Oktober 21, 2016

Definisi Teori-Teori dalam Hubungan Internasional

Judul: Definisi Teori-Teori dalam Hubungan Internasional
Penulis: Arindha Pangestu


TEORI KETERGANTUNGAN / DEPENDENCY THEORY
Menurut Theotonio Dos Santos, Dependensi (ketergantungan) adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi negara–negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan ekspansi dari kehidupan ekonomi negara–negara lain, di mana negara–negara tertentu ini hanya berperan sebagai penerima akibat saja.Aspek penting dalam kajian sosiologi adalah adanya pola ketergantungan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya dalam kehidupan berbangsa di dunia.Teori Dependensi lebih menitik beratkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara pinggiran.Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa teori dependensi mewakili "suara negara-negara pinggiran" untuk menantang hegemoni ekonomi, politik, budaya dan intelektual dari negara maju.
Dos Santos menguraikan ada 3 bentuk ketergantungan:
1). Ketergantungan Kolonial
Terjadi penjajahan dari negara pusat ke negara pinggiran.
Kegiatan ekonominya adalah ekspor barang-barang yang dibutuhkan negara pusat.
Hubungan penjajah – penduduk sekitar bersifat eksploitatif negara pusat.
Negara pusat menanamkan modalnya baik langsung maupun melalui kerjasama dengan pengusaha lokal.
2). Ketergantungan Teknologis-Industrial
Bentuk ketergantungan baru.
Kegiatan ekonomi di negara pinggiran tidak lagi berupa ekspor bahan mentah untuk negara pusat.
Perusahaan multinasional mulai menanamkan modalnya di negara pinggiran dengan tujuan untuk kepentingan negara pinggiran.
3). Ketergantungan Teknologis-Industrial
Bentuk ketergantungan baru.
Kegiatan ekonomi di negara pinggiran tidak lagi berupa ekspor bahan mentah untuk negara pusat.
Perusahaan multinasional mulai menanamkan modalnya di negara pinggiran dengan tujuan untuk kepentingan negara pinggiran.
TEORI KEPENTINGAN ATAU INTEREST THEORY
Hans J. Morgenthau, teori kepentingan atau interest theory atau self interest merupakan pilar utama bagi teorinya tentang politik luar negeri dan politik internasional yang realis. Pendekatan morgenthau ini begitu terkenal sehingga telah menjadi suatu paradigma dominan dalam studi politik internasional sesudah Perang Dunia II. Pemikiran Morgenthau didasarkan pada premis bahwa strategi diplomasi harus didasarkan pada kepentingan nasional, bukan pada alasan-alasan moral, legal dan ideologi yang dianggapnya utopis dan bahkan berbahaya. Ia menyatakan kepentingan nasional setiap negara adalah mengejar kekuasaan, yaitu apa saja yang bisa membentuk dan mempertahankan pengendalian suatu negara atas negara lain. Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini bisa diciptakan melalui teknik-teknik paksaan maupun kerjasama. Demikianlan Morgenthau membangun konsep abstrak yang artinya tidak mudah di definisikan, yaitu kekuasaan (power) dan kepentingan (interest), yang dianggapnya sebagai sarana dan sekaligus tujuan dari tindakan politik internasional. Para pengkritiknya,terutama ilmuan dari aliran saintifik, menuntut definisi operasional yang jelas yentang konsep-konsep dasar itu. Tetapi Morgenthau tetap bertahan pada pendapatnya bahwa konsep-konsep abstrak seperti kekuasaan dan kepentingan itu tidak dapat dan tidak boleh dikuantifikasikan. Menurut Morgenthau, "Kepentingan nasional adalah kemampuan minimum negara untuk melindungi, dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur dari gangguan negara lain. Dari tinjauan ini para pemimpin negara menurunkan kebijakan spesifik terhadap negara lain yang sifatnya kerjasama atau konflik.
TEORI SALING KETERGANTUNGAN ATAU INTERDEPENDENSI THEORY
Teori Interdependensi atau saling ketergantungan merupakan sebuah teori yang lahir dari perspektif liberalis. Dimana saling ketergantungan disebabkan oleh kerjasama yang saling dilakukan oleh dua negara / lebih. Dalam bukunya, Yanuar Ikbar menjelaskan bahwa interdependensi merupakan saling ketergantungan yang mempertemukan kekurangan dari masing-masing negara melalui keunggulan komparatif masyarakat. Pemahaman tersebut berdasarkan pemikiran dari Robert O. Keohane dan Joseph S. Nye. Penjelasan tersebut bisa menjadi landasan bagi penelitian mengenai kerjasama bilateral kedua negara. Contohnya kerjasama bileteral antara Indonesia dan Paraguay dalam bidang ekonomi. Kerjasama tersebut menyebabkan saling ketergantungan antara kedua negara, dimana kedua negara saling membutuhkan satu sama lain. Indonesia mengimpor daging sapi dan kacang kedelai dari Paraguay, dimana kedua komoditas dagang tersebut sangat dibutuhkan oleh Indonesia, mengingat pasokan komoditas tersebut lebih kecil dari permintaan masyarakat. Sementara itu, Paraguay membutuhkan produk industri seperti elektronik, otomotif, serta bahan kimia dari Indonesia. Karena Paraguay merupakan negara agraris yang tidak memproduksi produk-produk tersebut. Selain itu, kerjasama bilateral tersebut memberikan dampak yang positif bagi peningkatan perekonomian kedua negara. Selain itu, dengan adanya kerjasama tersebut maka pangsa pasar kedua negara semakin luas.
TEORI HUMANITARIAN INTERVESION
Humanitarian intervention atau intervensi kemanusiaan adalah upaya untuk mencegah atau menghentikan pelanggaran hak asasi manusia dengan kekuatan militer di suatu negara, baik dengan atau tanpa persetujuan negara itu (negara mengalami internal konflik).Dalam Blacks Law Dictionary dikatakan bahwa intervensi kemanusiaan diartikan sebagai intervensi yang dilakukan oleh komunitas internasional untuk mengurangi pelanggaran hak asasi manusia dalam satu negara, walaupun tindakan tersebut melanggar kedaulatan negara tersebut.
Penjelasan mengenai intervensi kemanusiaan tersebut memiliki empat elemen, yaitu: pertama, adanya penggunaan militer sebagai kekuatan pemaksa. Kedua, biasanya intervensi tersebut dilakukan tanpa persetujuan negara target; ketiga, intervensi dimaksudkan adalah untuk melindungi warga negara dari negara target; dan terakhir adalah aktor intervensi bisa negara-negara secara unilateral, kelompok negara ataupun organisasi internasional seperti PBB.
TEORI KONSTRUKTIVISME
Asumsi dasar dari konstruktivisme adalah pertama, setiap tindakan negara didasarkan pada meanings yang muncul dari hasil interaksinya dengan lingkungan. Konstruktivisme beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh negara akan berpengaruh terhadap bentuk sistem internasional. Begitupun sebaliknya sistem internasional tersebut juga akan berpengaruh terhadap perilaku negara. Kedua, pendangan mengenai sistem anarki internasional. Dalam sistem anarki terdapat interaksi – interaksi antar negara. Kemudian, dalam interaksi antar negara itu terjadi proses mempengaruhi antar negara sehingga interaksi antar negara itu memberikan bentuk terhadap sistem internasional. hal ini bertentangan dengan realisme yang menyatakan bahwa realita hubungan internasional bersifat anarki dimana anarki tersebut bersifat given. Ketiga, konstruktivisme memfokuskan kajiannya terhadap persolaan mengenai bagaimana pembentukan ide dan identitas. Kemudian bagaimana perkembangan ide dan identitas tersebut serta bagaimana ide dan identitas tersebut membentuk pemahaman negara dan merespon lingkungan sekitarnya (portal-hi.net).
Kaum konstruktivis meyakini bahwa dunia sosial, termasuk hubungan internasional merupakan hasil konstruksi manusia (Jackson & Sorensen 2009: 307). Dalam perspektif ini, dunia sosial bukanlah sesuatu yang given. Dunia sosial bukanlah seperti yang diungkapkan kaum behavioralis dan positivis dimana hukum – hukum dunia sosial tersebut dapat ditemkan melalui penelitian – penelitian ilmiah serta dapat dijelaskan melalui teori ilmiah. Melainkan dunia sosial adalah sesuatu yang intersubjektif dimana dunia sosial tersebut memiliki arti yang sangat penting bagi masyarakat yang membuatnya, hidup di dalamnya serta memahaminya (Jackson & Sorensen 2009: 307).
TEORI NEOLIBERALISME
Awal mula kemunculan perspektif neoliberalisme terjadi pada tahun 1980an yang diprakarsai oleh Robert Keohane pada tahun 1982 melalui karyanya After Hegemony (Martin, 2007). Neoliberal melihat distribusi kekuatan internasional sebagai pola faktor pendorong utama dalam kerjasama internasional. mereka berkonsentrasi pada hubungan transnasional dan menolak asumsi realisme bahwa negara merupakan satu-satunya aktor yang penting dalam dunia internasional. Neoliberalisme merupakan sebuah teori dalam hubungan internasional yang menggambarkan mengenai konsep-konsep mengenai rasionalitas, dan kontrak, serta memberikan fokus pada peranan institusi dan organisasi dalam politik internasional (Martin, 2007). Perbedaan mendasar antara neoliberalisme dan perspektif pendahulunya, liberalisme adalah terletak pada proses kerjasama yang diusungnya. Kerja sama memang ada dalam liberalisme dan neoliberalisme. Hanya saja, liberalisme berusaha mencapai perdamaian dunia melalui kerja sama dalam wadah institusi internasional, seperti LBB dan PBB, sementara neoliberalisme berusaha mencapai perdamaian dunia dengan cara menjalin relasi dengan aktor lain melalui perdagangan kapitalisme (Martin, 2007).
TEORI REALISME
Salah satu perspektif dalam ilmu Hubungan Internasional yang mengalami banyak perkembangan adalah Realisme. Perspektif realis banyak membahas tentang perang dan keamanan yang berkaitan dengan militer dan power. Realisme berkembang dan mendasar pada pemikiran bahwa man is evil. Aktor dalam perspektif realisme adalah negara, sebagai satu individual yang tidak akan bekerjasama dengan aktor lain tanpa ada maksud tertentu (self-interested) dan akan selalu berusaha untuk memperkuat dirinya sendiri. Berawal dari sejarah studi Hubungan Internasional yang muncul antara Perang Dunia I dan II, realisme hadir sebagai arus utama pendekatan hubungan internasional akibat ketidaksempurnaan pendekatan idealis. Pandangan-pandangan yang menjadi fundasi aliran ini posisinya berseberangan dengan pemikiran para penganut idealisme. Adapun pandangan atau asumsi dasar dari prespektif realisme, antara lain:
memandang secara pesimistis terhadap sifat dasar manusia yang cenderung berbuat baik. Prespektif ini berkeyakinan bahwa manusia itu bersifat jahat, berambisi untuk berkuasa, bereperang, dan tidak mau bekerjasama;
bersikap skeptis terhadap kemajuan politik internasional dan politik domestik;
meyakini bahwa hubungan internasional bersifat konfliktual atau berpotensi menghasilkan konflik. Dan konflik-konflik internasional yang terjadi hanya bisa diselesaikan dengan jalan perang;
menjunjung tinggi nilai-nilai keamanan nasional dan eksistensi atau kelangsungan hidup negara.
Para pemikir realis juga menempatkan keamanan nasional sebagai prioritas atau fokus utama dalam prespektif realisme. Dalam kacamata realis, keamanan militer dan isu-isu strategis tergolong kepentingan utama dan mengacu ke dalam kategori high politics. Sedangkan ekonomi dan isu-isu sosial dilihat oleh kaum realis sebagai hal yang biasa, yang termasuk ke dalam kategori low politics. Realisme juga memfokuskan analisisnya pada power dan otonomi dalam interaksi internasional serta tentang tidak adanya keharmonisan diantara negara-negara, sehingga konsep self-help di sini menjadi penting. Dan kemampuan yang paling relevan, yaitu kemampuan di bidang militer. Realis tidak menolak prinsip-prinsip moral, Hanya saja dalam prakteknya, moralitas individual dikalahkan oleh kepentingan akan kelangsungan hidup negara dan penduduknya dan tentu saja kepentingan nasional itu sendiri Bagi kaum realis, negara merupakan aktor utama dalam panggung internasional. Sebagai aktor utama, negara berkewajiban mempertahankan kepentingan nasionalnya dalam kancah politik internasional. Negara dalam konteks ini diasumsikan sebagai entitas yang bersifat tunggal dan rasional. Maksudnya adalah dalam tataran negara, perbedaan pandangan politis telah diselesaikan hingga menghasilkan satu suara. Sedangkan negara dianggap rasional karena mampu mengkalkulasikan bagaimana cara mencapai kepentingan agar mendapat hasil maksimal. Seorang realis juga biasanya memusatkan perhatian pada potensi konflik yang ada di antara aktor negara, dalam rangka memperhatikan atau menjaga stabilitas internasional, mengantisipasi kemungkinan kegagalan upaya penjagaan stabilitas, memperhitungkan manfaat dari tindakan paksaan sebagai salah satu cara pemecahan terhadap perselisihan, dan memberikan perlindungan terhadap tindakan pelanggaran wilayah perbatasan. Oleh karena itu, power adalah konsep kunci dalam hal ini. Dasar Normatif realisme adalah keamanan nasional dan kelangsungan hidup negara: ini merupakan nilai-nilai yang menggerakkan doktrin kaum realis dan kebijakan luar negeri kaum realis.
Negara dipandang esensial bagi kehidupan warganegaranya: tanpa negara yang menjamin alat-alat dan kondisi-kondisi keamanan dan yang memajukan kesejahteraan, kehidupan manusia dibatasi menjadi seperti, seperti yang tersurat dalam pernyataan Thomas Hobbes yang terkenal terpencil, miskin, dan sangat tidak menyenangkan, tidak berperikemanusiaan, dan singkat. dengan demikian negara dipandang sebagai pelindung wilayahnya, penduduknya, dan cara hidupnya yang khas dan berharga. Kepentingan nasional adalah wasit terakhir dalam menentukan kebijakan luar negeri. Masyarakat dan moralitas manusia dibatasi pada Negara dan tidak meluas pada hubungan internasional yang merupakan arena politik dari kekacauan yang besar, perselisihan, konflik antar Negara-negara yang berkekuatan besar mendominasi pihak-pihak lain.
Fakta bahwa semua negara harus mengejar kepentingan nasionalnya sendiri berarti bahwa negara dan pemerintahan lainnya tidak akan pernah dapat diharapkan sepenuhnya. Seluruh kesepakatan internasional bersifat sementara dan kondisional atas dasar keinginan negara-negara untuk mematuhinya. Semua negara harus siap mengorbankan kewajiban internasionalnya yang berdasar pada kepentingannya sendiri jika dua negara terlibat dalam konflik. Hal itu menjadikan perjanjian-perjanjian dan semua persetujuan, konvensi, kebiasaan, aturan dan hukum lainnya, antara negara-negara hanyalah berupa pengaturan yang bijaksana yang dapat dan akan dikesampingkan jika semua itu berseberangan dengan kepentingan negara. Tidak ada kewajiban internasional dalam pengertian moral dari kata itu (yaitu terikat kewajiban timbal balik) antara negara-negara merdeka. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, satu-satunya tanggung jawab mendasar warga negara adalah meningkatkan dan mempertahankan kepentingan nasional.
TEORI DETERRENCE
Detterence berarti penolakan, penangkisan dan pencegahan (Echols: 1996). dalam studi militer, detterence seringkali diartikan sebagai sebuah 'strategi penangkal' supaya pihak lawan (other/ enemy) merasa segan dan gentar sehingga mereka akan berpikir panjang untuk melakukan serangan kepada pihak kita (us).
Dalam studi keamanan internasional, detterence berkembang menjadi sebuah teori besar dalam paradigma realis. Asumsi dan konsep-konsep yang digunakan dalam teori detterence mutlak meyakini apa yang diagungkan oleh paradigma realis semisal kepercayaan terhadap dunia yang anarkhis, kecenderungan egoisme manusia, serta keinginan setiap negara untuk memupuk kekuatan alias struggle of power. Dalam keadaan dunia internasional yang anarkhis seperti itu maka untuk menciptakan perdamaian diperlukan suatu keadaan dimana setiap negara harus memiliki kekuatan yang setara (balance of power). Menurut paradigma ini, jika negara itu kuat maka ia cenderung akan 'menghabisi' negara yang lemah. Disinilah kemudian letak penting teori detterrence demi mewujudkan perdamaian dalam asumsi paradigma realis.
TEORI BALANCE OF POWER
Balance of power atau Perimbangan kekuatan/kekuasaan yang dipengaruhi oleh paham realisme.
Ernst Haas dalam "The balance of Power: Prescription Concept, or Propaganda? Mengasumsikan empat prasyarat bagi eksistensi sistem the balance of power yang telah dikemukakan dalam literatur-literatur hubungan internasional yaitu:Suatu multiplisitas aktor-aktor politik yang berdaulat yang muncul karena tidak adanya satu otorita yang kuat, terpusat, dan legitimate yang menguasai aktor-aktor tsb.
Distribusi kekuatan yang relatif tidak seimbang (status, kekayaan, ukuran, kapabilitas militer) di antara aktor-aktor politik yang membentuk sistem tadi.
Distribusi kekuatan yang tidak seimbang itu bisa digunakan untuk membeda-bedakan negara ke dalam tiga kategori, yaitu: negara besar great powers), negara menengah (intermediate powers), dan negara-negara bangsa yang kecil.
Persaingan dan konflik yang berkesinambungan – namun terkendali – diantara aktor-aktor politik yang berdaulat tadi, dikarenakan adanya persepsi bahwa dunia merupakan sumber-sumber yang langka serta persepsi mengenai nilai-nilai lainnya.
Suatu pemahaman implisit di antara para pemimpin negara-negara besar bahwa kesinambungan distribusi kekuatan yang ada akan menguntungkan mereka.
GAME THEORY
Teori Permainan berasumsi bahwa setiap pemain akan melaksanakan strategi yang membantu dia (dalam hal ini negara) untuk mencapai hasil yang paling menguntungkan dalam setiap situasi.
Dalam hubungan internasional atau politik internasional dengan situasi di mana negara sengaja atau tidak sengaja – mengejar kepentingan nasionalnya sendiri dengan mengorbankan kepentingan negara lain, yang menyebabkan konflik atau kompetisi lahir. Teori Permainan digunakan untuk menggambarkan hubungan mengenai penempatan kepentingan dua pemain yang bertentangan secara langsung: semakin besar hasilnya untuk satu pemain, yang lebih kecil untuk lainnya.
Dalam rangka mencapai hasil yang produktif untuk kedua pemain, para pemain harus mengkoordinasikan strategi mereka, karena jika masing-masing pemain terfokus untuk mengejar potensi keuntungan yang besar maka hasil yang didapatkan tidak produktif. Konsep dengan menggunakan Prisoner's Dilemma Game.
TEORI GLOBALISASI
Globalisasi berarti proses dari meningkatnya hubungan diantara masyarakat yang bahkan berada di salah satu bagian di dunia yang semakin lama semakin mempunyai pengaruh pada orang-orang maupun masyarakat yang berada jauh (Smith & Baylis :7).Dari pengertian tersebut dapat digarisbawahi mengenai suatu proses, pengaruh, masyarakat dan dunia internasional. Apabila poin-poin itu disinambungkan diperoleh makna globalisasi merupakan suatu proses yang berpengaruh bahkan dapat menggeser perilaku masyarakat internasional yang bahkan terpisah sedemikian jauh jaraknya. Sering sekali terdengar dengungan mengenai globalisasi. Globalisasi dalam era modern sekarang ini mempunyai implikasi yang sangat besar bagi dunia internasional dan sudah tidak bisa dihindari lagi. Globalisasi sebenarnya bukanlah fenomena baru. Khususnya dalam dunia politik, 3 teori mapan yaitu realisme, liberalisme dan marxisme mempunyai pandangan yang berbeda-beda mengenai makna dari globalisasi. Menurut kaum realism, globalisasi tidak merubah fitur yang paling signifikan dari dunia politik, dinamakan pembagian teritori dari dunia terhadap negara -bangsa , globalisasi mungkin mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi dan budaya tetapi tidak melebihi sistem politik internasional negara (Smith & Baylis :6). Dari pandangan tersebut bisa dikatakan bahwa kaum realis menganggap bahwa globalisasi memang berpengaruh namun tidak terlalu berpengaruh secara signifikan dalam system politik internasional dimana aktor utamanya yaitu negara.
Kaum liberalis pun memiliki pandangan sendiri mengenai globalisasi. Kaum liberal melihat globalisasi sebagai akhir produk dari jalannya transformasi dalam dunia politik (Smith & Baylis :6). Kaum liberal lebih menekankan pemahaman globalisasi dari segi revolusi kemajuan teknologi dan komunikasi. Untuk kaum Marxis , globalisasi adalah sedikit berpura pura. Itu bukanlah hal baru, hal itu hanya tahap akhir dari perkembangan kapitalisme internasional (Smith & Baylis :6).
Globalisasi adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Kemajuan infrastruktur transportasi dan telekomunikasi, termasuk kemunculan telegraf dan Internet, merupakan faktor utama dalam globalisasi yang semakin mendorong saling ketergantungan (interdependensi) aktivitas ekonomi dan budaya.
TEORI INTERGRATION
Teori intergration atau intergrasi atau integrasi regional merupakan suatu teori tentang intergrasi ataubahwa masyarakat/negara terintegtrasi atas paksaan dan karena adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok.Integrasi sosial akan terbentuk apabila sebagian besar masyarakat memiliki kesepakatan tentang batas-batas teritorial, nilai-nilai, norma-norma, dan pranata-pranata sosialyang dijadikan sebagai dasar pada sebuah paradigma, dimana kepentingan kelompok menjadi yang utama atau dengan perkataan lain, paradigma kepentingan regional yang ada. Pada gilirannya akan memberikan kontribusi bagi kepentingan nasional masing-masing. Paradigma atas kepentingan regional diformulasikan ke dalam kerjasama regional di beberapa kawasan/wilayah dunia saat ini yang akan mengarah kepada sifat pengelompokan diri ke dalam konstelasi kepentingan ekonomi regional/global. Konstelasi kepentingan ekonomi ini tampaknya semakin mempertegas paradigam integrasi regional dalam aspek ekonomi-politik global dengan terbentuknya misalnya Masyarakat Ekonomi Eropa atau Masyarakat Ekonomi Asia.
WIN WIN CONFLICT THEORY
Sebuah permainan menang-menang adalah permainan yang dirancang dengan cara yang semua peserta dapat keuntungan dari itu dalam satu cara atau yang lain. Dalam resolusi konflik, strategi menang-menang adalah proses resolusi konflik yang bertujuan untuk mengakomodasi semua pihak yang bersengketa. Atau dapat di katakan win win conflict theory ialah sebuah "permainan" yang dimana para "pemain" sama sama mendapatkan keuntungan yang sama atau keuntungan yang menguntungkan melalu kerja sama atau melalu pemecahan masalah bersama.
TEORI NEO FUNGSIONALISME
Neo-fungsionalisme adalah grand theory "teori besar" pertama yang menjelaskan fenomena integrasi. Pemikir terkemuka sekaligus pelopor dari faham ini adalah Ernst Haas. Neo-fungsionalisme berkembang pada pertengahan tahun 1950an guna melengkapi kekurangan pada teori fungsionalisme klasik yang digagas oleh David Mitrany. Tujuan dari teori neo-fungsionalisme untuk menjelaskan dinamika intergrasi dan memilah serta menstruktur informasi yang relevan untuk mengembangkan pemahaman juga untuk memprediksi integrasi yang akan terjadi pada masa depan.Neo-fungsionalisme menekankan pada peran aktor non-negara sebagai yang utama dalam konstelasi politik, akan tetapi negara anggota pada kelompok regional tetap memiliki peran penting dalam proses tersebut.
Teori neo-fungsionalisme menjelaskan bahwa integrasi pada suatu regional adalah sebuah proses yang sangat konfliktual dan sporadis, berlangsung sangat alot serta menghubungkan banyak pihak baik aktor negara maupun non-negara. Menurut Haas, ada 3 hal utama yang menjadi ide utama dalam teori neo-fungsionalisme yaitu political community, political integration, dan spill-over. Dalam proses pengintegrasian sebuah kawasan sangatlah penting membentuk komunitas politik karena hal tersebut akan berpengaruh langsung pada identitas regional di masyarakat internasional.


Download Definisi Teori-Teori dalam Hubungan Internasional.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca Definisi Teori-Teori dalam Hubungan Internasional. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

banner
Previous Post
Next Post

Akademikita adalah sebuah web arsip file atau dokumen tentang infografi, presentasi, dan lain-lain. Semua pengunjung bisa mengirimkan filenya untuk arsip melalui form yang telah disediakan.

0 komentar: