusi yang dimaksud.Biasanya perusahaan yang akan ditunjuk sudah punya contoh surat penawaran yang diambil dari kontrak kontrak mereka sebelumnya yang sudah berjalan .Satu hal yg perlu diketahui bahwa ada satu klausul di dalam surat penawaran Share/ distribution fee/ biaya distribusi biasanya berkisar antara 30 - 35 % dari harga jual yang akan dibayarkan oleh pemilik produk setelah adanya penjualan.Mengenai hal2 lain semua detail akan dapat dilihat pada isi kontrak perjanjian keagenan.
Source : http://www.facebook.com/topic.php?uid=239410755003&topic=11786(Nick Name FB : DISTRIBUSI DALAM DUNIA INDUSTRI MUSIK.)
Distribusi Era Digital   Walaupun terlihat cukup sederhana, namun pembuatan musik menggunakan media digital tidak semudah yang kita bayangkan. Ada beberapa hal dasar yang harus dikuasai, seperti apa saja komposisi sebuah musik, dan mengerti mengenai proses mixing seluruh instrumen yang digunakan. Yang terpenting dalam pembuatan musik digital adalah membuat ritme. Setelah ritmenya sesuai, baru dapat digabungkan dengan komponen lain.    Tidak sedikit musik yang dibuat melalui proses rekaman studio diubah formatnya menjadi format digital. Ada beberapa faktor yang menyebabkan para penikmat musik lebih memilih musik dalam format digital, seperti mudahnya mendapat musik dalam format digital. Hanya dengan mendownload secara gratis maupun berbayar, penikmat musik sudah bisa mendapatkan musik yang ia inginkan. Dengan menggunakan media digital, penikmat musik juga dapat memilih salah satu lagu yang ia sukai tanpa harus memiliki keseluruhan album. Musik dalam format digital juga dapat memberi keuntungan bagi si pembuat musik. Penjualan dalam bentuk nada tunggu telepon seluler jauh lebih menguntungkan dibanding harus menjual dalam bentuk CD atau kaset. Selain mendapat keuntungan dalam bentuk materi, pembuat musik juga dapat memanfaatkan teknologi internet untuk menyebarluaskan karya mereka ke seluruh dunia.
Pentingnya Promosi
Lebih dari apa pun , distributor menyumbangkan keahlian pemasaran untuk membangun karir artis rekaman itu . Promosi melibatkan publisitas penjadwalan untuk artis rekaman , seperti penampilan di sampul majalah terkenal dan melakukan pekerjaan amal yang akan membuat suatu berita. Ini termasuk penghubung dengan stasiun radio , atau menata kegiatan kerjasama dengan stasiun radio di berbagai kota untuk mencapai orang-orang yang cenderung membeli album seorang artis . Kesepakatan itu mungkin memerlukan berita umum seperti tentang tur konser oleh seniman yang akan datang melalui area stasiun . Sebagai imbalan untuk promosi on-air misalnya dari sebuah kelompok konser rock , sebuah stasiun radio mungkin menerima tiket gratis untuk memberikan hak dan wawancara radio eksklusif saat artis hits akan mengadakan konser di kota mereka.
Promosi juga termasuk iklan koperasi , yang berarti bahwa perusahaan rekaman memberikan pengecer dengan sebagian dari uang pengecer kebutuhan untuk membeli ruang di koran lokal atau di radio lokal dan stasiun TV .
Semua ini mungkin terdengar mudah , tetapi dalam lingkungan media yang kompetitif , adalah sangat sulit . Perusahaan rekaman mengalami kesulitan tertentu untuk memotivasi orang untuk membeli album baru karena orang perlu mendengar musik sebelum mereka membelinya . Cover art yang menarik adalah baik, tetapi sulit untuk visual " jendela toko " untuk album baru . Anda benar-benar harus mendengar musik .karena itu industri rekaman tergantung pada media lain untuk menginformasikan khalayak tentang produk baru nya. Beberapa pengecer berusaha untuk mengatasi masalah ini dengan mendorong pelanggan untuk mendengarkar contoh musik baru sebelum mereka membelinya . Beberapa toko memungkinkan Anda untuk mencoba setiap album , tetapi kebanyakan menyoroti sejumlah album .promosi adalah proses publisitas penjadwalanpenampilan untuk artis rekaman , dengan tujuan menghasilkan semangat tentang artis , dan dengan demikian penjualan nya atau album. Promosi artis rekaman mengambil banyak bentuk , tergantung pada artis dan penonton .
Turrow,Joseph.Media today chapter 10
PROMOSI RADIO

Bagi perusahaan rekaman besar, radio kontemporer adalah alat penting untuk mempromosikan para artis dan mendorong penjualan kaset. Orang-orang yang bertanggung jawab dalam mengusahakan agar lagu-lagu diudarakan di radio biasanya dari departemen promosi perusahaan rekaman. Dalam beberapa kasus, perusahaan promosi independent disewa oleh perusahaan rekaman untuk mempromosikan single-single tertentu.Prosesnya dimulai ketika perusahaan rekaman memilih satu single, kemudian melalui departemen promosi ditentukanlah stasiun-stasiun radio yang akan memutarnya. Pada tahap ini, setiap direktur program stasiun radio akan diminta untuk menambahkan lagu ini dalam daftar lagu yang diputar setiap hari. Staf promosi menghubungi stasiun radio setiap minggu untuk mengecek berapa kali lagu itu diputar. Bila mungkin, mereka akan mencoba meyakinkan direktur program untuk meningkatkan frekuensi siar lagu tersebut.
Kesuksesan single tersebut mungkin dibantu oleh permintaan dari para pendengar radio. Karena umumnya bola digulirkan oleh staf promosi perusahaan rekaman, maka penting memiliki orang-orang yang antusias dalam mempromosikan kasetmu. Ini satu alasan besar mengapa lagu-lagu tertentu sering sekali diputar sementara lagu-lagu lainnya jarang, ini berkaitan dengan seberapa baik hubungan orang-orang promosi dengan direktur program stasiun radio.
Jenis stasiun radio berbeda-beda, yang memainkan segala jenis musik dari oldies sampai musik rock paling gres. Daftar lagu-lagu yang mereka mainkan dimonitor oleh Broadcast Data Systems (BSD) dan Album Network. Pemantauan ini memberi gambaran pada industri musik mengenai lagu-lagu baru dan rotasi (jumlah pemutaran) hasil rekaman.Walaupun tampaknya peranan radio telah diambil alih oleh video musik, jangan menganggap remeh lagu-lagu yang dimainkan di radio. Dalam banyak cara, radio memberi dukungan pada video, yang pada gilirannya akan "mengobarkan" penjualan album tiket konser. Ini terutama berlaku di pasar lokal dimana promotor konser sangat mengandalkan stasiun radio lokal untuk mempromosikan konser-konser yang mereka gelar.Beberapa program Promosi yang biasa dilakukan, antara lain :
Televisi :Penayangan Video Clip dan spot secara gencar di stasiun-stasiun TV
Radio :Pemutaran Single secara hirotation di beberapa radio besar baik di Jakarta maupundaerah.
Tour ke radio-radio baik di Jakarta maupun di daerah untuk Interview dan jumpa fans.
Media Cetak :Interview dan resensi kaset di majalah, tabloid dan surat kabar.
Retail :Pos : Poster dan Banner
Buyway : Informasi seputar rencana promosi
Original Soundtrack : Barter promo musik untuk film dan sinetron
Teknik Promosi Musik
Mengetahui bahwa stasiun radio menggunakan berbagai potongan data untuk membuat keputusan untuk diputarnya, eksekutif rekaman harus bekerja keras untuk mendapatkan tempat untuk diputarnya lagu yang akan kita promosikan di pasar tertentu dan di stasiun tertentu yang akan meyakinkan direktur program di stasiun terbesar untuk memasukkan lagu ke dalam putaran playlist . Ada banyak cara yang etis untuk melakukan itu . Selama beberapa dekade, banyak pres- yakin untuk berhasil dalam radio juga menyebabkan paku payung tidak etis . Ada laporan , sebagai contoh , bahwa wakil-wakil perusahaan rekaman telah mengorganisir kampanye untuk stasiun dengan banjir permintaan untuk lagu tertentu . Suatu kegiatan bahkan lebih buruk yang bertujuan menempatkan lagu di stasiun radio adalah payola - pembayaran uang oleh eksekutif promosi ke
program direktur stasiun untuk memastikan bahwa direktur program mencakup musik tertentu pada playlist . Pada akhir 1950-an , pemerintah federal membuat payola ilegal . Mengingat jutaan dolar dipertaruhkan dalam industri rekaman ,Anda tidak perlu heran meskipun bahwa penuntutan untuk jenis pengaruh yang terus tidak patut. Cerita konsisten beredar bahwa versi terbaru dari payola , dalam bentuk obat atau bantuan non-kas lainnya , yang diberikan kepada eksekutif radio atau konsultan sebagai imbalan untuk menambahkan lagu baru untuk playlist stasiun mereka.
Turrow,Joseph.Media today chapter 10.
Video, Internet , dan Film Promosi
Meskipun radio itu penting, distributor musik mencoba untuk membangkitkan potensi pembeli tentang musik mereka dengan cara lain .
TV adalah media penting untuk mempromosikan berbagai genre atau jenis musik. Selama dua dekade terakhir , video musik telah memainkan peran penting dalam mendorong penjualan rock, pop , rap . Perusahaan rekaman sering membantu seniman memproduksi video karena terbukti kemampuan video untuk mendorong konsumen untuk membeli ketoko .
Jaringan MTV telah menjadi fokus utama kenaikan televisi sebagai outlet video. Sumber-sumber lain dari pameran video yang termasuk Country Music Television , Nashville Jaringan , VH1 , dan Black Entertainment Television ( BET ).
BET memainkan peran penting dalam menyajikan musik ke pemirsa Afrika-Amerika .Sebagai contoh Ingrid Michaelson ini pengalaman menunjukkan , serial televisi juga menjadi tempat penting bagi musik baru, terutama dengan pemain baru. Untuk TV produksi yang ingin dicapai dewasa dan muda , memperkenalkan artis indie lebih murah daripada membayar dalam jumlah besar untuk bintang , dan mungkin sinyal kepada khalayak bahwa program ini selaras dengan suara terbaru . Meskipun berbagai macam program mungkin tidak menjadi tempat untuk label besar untuk menempatkan hitnya, menunjukkan mungkin baik untuk relatif baru - Bies .
Selain itu , tindakan indie yang membuat promosi ke serial TV merupakan jenis promosi yang baik dan dapat membuat label besar melihat mereka dan memutuskan bahwa publisitas membuat mereka siap untuk pindah ke tingkat yang lebih tinggi popularitasnya.
SUMBER :Turrow,Joseph.Media today chapter 10.
Sebagaimana telah kita lihat , Web adalah sama tempatnya di mana seniman yang sangat populer dan yang tidak diketahui di luar sana menunggu penggemar . Kebanyakan label rekaman memiliki website di mana kita dapat membaca tentang artis favorit kita, download foto , mendengar potongan lagu baru, dan kadang-kadang bahkan mendengarkan lagu ini secara utuh. Lebih kontroversial, untuk mempromosikan eksekutif rekaman telah dikenal untuk membayar para remaja untuk menyebarkan desas-desus di chat room dan melalui email tentang artis perusahaan tersebut .Semakin , perusahaan memungkinkan konsumen pada berbagai situs untuk men-download beberapa lagu dari album baru dengan harapan bahwa mereka akhirnya akan membeli CD pula. lebih lanjut lagi, perusahaan rekaman telah bekerjasama dengan kekuatan-kekuatan Web untuk menyorot dan menjual rilis album dari artis seperti Gnarls Barkley , Panic ! Pada Disco , Lily Allen , Fall Out Boy , Timbaland , Modest Mouse, dan The Used . Publisitas tampaknya melunasi . Pada tahun 2007 , merilis album eksklusif di MySpace olehsuatu kegiatan di mana personil promosi membayaruang untuk personel radio dalam rangka untuk memastikan bahwa mereka akan mencurahkan airtime kepada seniman yang mewakili perusahaan rekaman merekaT -Pain , The Used , Timbaland , Modest Mouse, dan The Shins bertepatan dengan album tersebut muncul minggu itu di nomor satu atau dua posisi pada grafik popularitas majalah Billboard .
konser ToursMenyajikan konser di seluruh negeri adalah menghargai waktu untuk mempromosikan album . Pertunjukan adalah sifat kedua bagi sebagian kelompok , setelah semua , banyak kelompok memulai dengan memainkan pertunjukan lokal di kampung halaman mereka . Manajer yang baik mencoba untuk kelompok baru sebagai pembuka dalam tur oleh superstar yang didirikan , sehingga cepat memperkenalkan grup baru untuk khalayak yang lebih besar superstar mapan . Satu fakta yang sering dilupakan adalah bahwa sementara wisata memiliki potensi untuk menghasilkan banyak uang , biaya seringkali cukup tinggi. Bantuan yang berpengalaman harus disewa , dan truk dan bus harus disewa . Jadwal harus masuk akal agar tidak aus artis . Jutaan dolar bisa hilang jika seorang seniman besar turun dengan pneumonia dan pertunjukan bisa dicancel . Salah satu teknik untuk mengurangi ketidakpastian keuangan dari tur utama adalah mencari sponsor nasional , seperti perusahaan minuman .Pada setiap perhentian sepanjang tur , artis berusaha untuk membangun dukungan untuk nya atau catatan-nya . Seniman dapat mengunjungi stasiun radio lokal dalam upaya untuk mempengaruhi keputusan mereka untuk diputar dan membantu menghasilkan kerumunan atau penonton besar di arena konser. T - shirt , dan memorabilia lain yang diberikan gratis oleh promotor dan dijual di konser , begitu juga album. Artis rekaman independen sering membuat persentase yang besar dari pendapatan mereka dari penjualan tersebut .Seorang promotor lokal dapat membantu membuat beberapa pengaturan dan juga berbagi risiko dan manfaat potensial mengenai konser . Melibatkan promotor lokal menjamin bahwa arena dipilih adalah ukuran yang tepat dan konfigurasi untuk sifat tindakan . Promotor harus berhati-hati dalam menentukan harga tiket konser sehingga dipenuhi setidaknya 60 persen atau bahkan penuh . Setelah semua , harganya dengan jumlah yang sama untuk tampil di hadapan penonton kecil dan untuk tampil di hadapan penonton yang besar , tanpa tidak ada nya kursi kosong untuk memperoleh pendapatan yag maksimal.
Pameran di Industri RekamanSetelah semua pekerjaan membuat catatan, memproduksi dan semua pekerjaan mendistribusikannya lengkap atau selesai, rekaman ini disusun kembali untuk diperlihatkan bagi anggota masyarakat sebagai acuan untuk memilih .
Membuat rekaman sampai ke tangan masyarakat melalui enam jalur utama . Mereka adalah :■ unduhan Digital
■ catatan Tradisional toko
■ toko ritel lainnya
■ toko Internet
■ klub Rekam
■ Penjualan langsung
Digital DownloadsIni berguna untuk memulai dengan modus pameran ini karena kita sudah menggambarkannya dur - ing pembahasan berbagai kendaraan untuk rekaman musik .
Menurut RIAA , dari musik yang dibeli selama enam jalur , itu merupakan yang terkecil dari pendapatan dibawa ke industri rekaman pada tahun 2006 , 6,8 persen . Orang lain yang melihat lingkungan digital melihat pendapatan yang berbeda , meskipun. Veronis Suhler Stevenson, seorang konsultan investasi media, menyimpulkan , menggunakan Nielsen SoundScan data, yang download digital terdiri 11,8 persen pengeluaran untuk rekaman musik dan menambahkan kategori terpisah ponsel ( tidak disebutkan dalam tabel RIAA ) dan memberikannya 6.6 persen saham . Dengan perhitungan itu , pembayaran melalui download digi - tal sudah melebihi kontribusi rekor klub 'untuk penjualan di tahun 2006 , yang RIAA diletakkan di 10,6 persen . Tidak diragukan lagi , masing-masing pihak akan memiliki penjelasan yang sah dari data . Keduanya setuju, bagaimanapun , bahwa download dibayar lagu individual , album dan video musik , yang spon - sored streaming yang berbasis langganan atau iklan audio musik dan video feed , dan pembelian ringtones merupakan sumber pendapatan yang tumbuh dengan cepat untuk industri . Pada akhir tahun 2007 , Nielsen SoundScan menyimpulkan bahwa musik digital telah menyumbang 23 persen dari pembelian musik tahun itu . Jelas , dunia distribusi musik berubah cepat.
Toko Rekaman TradisionalSelama beberapa dekade, record store di jalan atau di mal mungkin merupakan tempat yang paling terkenal untuk membeli musik. Ada ratusan toko musik di seluruh negeri. Rantai yang menonjol adalah Sam Goody dan Tower Records. Tapi kedua rantai ini keluar dari bisnis, dan toko-toko yang ada sedang berjuang. Perubahan datang dengan cepat, karena baru-baru ini tahun 1998, toko kaset menyumbang 50,8 persen dari penjualan rekaman di Amerika Serikat. Pada tahun 2006, persentase penjualan terkait dengan toko kaset telah meluncur ke 35,4 persen, dan lintasan selama bertahun-tahun itu cukup konsisten . Tampaknya bahwa penurunan bisa disalahkan pada dua jenis toko, toko ritel fisik dan toko internet.
SUMBER :Turrow,Joseph.Media today chapter 10.
Toko Eceran LainnyaUngkapan " toko ritel lainnya " mengacu pada setiap emporium yang sah yang menjual catatan bersama dengan barang-barang lainnya . Department store melakukan itu , seperti halnya elektronik, pakaian , dan truk berhenti . Pada tahun 2006 , kategori ini mewakili 32,7 persen dari seluruh penjualan rekaman - musik . Jaringan seperti Trans World Entertainment , Best Buy , Barnes & Noble , Newbury Comics dan Gray Whale menjual banyak CD , dengan berbagai judul . Di pengecer lain berbagai rekaman yang dijual sangat tipis , disesuaikan dengan citra toko . Anda mungkin telah menyadari, misalnya, bahwa rantai kopi Starbucks menjual CD yang mencerminkan keren , mengambil kecanggihan pada kehidupan . Namun bisnis terbesar CD penjualan berlangsung di pengecer sangat besar seperti Wal - Mart , Target dan K - Mart . Wal - Mart , pada kenyataannya , telah menjadi pemasok tunggal terbesar dari catatan musik di Amerika Serikat .Banyak toko-toko eceran tidak benar-benar menjalankan departemen rekor mereka sendiri . Sebaliknya , mereka keluar bagian untuk perantara dikenal dalam bisnis sebagai rak pekerjaan bersama. Sebuah pemborong rak sebenarnya adalah sebuah perusahaan terpisah yang mempertahankan ruang ritel kecil untuk rekaman musik di dalam toko , mengikuti aturan yang ditetapkan oleh pengecer . Bermitra dengan pemborong rak berarti bahwa pedagang tidak perlu khawatir tentang menjaga dengan apa yang populer di industri musik , terus memesan produk produk baru, dan secara berkala menyesuaikan catatan display toko . Biasanya , pendapatan yang dihasilkan dari penjualan produk ini dibagi antara pemborong rak dan pemilik toko ritel .
Toko InternetToko internet situs online yang menjual CD dan mengirimkannya kepada pembeli; misalnya http://www.amazon.com (pemimpin yang jelas), http://www.lala.com, http://www.ebay. com, dan banyak lagi. Dengan efisiensi mereka, biaya rendah, dan berbagai pilihan, tempat-tempat situs maya tampaknya akan mengambil alih bisnis dari pengecer fisik. Sedangkan pada tahun 2003 mereka terdiri 5 persen dari penjualan rekaman, menurut RIAA, pada tahun 2006 jumlah itu hampir dua kali lipat menjadi 9,1 persen. Sebagai perbandingan, "toko ritel lainnya" terdiri 50,7 persen kue pada tahun 2003 dan hanya 32,7 pada tahun 2006. Tampaknya bahwa arah jangka panjang adalah mendukung pedagang semacam ini dan orang-orang yang menjual download digital.
Sumber:Turrow,Joseph.Media today chapter 10
Klub RekamanCara lain besar untuk mendistribusikan rekaman adalah melalui klub seperti Columbia House. Data RIAA menunjukkan bahwa klub-klub ini telah meningkatkan persentase mereka penjualan industri dalam beberapa tahun terakhir, dari 4,1 persen pada 2003 menjadi 10,5 persen pada tahun 2006. Individu yang tertarik untuk bergabung klub ini dengan koran atau majalah iklan menawarkan harga murah spesial pengantar, seperti tujuh CD untuk satu sen. Anggota juga kadang-kadang setuju untuk membeli sejumlah album harga biasa atau normal. Seringkali seniman menerima royalti lebih rendah pada penjualan rekaman melalui klub tersebut.
Penjualan LangsungLangsung rekening penjualan hanya 2,4 persen dari seluruh pendapatan. Produk yang dijual melalui saluran "langsung" seringkali kompilasi lagu-lagu lama pada tema seperti himne Natal atau hits disko terbesar. Mereka dijual langsung kepada individu melalui iklan televisi. Iklan ini akan menampilkan pilihan singkat dari lagu atau video musiknya. Iklan berulang kali mendorong Anda untuk memanggil nomor bebas pulsa dan menggunakan kartu kredit Anda untuk memesan sekarang.
Sumber:Turrow,Joseph.Media today chapter 10
Tulisan Ilmiah Tentang Industri Musik di Indonesia
Pengaruh Disintermediasi Terhadap Faktor Distribusi dalam Industri Rekaman di Indonesia Saat Ini
Di tahun 2010, lembaga riset Synovate melakukan HYPERLINK "http://www.synovate.com/news/article/2010/08/latest-synovate-survey-shows-young-asians-are-inseparable-from-their-mobiles.html" \t "_blank" penelitian terhadap kebiasaan menggunakan telepon seluler di kalangan muda Asia, termasuk Indonesia. Hasilnya menyebutkan, kegiatan paling sering dilakukan oleh anak muda (populasi usia 8-24 tahun) saat ini dalam menggunakan telepon genggam selain untuk komunikasi, adalah untuk mendengarkan musik, bermain game dan mengambil gambar (foto).Hal senada juga dikemukakan oleh Adib Hidayat, Managing Editor majalah HYPERLINK "http://www.rollingstone.co.id" \t "_blank" Rolling Stone Indonesia, yang bercerita tentang hasil riset Synovate di tahun sebelumnya (2009), bahwa 55% pendengar musik di Asia menikmati musik melalui TV. Di peringkat kedua adalah melalui smart phone, sebagai perangkat yang dapat berfungsi untuk MP3 player. Ketiga, melalui real MP3 player, seperti iPod, menyusul radio."CD dan kaset menduduki peringkat terakhir, hanya sekitar 4%. Dan mungkin saat ini malah semakin menurun, karena penjualan CD dan kaset sudah semakin jatuh,"  ungkapnya.
Menurut Adib, saat ini distribusi dan konsumsi musik di Indonesia mengalami perubahan yang sangat besar. Salah satunya ditandai dengan banyak tutupnya toko-toko musik yang menjual CD dan kaset, tidak hanya di Jakarta, juga di daerah-daerah. Dan yang saat ini banyak bisa ditemui adalah layanan pengunduhan MP3 untuk telepon seluler. Bisnis ini sangat diminati karena saat ini masyarakat sudah beralih mendengarkan musik melalui perangkat telepon genggam. Layanan ini pun sangat murah, misalnya dengan Rp. 10.000 pembeli dapat memperoleh ratusan, bahkan mungkin ribuan lagu berformat MP3 yang diunduh ke ponselnya. Masalahnya, lagu-lagu ini merupakan kategori lagu ilegal, karena diedarkan tanpa membayar royalti pada si musisi maupun perusahaan rekaman yang memegang hak cipta lagu tersebut.Adib menambahkan, bahwa di Indonesia, saat ini penjualan album secara fisik dalam hanya berfungsi sebagai etalase atau pajangan saja. Angka penjualan dalam setahun hanya mencapai ribuan. Hal ini merosot jauh dibandingkan 3-4 tahun sebelumnya. Sebagai contoh, tahun 2006, album "Meteora" dari Linkin Park masih bisa terjual 1,5 juta kopi, sementara album lainnya seperti dari grup band Muse masih dapat terjual 30.000 kopi. Hal ini juga disetujui oleh Rahayu Kertawiguna, Managing Director perusahaan rekaman Nagaswara. Dari hasil wawancara dengan majalah Rolling Stone Indonesia (2009), ia berpendapat bahwa pada akhirnya album rekaman dalam format fisik hanya berlaku sebagai aksesori atau pajangan saja, karena menjual album di toko musik saat ini sudah sangat sulit. Diakuinya, kalau dulu mereka bisa mengirim album sebanyak 50,000 keping untuk dijual di toko, saat ini jumlahnya menurun drastis hingga 2,000 atau 3,000 keping.
Salah satu strategi yang dilakukan label dalam menghadapi pembajakan dan penurunan penjualan adalah dengan meluncurkan single (lagu), sebagai alternatif selain rilisan dalam bentuk album. Strategi ini diakui lebih menguntungkan oleh perusahaan rekaman, dibanding jika mereka merilis satu album yang kemudian dibajak dengan cepat (Rolling Stone Indonesia, Maret 2009).Menurut Adib, rata-rata label lebih senang merilis single karena usaha, waktu dan modal yang dikeluarkan lebih minim. Ketika single tersebut populer, lantas dapat dijual menjadi RBT. Lebih jauh menurut Adib, saat single tersebut sudah berusia 3-4 bulan, selanjutnya dapat disertakan dalam album kompilasi. Itu adalah salah satu keuntungan dalam merilis single. Dari beberapa label besar di Indonesia, hanya Musica yang masih sering merilis album, seperti album dari band Gigi dan DMasiv.
Akibatnya, jika saat ini konsumen mengunjungi toko musik, yang banyak dipajang adalah album indie (dari label/band independen). Jadi di satu sisi, hal ini menguntungkan bagi label indie, karena kompetisi semakin rendah.
Selain itu, fenomena disintermediasi membuat posisi label tidak lagi menjadi intermediator satu-satunya dalam mempublikasikan musisi. Perusahaan di luar label musik dapat berfungsi serupa.Menurut Adib, saat ini grup media TV seperti MNC sudah memiliki bagian yang berfungsi sebagai manajemen artis. Dampak negatifnya adalah, jika kelak media lain memiliki manajemen artis sendiri, dapat terjadi monopoli dalam bentuk kontrak eksklusif dengan media/TV yang bersangkutan. Dan selanjutnya tidak tertutup kemungkinan mereka akan membuat label sendiri. Lebih jauh Adib mengungkapkan, bahwa hal tersebut pernah dilakukan oleh kelompok Gramedia. Majalah HAI pernah membuat label sendiri, dan mengorbitkan artisnya dari bawah. Kalau terjadi demikian dengan stasiun TV, maka industrinya akan kacau, karena ada peran dan kepentingan yang saling tumpang tindih. Ia memberi contoh, "Misalnya, ada artis baru yang diorbitkan TV A, dia hanya boleh tampil eksklusif di TV tersebut. Bisa jadi, nantinya akan ada top chart versi masing-masing TV misalnya." Karena itu, untuk menghindari kemungkinan implikasi yang merujuk pada persaingan monopolistik seperti itu, perlu dipertimbangkan adanya regulasi yang mengatur hal tersebut.Berkembangnya Industri Penjualan Ring Back Tone (RBT)
Setelah berkembang teknologi digital yang mulai marak di Indonesia di tahun 2007-2008, bisa disimpulkan bahwa penjualan album mulai menurun drastis. Hal ini juga ditandai oleh naiknya penjualan musik melalui Ring Back Tone (RBT) sebagai pengganti penjualan album serta 'hilangnya' pemutaran video klip musik asing di televisi, yang awalnya berfungsi sebagai media promosi untuk menjual album.
Di Indonesia, selain menghadapi masalah pengunduhan dan penyebaran lagu ilegal di internet, industri musik juga menghadapi masalah yang selama bertahun-tahun sebelumnya telah ada, yaitu pembajakan album rekaman. Karena ancaman pembajakan yang tidak kunjung selesai, ditambah lagi dengan hambatan baru yaitu pengunduhan lagu secara ilegal melalui file sharing dan situs jejaring sosial, label-label rekaman ini akhirnya memilih untuk berkonsentrasi di bisnis penjualan Ring Back Tone (RBT). Penjualan RBT mendatangkan keuntungan yang cukup besar bagi label rekaman.Nagaswara sebagai salah satu label rekaman yang sedang naik daun di Indonesia, mencatat pendapatan Rp.20 miliar pada tahun 2009, 90 persennya berasal dari pemasukan RBT (Rolling Stone Indonesia, Maret 2010).
Strategi penjualan RBT ini tampaknya paling banyak dikenal di industri musik di Indonesia, karena di negara-negara lain lebih menekankan pada penjualan musik digital, penjualan album lewat retail raksasa serta pertunjukan musik (tur). Trend ini mulai muncul sekitar tahun 2004 di Indonesia (Rolling Stone Indonesia, Maret 2010). Saat ini, beragam penyedia jasa layanan seluler seperti NSP (Telkomsel), I-Ring (Indosat) dan sebagainya menawarkan layanan nada dering ini dengan harga bervariasi, sekitar Rp.7000-9000, untuk nada tunggu berupa potongan lagu selama 30 detik yang akan terdengar di telinga orang yang menelepon si pengguna.
Adib mengungkapkan, umumnya pembagian keuntungan yang diperoleh dari penjualan RBT dibagi 50-50 antara perusahaan telekomunikasi (operator) dan label. Oleh label, bagian 50 persen tersebut harus dibagi lagi dengan musisi atau arranger. Ketika operator berhubungan langsung dengan musisi, mereka bisa menawarkan pembagian lebih besar tanpa harus dipotong oleh label. Informasi terbaru menurut Adib adalah, operator sudah mulai melihat peluang ini, dimulai dengan Telkomsel yang baru-baru ini sudah mulai melakukan negosiasi dengan seorang penyanyi yang sedang naik daun, Afgan. Artinya, peran intermediasi yang awalnya dijalankan oleh label, saat ini sudah semakin tergeser.Apa yang diungkapkan Widi Asmoro juga tidak jauh berbeda. Ia berujar, saat ini banyak label baru bermunculan, berlatar belakang perusahaan non-musik, didirikan salah satunya untuk memperoleh keuntungan dari RBT. Bahkan, ada label seperti HYPERLINK "http://www.falcon.co.id/music.php" \t "_blank" Falcon Music yang khusus berjualan musik digital berupa RBT dan ringtone (nada dering). Salah satu artis yang diorbitkan oleh Falcon adalah almarhum Mbah Surip dengan "Tak Gendong"-nya yang sempat sangat populer di Indonesia. Contoh lain menurut Widi adalah Energy Music Entertainment, yang dimiliki oleh perusahaan sandal Ardiles. Salah satu artisnya, grup band  Taxi, membintangi iklan produk sandal tersebut bersama artis Cinta Laura.
Namun, perkembangan terakhir di bulan Oktober 2011 mengindikasikan bahwa bisnis RBT menghadapi ancaman penurunan penjualan, karena timbul wacana dari Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menertibkan layanan penjualan RBT akibat kasus pencurian pulsa dari layanan SMS premium. Jika regulasi tersebut akhirnya jadi diimplementasikan, terdapat kekhawatiran yang besar dari para pelaku industri musik, apabila nantinya terdapat masalah dalam pelaksanaannya, sehingga akan menyulitkan pihak konsumen maupun distributor dan produser konten.
Inovasi dalam Distribusi dan Penjualan Musik Digital di Indonesia
Sementara itu, menurut Widi Asmoro dari HYPERLINK "http://music.nokia.com/id" \t "_blank" Nokia Music Store, perkembangan teknologi digital melahirkan ceruk bisnis baru, di mana musisi dapat "going digital", menembus pasar global dengan memanfaatkan jalur distribusi digital. Ia mencontohkan, beberapa musisi lokal yang berdomisili di Bali sudah ada yang memanfaatkan aggregator musik digital (perusahaan yang bergerak di bidang distribusi musik secara digital) seperti Tunecore untuk memasarkan lagu-lagu mereka di pasar global.Widi lebih melihat dampak disintermediasi ini sebagai hal yang positif. Artinya, fenomena ini mendorong label dan musisi untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi untuk dapat mendistribusikan karya mereka. Pria yang pernah bekerja sebagai Assistant Manager Digital Business & Web di Sony BMG Music Indonesia ini mencontohkan, Sony Music Indonesia misalnya, mencoba memperluas pasar mereka ke HongKong. Sadar dengan adanya target pasar musik Indonesia di sana, yaitu para TKW dan TKI yang bekerja di HongKong, Sony Music Indonesia bekerjasama dengan Sony Music HongKong untuk mendistribusikan lagu-lagu dalam format ringtone untuk dipasang di telepon seluler.
Sejak tahun 2006, beberapa perusahaan rekaman memiliki divisi untuk business development and new media, yang didirikan untuk keperluan pengembangan musik digital. Salah satu tugas dari divisi ini, menurut Widi, adalah untuk mencari partner kerjasama. Misalnya, menggandengkan artis dengan brand tertentu, menjadi brand ambassador untuk produk tertentu, seperti contoh kasus penyanyi Sherina dengan Simpati Telkomsel, atau Saykoji yang populer dengan lagu "Online"-nya dengan IM3 Indosat.
Dampak Disintermediasi dalam Industri Musik Terhadap Konsumen
Sementara dari sisi konsumen atau pengguna musik, dampak dari disintermediasi terhadap industri musik lebih banyak dirasakan positif bagi mereka. Xandega, salah satu narasumber yang diwawancara dalam penelitian ini, menyebutkan bahwa dampak positif yang dirasakan adalah kemudahan untuk mengakses dan memperoleh produk-produk musik baru, termasuk mencoba dan menyeleksi lagu.Diakuinya bahwa pengunduhan lagu lewat internet banyak dilakukannya sebagai trial atau sampler. Jika merasa suka dengan lagu tersebut, maka ia akan memutuskan untuk membelinya secara fisik (CD atau vinyl/piringan hitam). Banyak situs maupun blog saat ini menyediakan layanan pengunduhan lagu sebagai sampler atau contoh. Misalnya dengan memasang satu atau dua lagu sebagai contoh yang dapat diunduh dan didengarkan oleh konsumen.Salah satunya adalah www.hypem.com, situs aggregator yang berfungsi seperti search engine untuk mencari blog dan situs yang menyediakan layanan pengunduhan MP3 gratis. Senada dengan Xandega, Valencia juga merasakan segi positif bagi konsumen, juga untuk trial product, jika ia suka dengan lagunya maka ia akan mencari CD dari musisi tersebut.
Bisa disimpulkan bahwa kini ada unsur selektif yang lebih ketat dari pihak konsumen untuk menentukan apakah mereka akan membeli lagu tersebut secara legal atau tidak. Selektifitas ini ternyata tidak terbatas hanya pada kontennya, tapi juga siapa si musisi tersebut.Menurut Xandega, beberapa temannya membuat keputusan untuk membeli CD berdasarkan penilaian dari latar belakang artis tersebut. Kalau si artis berasal dari latar belakang lokal atau kelas "indie" (independen), maupun masih belum terlalu populer namanya, mereka akan lebih "rela" untuk membeli CD-nya. Sementara artis yang sudah sangat populer, dinilai mereka sudah terlalu komersial, sehingga mereka lebih memilih untuk mengunduh lagunya secara gratis.Selain itu, dampak negatif yang mereka rasakan adalah menurunnya kualitas musik, karena jalan untuk masuk ke industri musik saat ini sudah begitu mudah, terutama dengan adanya fenomena disintermediasi ini. Musisi tidak harus melewati seleksi yang ketat lewat label, siapa saja bisa menaruh lagu-lagunya di internet. Akibatnya, fenomena seperti lagu "Keong Racun" yang dipopulerkan oleh dua mahasiswi asal Bandung dengan cepat populer dan dikonsumsi oleh masyarakat.Dampak negatif lainnya adalah menurunnya apresiasi konsumen terhadap format album. Menurut Xandega, karena teknologi digital memudahkan pengguna untuk mengunduh per lagu, akibatnya mereka jadi malas untuk mendengarkan seluruh lagu dalam album dan hanya mengonsumsi lagu yang mereka sukai saja.
Solusi dalam Menghadapi Fenomena Disintermediasi pada Industri Musik Indonesia
Dalam menghadapi dampak disintermediasi berupa penurunan keuntungan, yang ditimbulkan oleh perkembangan teknologi digital, para pelaku industri musik mau tidak mau harus mencari alternatif cara dalam berbisnis dan mendistribusikan produknya.
Menurut para analis industri musik, saat ini ada 3 (tiga) sumber pendapatan utama yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku industri musik:
(1) ritel (retail); yang merupakan outlet tradisional untuk berjualan album rekaman, awalnya berbentuk toko musik, kini telah bergeser menjadi penjualan lewat peritel raksasa seperti hypermart,
(2) downloading atau pengunduhan; merupakan format baru penjualan lagu lewat situs internet seperti iTunes Music Store,
serta (3) touring atau pertunjukan tur; merupakan pemasukan yang cukup besar bagi para musisi dari penjualan tiket masuk (Vivian, 2008:113).
Distribusi Album Fisik Melalui Ritel
 Untuk cara yang pertama, di Indonesia tercatat ada beberapa musisi maupun label yang saat ini menempuh cara tersebut. Band GIGI, misalnya, untuk menyiasati jalur distribusi konvensional yang semakin mengecil karena banyaknya toko-toko musik yang saat ini sudah tutup, mencoba mendistribusikan album religi terbaru mereka melalui jaringan ritel hypermart Carrefour. Pada September 2010 lalu, penggemar kelompok musik ini dapat memperoleh album religi GIGI yang berjudul "Amnesia" di sekitar 82 jaringan ritel Carrefour di seluruh Indonesia (http://cekricek.co.id/gigi-jalur-distribusi-baru-fans-baru/).
Ini sebetulnya bukan cara baru, karena di negara lain seperti Amerika, hal ini sudah lumrah dilakukan. Band rock AC/DC pernah melakukan hal serupa, dengan mendistribusikan album mereka melalui jaringan ritel ternama Wal Mart di AS. Namun di Indonesia, hal ini memang terbilang baru. Salah satu keuntungan dengan menggunakan jalur distribusi melalui peritel besar adalah memperluas pasar. Selain dapat melakukan rangkaian kegiatan promosi album yang diadakan di 15 gerai Carrefour di seluruh Indonesia, GIGI juga dapat memperluas taget pasarnya, yang awalnya lebih banyak ke remaja dan mahasiswa, ternyata kini cukup banyak kelompok ibu-ibu yang tertarik untuk membeli album mereka (http://cekricek.co.id/gigi-jalur-distribusi-baru-fans-baru/).
Menurut Adib Hidayat, cara ini belum terlihat efektifitasnya. Selain karena belum ada data penjualan resmi yang menyebutkan berapa jumlah album yang terjual, menurut Adib, hal ini juga tergantung dari konten yang dijual. Dalam kasus GIGI misalnya, karena usia album religi pendek (hanya 1 bulan, dari bulan puasa hingga lebaran), hasilnya mungkin tidak terlalu signifikan. Belum lagi faktor kompetitor dari band/musisi yang meluncurkan lagu/album yang bertema serupa. Namun cara ini diakuinya bisa menjadi salah satu alternatif dalam distribusi musik.Alternatif cara yang juga ditempuh adalah dengan menggandeng peritel  lain seperti yang dilakukan oleh jaringan waralaba restoran makanan cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC). KFC bekerjasama dengan Music Factory Indonesia. KFC dan MFI bekerjasama dalam memproduksi, memasarkan serta mendistribusikan album kompilasi yang berisi musisi-musisi pendatang baru. Video-video klip dari para musisi tersebut diputar di seluruh outlet KFC, kemudian mereka juga menawarkan CD sebagai bagian dari penjualan paket makanan, serta penawaran keanggotaan dan memperoleh album-album secara rutin untuk jangka waktu selama setahun. Di tahun 2008, dalam waktu tiga bulan, duet MFI-KFC berhasil menjual album kompilasi produknya sebanyak 100.000 kopi hanya dalam waktu tiga bulan. Padahal, artis-artis yang digandeng MFI merupakan pendatang baru yang belum terkenal, walaupun memiliki potensi (http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/185262/)
Akibatnya, saat ini banyak label yang tertarik untuk bekerjasama dengan KFC untuk mempromosikan serta mendistribusikan musisi mereka. Seperti label Aquarius yang bekerjasama dengan KFC untuk mempromosikan dan menjual album terbaru Agnes Monica. Menurut Adib dari hasil diskusinya dengan salah satu petinggi label tersebut, sistem yang dilakukan adalah pembagian keuntungan (sharing) antara label dan ritel. Ia menambahkan, bahwa cara tersebut dapat menjadi contoh untuk melakukan distribusi dengan inovasi baru, misalnya bekerjasama dengan peritel dan menawarkan paket bundling yang atraktif untuk konsumen.Sebagai contoh, musisi/label dapat bekerjasama dengan jaringan mini mart Circle K, dengan penawaran paket untuk konsumen. Jika mereka membeli rokok atau minuman dalam harga tertentu, konsumen akan memperoleh bonus album. Di satu sisi, keuntungan yang diperoleh oleh musisi/label adalah kemudahan distribusi, karena ritel ini memiliki jaringan hingga ke pelosok-pelosok daerah.Distribusi Musik Digital Lewat Media Internet
Cara kedua adalah dengan distribusi musik digital, penjualan lagu lewat situs internet seperti iTunes Music Store di AS, di mana konsumen dapat membeli lagu digital secara resmi untuk kemudian diunduh. Upaya untuk menjual musik secara digital ini juga dikenal di Indonesia, seperti penjualan musik digital lewat situs/toko virtual maupun toko fisik yang dipelopori oleh Equinox, iM:Port yang digagas oleh musisi Anang Hermansyah, serta Digital Beat Store yang ada di bioskop Blitz Megaplex.
Namun beberapa dari layanan penjualan musik digital ini tidak bertahan lama (DB Store saat ini sudah tutup), karena konsumen lebih tertarik untuk mendapatkan album murah di lapak bajakan, atau memanfaatkan bandwidth internet dengan mengunduh musik secara gratis di rumah serta kantor (Rolling Stone Indonesia, Maret 2010).
Namun, hal ini tidak menghalangi investor baru untuk menjalankan peran sebagai distributor atau intermediasi dalam industri musik lewat layanan penjualan musik digital. Di awal tahun 2010, Telkomsel meluncurkan portal www.langitmusik.com, di mana pengguna dapat mengunduh lagu dalam versi penuh (full track download) dengan membayar Rp.5000 per lagu maupun Rp.3000 jika pengguna ingin menyewa lagu tersebut selama 30 hari. Pembayaran dapat dipotong dari pulsa, atau menggunakan layanan mobile wallet T-Cash. LangitMusik saat ini telah memiliki katalog lagu lebih dari 10.000, yang berasal dari Indonesia dan dapat diunduh oleh pelanggan Telkomsel. Yang terbaru adalah layanan unduh lagu gratis HYPERLINK "http://music.nokia.com/id" \t "_blank" Nokia Music (diluncurkan 27 Maret 2010) dan layanan musik digital berbayar HYPERLINK "http://www.melon.co.id" \t "_blank" Melon (November 2010), yang diluncurkan oleh PT Telkom Indonesia bekerja sama dengan SK Telecom dari Korea.
Di Nokia Ovi Music, para pemilik ponsel Nokia tipe tertentu dapat mengunduh lagu secara legal dan gratis selama 6 bulan. Saat ini di Indonesia terdapat beberapa layanan resmi penjualan/pengunduhan musik digital di Indonesia, seperti yang tercantum dalam tabel berikut:
Tabel 1
Layanan Resmi Penjualan/Pengunduhan Musik Digital (Full Track Download) di Indonesia
Nama Alamat Situs Pemilik
Langit musik www.langgitmusik.com PT Telkomsel
KapanLagi Musicstore.kapanlagi.com KapanLagi
K-Music Music-kongkoow.com Indosat Mega Media (IM2)
FullTrek www.fulltrek.com PT.Telkom
PlayMusic www.playmusic.co.id Play On Interactive
IM;Port Music www.importmusic.com IM:Port Music
Arena Music Indosat Arenamusik.indosat.com PT Indosat
Melon www.melon.co.id Telkom & Sk Telecom korea
Nokia Music Store Music.nokia.co.id Nokia
Kantong Musik www.kantongmusik.com Jaties Mobile
Sumber: Rolling Stone Indonesia, Maret 2010; Hasil Wawancara dengan Narasumber, 2011
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa dari 10 layanan penjualan musik digital, 5 diantaranya dimiliki oleh perusahaan telekomunikasi. Hal ini diakui oleh pebisnis lain, bahwa perusahaan di luar telekomunikasi yang berbisnis musik digital pada akhirnya mengalami kendala, terutama dari segi koneksi internet yang lamban serta keterbatasan bandwidth untuk mengunduh lagu.
Kendala terbesar dalam penjualan musik digital melalui internet adalah masalah mekanisme pembayaran. Indonesia menduduki peringkat nomor dua untuk angka pencurian kartu kredit terbesar di dunia, menurut data dari  ClearCommerce Corporation, perusahaan asal Texas, AS yang bergerak di bidang  payment processing dan penyedia software keamanan (http://diogenesllc.com/internetfraudandtracking.pdf, 2002). Hal ini membuat transaksi online dengan kartu kredit menjadi kurang populer karena masyarakat takut dengan resiko keamanannya.Mereka lebih memilih sistem pembayaran COD (Cash on Delivery) atau transfer melalui rekening. Bagi perusahaan telekomunikasi seperti Indosat atau Telkomsel, mereka dapat memberlakukan metode pembayaran yang lebih praktis dengan pemotongan pulsa. Sementara penyedia lain seperti IM:port menyediakan pembayaran dengan menyediakan voucher sebagai alat transaksi. Namun, cara ini dirasa kurang efektif.Widi Asmoro juga menyetujui hal ini, bahwa metode pembayaran (payment gateway), masih jadi hambatan. Apakah mau menggunakan voucher (bayar di depan) atau sistem potong pulsa. Lebih lanjut, menurut Widi, sistem potong pulsa pun masih menyisakan masalah. Karena perusahaan telekomunikasi meminta bagian cukup besar, yaitu 50%. Sementara, perusahaan yang punya sistem juga menuntut bagian besar, karena mereka memiliki investasi yang cukup besar. Akhirnya, salah satu dampak yang terjadi adalah, perusahaan telekomunikasi (operator) mengakuisisi perusahaan sistem tersebut. Seperti yang terjadi pada Melon di Indonesia, yang dimiliki oleh Telkom bekerjasama dengan perusahaan telekomunikasi asal Korea.Ancaman lain yang masih menghambat usaha penjualan musik digital adalah masalah pembajakan digital. Situs-situs yang menyediakan pengunduhan MP3 ilegal serta portal berbagi file (file sharing), P2P (Peer-to-Peer) seperti Limewire, BitTorrent, 4Shared dan lain sebagainya menjadi kendala bagi para pebisnis untuk mengembangkan layanan musik digital berbayar. Belum lagi paradigma pengguna internet atau konsumen musik di Indonesia, yang menganggap bahwa apa yang terdapat di internet adalah bebas dan gratis, termasuk kontennya (Rolling Stone Indonesia, Maret 2010). Untuk hal ini, kemudahan dan kecepatan proses dalam penggunaan teknologi digital menyebabkan konsumen merasa "tidak bersalah" saat mereka mengunduh konten secara ilegal. Dan Langlitz, mahasiswa Pennsylvania State University yang juga merupakan pengguna internet, mencoba mengungkapkan mengapa pembajakan atau pengunduhan illegal sangat tinggi di internet: "It's not something you feel guilty doing. You don't get the feeling it is illegal because it's so easy." (Biagi, 2005:89).
Salah satu solusi yang dapat menghentikan pengunduhan musik ilegal melalui file sharing, P2P maupun situs adalah dengan meminta dukungan pemerintah seperti Departemen Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta pihak berwajib untuk menindak. Menurut Adib, ini adalah langkah yang "ekstrim", meskipun bisa saja dilakukan untuk memberi efek jera kepada para pengunduh ilegal. Misalnya dengan menutup blog-blog atau situs yang menawarkan layanan unduhan ilegal secara bertahap, untuk pembelajaran, didukung oleh perusahaan operator dan label untuk kampanyenya.Namun masalahnya, ungkap Adib, ini akan menimbulkan protes massal dari publik, yang beranggapan bahwa era teknologi digital ini adalah era kebebasan, di mana semua orang bisa memanfaatkan internet sebebas-bebasnya. Ketika baru-baru ini Adib melakukan pertemuan dengan staf depkominfo dan beberapa pelaku industri musik digital, usul untuk menutup akses file sharing dan P2P tersebut pun ditolak oleh mereka, karena  "jika ditutup, para pengusaha warnet pasti akan menjerit". Hal ini juga tampak dari HYPERLINK "http://www.admaxnetwork.com/download/news/NetIndexIndonesiaHighlights.pdf" \t "_blank" riset yang dilakukan oleh Yahoo SouthEast Asia (2009) terhadap pengguna internet di Indonesia. Hasilnya, 8 dari 10 pengguna internet di Indonesia mengakses internet dari warnet. Dan beberapa kegiatan yang paling sering dilakukan adalah bermain games online serta mengunduh musik.Kesimpulannya, ternyata tidak semudah itu untuk melarang pengunduhan ilegal. Karena, di belakangnya ada banyak kepentingan terkait dan menyangkut mata pencaharian banyak orang, seperti pengusaha warnet dan pekerja yang terkait di dalamnya. Model Swa-distribusi (self-distribution) dan Pertunjukan Tur (Touring)
Cara lain yang juga dapat ditempuh oleh para pelaku industri musik adalah dengan menerapkan model self-distribution atau swadistribusi. David Byrne, musisi dari grup musik Talking Heads yang juga berprofesi sebagai produser musik, menjelaskan bahwa bisnis industri musik rekaman saat ini tidak hanya sekedar memproduksi musik. Awalnya, bisnis musik memang lebih merujuk pada penjualan CD, namun saat ini penjualan fisik sudah mulai tidak populer, tapi tidak berarti musisi akan kehilangan mata pencahariannya, karena mereka dapat menempuh cara lain (Baran, 2010:196).
Model swadistribusi sebetulnya mendatangkan keuntungan tersendiri bagi musisi, karena kebebasan penuh ada di tangan mereka. Musisi bebas memainkan, memproduksi, memasarkan, mempromosikan hingga mendistribusikan musik mereka. Byrne menyebut ini sebagai "kebebasan tanpa membutuhkan sumberdaya". Saat ini, banyak musisi, baik yang sudah terkenal maupun yang sedang merintis kepopuleran, menempuh cara ini, dibantu dengan media internet. Mereka menggunakan situs dan blog pribadi, situs jejaring sosial seperti MySpace dan Facebook, videosharing seperti YouTube serta microblogging seperti Twitter, untuk berhubungan langsung dengan para penggemar. Para penggemar ini dapat menikmati dan mengunduh lagu baru si musisi secara gratis; membeli lagu, CD serta merchandise (barang-barang atau cenderamata seperti kaus, topi dan lain sebagainya yang ber-label band tersebut), memperoleh informasi konser dan melakukan pemesanan tiket; bahkan mengobrol (chat) langsung dengan artis kesayangan mereka atau dengan sesama penggemar lainnya.
Model swadistribusi maupun swapromosi sebetulnya memang bukan hal baru, karena umumnya musisi independen label (indie label) melakukan cara ini untuk memperkenalkan karya-karya mereka. Keterbatasan dana membuat para musisi indie ini harus kreatif dalam memanfaatkan media yang ada dengan biaya seminim mungkin, salah satunya dengan menggunakan media jejaring sosial internet. Salah satu contoh kasus adalah band White Shoes and The Couples Company (WSATCC), yang berdomisili di Jakarta. Mereka cukup aktif dalam memanfaatkan akun jejaring sosial MySpace untuk keperluan promosi dan komunikasi album serta band mereka. Pada tahun 2006, mereka dinobatkan sebagai salah satu dari 25 Best Band on Myspace yang diselenggarakan oleh majalah musik Rolling Stone di AS (www.rollingstone.com). WSATCC mendapat kontrak dengan label rekaman Amerika Serikat, Minty Fresh Record, serta memperoleh kesempatan bermain di festival musik tahunan terkemuka, South by Southwest (Maret 2008), salah satunya karena promosi lewat situs jejaring sosial MySpace  melalui www.myspace.com/whiteshoesandthecouplescompany (Nurhani, 2010).
Hal yang tidak jauh berbeda dialami oleh Everybody Loves Irene (E.L.I), band trip hop asal Jakarta, yang pada tahun 2007 lalu diundang tur ke Singapura dan Malaysia berkat Myspace, untuk kemudian mereka mendapat kontrak dengan Kittywu Records, sebuah label rekaman asal Singapura. Jumlah pengunduhan lagu E.L.I melalui iTunes sangat tinggi, diikuti oleh distribusi album pertama mereka yang juga tidak kalah besar karena efek dari akun Myspace mereka, www.myspace.com/everybodylovesirene (Nurhani, 2010)
Menurut Widi, yang juga menjabat sebagai publisher untuk band ini, dari segi penjualan fisik, E.L.I juga cukup menggembirakan. Mereka bekerjasama menjual CD dengan label rekaman indie D'Majors, mencetak 1000 keping CD yang saat ini sudah terjual habis dan ke depannya akan mencetak ulang lagi.
Saat ini, tidak hanya band indie, tapi band-band besar dan populer pun akhirnya banyak yang beralih menempuh cara swadistribusi ini. Salah satu kasus menarik adalah yang dilakukan oleh grup band Radiohead, asal Inggris. Di tahun 2007, band rock terkenal ini menghentikan kontrak mereka dengan salah satu label terbesar, EMI. Mereka menolak kontrak ratusan juta dolar dari EMI, dan sebagai gantinya, menempuh cara swadistribusi melalui internet. Ketika mereka merilis album "In Rainbows" di tahun 2007, Radiohead membebaskan para penggemarnya untuk membayar berapa pun sesuai keinginan mereka, untuk mengunduh album tersebut. "It's up to you," tulis band tersebut di situs mereka (Baran, 2010:197). Dengan cara ini, mereka bermaksud untuk mendekatkan diri pada penggemar, dengan memanfaatkan karakteristik media internet, terutama kecepatan dan interaktifitasnya. Menurut Byrne, ini bukanlah usaha yang sia-sia, karena pada akhirnya, penggemar malah menghargai apa yang telah dilakukan oleh musisi idola mereka. Hasilnya, di bulan pertama album tersebut diluncurkan secara online, lebih dari sejuta penggemar mengunduhnya. Sebanyak 60 persen memilih untuk mengunduh secara gratis, namun 40 persen sisanya membayar lebih besar dibanding harga jika CD tersebut dijual di toko (Baran, 2010:197). Dalam 30 hari pertama, Radiohead memperoleh penghasilan bersih sebesar US$ 3 juta, dan untuk pertama kalinya mereka memperoleh kepemilikan atas hak cipta dan master dari karya mereka sepenuhnya, tanpa campur tangan label.
Belakangan, model swadistribusi ini juga ditiru oleh band-band lain yang cukup populer di dunia, seperti Coldplay dan Metallica. Meski, hal ini sempat diprotes oleh musisi lain, seperti Lily Allen, misalnya. Penyanyi wanita asal Inggris ini menyebut apa yang dilakukan oleh Radiohead sebagai "arogan", karena menurutnya, grup seperti Radiohead sudah sangat populer. Berbeda dengan artis-artis yang belum sebesar mereka, dan masih membutuhkan pemasukan dari penjualan lagu, yang akan mengalami kerugian besar jika musik digratiskan. ( HYPERLINK "http://www.rollingstone.com/music/news/lily-allen-oasis-gene-simmons-backlash-against-radioheads-rainbows-20071114" \t "_blank" http://www.rollingstone.com/music/news/lily-allen-oasis-gene-simmons-backlash-against-radioheads-rainbows-20071114)
Hal ini juga mendorong para musisi Indonesia untuk berbuat serupa, menggratiskan album atau lagu mereka. Di tahun 2008, grup band Naif, menggratiskan albumnya yang bertajuk "Let's Go!" dengan mengedarkannya secara gratis untuk pembeli majalah Rolling Stone Indonesia. Selain itu, mereka juga mempersilakan publik merekam ulang dan menyebarkannya secara bebas. "Kalau lagu itu digunakan untuk kepentingan bisnis, kami hanya berharap penggunanya memberi tahu kami," ujar Mohammad Amil Hussein atau biasa dipanggil Emil, pemain bas merangkap manajer Naif pada harian Kompas (http://cetak.kompas.com/read/2008/08/31/02095589/selamat.datang.album.gratis)
Selain Naif, musisi-musisi Indonesia lain seperti grup metal asal Bandung, Koil, dan band indie The Upstairs juga menggratiskan album mereka. Koil menggratiskan album ketiganya, "Blacklight Shines On". Manajemen Koil sengaja mencetak 50.000 keping CD dan membagi-bagikannya kepada penggemar. Sementara The Upstairs  menggratiskan mini albumnya, "Kunobatkan Jadi Fantasi". Album berisi enam lagu itu diedarkan ke publik melalui situs www.yesnowave.com. Pengguna internet kemudian dapat mengunduhnya tanpa bayar sepeser pun (http://cetak.kompas.com/read/2008/08/31/02095589/selamat.datang.album.gratis).
Pada akhirnya, cara ini banyak ditempuh karena penjualan album secara fisik yang terus merosot, sehingga para pelaku industri musik kini lebih banyak mengandalkan pemasukan dari penjualan tiket konser serta merchandise, dan untuk kasus di Indonesia, pendapatan dari penjualan nada dering tunggu yang disediakan oleh perusahaan operator telepon. Peredaran album akhirnya hanya berfungsi sebagai alat promosi atau marketing tools. Karena, seperti diakui oleh pihak Koil dan Naif, lagu-lagu yang disebar secara gratis tersebut dapat diserap dengan sangat cepat dan luas, yang akhirnya mendatangkan tawaran untuk job pertunjukan serta meningkatkan penjualan cenderamata. Selain itu, Koil pun menempuh cara distribusi yang lazim dilakukan oleh band-band indie, menjual album melalui distro-distro komunitas (toko-toko berskala kecil yang khusus menjual cenderamata, seperti kaus dan aksesori band).Perusahaan rekaman pun kini sudah mulai mengadopsi hal yang sama. Mereka berpromosi dengan memanfaatkan media jejaring sosial, menawarkan lagu dan mini album secara gratis di internet. Dari wawancara Kompas dengan Product Manager-Domestic Universal Music Indonesia, Wawan AEC, perusahaan rekaman saat ini mulai memperlakukan album sebagai alat pemasaran dan mengeksploitasi bisnis lainnya, seperti manajemen artis, penjualan lagu digital, dan cenderamata. Hanya dengan cara itu perusahaan-perusahaan rekaman akan tetap bertahan. (http://cetak.kompas.com/read/2008/08/31/02095589/selamat.datang.album.gratis)
Adib pun mengemukakan pendapat serupa, bahwa mau tidak mau label harus mengeksploitasi musik dalam bentuk lain agar dapat bertahan. Menurutnya, dari segi positifnya, internet bisa dimanfaatkan untuk media promosi gratis bagi artis. Dan dua tahun belakangan, band-band besar asing mulai melihat Indonesia sebagai pasar potensial untuk menggelar konser. Karena format digital belum menjanjikan untuk mendatangkan pemasukan, maka sebagai alternatif, tur atau konser dapat menjadi sumber mata pencaharian bagi artis.Akhirnya menurut Adib, saat ini "Konsumen 'dipaksa' belanja musik lewat show atau konser. Misalnya tadinya konsumen dapat membeli  4 CD sebulan, sekarang digantikan oleh pengeluaran menonton 1 konser/bulan." Yang terjadi adalah, musisi menjual atau mendistribusikan musiknya dalam wujud pertunjukan langsung. Lebih jauh diungkapkan Adib, bahwa yang terkena dampaknya adalah label, yang berperan sebagai distributor musik secara fisik (album/CD). Selama ini, untuk  konser/tur, label hanya berperan sebagai media promosi. Jadi ada kecenderungan kelak, untuk dapat bertahan, label dapat berfungsi sebagai booking agent atau manajeman artis. Jika umumnya saat ini penyelenggara konser (promoter) tinggal mengontak manajemen artis yang bersangkutan untuk mem-booking artis yang bersangkutan, ke depannya mungkin harus melalui label, yang mendapat bagian dari kontrak tur si artis. Hal ini dilakukan agar mereka dapat bertahan.Usulan lain untuk mengeksploitasi musik adalah dengan membuat cara berjualan musik secara berlangganan. Menurut Adib, di majalah NME (New Musical Express) , sebuah majalah musik populer di Inggris, sempat membahas mengenai gagasan berlangganan musik lewat TV. Idenya adalah melalui semacam saluran TV musik seperti Channel V, tapi bentuknya mirip format radio yang sering dilihat publik di Indovision, hanya berupa lagu. Jadi ketika masuk ke saluran tersebut, ada semacam menu yang dapat dipilih, seperti. Playlist (daftar lagu) atau album. Dan untuk layanan ini, konsumen harus membayar langganan per bulan seperti layaknya TV kabel, misalnya.Salah satu alternatif lain yang kini sedang berkembang adalah distribusi album dalam bentuk vinyl (piringan hitam), yang membidik konsumen lebih khusus, mereka yang gemar mengoleksi musik. Dari pengamatan penulis, toko CD Aksara di Kemang (kini MonkMusic) yang tadinya menjual CD untuk pelanggannya, kini beralih menjual piringan hitam. Menurut Xandega, salah satu narasumber konsumen yang diwawancara dalam penelitian ini, ia juga sekarang lebih tertarik untuk mengoleksi vinyl dibandingkan CD, yang menurutnya, walaupun lebih mahal (rata-rata berkisar antara Rp. 180 ribu ke atas) bentuk piringan hitam ini lebih "collectible". Selain itu, ada keuntungan berupa bonus untuk mengunduh lagu-lagu dalam album vinyl tersebut secara gratis dalam bentuk digital (MP3), dan tentu saja, legal.Dari gambaran kasus-kasus di atas, fenomena disintermediasi telah menimbulkan dampak dari dua sisi, baik positif dan negatif. Positif, terutama untuk kalangan musisi indie label, yang dapat memanfaatkan media internet untuk mendistribusikan dan mempromosikan karya mereka dengan biaya murah, tanpa harus terikat kontrak yang membatasi mereka oleh pihak perusahaan rekaman.
Di sisi lain, dampak negatif dirasakan oleh pemain besar seperti label rekaman internasional maupun lokal serta toko-toko musik retail, karena sebelumnya mereka yang menjalankan peran utama sebagai perantara (intermediasi). Perkembangan teknologi digital mendorong semakin tingginya tingkat pembajakan maupun pengunduhan ilegal melalui fasilitas file sharing di internet, yang pada akhirnya membuat penjualan album fisik menurun secara drastis. Sebagai solusinya, saat ini industri musik harus beradaptasi dengan menempuh berbagai cara, diantaranya adalah dengan menempuh upaya distribusi alternatif seperti lewat ritel dan swa-distribusi, serta mengeksploitasi musik dalam bentuk lain, seperti menjual musik dalam format digital, baik itu berupa RBT, ring tone maupun format lagu digital, serta dalam bentuk pertunjukan (konser) dan menjual cenderamata (merchandise) band/artis. 
Simpulan
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa fenomena disintermediasi dapat menyebabkan dampak positif maupun negatif pada industri musik di Indonesia. Disintermediasi menimbulkan dampak negatif, terutama pada penurunan, bahkan hilangnya peran perantara atau elemen distributor dalam industri rekaman, seperti tutupnya toko-toko musik yang menjual album secara fisik, serta peran perusahaan rekaman (label) yang semakin kecil.
Namun di sisi lain, dampak positif dari disintermediasi juga dirasakan oleh musisi-musisi indie, juga artis berskala kecil maupun besar, yang dapat memanfaatkan media jejaring sosial untuk membangun hubungan serta melakukan distribusi langsung kepada konsumen. Dengan biaya yang relatif rendah, serta kebebasan untuk memperoleh keuntungan sepenuhnya, tanpa harus ada pemotongan biaya promosi dan distribusi ke pihak perusahaan rekaman atau ritel.Bagi para konsumen, disintermediasi memberi dampak positif, salah satunya dengan meningkatnya keterlibatan (engagement) antara musisi dan penggemar, yang dapat terjalin secara interaktif lewat situs jejaring sosial dan media sosial online. Selain itu, distribusi musik digital, terutama melalui internet, baik secara legal (dari situs artis/musisi/label yang bersangkutan maupun distributor musik digital) maupun ilegal (dari situs file sharing dan P2P) memberikan keuntungan bagi konsumen, baik dari segi kemudahan untuk memperoleh konten, maupun alternatif pilihan untuk mengkonsumsi karya musik yang sesuai dengan selera atau kebutuhan mereka, sehingga membuat konsumen menjadi lebih selektif.
Namun di sisi lain, ada penurunan kualitas musik dalam beberapa kasus. Karena jalan untuk masuk ke industri musik saat ini sudah begitu mudah, dengan adanya disintermediasi ini, musisi tidak harus melewati seleksi yang ketat lewat label, siapa saja bisa menaruh lagu-lagunya di internet, sehingga mempopulerkan aksi-aksi artis "dadakan" melalui media sosial seperti YouTube.
Berdasarkan analisa dan pembahasan sebelumnya, ada beberapa solusi yang dapat ditempuh oleh para pemain dalam industri musik (musisi dan perusahaan rekaman), khususnya di Indonesia, untuk tetap bisa bertahan dari dampak perkembangan teknologi digital.
Diantaranya adalah dengan menjalankan alternatif pemasukan lain serta menempuh model distribusi yang berbeda, seperti:
Distribusi musik digital, berupa layanan RBT (nada dering tunggu) yang mendatangkan pemasukan yang cukup besar, ring tone (nada dering) serta layanan unduhan lagu (full track download), meski yang terakhir saat ini masih menghadapi kendala yang cukup besar. Terutama untuk masalah terbatasnya bandwidth yang membuat pengguna terhambat dalam mengunduhnya, masalah pembajakan musik secara digital melalui situs file sharing dan P2P serta metode pembayaran yang masih dirasakan kurang efektif.
Distribusi album dengan menggunakan jalur ritel non musik, seperti bekerjasama dengan jaringan ritel hypermart, SPBU maupun restoran cepat saji untuk mendistribusikan album rekaman secara fisik, sehingga memungkinkan mereka untuk memperluas pasar sekaligus memperoleh jalur distribusi yang luas.
Swadistribusi atau self-distribution. Musisi dan perusahaan rekaman dapat memanfaatkan media internet untuk mempromosikan, memasarkan serta mendistribusikan lagu atau album mereka dengan cepat dan murah. Misalnya, dengan menggratiskan beberapa lagu sebagai gimmick atau pancingan agar konsumen mau membeli album secara penuh. Bahkan ada juga yang mendistribusikan album dengan cuma-cuma, karena album atau lagu hanya difungsikan sebagai alat promosi untuk mendatangkan pemasukan dari sumber lain, seperti tawaran pertunjukan serta penjualan cenderamata (merchandise).
Implikasi Akademis dan Praktis
Dengan perkembangan yang terjadi serta melihat hasil yang ada, seperti penerapan model distribusi alternatif sebagai solusi untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi digital, maka untuk kajian selanjutnya menarik jika dapat dilakukan penelitian mengenai efektifitas model distribusi alternatif ini dengan pendekatan media baru di Indonesia. Riset di bidang teknologi digital, terutama yang menyangkut distribusi konten digital juga sangat dibutuhkan untuk mencari dan mengembangkan bentuk distribusi seperti apa yang dapat diterapkan di masa depan, yang dapat memfasilitasi kepentingan industri musik dan elemen-elemen di dalamnya, baik dari sisi musisi sebagai produser, label sebagai distributor serta audiens sebagai konsumen.
Secara praktis, solusi yang diperoleh dari kesimpulan di atas dapat dikembangkan lebih lanjut oleh para pelaku yang berkecimpung dalam bisnis industri rekaman. Misalnya, dengan menjual musik dengan format berlangganan, atau mengeksplorasi bentuk fisik lain seperti distribusi album vinyl (piringan hitam) yang ditujukan untuk konsumen yang lebih segmented.
Lebih lanjut lagi, kajian di atas juga masih mempertanyakan masalah mengenai perlindungan karya cipta bagi para musisi. Hingga saat ini, perkembangan media digital masih menyisakan masalah mengenai regulasi untuk melindungi karya cipta musisi di internet, yang membutuhkan kerjasama dengan pemerintah sebagai badan regulator untuk menyelesaikannya.
Digital Piracy, Dalam Infographics

http://www.widiasmoro.com/2012/01/25/digital-piracy-dalam-infographics/
Laporan IFPI baru-baru ini diterjemahkan dalam bentuk infographics oleh http://www.webpagefx.com. Dengan mengkombinasikan data-data dari RIAA dan beberapa sumber lainnya, dapat dipetakan berapa banyak kerugian yang ditimbulkan akibat 'digital piracy'. Kesimpulan yang didapat dari sini adalah 'digital piracy' lebih merugikan dibanding kejahatan yang ditimbulkan oleh perompak/bajak laut bahkan lebih mengerikan karena banyak orang kehilangan pekerjaan akibat 'digital piracy ini'.
Sebagian orang justru bersebrangan pendapat. 'Digital piracy' justru mendorong pertumbuhan industri konten sendiri. Karena dengan begitu konten akan lebih mengalir (baca: fluid) dan menjadi viral. Konon Pak Beye sendiri tidak bereaksi negatif saat tahu albumnya dibajak, meskipun konteksnya pembajakan album fisik.Biarpun begitu, pencurian hak atas kekayaan intelektual membuat industri menjadi tidak berimbang. Kenyataan konsumen menginginkan konten yang relevan, mudah didapat dan gratis harusnya bisa dijawab dengan kebijakan regulasi dan juga teknologi.Sumber :
http://www.widiasmoro.com/2012/01/25/digital-piracy-dalam-infographics/

http://www.widiasmoro.com/2012/01/25/digital-piracy-dalam-infographics/


Download MAKALAH INTRODUCTION TO MASS COMMUNICATION.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca MAKALAH INTRODUCTION TO MASS COMMUNICATION. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

banner
Previous Post
Next Post

Akademikita adalah sebuah web arsip file atau dokumen tentang infografi, presentasi, dan lain-lain. Semua pengunjung bisa mengirimkan filenya untuk arsip melalui form yang telah disediakan.

0 komentar: