Agustus 31, 2016

Strategi Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual di Negara Lain

Judul: Strategi Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual di Negara Lain
Penulis: Andang S


A.Pendahuluan
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki kualitas kinerja, tranparansi, dan akuntabilitas pemerintahan di Indonesia. Upaya ini mendapat momentum dengan dilakukannya reformasi keuangan negara berupa diterbitkannya tiga paket undang-undang di bidang keuangan negara yaitu UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Negara.
Perubahan dari basis kas menjadi basis akrual dalam akuntansi pemerintahan merupakan bagian reformasi bidang keuangan negara seperti yang diamanatkan dalam UU Nomor 17 tahun 2003.Banyak manfaat yang dapat diperoleh dengan penggunaan basis akrual yakni dapat menghasilkan data keuangan yang rinci dalam hal penelusuran kejadian ekonomi suatu transaksi, sehingga mencapai tingkat transparasi, akuntabilitas dan auditabilitas yang dinginkan oleh pengguna akhir laporan keuangan.Tetapi ada juga pendapat bertentangan yang menyatakan tingginya transparabilitas dan akuntabilitas basis akrual daripada basis kas menimbulkan biaya implementasi yang lebih mahal, kinerja yang lebih banyak, interpretasi yang beragam dari pemakai sistem, dan secara keseluruhan lebih kompleks.Oleh karena itu ada negara yang berhasil dalam penerapan implementasi akuntansi basis akrual seperti New Zealand dan Australia, tetapi adapula yang gagal seperti Nepal dan Fiji.
Penentuan keberhasilan implementasi akuntansi secara akrual antara lain dipengaruhi oleh Kehati-hatian dalam memilih strategi penerapan akrual basis, komitmen politik, mengkomunikasikan tujuan, cukupnya tenaga akuntan yang handal, sistem akuntansi informasi yang memadai, badan audit tertinggi harus memiliki sumberdaya yang tepat. Untuk itulah, dengan memperhatikan seluruh aspek dan kondisi yang terjadi di Indonesia, Pemerintah mengambil strategi untuk menerapkan akuntasi berbasis akrual secara bertahap dibandingkan dengan big bang. Harapan besar agar Indonesia dapat berhasil menerapkan akuntansi akrual secara penuh di tahun 2015.
Akuntansi Berbasis Akrual
Dalam reformasi di bidang keuangan negara, perubahan yang paling signifikan adalah perubahan di bidang akuntansi pemerintahan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pemerintah pusat akan menerapkan akuntansi berbasis akrual. Pasal 12 dan 13 UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa pendapatan dan belanja dalam APBN dicatat menggunakan basis akrual. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa basis akrual dapat memberikan informasi keuangan yang lebih lengkap daripada basis lainnya.
Pengertian basis akrual berdasarkan PSAP 01 adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Basis akrual ini berbeda dengan basis kas yang pengakuan transaksi dan peristiwa lainnya tersebut ditentukan oleh ada tidaknya aliran kas baik untuk kas masuk maupun kas keluar. Dalam basis akrual, pendapatan diakui pada saat hak telah diperoleh (earned) dan beban (belanja) diakui pada saat kewajiban timbul atau sumber daya dikonsumsi. Pengakuan aset dilakukan pada saat potensi ekonomi masa depan diperoleh dan mempunyai nilai yang dapat diukur dengan andal, dan kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban timbul.
Secara sederhana, dikatakan bahwa penerapan akuntansi berbasis akrual ditujukan untuk mengatasi ketidakcukupan basis kas untuk memberikan data yang lebih akurat. Penggunaan basis akrual dapat memberikan gambaran keuangan pemerintah yang lebih informatif yang nantinya dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan pemerintah. Manfaat penerapan basis akrual, menurut H Thompson, mencakup hal-hal dibawah ini:
Menyediakan gambaran yang utuh atas posisi keuangan pemerintah
Menunjukkan bagaimana aktivitas pemerintah dibiayai dan bagaimana pemerintah dapat memenuhi kebutuhan kasnya.
Menyediakan informasi yang berguna tentang tingkat yang sebenarnya kewajiban pemerintah
Meningkatkan daya pengelolaan asset dan kewajiban pemerintah.
Basis akrual sangat familiar pada lebih banyak orang dan lebih komprehensif dalam penyajian informasinya.
Prinsip dan standar yang dapat diterima umum membentuk basis transaksi pelaporan.
Menyediakan data yang lebih meningkat ketika pemerintah melakukan kegiatan perencanaan dan pengambilan keputusan ekonomi.
Secara signifikan memperkuat pengelolaan dan pengembangan anggaran khususnya melalui pengakuan dan pengendalian asset dan kewajiban pemerintah.
Statistik Keuangan Pemerintah (GFS) yang dipraktekkan secara internasional berbasis akrual.
Perubahan basis akuntansi dari basis kas ke basis akrual di Indonesia tidak dilakukan secara spontan (big bang). Implementasi akuntansi berbasis akrual dilakukan secara bertahap dengan menggunakan basis kas menuju akrual (Cash Toward Accrual) sebagai jembatan pada masa transisi dari basis kas ke basis akrual.
B.Strategi Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual di Negara Lain
Sebelum Indonesia memutuskan untuk menerapkan sistem akuntansi pemerintahan berbasis akrual, sebelumnya telah banyak negara-negara lain di dunia yang telah menerapkan akuntansi berbasis akrual untuk pencatatan keuangan sektor publiknya. Namun,implementasi akuntansi berbasis akrual di negara-negara tersebut tidak semuanya berjalan sesuai harapan, ada negara yang sukses menerapkan akuntansi akrual di negaranya seperti Selandia Baru dan Australia, namun ada juga yang gagal misalnya Nepal dan Fiji.
Mempelajari strategi penerapan akuntansi akrual di negara lain sangat bermanfaat bagi Indonesia agar pemerintah mampu memilih dan memilah langkah dan strategi yang tepat untuk diterapkan di Indonesia serta mampu pula menghindari kesalahan penerapan sebagaimana negara-negara yang belum berhasil mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual. Berikut ini akan dijelaskan mengenai implementasi sistem akuntansi pemerintahan berbasis akrual di Selandia Baru, Australia, Nepal, dan Fiji termasuk latar belakang penerapan, faktor-faktor pendukung, dan upaya-upaya pemerintah di sana dalam menyukseskan program tersebut.
1.Selandia Baru
Latar Belakang
Pada tahun 1980-an terjadi fenomena perubahan gaya manajemen di sektor publik akibat stagnansi ekonomi yang menghantam beberapa negara seperti Selandia Baru, Australia dan Inggris. Fenomena perubahan ini popular disebut New Public Management. Alasan utamanya adalah ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja Pemerintah yang dianggap tidak efisien dan efektif dalam pengelolaan sumber daya pada tahun 1970-an dan 1980-an. Ketidakpuasan ini dipicu oleh keadaan utang pemerintah yang terus meningkat, pajak lebih tinggi, dan turunnya pertumbuhan ekonomi. Dalam banyak kasus pemerintah diminta untuk mereview perannya dalam kegiatan dan operasi serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Pemerintah diinginkan untuk berbuat lebih banyak dengan diiringi tuntutan agar manajer sektor publik menjadi lebih akuntabel (Buhr, 2010:12)..
Periode 1970an hingga periode 1980an, Selandia Baru terus mengalami pembengkakan utang, dari 21% di tahun 1975 hingga mencapai 57,2% dari total GDP di tahun 1987. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan bagi pemerintah untuk melakukan reformasi di sektor publiknya termasuk dengan sistem akuntansi yang digunakan. Pemerintah Selandia Baru mengeluarkan rekomendasi perbaikan tata kelola keuangan, antara lain dengan menyiapkan pengukuran kinerja yang lebih sesuai dan spesifik, pendefinisian kembali tujuan dari sistem yang akan digunakan, pengadopsian akuntansi akrual secara penuh, serta perubahan dalam penekanan pelaporan yang dihasilkan (dari pelaporan yang berorientasi input ke output).
Selandia Baru menjadi negara pertama yang sepenuhnya melaksanakan akuntansi akrual baik di tingkat nasional dan lembaga. Reformasi akuntansi akrual di Selandia Baru merupakan paling komprehensif di antara semua negara. Reformasi ini bertujuan untuk mencapai efisiensi. Untuk mencapai tujuan ini Selandia Baru menjalankan tiga kebijakan yaitu memisahkan fungsi komersial dari operasi pemerintah lainnya, menguatkan garis pertanggungjawaban menteri dan eksekutif dan merancang anggaran dan sistem manajemen keuangan untuk meningkatkan pengukuran kinerja sektor publik. Tiga kebijakan ini mempengaruhi adopsi akuntansi akrual di Selandia Baru.
Tahapan Implementasi
Departemen Keuangan Selandia Baru sudah mulai mempersiapkan akuntansi akrual pada tahun 1987. Public Finance Act diundangkan pada tanggal 1 Juli 1989. Undang-undang tersebut yang menjelaskan penggunakan metode akuntansi akrual untuk penganggaran dan pelaporan keuangan. Undang-undang juga mendefinisikan atribut dari manajemen fiskal yang baik, dan memastikan pemerintah memenuhi kriteria tertentu.
Pada tahun 1992 Selandia Baru berhasil membuat laporan keuangan dengan akuntansi akrual di seluruh entitas pemerintah. Selandia Baru butuh tiga tahun untuk menerapkan akuntansi akrual dan empat tahun untuk menghasilkan laporan keuangan konsolidasi untuk seluruh pemerintah (Beerson B,2011:17). Secara keseluruhan, reformasi keuangan di Selandia Baru menghasilkan perubahan positif yaitu peningkatan akuntabilitas, kinerja keuangan yang lebih baik, mencapai efisiensi dan pengurangan staf.
Sejak tahun 1994, pemerintah Selandia Baru telah berhasil mengeluarkan laporan keuangan konsolidasi bulanan, setengah tahun, dan tahunan untuk seluruh negara bagian, yang menyediakan gambaran yang lebih komprehensif terhadap seluruh sumber daya negara tersebut.
Lingkungan yang Mendukung Implementasi
Terdapat beberapa faktor yang mendukung Implementasi akuntansi pemerintahan berbasis akrual di Selandia Baru, diantaranya :
1. Key people, adalah orang-orang yang berperan penting dalam proses reformasi keuangan yang dilakukan. Orang-orang tersebut terdiri dari politisi di dewan, bendahara negara di kementerian (treasury), dan pejabat penyusun laporan keuangan (financial management support service).
2. Axial principles, mencakup pemikiran konseptual dan penerapan ide-ide dan pengetahuan teoritis ke dalam prinsip yang disepakati dan digunakan dalam praktik. Komitmen dalam menjalankan panduan yang telah disepakati membuat proses yang dijalankan menjadi lebih komprehensif dibandingkan di negara-negara lainnya. Komitmen tersebut berupa peniadaan intervensi politis selama adopsi sistem akuntansi akrual dilakukan serta pemberian insentif yang tepat dan sesuai bagi pelaksana keuangan negara untuk memacu kinerja dan tercapainya efektifitas di sektor publik.
3. Communicating ideas, merupakan penggunaan beragam sarana dalam penyampaian ide, informasi, dan rencana agar memperoleh timbal balik yang positif dari semua pelaksana keuangan negara selama proses reformasi keuangan dilakukan. Interaksi yang terjadi selama prosesnya juga semakin meluas tidak hanya melibatkan orang-orang dalam suatu atau antar organisasi pemerintah, tetapi juga telah melibatkan orang-orang di tataran international level (seperti OECD, IMF, dan Bank Dunia), national level (seperti antar kementerian dan antar partai di parlemen), community level (seperti organisasi formal dan informal di masyarakat), organizational/institutional level (seperti lembaga pengawas keuangan negara dan organisasi akuntan), dan sub-organizational/sub-institutional level (seperti antar unit-unit kerja di berbagai lembaga negara).
4. Contextual determinants, adalah kondisi atau peristiwa yang relevan dan berpengaruh dalam proses reformasi yang dilakukan di Selandia Baru. Peristiwa-peristiwa tersebut antara lain:
a. Krisis ekonomi di periode 1970an.
b.Pemilihan umum 1984 yang mengangkat David Lange sebagai Perdana Menteri dengan membawa gagasan ekonomi baru di tengah krisis keuangan yang menerpa Selandia Baru.
c.Political will para politisi yang mendukung reformasi yang dilakukan.
d. Sistem politik di Selandia Baru yang dijalankan dengan sistem satu kamar (one legislative chamber) sehingga segala rencana yang disusun pemerintah dan dimasukkan ke dewan untuk disetujui tidak memerlukan waktu yang relatif lama, sehingga sering diartikan bahwa proses yang dijalankan antara legislatif dan pemerintah essentially non-negotiable.
5. Ethos, merepresentasikan ide dimana orang-orang dari organisasi-organisasi yang berbeda saling bekerja sama dengan sikap terbuka untuk melakukan reformasi dalam pemerintahan. Hubungan kerja sama yang terjadi seperti antara perdana menteri David Lange dan para bendahara negara di kementerian dan lembaga negara lainnya. Hubungan tersebut menimbulkan simpati dari para pegawai pemerintah dimana mereka merasa dilibatkan dan memiliki peran dalam reformasi yang sedang dijalankan. Hal ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di periode-periode sebelumnya sehingga disebut sebagai bureaucratic revolution.
6. Knowledge, mencakup theoritical knowledge, experiential knowledge, dan precedents.
a.Theoritical knowledge, merupakan filosofi managerial dan pemahaman ekonomi yang diperoleh dari beragam literatur. Sebagai contoh, pemerintah membuat keseimbangan antara kebijakan ekonomi makro dan mikro yang berasal dari beragam literatur sebagai asal muasal reformasi sistem dan manajemen yang dilakukan.
b.Experiential knowledge, mengacu kepada pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari beberapa orang. Sebagai contoh, pemahaman mengenai masalah yang dihadapi oleh para pegawai pemerintah dan tata kelola yang dijalankan diperoleh melalui akumulasi pengalaman dari lembaga-lembaga pemerintah dari beberapa periode yang lalu.
c.Precedents, merepresentasikan waktu dan kebergunaan di masa lalu. Contohnya adalah penerapan akuntansi akrual bukan pertama kalinya diterapkan di Selandia Baru di periode 1980an tersebut. Hal tersebut pernah dipakai dalam penyusunan neraca keuangan pemerintah di tahun 1922-1940. Penelusuran lalu dilakukan dan ditemukan bahwa masalah yang terjadi dalam pelaporan keuangan saat itu adalah akuntansi berbasis kas yang digunakan tidak dapat merefleksikan keuntungan atau kerugian dari suatu aktivitas yang dilakukan, dan terdapat keragaman praktik akuntansi di berbagai organisasi pemerintah saat itu.
7. Innovation, merupakan ukuran terhadap metode atau pendekatan baru yang digunakan. Dalam konteks Selandia Baru, tekanan yang diperoleh pemerintah akibat krisis keuangan di tahun 1970an mengharuskan adanya inovasi yang belum pernah dilakukan guna mengatasi krisis tersebut dalam waktu singkat, dan berhasil dilakukan dalam kepemimpinan perdana menteri David Lange.
8. Information, diperoleh dari data hasil penelitian dan pengalaman yang relevan. Contohnya adalah dalam laporan keuangan yang baru dengan menggunakan basis akrual menyediakan gambaran yang lebih komprehensif mengenai pengelolaan sumber daya oleh pemerintah, yang berujung pada akuntabilitas dan transparansi, serta terfasilitasinya penilaian kinerja pemerintah secara keseluruhan.
9. Concequences, merupakan respon yang diterima akibat perubahan tata kelola sektor publik yang diperoleh melalui akumulasi pengetahuan dan pengalaman serta keinginan untuk menyediakan informasi yang lebih baik dalam pengambilan keputusan pemerintah. Konsekuensi yang diterima pemerintah Selandia Baru adalah akuntansi berbasis akrual yang dijalankan pemerintah secara penuh, serta dengan dukungan dari berbagai faktor di atas, telah berhasil meningkatkan kinerja pemerintah.
Permasalahan Dalam Implementasi dan Penyelesaiannya
Sebagai pionir dalam penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual, Selandia Baru tentu saja menemui berbagai permasalahan yang timbul ketika akan melaksanakan maupun ketika kebijakan tersebut telah dilaksanakan. Adapun jenis-jenis permasalahan dalam implementasi akuntansi pemerintahan berbasis akrual di Selandia Baru antara lain:
1.Akuntansi akrual memerlukan biaya implementasi yang besar
2.Terdapat risiko pengambilan keputusan yang buruk di awal implementasi. Hal ini diakibatkan pemerintah belum terbiasa menggunakan informasi akuntansi akrual
3. Faktor Sumber Daya Manusia
4.Masalah penilaian aset sebagai warisan dari sistem akuntansi berbasis kas yang digunakan sebelumnya.
Dalam menyikapi berbagai permasalahan yang timbul dalam proses implementasi, ada berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah Selandia Baru dalam rangka menyukseskan program transisi menuju akuntansi pemerintahan berbasis akrual, diantaranya :
1.Komitmen untuk Perubahan
Dukungan dari para pemimpin di sektor publik, baik politisi maupun birokrasi, adalah faktor kunci di dalam keberhasilan implementasi rezim manajemen keuangan baru. Pada level stratejik, komponen-komponen di dalam perubahan (reformasi) diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan manfaat lebih perbaikan untuk birokrasi
2.Manajemen Risiko
Beberapa implementasi perubahan membawa risiko signifikan. Manajemen risiko adalah elemen kunci dari implementasi reformasi. Hal ini akan dicapai secara bertahap selama proses reformasi. Contoh, kontrol input yang tersentralisasi akan dipertahankan sebelum suatu departemen berpindah pada rezim baru. Elemen lain dari manajemen risiko meliputi strategi komunikasi yang intensif, melalui sosialisasi/diklat, seminar, majalah, jurnal, artikel di koran, dsb. Upaya komunikasi ini sangat berhasil dalam menanamkan pemahaman umum mengenai kunci-kunci dasar dari reformasi kepada audiens secara luas
3.Penerapan di Departemen
Departemen secara individu menerima persetujuan untuk berpindah ke sistem yang baru. Untuk departemen secara individu, semua elemen kunci dari sistem baru yaitu penganggaran akrual, proses apropriasi, dan proses pelaporan berubah pada saat yang sama.
4.Pelatihan SDM
Undang-undang Keuangan Publik mengharuskan disusunnya laporan keuangan oleh pemerintah Selandia Baru (laporan konsolidasian) dan oleh setiap departemen pemerintah dengan berpedoman pada prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum (PABU/GAAP). Penggunaan PABU sangat memfasilitasi penerapan akuntansi di pemerintahan, dan akan memberikan hasil terbaik dengan didukung oleh orang-orang yang terlatih/berpengalaman, software, dan sistem.Di samping itu, Pemerintah Selandia Baru memiliki sebuah badan akuntansi profesional yang terdiri dari akuntan praktisi, akuntan korporat dan akuntan sektor publik. The Institute of Chartered Accountans of New Zealand (kemudian menjadi the New Zealand Society of Accountans) tertarik dan mendukung proses reformasi.
5.Sistem Akuntansi
Aktivitas besar selama masa reformasi adalah melakukan kontrak signifikan antara departemen departemen dengan perusahaan-perusahaan akuntansi dan penyedia software untuk mendukung sistem informasi dan manajemen keuangan.
6.Akurasi Neraca Pembukaan
Perhatian penting lainnya adalah upaya untuk menyusun neraca awal (pembukaan) dengan selengkap dan seakurat mungkin. Tanpa adanya disiplin untuk menyajikan neraca tahunan dan audit yang merekonsiliasikan antara catatan detil aset dengan buku besarnya, informasi aset di dalam neraca bisa menjadi kurang valid dan tidak informatif.
7.Biaya Modal (Charging for Capital)
Kelemahan umum dari sistem manajemen keuangan pemerintah adalah adanya tendensi ke arah maksimalisasi anggaran (belanja) dan tidak adanya perhatian terhadap pengakumulasian aset yang rendah nilai gunanya. Untuk mengatasi masalah ini Pemerintah Selandia Baru membuat sistem pengenaan biaya pada departemen atas modal yang digunakannya. Biaya modal ini dikenakan terhadap kekayaan bersih (net aset) dari setiap departemen. Sistem biaya modal ini memberikan dorongan agar departemen menghindari pengadaan aset yang kurang bernilai guna.Bagi departemen yang menarik biaya kepada para pengguna layanan yang diberikannya, akan berusaha untuk menghitung biaya produk/output dengan metode biaya penuh (full cost) atau dengan rasionalisasi struktur modal yang berhubungan dengan output (barang/jasa).
8.Alokasi Biaya
Satu persyaratan yang diperlukan untuk memfokuskan sistem manajemen keuangan pada output adalah membangun sistem akuntansi biaya yang dapat mengalokasikan biaya terhadap output. Karena biaya output sudah memasukkan biaya modal, maka dimungkinkan untuk membandingkan biaya output yang dihasilkan suatu departemen dengan biaya output yang serupa yang dihasilkan
pihak lain di sektor publik maupun swasta, dan juga dengan catatan tahun-tahun sebelumnya di departemen yang bersangkutan. Saat ini telah banyak kemajuan dalam area ini dimana departemen-departemen mengidentifikasi biaya per unit output untuk tujuan perbandingan internal maupun untuk benchmarking dengan organisasi-organisasi lain.
2.Australia
Latar Belakang
Australia merupakan negara persemakmuran dan tumbuh sebagai hasil dari migrasi warga inggris pada tahun 1800-an. Oleh karena itu, praktik akuntansi Australia lebih fokus pada informasi yang diperlukan oleh investor dibandingkan dengan keperluan pajak negara tersebut. Dalam perkembangannya, pemerintah Australia menilai bahwa penggunaan basis akrual akan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas informasi laporan keuangan yang kemudian berguna dalam pengambilan keputusan dan akuntabilitas publik. Dengan semakin berkualitas informasi yang didapat, maka pemerintah akan dapat mengambil keputusan yang efisien dan efektif dalam pengelolaan keuangan negara.
Sama halnya dengan Selandia Baru, adopsi akuntansi akrual di Australia untuk sektor publik terjadi selama periode reformasi ekonomi luas, meskipun reformasi Australia barangkali lebih sederhana dibandingkan dengan Selandia Baru. Tekanan muncul pada awal 1990-an untuk meningkatkan efisiensi pemerintah dan meningkatkan kinerja. Reformasi komprehensif pada akhirnya dilakukan dengan cara melaksanakan dua inisiatif yaitu Financial Management Improvement Program dan Program Management and Budgeting.
Tahapan Implementasi
Sebelum tahun 1990, pemerintah Australia menggunakan basis modifikasi kas (cash modified) untuk pelaporan keuangan dan pengganggaran. Kemudian sejak tahun 1990, terdapat pergeseran menuju implementasi akuntansi akrual untuk tujuan pelaporan keuangan. Hampir bersamaan dengan implementasi akuntansi akrual tersebut, sebagian besar pemerintah mengadopsi sistem penganggaran kinerja yang dikenal sebagai "accrual output budgeting" (AOB). Reformasi anggaran yang dikembangkan Australia, The Accrual Outputs and Outcomes Framework (Guthrie, 1999) menekankan pada kebutuhan akuntabilitas yang lebih kuat dari departemen sehingga ditujukan untuk meningkatkan akuntabilitas eksternal.
Pada tahun 1991, Standar akuntansi dibuat oleh Australian Accounting Standards Board (AASB). Aslinya, ASSB bekerja sama dengan Public Sector Accounting Standards Board untuk membuat standar akuntansi pemerintahan Australia. Urgent Issues Group (UIG) didirikan pada tahun 1994 untuk membantu membahas isu mendesak dalam bidang akuntansi kebanyakan seperti Emergency Issues Task Force (EITF) di Amerika Serikat.
Pada tahun 1995, diputuskan bahwa departemen harus menyusun pelaporan dengan basis akrual. Tiga instrumen kebijakan diperkenalkan untuk menggantikan the Audit Act of 1901 (Guthrie, 1998). Tiga instrumen kebijakan tersebut menjadi bagian dari legislasi yang diterapkan sekarang, yaitu Commonwealth Authorities and Companies (CAC) Act 1997, the Financial Management and Accountability (FMA) Act 1997 dan Auditor-General Act 1997. Pada tahun 1996, diputuskan bahwa kerangka penganggaran dan pelaporan berbasis akrual diperkenalkan pada sektor publik di Australia (Scheers dkk, 2005). Australia mulai mengimplementasikan accrual-based budgeting tersebut pada tahun anggaran 1999/2000. Secara garis besar, tahap-tahap penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual di Australia dapat dijabarkan sebagai berikut:
Periode sebelum 1989
Sebelum tahun 1989, Australia menggunakan basis kas untuk pelaporan akuntansi sektor pemerintah. Hal-hal yang terjadi masa ini seperti :
Buku besar kas yang tersentralisasi
Agency mencatat transaksi penerimaan dan pembayaran dalam buku besar pusat
Department of Finance and Deregulation Australia menyiapkan Laporan Penerimaan dan Pembayaran (Anggaran versus Realisasi) oleh Agency untuk setiap item apropriasi. Laporan ini diaudit penuh
Agency tidak disyaratkan untuk menghasilkan laporan keuangan berbasis kas sendiri sampai 1989-1990. Laporan kas telah dimasukkan dalam laporan tahunan agency dan telah diaudit
Periode tahun 1989 s.d. 1992
Dalam periode ini, pemerintah Australia mulai menerapkan akuntansi modifikasi kas. Hal-hal yang terjadi masa ini seperti:
Setiap agency disyaratkan untuk mempersiapkan satu set laporan keuangan basis modifikasi kas untuk pertama kalinya
Sebagai bagian dari laporan keuangan tahunan masing-masing agency, Pernyataan informasi tambahan keuangan meliputi debitur, kreditur, aktiva tetap dan kewajiban tertentu diperlukan
Tidak semua aset dan kewajiban, seperti long service leave, annual leave dan dana pensiun, diminta untuk diungkapkan
Dampak transaksi atau peristiwa non tunai terus diabaikan, termasuk penyusutan
Periode tahun 1992 s.d. 1994
Periode ini adalah periode dimana pemerintah melakukan transisi menuju akuntansi akrual penuh. Hal-hal yang terjadi pada periode ini yaitu : Tahun 1992, Menteri Keuangan mengumumkan tiap departemen untuk melaporkan dengan basis akuntansi akrual penuh pada tahun yang berakhir pada 30 Juni 1995. Tahun 1993, Menteri Keuangan mengeluarkan pedoman baru untuk laporan berbasis akrual, yang diterapkan secara progresif mulai 1993. Tiga laporan keuangan yang dipersyaratkan adalah :
Laporan Penerimaan dan Pembayaran (Kas)
Laporan Aset dan Kewajiban Tertentu (Akrual)
Laporan Apropriasi (Diterima dan Digunakan)
Catatan Penjelas
Periode tahun 1995 dan setelahnya
Proses memindahkan agency Pemerintah Australia dari akuntansi kas ke akuntansi akrual berlangsung stabil dan terukur. Implementasi akuntansi akrual penuh ditetapkan untuk tahun berakhir 30 Juni 1995. Sebuah program terhadap sepuluh agency menyiapkan laporan berbasis akrual untuk tahun 1992 hingga 1993. Sepuluh agency berikutnya pindah ke format akrual untuk 1993-1994, dan sisanya melaporkan untuk pertama kalinya di 1994 dan 1995. Laporan Akrual Penuh Agency dimasukkan dalam laporan tahunan mereka dan diaudit. Tahun 1995 Laporan Akrual Konsolidasi Percobaan dibuat oleh Department of Finance and Deregulation ( DOFAD ). Tahun 1996 dan 1997, Laporan Akrual Konsolidasi dipublikasikan dan diaudit. Pada Tahun 1998 – 1999, audit penuh atas Laporan Akrual Konsolidasi.
Lingkungan yang Mendukung Implementasi
Diperlukan waktu belasan tahun untuk menjadikan accrual budgeting and accounting di Australia dapat dikatakan baik. Proses adopsi penerapan basis akrual ini memakan waktu yang sangat lama dan meminta adanya beberapa prasyarat, antara lain:
1. Dukungan yang kuat dari sistem informasi manajemen
2. Pengaruh sumber daya manusia
3. Komitmen kepemimpinan
4. Kapasitas parlemen dan eksekutif
5. Proses implementasi yang bertahap.
Permasalahan dalam Implementasi
Berikut ini merupakan permasalahan yang timbul pada saat pemerintah Australia mencoba untuk menerapkan sistem akuntansi pemerintahan berbasis akrual secara menyeluruh, diantaranya:
Aset terdaftar tidak lengkap dan tidak up-to-date
Penetapan penilaian untuk aset
Kendala dalam perolehan informasi IT berbasis akrual
Staff tidak familiar dengan persyaratan laporan keuangan
Kekurangan dalam akuntansi/sistem IT manajemen keuangan.
Upaya yang dilakukan pemerintah Australia dalam usahanya untuk menyukseskan implementasi akuntansi pemerintahan berbasis akrual diantaranya:
Menyiapkan sistem akuntansi dan IT based system yang andal Pelajaran yang muncul jelas dari negara-negara berbasis akrual adalah untuk memilih perangkat lunak dan untuk menyesuaikan proses internal dalam pemerintahan untuk sistem mereka. Masalah muncul dengan sistem DOFAD yang telah dibangun dengan spesifikasinya dan tidak ada rasionalisasi proses
Komitmen kuat dari pimpinan
Menyediakan SDM yang kompeten. DOFAD dan lembaga lainnya tidak memiliki keterampilan akuntansi yang memadai sehingga DOFAD melakukan kemitraan jangka panjang dengan sektor swasta.
Mengantisipasi resistensi terhadap perubahan
Menyiapkan tahapan-tahapan implementasi dengan matang
Melakukan perubahan budaya kerja yang menyerupai bisnis:
Pembagian tanggung jawab dan akuntabilitas kepada manager
Budaya kinerja
Peningkatan akuntabilitas eksternal
Informasi akrual yang lebih komprehensif untuk pengambilan keputusan dan reformasi terkait
Memastikan adanya komunikasi yang memadai, baik di internal pemerintahan maupun dengan pihak eksternal
3.Nepal
Latar Belakang
Nepal merupakan salah satu negara termiskin di dunia yang sebagian besar perekonomiannya sangat bergantung kepada pertanian. Ekonomi Nepal sangat bergantung dari ekspor hasil pertaniannya serta dari kunjungan para wisatawan asing ke pegunungan Himalaya. Namun, nilai ekspor negara ini jauh lebih kecil daripada nilai impor, misalnya di tahun 2008 nilai ekspor Nepal sebesar $907 juta jauh dari nilai impor yang mencapai $33,25 milyar, yang menyebabkan negara ini menjadi sangat rentan terhadap gejolak ekonomi di dunia.
Contoh kegagalan penerapan akuntansi akrual dapat dilihat di Nepal. Nepal merupakan salah satu negara yang kurang mampu secara ekonomi. Keadaan ini menyebabkan Nepal sering menerima bantuan dana dari lembaga internasional. Lembaga internasional berharap dana ini dapat dipertanggungjawabkan dengan baik sehingga "memaksa" Nepal untuk mengadopsi akuntansi akrual. Ketergantungan pemerintah dari bantuan dan pinjaman luar negeri, baik itu dari negara-negara donor atau lembaga internasional lainnya, menjadi sangat tinggi karena banyak sumber daya di dalam negeri yang belum dikelola dengan layak.
Di awal tahun 1960, Pemerintah Nepal memperoleh pinjaman luar negerinya dari United States Agency for International Development (USAID). Lembaga tersebut bersama Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) membawa misi perbaikan ekonomi ke negara-negara berkembang, khususnya yang sedang mengalami krisis keuangan seperti Nepal. Agenda yang dibawa oleh USAID dan PBB adalah pengimplementasian program and performance budgeting (PPB) di lingkungan pemerintah Nepal. Pelaksanaan PPB diharapkan kemudian dapat menjadi alat yang digunakan oleh pemerintah dalam mengelola pinjaman dan bantuan luar negerinya dengan lebih efektif dan efisien. Langkah awal yang dilakukan adalah memperkenalkan dan melembagakan akuntansi berbasis kas di lingkungan pemerintah pusat. Hal ini menjadi kunci dari reformasi yang dilakukan selama periode 1960an di Nepal.
Namun, ternyata pelaksanaan PPB di Nepal menemui hambatan dalam pengelolaan dikarenakan sistem akuntansi pemerintah di Nepal tidak memungkinkan untuk melakukan analisis dan evaluasi dalam pengelolaan dana bantuan luar negeri tersebut. Di saat tersebut, muncullah pemikiran untuk beralih ke sistem akuntansi berbasis akrual yang dibawa oleh Bank Dunia agar pelaksanaan PPB dapat berjalan dengan lancar, yang kemudian saat itu pula menjadi awal dari era akrualisasi.
Tahapan Implementasi
Proses institusionalisasi akuntansi berbasis akrual diawali di tahun 1987 dimana pemerintah mulai menyusun kode, klasifikasi, dan format untuk pelaksanaannya di seluruh instansi pemerintah dan mulai diberlakukan di tahun 1989 pada beberapa proyek pembangunan yang didanai oleh bantuan dan pinjaman internasional.
Di awal tahun 1990, pemerintah lalu mencanangkan upaya perbaikan terhadap sistem akuntansi di negara tersebut. Dengan bantuan dari Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB), pemerintah mengeluarkan tiga rekomendasi perbaikan: penggunaan peralatan teknologi informasi, pengadopsian standar internasional, dan perubahan menuju akuntansi berbasis akrual secara menyeluruh.
Namun upaya tersebut mendapat sandungan karena ketidak mampuan seluruh pihak untuk membuat suatu technical assistance yang memadai untuk dapat diterapkan oleh seluruh instansi pemerintah. Hal ini menimbulkan tekanan publik yang besar kepada pemerintah karena telah banyak upaya yang telah dilakukan dalam proses perbaikan tata kelola keuangan pemerintah namun selalu menemui kegagalan dalam uji coba dan pelaksanaannya, dikarenakan beberapa sebab termasuk karena adanya konflik dalam negeri. Setelah menemui berbagai kendala dalam penerapannya, kemudian proyek itupun mandeg hingga awal periode 2000an.
Lingkungan yang Mendukung Implementasi
Pada dasarnya, implementasi akuntansi pemerintahan berbasis akrual di Nepal tidak dapat dikatakan berhasil. Akan tetapi, paling tidak Nepal sudah mencoba untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual di sektor pemerintahan negara tersebut. Faktor utama yang paling mendorong Nepal untuk mencoba menerapkan hal ini adalah intervensi lembaga asing yang menuntut suatu laporan pertanggungjawaban dana bantuan yang diberikan dalam bentuk laporan yang memiliki akuntabilitas yang baik serta lebih informatif melalui suatu pencatatan akuntansi berbasis akrual.
Permasalahan dalam Implementasi
Menilik kegagalan implementasi akuntansi pemerintahan berbasis akrual, setidaknya ada beberapa poin permasalahan yang mempengaruhi. Antara lain :
1.Kurangnya sumber daya manusia yang mampu menguasai pelaksanaan sistem akuntansi berbasis akrual
2.Kesiapan sarana dan prasarana yang tidak memadai di seluruh instansi pemerintah
3.Kebanyakan akuntan pemerintah tidak dilibatkan dalam upaya yang telah dilakukan karena sebagian besar tugas dan pekerjaan mereka dikerjaan oleh konsultan dan staf dari organisasi internasional yang membawa proyek akrualisasi akuntansi ke pemerintah Nepal
4.Tekanan dari lembaga-lembaga internasional tidak dibarengi dengan langkah nyata dalam membantu pemerintah untuk turut menyiapkan sarana dan prasarana yang perlu dalam implementasi akuntansi berbasis akrual.
Upaya yang dilakukan pemerintah Nepal dalam usahanya untuk menerapkan akuntansi pemerintahan berbasis akrual yaitu Di akhir tahun 2007, pemerintah dengan bekerja sama dengan Bank Dunia dan para akuntan pemerintah mulai manjalankan misi untuk mereformasi tata kelola keuangan negara tersebut kembali ke basis kas yang dulu digunakan sebelum tahun 1960. Pemerintah mulai mengisi beberapa kelemahan yang ditemukan di masa lalu dengan terus diiringi dengan perbaikan aturan terhadap sistem akuntansi yang akan diimplementasikan di seluruh instansi. Sistem akuntansi kas yang digunakan mengacu kepada basis kas dari IPSAS karena ini dianggap akan sangat membantu pemerintah dalam menyiapkan jalan guna kembali melakukan reformasi akuntansi di masa depan menuju sistem akuntansi berbasis akrual.
4.Fiji
Latar Belakang
Di awal periode 1990an di tengah tuntutan untuk melakukan reformasi birokrasi sektor publik, Pemerintah Fiji memandang bahwa pengenalan akuntansi akrual di departemen pemerintah dibutuhkan untuk menyediakan manajemen suatu sistem informasi manajemen yang lebih efisien dan akurat dibanding sistem keuangan secara tunai. Sebagaimana yang telah sukses dijalankan oleh negara tetangganya yakni Selandia baru, maka pada tahun 1994 Fiji pun mencoba untuk menerapkan sistem akuntansi pemerintahan yang berbasis akrual di negaranya.
Tahapan Implementasi
Pada tahun 1994 pemerintah Fiji menetapkan proses adopsi akuntansi akrual melalui dua tahap. Tahap pertama akuntansi akrual dilaksanakan oleh tiga Departemen (kehutanan, kelautan dan keuangan) sebagai pilot project. Tahap kedua adalah implementasi secara penuh di seluruh departemen. Departemen pilot project menyediakan informasi anggaran akrual bulan Maret 1995 dan menyelesaikan migrasi tanggal 1 Januari 1996. Departemen yang tersisa menyediakan informasi anggaran akrual pada Maret 1996 dan menyelesaikan migrasi tanggal 1 Januari 1997. Akan tetapi rencana ini tidak berjalan dengan mulus karena sampai tahun 1999 Fiji belum dapat mengadopsi akuntansi akrual. Proyek ini terhenti pada tahun 1999 akibat gejolak politik.
Lingkungan yang Mendukung Implementasi
Sebagaimana disebutkan di atas, salah satu faktor yang mendasari mengapa Fiji mencoba untuk menerapkan akuntansi pemerintahan berbasis akrual adalah dikarenakan adanya kebutuhan akan reformasi sektor publik, oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem pelaporan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel, namun sayangnya niatan ini tidak didukung oleh langkah yang cermat dari pemerintah Fiji
Permasalahan dalam Implementasi
Tickell (2010:75) menjelaskan bahwa faktor kegagalan Fiji disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya:
1. penerapan akuntansi akrual yang tergesa–gesa tanpa perencanaan yang baik.
2. pengembangan sistem informasi akuntansi yang kurang baik.
3. terlalu bersandar dengan konsultan internasional.
4. kemampuan tenaga akuntansi yang rendah
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah setelah proyek ini sempat terhenti pada tahun 1999 adalah melakukan perbaikan sistem implementasi pada tahun 2004. Pemerintah Fiji berusaha merencanakan kembali model implementasi yang baik melalui pengembangan komprehensif untuk mengatasi faktor kegagalan pada percobaan sebelumnya. Fiji memulai proyek adopsi akuntansi meningkatkan kemampuan akuntan dan membuat pilot project yang lebih kecil. Usaha – usaha ini relatif membutuhkan waktu yang cukup panjang sehingga adopsi akuntansi akrual berjalan lambat.

C.Strategi penerapan Akuntansi Berbasis Akrual di Indonesia
Untuk mengimplementasikan akuntansi berbasis akrual secara penuh pada tahun 2015 nanti, tentu Indonesia memerlukan strategi transisi dan implementasi yang tepat agar dapat mengikuti keberhasilan penerapan akuntansi berbasis Akrual di New Zealand dan Australia.
Prasyarat pelaksanaan strategi terbagi atas dua kondisi, yaitu necessary condition dan sufficient condition.Necessary condition adalah prasyarat yang dibutuhan agar suatu kondisi dapat tercapai.Setelahnya, pemerintah dapat mengembangkan beberapa hal sehingga kondisinya bisa berubah menjadi kondisi yang mencukupi (sufficient condition).Necessary condition adalah komitmen pemimpin dan pejabat (DPR dan BPK), kapasitas SDM (akuntan dan auditor), dan dana pemeliharaan. Persyaratan tambahan untuk mengubah kondisi menjadi sufficient condition tersebut adalah sistem akuntansi berbasis IT (SPAN dan SAKTI), kebijakan akuntansi, manajemen resiko, dan reformasi birokrasi.
Penerapan akuntansi berbasis akrual di Indonesiasesuai dengan amanat Undang-Undang nomor 17 Tahun 2013 mengalami banyak dorongan dan hambatan, yakni:
Politik dan Birokrasi
Dukungan Politik dan Birokrasi dalam pemerintah Indonesia dapat dilihat dengan pemberlakuan 3 (tiga) paket undang-undang dan peraturan mengenai pengelolaan keuangan publik.Diberlakukannya undang-undang ini merupakan dukungan konkrit dari DPR, sebagai badan legislatif negara, dan penerapannya merupakan dukungan dari pemerintah, sebagai badan eksekutif.Komitmen politik dalam penerapan basis akrual bagi negara berkembang menjadi sangat esensial, sehingga komitmen politik ini diperlukan untuk menghilangkan adanya kepentingan yang tidak sejalan.
Dukungan Profesional dan Akademisi
Dukungan professional dan akademis dapat dilihat pada Memorandum Pembahasan Penerapan Basis Akrual Dalam Akuntansi Pemerintahan di Indonesia yang disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (2006).Pembahasan tersebut dilakukan dengan menampung pendapat-pendapat dari profesional dan akademisi akuntansi pemerintahan terkait dengan masalah komponen laporan keuangan dan berbagai permasalahan konseptual dan teknis sehubungan dengan pengakuan, pencatatan, dan pengungkapan/pelaporan.
Strategi Komunikasi
Hasil dan manfaat yang ingin dicapai dengan penerapan basis akrual harus secara intens dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan.Strategi komunikasi (CS) di pemerintah pusat dapat dilihat dengan adanya buletin khusus yang membahas tentang penerapan akuntansi akrual seperti Panduan Teknis Akuntansi Pemerintah Pusat.Kolom "Klinik Akuntansi Pemerintah Pusat" memiliki format tanya-jawab atas masalah-masalah teknis yang muncul pada penerapan basis akrual.Selain itu, perlu adanya Sosialisasi dan Pelatihan yang berjenjang hingga pada tingkat daerah.
Teknologi Informasi
Informasi akuntansi berbasis kas merupakan titik penting dalam pergantian basis ke akrual. Jika suatu negara belum memiliki sistem akuntansi berbasis kas yang dapat diandalkan, maka negara tersebut terlebih dahulu berkonsentrasi pada peningkatan sistem dan proses yang telah ada, sebelum mempertimbangkan perpindahan ke akuntansi akrual. Infrastruktur berupa teknologi informasi juga belum siap.Penerapan basis akrual membutuhkan teknologi informasi yang terintegrasi untuk membutuhkan laporan yang lengkap dan menyeluruh.Kerumitan penyiapan teknologi informasi menjadi permasalahan tersendiri.
Kompetensi
Tenaga akuntan yang profesional akan sangat diperlukan untuk rekruitmen dan pelatihan yang cukup. Kekurangan tenaga akuntan akan menyebabkan penundaan penerapan akrual basis pada akuntansi pemerintah, seperti yang terjadi di Kepulauan Marshall.Persoalan kompetensi SDM ini sangat mendasar.Tuntutan penerapan basis akrual tidak diimbangi dengan kompetensi SDM yang ada.Kompetensi SDM di bidang akuntansi akrual dirasakan masih sangat kurang.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Harun (2012) masih banyak pemerintah daerah dan organisasi pemerintah lainnya yang belum memiliki tenaga-tenaga handal di bidang akuntansi. Dalam penelitian tersebut juga disebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan dan BPKP yang memiliki kapasitas dan kualitas SDM yang lebih baik dibandingkan organisasi pemerintah lainnya. Kurangnya kompetensi SDM juga menimbulkan persoalan baru.
Geografis
Data per Mei 2013 terdapat 34 provinsi dan 508 kabupaten/kota di seluruh wilayah Indonesia. Banyaknya pemerintah daerah menimbulkan persoalan tersendiri dalam akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan.Berkembangnya jumlah pemerintah daerah tidak dibarengi dengan penyiapan infrastruktur dan kapasitas dalam pengelolaan keuangan negara.Isu implementasi basis akrual yang terjadi adalah pemerintah pusat terlalu dominan dalam penyusunan standar akuntansi akrual, tidak melibatkan pemerintah daerah dalam penyusunan standar akuntansi sehingga kesulitan dalam memahami dan mengimplementasikannya di daerah yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
Pendekatan perancangan akuntansi berbasis akrual
Pertanyaan utama dari sebuah penerapan akuntansi berbasis akrual adalah mencakup pendekatan perancangan apakah dapat dilakukan secara bertahap atau langsung secara frontal atau sering disebut big bang.Para ahli hampir sepakat bahwa pendekatan bertahap sangat disarankan, terutama bagi pemerintah di negara yang sedang berkembang mengingat keterbatasan sumber daya manusia dan komitmen politik dari pimpinan negara yang masih diragukan.Budi Mulyana dalam jurnal Penggunaan Akuntansi Akrual di Negara-Negara Lain: Tren di Negara-Negara Anggota OECD menyatakan bahwa penerapan akuntansi akrual dalam time frame pendek (1-3 tahun)akan beresiko timbulnya 'reform fatigue' yaitu hilangnya sense of urgent danantusiasme dari para penyelenggara akuntansi khususnya karena merasalelah dengan perubahan-perubahan yang terus menerus tanpa merasakanmanfaatnya secara langsung. Untuk mengatasi resiko itu disarankan agarpenerapan basis akrual dilakukan secara bertahap dalam time frame medium(4-6 tahun), dengan cara:
terapkan pada beberapa entitas akuntansi tertentu di Pemerintah Pusat yang sudah dianggap mapan dalam proses akuntansinya, sebagai pilot project
apabilapilot project sudah berhasil, maka pengalaman praktek akuntansi akrual dapat ditransfer dan digunakan untuk bahan sosialisasi ke instansi-instansi pemerintah lainnya.
Menurut Bambang Widjajarso, pendekatan big bang paling pas untuk kondisi di Indonesia untuk menghindari hilangnya momentum perubahan menuju basis akrual. Dari segi biaya, pendekatan big bang ini dirasa paling murah karena basis kas – meskipun perlu adanya pengungkapan secara khusus dalam laporan keuangan berbasis akrual, termasuk pengaruhpengaruhnya – segera dieliminasi dari sistem berbasis akrual, kecuali pada aspek-aspek khusus, misalnya anggaran. Permasalahannya adalah mana yang paling tepat untuk kondisi di pemerintah Indonesia.
Menimbang segala dorongan dan hambatan yang ada di Indonesia dalam penerapan basis akuntansi akrual, maka pemerintah Indonesia menerapkan strategi penerapan akuntansi akrual secara bertahap, yakni:
TAHUN KEGIATAN
2009 LKPP Berbasis Kas Menuju Akrual (CTA), dilengkapi Informasi Pendapatan dan Belanja secara Akrual
Penyiapan SAP Akrual dan Kajian Akrual
Penyiapan Informasi Teknologi/IT (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara/SPAN)
2010 Penerbitan dan sosialisasi PP 71/2010 tentang SAP (Berbasis Akrual)
2011 Sosialisasi PP 71/2010 tentang SAP (Berbasis Akrual)
Penerbitan Pedoman Umum Sistem Akuntansi Pemerintahan (PUSAP)
2012 Penyiapan kebijakan akuntansi berbasis akrual
2013 Ujicoba SPAN, penyiapan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI)
Deklarasi Akuntansi Berbasis Akrual pada Pemerintah Pusat dan pemda
Penyiapan kebijakan dan peraturan akuntansi berbasis akrual (RPMK Kebijakan Akuntansi, SAPP, BAS, JURNAL), serta modulnya
High Level Meeting (Menkeu, Ketua BPK, Mendagri, dan Ketua KSAP)
Sosialisasi dan training reformasi akuntansi akrual untuk Pejabat K/L dan trainer
2014 LKPP CTA, dilengkapi Informasi Pendapatan dan Belanja secara Akrual
Rollout SPAN dan Piloting SAKTI
Penyiapan kebijakan dan peraturan akuntansi berbasis akrual
Sosialisasi dan training reformasi akuntansi akrual untuk BPK, DPR, DPD, BAKN dan end user
Monitoring dan evaluasi persiapan implementasi akuntansi berbasis akrual
2015 LKPP Berbasis Akrual
Training reformasi akuntansi akrual untuk end user
Monitoring dan evaluasi implementasi akuntansi berbasis akrual
Penyusunan Draft SAP yang berbasis akrual tersebut dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan antara lain:
SAP berbasis kas menuju akrual (PP Nomor 24 Tahun 2005 – cash towards accrual) baru saja diterbitkan dan belum sepenuhnya diimplementasikan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
SAP berbasis akrual yang akan disusun sesuai Undang-undang Keuangan Negara mengharuskan perubahan/penyempurnaan pada bidang perencanaan dan penganggaran, dimana KSAP tidak dalam posisi untuk membuat ketentuan/peraturan di bidang tersebut (misalnya keharusan untuk menganggarkan terhadap kewajiban-kewajiban yang harus dibayar pada akhir tahun buku). Penyusunan SAP berbasis akrual dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: menyusun PSAP berbasis akrual seluruhnya dari awal; atau menyesuaikan PSAP berbasis kas menuju akrual (sesuai PP Nomor 24 Tahun 2005) menjadi PSAP berbasis akrual dengan referensi IPSAS, dengan mempertimbangkan praktik-praktik yang berlaku, administrasi pemerintahan yang ada dan kemampuan sumber daya manusia. Atas dua strategi tersebut, KSAP sepakat menggunakan strategi yang ke-2, dengan pertimbangan sebagai berikut:
SAP berbasis kas menuju akrual telah disusun dengan mengacu pada beberapa referensi bertaraf internasional antara lain IPSAS, Governmental Accounting Standards Board (GASB), dan Government Finance Statistics (GFS), sehingga diharapkan SAP berbasis kas menuju akrual yang akan disesuaikan menjadi akrual sudah dapat diterima umum;
Mengurangi resistensi dari para pengguna SAP (PP Nomor 24 Tahun 2005) terhadap perubahan basis akuntansi. Pengguna PP Nomor 24 Tahun 2005 masih dalam tahap pembelajaran dan perlu waktu yang cukup lama untuk memahaminya sehingga apabila SAP akrual berbeda jauh dengan SAP berbasis kas menuju akrual akan menimbulkan resistensi;
Penyusunan SAP berbasis akrual relatif menjadi lebih mudah karena sebagian dari PSAP berbasis kas menuju akrual telah berbasis akrual sehingga hanya memerlukan penyesuaian beberapa PSAP berbasis akrual;
Penerapan SAP berbasis akrual yang disusun sesuai pola SAP berbasis kas menuju akrual lebih mudah bagi para pengguna standar karena sudah disosialisasikan, dan para pengguna telah memiliki pemahaman dan pengalaman terhadap SAP berbasis kas menuju akrual.

D.Faktor Penentu Keberhasilan Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual di Indonesia
Akuntansi berbasis akrual akan diimplementasikan secara penuh pada tahun 2015. Berbagai strategi telah dilakukan dalam upaya keberhasilan implementasi basis akrual dalam pelaporan keuangan pemerintah. Keberhasilan implementasi akuntansi basis akrual harus dapat diwujudkan. Selain karena amanat peraturan perundang-undangan, hal ini juga didasarkan atas pertimbangan akan keunggulan yang dimiliki basis akrual dibanding basis akuntansi lainnya. Penggunaan basis akrual lebih informatif dalam memberikan gambaran mengenai posisi keuangan pemerintah. Selain itu, penggunaan basis kas ini juga bermanfaat dalam mengevaluasi kinerja pemerintah.
Keberhasilan implementasi akuntansi pemerintahan dengan menggunakan basis akrual memerlukan upaya dan kerja sama dari berbagai pihak. Tanpa adanya kerjasama dan komitmen dari berbagai pihak, penerapan akuntansi berbasis akrual ini akan banyak mengalami kendala atau bahkan mengalami kegagalan. Keberhasilan implementasi akuntansi berbasis akrual di Indonesia ditentukan oleh beberapa faktor.
Kesiapan dan Kemauan Menerima Perubahan
Kesiapan dan kemauan menerima dan melaksanakan perubahan sangat penting dalam implementasi akuntansi akrual karena akuntansi akrual akan mengubah banyak hal dalam sistem dan prosedur organisasi yang selama ini sudah dijalankan. Entitas pelaporan perlu merencanakan dan melakukan sosialisasi secara periodik kepada seluruh pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan akuntansi akrual. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan perlunya perubahan basis akuntansi menjadi basis akrual. Perubahan basis akuntansi ini sebaiknya juga dimasukkan dalam kerangka kerja reformasi birokrasi setiap entitas pelaporan yang bersangkutan.
Pimpinan dari masing-masing entitas pelaporan juga perlu memastikan bahwa sistem dan prosedur operasional keuangan secara umum, khususnya sistem dan prosedur akuntansi, telah dijalankan dengan baik. Jika terdapat hal-hal yang masih harus diperbaiki, perbaikan harus segera dilakukan, termasuk perbaikan dalam sistem pengendalian internal. Perbaikan ini sangat diperlukan terutama untuk entitas pelaporan yang hasil pemeriksaan atas laporan keuangannya masih mendapatkan opini tidak wajar atau tidak memberikan pendapat. Jika perbaikan tidak segera dilakukan, entitas tersebut kemungkinan akan menghadapi kesulitan yang lebih besar dalam melaksanakan akuntansi akrual.
Komitmen dari Pimpinan
Dukungan politik dan komitmen dari pimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam keberhasilan implementasi akuntansi berbasis akrual ini. Dengan telah ditetapkannya PP 71 Tahun 2010 sebenarnya dukungan politis sudah ada, yang kemudian perlu dipersiapkan adalah komitmen dari pimpinan dari setiap entitas pelaporan untuk menerapkan akuntansi akrual. Selain itu, pimpinan dari setiap entitas pelaporan juga harus mempunyai komitmen yang tinggi untuk membangun tata kelola dan sistem pengendalian internal organisasi yang baik.
Sistem Akuntansi dan Information Technology (IT) Based System (Simanjuntak, 2010) dan (Bastian,2006)
Kompleksitas implementasi akuntansi berbasis akrual mengakibatkan perlunya sistem akuntansi dan IT based system yang lebih rumit. Selain itu, sistem pengendalian intern yang memadai perlu juga dibangun untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka mendukung penerapan basis akuntansi akrual, penggunaan teknologi yang andal amat diperlukan guna mendukung keberhasilan pengolahan data pada masa penerapan basis akrual secara penuh. Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) dan Sistem Akuntansi Tingkat Instansi (SAKTI) harus bisa berfungsi optimal dalam mewujudkan keberhasilan implementasi akuntansi basis akrual di lingkungan pemerintah.
Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang Kompeten
Keberhasilan implementasi akuntansi berbasis akrual juga ditentukan oleh ketersediaan SDM yang kompeten. Hal ini disebabkan oleh kompleksitas akuntansi berbasis akrual. Oleh karena itu, berbagai pelatihan dan sosialisasi secara berkelanjutan sangat diperlukan dalam menunjang keberhasilan penerapan akuntansi berbasis akrual ini. Sosialisasi dan pelatihan ini dilakukan secara berjenjang yang meliputi level pimpinan sampai dengan pelaksana teknis. Pelatihan kepada stakeholders diperlukan untuk menguatkan komitmen, penguatan kompetensi SDM dan meminimalisasi risiko ketidakandalan data keuangan.
Pemerintah pusat dan daerah juga perlu secara serius menyusun perencanaan SDM di bidang akuntansi pemerintahan. Termasuk di dalamnya memberikan sistem insentif dan remunerasi yang memadai untuk mencegah timbulnya praktik korupsi oleh SDM yang terkait dengan akuntansi pemerintahan. Di samping itu, peran dari perguruan tinggi dan organisasi profesi tidak kalah pentingnya untuk memenuhi kebutuhan akan SDM yang kompeten di bidang akuntansi pemerintahan.

Pengelola Isu-Isu Akutansi Spesifik dengan Baik
Dalam implementasi akuntansi akrual, ada kemungkinan setiap entitas pelaporan mempunyai isu-isu akuntansi yang spesifik. Untuk itu setiap entitas pelaporan harus mampu mengidentifikasi isu-isu akuntansi akrual yang ada di entitas pelaporannya. Beberapa isu akuntansi yang perlu diperhatikan pada saat implementasi basis akrual misalnya neraca awal, penilaian kembali atas asset, dan pengakuan pendapatan pajak.
Terdapat kemungkinan di mana setiap entitas pelaporan harus mengecek kembali kebenaran dari nilai neraca pada saat awal sistem akuntansi berbasis akrual dilaksanakan. Demikian juga entitas pelaporan mungkin memiliki aset yang belum diketahui nilainya sehingga harus dilakukan penilaian kembali agar dapat dicantumkan di dalam neraca. Hal ini untuk menjaga validitas data yang tercantum di neraca.
Pengakuan pendapatan pajak secara akrual juga merupakan isu akuntansi yang perlu mendapat perhatian. Dalam self assessment system, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Pajak yang terutang ini bisa saja dimintakan restitusi pada akhir tahun. Di sisi yang lain, berdasarkan hasil pemeriksaan, terhadap pajak yang terutang tersebut bisa saja jumlahnya bertambah yang mengakibatkan munculnya piutang pajak. Oleh karena itu, pengakuan pendapatan pajak secara akrual harus mendapat perhatian.
Saluran Komunikasi
Keberhasilan New Zealand dalam implementasi akuntansi basis akrual tidak ada salahnya untuk dicontoh, seperti adanya fungsi Financial Management Assurance yang memberikan pelayanan konsultasi selama proses perubahan. Saluran konsultasi ini penting sebagai sarana untuk menampung segala permasalahan yang ada sekaligus memberikan solusinya. Dengan demikian berbagai pertanyaan dan keraguan akibat kurangnya pemahaman terkait penerapan akuntansi basis akrual ini segera mendapatkan jawabannya. Konsultasi dan koordinasi ini dapat dilakukan dengan pihak eksternal, seperti dengan penyusun standar akuntansi dan akademisi.
Ketersediaan Pendanaan
Dalam rangka pelaksanaan pelatihan akuntansi berbasis akrual, pemerintah membutuhkan dana yang sangat besar dengan mempertimbangkan jumlah satuan kerja yang tersebar di seluruh Indonesia, kelompok stakeholders (pemangku kepentingan) serta jenis komunikasi dan pelatihan yang dibutuhkan untuk berbagai level. Untuk itu, selain dana yang berasal dari APBN, pemerintah juga perlu mendapat komitmen untuk bantuan dan dukungan dari negara-negara sahabat dan lembaga internasional, seperti dari World Bank.
Lingkungan/Masyarakat
Apresiasi dan dukungan dari masyarakat sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan penerapan akuntansi pemerintahan. Masyarakat perlu didorong untuk mampu memahami laporan keuangan pemerintah, sehingga dapat mengetahui dan menyadari penggunaan atas penerimaan pajak yang diperoleh dari masyarakat maupun pengalokasian sumber daya yang ada. Hal ini akan mendorong pemerintah untuk lebih transparan dan akuntabel dalam menjalankan kebijakannya.
REFERENSI
Tenry Nur Amriani, Menyongsong Penerapan Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual, (http://www.bppk.kemenkeu.go.id/berita-makassar/19410-menyongsong-penerapan-akuntansi-pemerintahan-berbasis-akrual, diakses pada 18 Oktober 2014)
Muhammad Ichsan , Kajian Variabel-Variabel Kesuksesan Penerapan Basis Akrual Dalam Sistem Akuntansi Pemerintahan, (http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CB0QFjAA&url=http%3A%2F%2Fstar.bpkp.go.id%2Fdownload%2F7%2Fmodul-program-beasiswa-star&ei=p71CVJGwLZC8uASYmYDIAw&usg=AFQjCNET__W9xsuJ2uVnjtuKYmtYRF9ykQ&sig2=9C-JfAhBMVg7VI22PHcGCQ&bvm=bv.77880786,d.c2E diakses pada 18 Oktober 2014)
Budi Mulyana , Penggunaan Akuntansi Akrual di Negara-Negara Lain: Tren di Negara-Negara Anggota OECD, (http://www.academia.edu/5284245/PENGGUNAAN_AKUNTANSI_AKRUAL_DI_NEGARA-NEGARA_LAIN_TREN_DI_NEGARA-_NEGARA_ANGGOTA_OECD diakses pada 18 Oktober 2014)
Bambang Widjajarso, Penerapan Basis Akrual Pada Akuntansi Pemerintah Indonesia: Sebuah Kajian Pendahuluan (http://www.academia.edu/5284245/PENGGUNAAN_AKUNTANSI_AKRUAL_DI_NEGARA-NEGARA_LAIN_TREN_DI_NEGARA-_NEGARA_ANGGOTA_OECD diakses pada 18 Oktober 2014)


Download Strategi Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual di Negara Lain.docx

Download Now



Terimakasih telah membaca Strategi Implementasi Akuntansi Berbasis Akrual di Negara Lain. Gunakan kotak pencarian untuk mencari artikel yang ingin anda cari.
Semoga bermanfaat

banner
Previous Post
Next Post

Akademikita adalah sebuah web arsip file atau dokumen tentang infografi, presentasi, dan lain-lain. Semua pengunjung bisa mengirimkan filenya untuk arsip melalui form yang telah disediakan.

0 komentar: